PERKENALKAN
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Leya Zaniya Maladi, umur 26 tahun dengan tinggi 170 cm. Cantik, pemilik mata biru terang yang disempurnakan dengan bibir tipis nan seksi. Rambut coklat yang panjang menghiasi kulit putih mulus tubuhnya. Wanita lulusan Universitas luar negeri ini adalah seorang wanita supel yang sangat mudah disukai siapa saja, teman asyik bagi para wanita dan teman yang di damba bagi para pria. Jangan di tanya berapa banyak teman wanitanya, Leya benar-benar bisa menjadi pendengar, pemberi nasehat, hingga pencari solusi jitu untuk teman-teman wanitanya. Leya tidak pernah memilih berteman dengan wanita dari golongan apa pun, semua kaum hawa suka berteman dengannya. Begitu pula bagi kaum adam, jangan di tanya pula berapa banyak kaum adam yang siap menyerahkan jiwa dan raga mereka untuknya, Leya tinggal tunjuk dan dengan senang hati para pria itu akan membuat dia melayang penuh cinta. Sekarang Leya bekerja sebagai Presiden direktur pada salah satu cabang perusahaan milik Ayahnya di Kota M, Leya di gadang-gadang akan menjadi penerus Malakey Group, perusahaan besar yang merajai dunia bisnis dan industri di Negara L.
Feya Zaniya Maladi, umur 26 tahun dengan tinggi 170 cm. Feya lahir satu setengah menit setelah Leya. Feya pemilik mata biru gelap, segelap lautan yang dalam. Tetapi disinilah letak kecantikan seorang Feya, karena mata biru gelapnya sukses menciptakan sosok misterius pada dirinya. Rambut coklat panjang yang lebih sering diikat dengan satu pita yang biasanya menghiasi kulit putihnya. Feya cendrung tertutup, dia lebih suka berkutat dengan benda-benda langka yang masuk dalam daftar cagar budaya dari pada menghabiskan waktunya dengan bermain atau pun bersantai dengan teman wanitanya. Sehingga bisa di tebak berapa banyak jumlah teman wanitanya bukan? Bagaimana dengan kaum adam? Ini lebih parah lagi, diusianya yang sekarang Feya sama sekali belum memiliki pacar. Ya, walaupun dulu dia pernah berpacaran, tetapi hanya sesaat dan Feya enggan berlama-lama menyandang status sebagai mereka, biarlah dia berlama-lama menjadi jomblo. Menurutnya hidup sangat percuma dilalui dengan hal-hal konyol yang bernama cinta. Padahal jangan di tanya berapa banyak pria yang siap mati untuknya, tapi sayang Feya akan menjauh dan menghindar dari urusan jatuh cinta. Sekarang Feya menjadi pimpinan pada Lembaga Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Benda Cagar Budaya milik pemerintah Kota M. Feya merasa hidup di tengah benda cagar budaya lebih menyenangkan ketimbang hidup di dunia nyata yang sangat membuat dia sulit untuk bersosialisasi dan menjadi diri sendiri.
Itulah Leya dan Feya, anak kembar yang identik tetapi memiliki karakter yang sangat bertolak belakang. Mereka seakan hidup pada dunia yang berbeda, sangat tidak mungkin bersinggungan satu sama lain. Dunia nyata si kembar tidak sama, dari mereka kecil pun tidak pernah sama. Hingga sekarang mereka telah dewasa, tetap saja mereka ada di jalan hidup dan dunia masing-masing
Mungkin..ya, mungkin saja, dimisalkan mereka adalah kembar identik yang memiliki sifat dan dunia yang sama, peristiwa demi peristiwa kedepannya nanti tidak akan terjadi. Entahlah, tidak ada yang tahu apakah hal itu bisa dikatakan benar atau tidak. Yang jelas Tuhan punya cara sendiri untuk Leya dan Feya menyadari arti berharganya cinta dalam hidup mereka.
----------
Terimakasih gess sudah berkenan membaca cerita tentang si kembar LEYA DAN FEYA, aku berharap semua pada suka.
**Semoga cerita novelku ini bisa menghibur hari-hari kalian. **
Kedepannya mohon LIKE dan Comentnya ya gess dan jangan lupa menekan favorite supaya cerita ini selalu bisa kalian ikuti setiap up-nya tayang.
