Tut tut tut
"Assalamu'alaikum, ada apa Bu?" Ucap Zura dengan suara lembut saat menerima sambungan telepon dari Ibu tirinya.
"Besok Minggu, kamu harus pulang ke rumah. Ayah kamu sakit lagi, dia butuh di rawat di Rumah Sakit dan Ibu tidak punya uang." Jawab Ibunya tanpa membalas ucapan salam Zura.
"Iya Bu, akan Zura usahakan."
"Jangan cuma diusahakan, tapi harus dipastikan. Kamu ini, jangan cuma bisanya kuliah tapi tidak mau memperhatikan keluarga." Ucap Ibu marah.
"Tapi Minggu kemarin Zura kan sudah kirim uang untuk pengobatan Ayah. Memangnya sudah habis Bu?"
"Uang segitu bisa dapat apa, jangan durhaka kamu jadi anak."
"Yang Zura kirim kemarin itu semua gaji Zura kerja part time di restoran Bu." Jawabnya.
"Saya tidak mau tahu, pokoknya besok Minggu kamu pulang dan bawa uang untuk berobat ayahmu."
Klik tut telepon ditutup sepihak.
"Aku harus nyari uang kemana lagi, apa aku harus memberikan uang yang aku simpan." Gumamnya.
Begitulah kehidupan yang dijalani oleh gadis cantik berkaca mata bulat yang bernama Azura Saskirana. Mempunyai seorang ayah yang bernama Ruslan Santoso, seorang buruh pabrik yang dirumahkan karena sakit-sakitan. Dan seorang Ibu tiri yang bernama Yuliana Savitri yang dinikahi ayah Ruslan setelah kepergian Ibu kandungnya karena menderita penyakit gagal jantung kronis.
Tanpa sepengetahuan ayahnya, Zura kerap diminta uang bulanan oleh ibu tirinya. Tapi selalu habis tanpa tahu dipergunakan untuk apa uang tersebut. Sedangkan Zura harus mati-matian mencari penghasilan demi bisa bertahan hidup di kota orang untuk melanjutkan pendidikan hingga sarjana. Karena jika mengandalkan uang beasiswa saja tidak cukup untuk keperluan lainnya.
Hari ini malam minggu, tapi Zura masih berada di kampus karena ingin menyelesaikan tugas skripsi yang sebentar lagi selesai. Zura tidak punya seorang pun teman di lingkungan kampus. Karena mereka semua memandang rendah Zura yang hanya mahasiswa beasiswa dan terkenal dengan penampilan cupunya. Mereka justru sering menghina dan mencemooh Zura.
Di sebuah perpustakaan yang sepi tapi cukup terang, Zura mulai mengetik kata demi kata dengan tekun berdasarkan referensi buku yang dia ambil dari rak buku. Zura harus segera menyelesaikannya malam ini, karena besok dia harus pulang ke rumah untuk menemui ayahnya atas permintaan ibu tirinya.
"Semoga malam ini semua beres."
Sementara itu, di sebuah ruangan tampak seseorang dosen sedang fokus menginput data nilai dari banyak lembaran kertas hasil tugas mahasiswanya.
Dosen yang bernama Garvin Reviano Agler terkenal dingin dan kejam. Dia tidak segan memberikan nilai buruk pada mahasiswa yang tidak patuh terhadap segala peraturan yang dibuatnya. Tanpa memberikan toleransi apapun.
Garvin sudah lama menduda, pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir ke Luar Negeri dan menolak memiliki anak sejak awal pernikahan mereka.
Sejak saat itu Garvin menjadi pribadi yang dingin dan tak tersentuh. Meskipun begitu, tetap saja banyak wanita yang terobsesi dengannya.
Sudah hampir sepuluh tahun Garvin menjalani status duda, dan sudah banyak perjodohan yang dilakukan oleh mama Garvin tapi semua ditolak.
Hati Garvin sudah terlanjur beku, dia tidak lagi percaya dengan adanya cinta tulus dari kaum wanita. Baginya menjalani hidup seorang diri lebih baik, dari pada nanti terluka untuk kedua kalinya.
Tiba-tiba pintu terbuka tanpa ada suara ketukan terlebih dahulu, membuat konsentrasi Garvin terpecah. Lantas dia menatap tajam pada seorang wanita, teman seprofesi yang terobsesi dengannya.
"Garvin, tante bilang kamu menolak perjodohan untuk kita. Kenapa?" Tanya dosen cantik seumuran dengan Garvin.
Elena Rosalina wanita yang ingin dijodohkan dengan Garvin oleh mamanya.
Elena adalah putri dari sahabat lama mama Garvin, dia juga seorang dosen di kampus yang sama. Elena sudah lama terobsesi terhadap Garvin, bahkan sebelum Garvin menikah dengan Mesya Anandya yang merupakan teman masa kuliahnya dulu.
Mama Garvin adalah seorang janda yang bernama Kalynda Zakira, sedangkan almarhum papanya bernama Gerry Agler.
"Saya tidak tertarik dengan perjodohan apapun itu." Ucap dingin Garvin.
"Ayolah Garvin, kamu tidak akan rugi jika menikah denganku. Kita satu profesi, jadi waktu kita akan banyak untuk bersama. Dan lagi, aku tidak seperti Mesya yang mementingkan pekerjaan dari pada suami. Percayalah aku adalah calon istri yang sangat tepat untukmu."