Happy reading gess, semoga kalian selalu sehat dan jangan lupa berbahagia🙏
LEYA
❤❤❤❤❤❤
Leya kembali melihat dua berkas yang telah dipelajarinya, sepertinya dia telah selesai dengan semua berkas itu. Baiklah, semua sudah selesai. Kemudian, Leya pun memilih membuka androidnya dan memperhatikan pesan masuk pada salah satu aplikasi pesan diteleponya. Leya terpaku memperhatikan foto makanan yang di upload salah satu teman alumni SMAnya, "hopefully love dear" caption pada gambar tersebut. Leya sedikit mengerutkan keningnya, ini makanan jenis apa ya? Sepertinya enak. Kira-kira cara buatnya gimana? Hadi doyan gak ya? Begitu banyak pertanyaan muncul dalam benaknya.
"Tiwi ke ruang saya sebentar". Suara Leya memanggil sekretarisnya melalui panggilan telepon di atas meja kerjanya.
Beberapa detik kemudian datanglah Pratiwi ke ruang sang presdir. "Ya Bu, ada yang bisa saya bantu". Pratiwi adalah sekretaris pribadi Leya, wanita muda yang sudah berumah tangga ini sudah beberapa tahun belakangan mengabdikan diri di perusahaan yang di pimpin oleh Leya.
"Tiwi sudah berapa lama kamu menikah?" Tanya Laya
"Hah? Maaf Bu?" Tiwi merasa salah dengar dengan pertanyaan Leya barusan.
"Saya tanya, sudah berapa lama kamu menikah". Leya mengulangi pertanyaannya dengan santai.
"Ooo, saya pikir tadi saya salah dengar Bu. Hehehe, saya sudah dua tahun menikah Bu. Ada apa ya Bu?" Penjelasan Tiwi disertai suara cegar-cengirnya.
"Kamu bisa masak gak? Kamu yang siapin menu makan buat keluargamu?" Tanya Leya penuh selidik.
Tiwi yang mendapat pertanyaan demi pertanyaan tentang rumah tangganya mulai merasa heran, ini si Bos kenapa sih? Apa ada yang salah ya sama kinerjaku, sehingga pertanyaannya mengarah ke ranah rumah tanggaku.
"Iya Bu saya bisa masak, ya walaupun hanya masakan kampung, beberapa masakan asli negara kita Bu. Kalau masakan western saya gak bisa Bu. Paling spaghetti doang menu western yang bisa Bu, itu pun kalau memang harus masak menu luar. Tapi itu tetap dengan saos olahan saya sendiri Bu, ya masih ada bau-bau tradisionalnya juga. Trus buat sarapan dan makan malam saya memang berusaha sebisa mungkin untuk masak sendiri Bu, kecuali memang kita terpaksa lembur malam. Mau gak mau saya minta bantuan Bibi di rumah yang masakin, begitu Bu". Penjelasan panjang dari Tiwi.
"Kamu dulu kursus masak sebelum nikah?" Ternyata setelah penjelasan panjang Tiwi, Leya tetap masih memiliki rasa penasaran.
Bos kenapa ya? Tiwi benar-benar heran dengan Leya. "Gak kok Bu, saya gak ada pake kursus-kursus segala. Kebetulan dari kecil saya memang sudah dibiasakan oleh Bunda bergelut di dapur. Bunda suka masak Bu, kami selalu bebas merequest menu makanan yang kami inginkan, Bunda selalu bisa membuatnya. Jadi saya sedari kecil sudah biasa melihat Bunda mengolah makanan. Saat usia saya 15 tahun, saya mulai membantu Bunda di dapur. Jadi sedikit demi sedikit saya mengerti Bu tentang cara mengolah masakan".
Ooo, umur 15 tahun ya. Aku waktu umur segitu ngapain? Aku lupa deh, tapi kalau Feya? Apa di usia 15 tahun juga Feya biasa bantu Mama di dapur? Ahh, aku lupa. Batin Leya. "Trus, suami dan anak kamu suka sama masakanmu?"
Nah, kok tambah aneh pertanyaan si Bos. Ini si Bos kesambet apa coba?
"Kebetulan suami saya bukan tipe suami yang terlalu banyak tuntutan tentang makanan Bu, apa yang saya masak dia selalu makan. Suami selalu bilang enak dan dia menghabiskannya, ya begitulah suami saya Bu gak neko-neko. Kalau anak, mungkin karena baru masuk 8 bulan dan baru MPASI, jadi semua menu yang saya buatkan untuk dia mah di lahap aja Bu. Hahahaha". Jelas Tiwi diiringi suara tawanya.
Leya terdiam, dia benar-benar tidak menyangka. Tiwi sekretarisnya bisa setelaten itu mengurusi keluarga kecilnya. Tiba-tiba raut wajahnya berubah muram, kira-kira gimana ya rumah tanggaku besok? Secara akukah gak bisa masak, apa Hadi tidak mempermasalahkan itu. Ya, memang sih Hadi pernah bilang menerima aku seutuhnya lengkap dengan kekuranganku, tetapi apa iya gituh sesekali gak ada keinginan dihatinya untuk mencicipi masakan yang ku buat.
"Ibu kenapa? Ada yang bisa saya bantu?" Tiwi menyadari perubahan raut wajah sang presdir yang secara mendadak.
"Kamu hebat Tiwi, saya salut sama kamu. Antara karir dan rumah tangga kamu jalankan dengan baik. Kamu sempatkan menyiapkan masakan untuk anak dan suamimu di rumah. Beda dengan saya, saya gak bisa masak. Padahal kurang 4 bulan lagi saya akan menikah dengan Hadi. Saya benar-benar tidak tahu harus menyiapkan masakan apa untuk suami saya nanti. Dalam bayangan saya hanya akan meminta bantuan Bibi saja untuk memasakan menu makanan kami". Ada rasa khawatir dalam suara Leya.
"Bu..kan Pak Hadi tahu kekurangan dan kelebihan Ibu, jadi masalah Ibu bisa masak atau tidak, sedari awal dibicarakan Bu. Kalau memang Pak Hadi bisa menerimanya, kenapa Ibu harus memikirkan itu. Ya, kecuali kalau Pak Hadi memang menuntut Ibu untuk bisa masak baru lain ceritanya. Tapi setahu saya Pak Hadi orangnya gak gituhkan Bu?" Tiwi berusaha menenangkan hati Bosnya.
Leya hanya menganggukan kepalanya, memang selama dia berpacaran hingga bertunangan dengan Willihadi Leksmana hampir 2 tahun ini, tidak pernah sekalipun Hadi mempermasalahkan ketidakbisaan seorang Leya untuk memasak. Tapi andai saja dia bisa masak, begitu pikir Leya. Mungkin rumah tangganya besok akan lain romansanya, apa iya dari awal rumah tangga sampai aku dan Hadi menua, aku hanya mengandalkan Bibi buat masak? Ada keraguan dalam diri Leya tentang kekurangannya sendiri. Andai aku bisa masak seperti Feya, pasti serukan. Saat weekand atau saat moment tertentu aku masakin Hadi dan anak-anakku, berbagai menu yang mereka mau. Ahh, kenapa sih Feya bisa hebat dalam memasak? Aku jadi iri deh. Waktu Hadi diundang Papa dan Mama makan malam di rumah dulu, dia memuji masakan Feya, sangat enak katanya.
Dan Leya tengelam dalam pikirannya sendiri, dia mulai membandingkan dirinya sendiri yang tidak bisa memasak dengan kemampuan Feya, saudara kembarnya yang sangat pintar memasak. Kenyataan bahwa tunangannya pernah memuji kemampuan masak Feya membuat Leya sedikit merasa cemburu. Cemburu karena dia memang menyadari kalau dia tidak bisa mengolah jenis sayuran, daging, ikan atau apapun itu untuk menjadi makanan. Boro-boro mengolah, yang mana jahe yang mana lengkuas saja dia tidak tahu. Apa lagi jenis-jenis bumbu masakan lainnya. Ya Tuhan, kok aku bisa senanit ginih ya tentang masakan. Leya mulai merasa bingung sendiri.
MAKAN MALAM BERSAMA
❤❤❤❤❤❤
Sepertinya masalah masak-memasak cukup membekas di hati Leya, awalnya dia sangat ingin mengacuhkan tentang hal tersebut. Leya sangat ingin berpikir positif kalau Hadi pasti sampai tua tidak akan mempermasalahkan ketidakmampuannya dalam mengolah makanan. Tetapi bayangan saat Hadi memuji kembaranya Feya tentang menu masakan Feya yang enak, timbullah rasa cemburu dalam hatinya.
Leya bukan cemburu pada Feya karena Feya di puji Hadi, tunangannya. Tetapi yang membuat rasa cemburu itu muncul justru pada kemampuan Feya membuat perut Hadi senang dan kenyang. Bohong saat di tanya kalau dia tidak mengharap pujian tulus dari sang kekasih untuk masakannya. Tapi masakan apa, masak air aja gak pernah apa lagi mau masak menu makanan lengkap. Leya merasa ada yang kurang dalam dirinya sebagai wanita.
Jam kerja telah usai, semua rutinitas Leya sudah ditanganinya dengan baik hari ini. Tiwi si sekretaris pun sudah pamit pulang dua menit yang lalu. Akhirnya Leya mengemasi barang-barangnya dan bersiap pulang juga. Baru saja Leya meninggalkan ruang kerjanya, tiba-tiba nada dering di handphonenya berbunyi. Leya melihat layar telepon itu, ternyata sang Papa yang menelepon Leya. Cepat Leya mengangkat telepon dari Papanya.
"Hallo, ya Pa?" Sapa Leya di telepon kepada Papanya.
"Di mana kamu Le? Apa masih di kantor?" Tanya Papa.
"Aku masih di kantor Pa, tapi ini dah mau pulang. Ada apa Pa?" Ujar Leya.
"Pas sekali kalau begituh. Kamu mampir ke rumah ya! Papa sama Mama kangen, sekalian kita makan malam bareng. Jadi langsung ke rumah ya Le!" Perintah Papa pada Leya.
"Ooo, boleh Pa, aku langsung berangkat sekarang". Leya pun mengiyakan perintan Papanya.
"Hati-hati ya nak, kami tunggu di rumah". Dan kemudian sang Papa mematikan teleponya. Leya berjalan menunu left pribadinya di dekat pintu ruang kerjanya. Left itu langsung turun menunju bastmant tempat Leya memarkir mobilnya. Sesaat kemudian, mobil yang dikemudikan Leya sudah berjalan meninggalkan gedung pencakar langit menuju rumah keluargannya.
----------
Sementari itu di sebuah ruang kerja pada Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Benda Cagar Budaya tampak Feya tengah merapikan semua berkas yang tadi sedang dipelajarinya. Karena waktu pulang sudah lewat beberapa menit, maka Feya memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya besok hari lagi.
"Sudah jam pulang Bu, apa masih ada yang harus saya siapakan Bu?" Tanya Menik, asisten pribadi Feya.
"Emm, laporan dari Dinas A sudah masukkah Nik?" Tanya Feya kemudian.
"Belum Bu, kata Kepala Dinasnya tadi mereka masih merekap total kerusakan yang terjadi pada Benda Cagar Budaya di tepi Sungai Merah itu Bu. Apa Ibu mau saya hubungi mereka sekali lagi agar besok segera menyerahkan laporannya Bu?" Sekali lagi Menik bertanya pada Feya.
"Gak usah Menik. Kita tunggu saja sampai besok siang, kalau siang besok belum juga baru kamu hubungi mereka lagi untuk menanyakan perkembangannya!", perintah Feya pada asisten pribadinya. "Baiklah karena semua sudah selesai dan jam pulang juga sudah lewat. Besok saja kita lanjutkan kembali, sekarang mari kita pulang". Ajak Feya pada Menik.
"Baik Bu, mari kita pulang". Menik kemudian berniat menunggu atasannya itu untuk sama turun keparkiran. Tetapi baru saja Feya berdiri dari kursinya, tiba-tiba handphonenya berbunyi. Papa. Guman Feya dalam hati.
"Menik kamu duluan aja, saya mau angkat telepon dulu!" Mendengar perintah atasannya itu, menik pun menganggukan kepala dan berjalan keluar dari ruangan Feya. Kemudian dalam sekejab Menik sudah hilang dari pandanga mata Feya. Setelah itu Feya langsung mengangkat telepon dari Papanya.
"Hallo Papa, apa kabar?" Feya mengawali percakapan dengan sang Papa.
"Papa baik Fey, kamu sendiri gimana kabarnya?" Tanya Papa balik pada Feya.
"Feya baik juga Pa, eh.. iya ada apa Papa telepon Feya?" Tanya Feya kemudian.
"Kamu sibuk nak? Masih banyak pekerjaan tidak?" Papa mencoba memastikan dulu aktivitas Feya saat ini.
"Gak sibuk kok Pa, ini Feya sudah mau pulang. Ada apa Pa?" Sepertinya Feya penasaran dengan pertanyaan Papa barusan.
"Kalau begitu kamu ke rumah ya Fey, Papa sama Mama kangen sama kamu. Kita makan malam di rumah ya!" Permintaan Papa pada Feya.
"Ooo..tentu saja Pa. Aku juga kangen banget sama Papa dan Mama. Kalau gituh aku langsung berangkat ya Pa". Feya pun menyanggupi permintaan sang Papa.
"Iya Fey, hati-hati dijalannya". Dan akhirnya telepon Papa pun di tutup Feya.
Setelah sampai diparkiran gedung kantornya, Feya segera menghidupkan mobil dan mengarahkan ke rumah orang tuanya. Dengan kecepatan sedang, akhirnya kurang dari satu jam Feya sampai di rumah orang tuannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!