"Tolong jangan bicara hal bodoh itu lagi, saya tidak peduli meskipun kamu akan seperti Mesya sekalipun. Karena wanita itu sama saja, jadi sekarang pergilah. Saya sedang sibuk sekali." Usir Garvin.
"Aku pastikan kamu akan tetap menjadi suamiku, jangan pikir aku akan menyerah setelah menunggu kamu selama bertahun-tahun." Ucap Elena sinis.
Elena keluar dari ruang kerja Garvin, tapi tidak untuk pergi. Melainkan dia menuju ke suatu tempat untuk menjalankan rencana barunya.
Membawa botol minuman air mineral yang sudah disuntik obat perang sang. Elena meminta salah satu OB untuk memberikannya pada Garvin.
"Pak, tolong berikan ini pada pak Garvin. Kasihan kerja lembur."
"Baik bu, saya akan berikan."
"Tapi jangan bilang jika ini dari saya." Ucap Elena lirih.
"Oh iya, beres bu Elena."
Setelah yakin OB akan melakukan tugasnya dengan baik. Kini Elena kembali ke ruangannya. Dia mempersiapkan diri untuk menyambut Garvin kepelukannya. Elena yakin, setelah malam ini Garvin akan mau menikah dengannya.
Tok tok tok
"Permisi pak Garvin, Anda lembur malam ini? Saya bawakan minuman untuk Anda." Ucap OB itu dengan sopan.
"Terima kasih pak, tidak perlu repot seperti itu." Balas Garvin.
"Tidak repot kok pak Garvin, kalau begitu saya permisi dulu."
Garvin mengangguk dan tersenyum tulus pada OB berumur tua itu.
Tanpa curiga apa pun, Garvin segera membuka segel penutup botol dan menenggaknya hingga tingga setengah.
"Segar juga, ternyata aku memang haus dari tadi belum minum."
Tidak lama kemudian, rasa panas menjalar di tubuh Garvin. Dia terhenyak kaget, karena tahu tubuhnya mengalami reaksi dari obat perang sang dengan dosis yang tinggi.
"Sialan siapa yang bermain-main denganku, aku tidak akan memaafkan?" Maki Garvin karena tubuhnya semakin memanas.
"Garvinhhh..." Elena datang dengan suara yang dibuat mendesah. Mendekati Garvin dan berpose sensual di depannya.
"Sepertinya kamu butuh bantuanku." Ucapnya.
"Apakah ini perbuatanmu?" Tanya Garvin.
"Tidak, tapi aku datang untuk menolong kamu mengatasi masalah ini."
Elena semakin mendekat, bahkan tanpa malu wanita berprofesi dosen itu sudah membuka pakaiannya sendiri hingga tanpa tersisa satu lembar kain.
Tubuh polos itu meliuk-liuk memutari Garvin yang membeku menatap rekan kerja sekaligus wanita pilihan mamanya.
"Ternyata pilihan mama hanya wanita murahan. Beruntung aku selalu menolak perjodohan dengannya sejak dulu." Gumamnya.
"Tapi kamu tidak bisa menolak pesonaku malam ini Garvin." Elena mendengar gumaman Garvin meskipun lirih.
Elena memeluk Garvin dari belakang, dan meraba-raba dada bidang yang ditumbuhi bulu dengan penuh semangat. Garvin sedikit terbuai karena sentuhan itu. Tapi ketika tangan Elena berusaha membuka resleting celana duda tanpa anak itu. Garvin tersadar.
Bruk
"Ah..." Teriak Elena karena Garvin mendorong kuat tubuh polos itu, membuat Elena terpelanting hingga menabrak meja kayu. Elena mengeram karena rasa sakit yang menghantam punggungnya ditambah kepalanya mengeluarkan darah.
Dengan tergesa-gesa Garvin meninggalkan Elena untuk bersembunyi. Dia berlari menembus kegelapan malam hingga berakhir di sebuah ruang perpustakaan yang sepi.
Tapi saat tiba di perpustakaan yang disangkanya sudah sepi, justru Garvin melihat siluet wanita muda berambut panjang sedang duduk membelakangi pintu. Entah setan apa yang merasuki Garvin, hingga dia malah mendekati gadis yang terkenal cupu itu. Hingga terjadilah sesuatu yang tidak diinginkan oleh mereka berdua.
"Apa yang sedang bapak lakukan?"
Zura terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya dipeluk erat dari belakang oleh seorang dosen yang terkenal dingin.
Zura yang masih fokus pada ketikannya tidak menyadari kedatangan dosen pembimbingnya dengan keadaan yang buruk.
"Tolong saya Zura?" Pinta Garvin dengan suara serak menahan gairah.
"Tolongin apa pak? Maaf saya masih mengerjakan skripsi." Jawab Zura.
Zura belum beranjak pulang karena hujan turun dengan lebat disertai angin. Apalagi tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Tanpa mendengarkan teriakan mahasiswinya, Garvin mengangkat tubuh Zura dan membawanya ke pojok perpustakaan yang gelap.
Garvin mencium bibir Zura dengan brutal, kesadarannya saat ini tinggal beberapa persen lagi. Tapi dia tahu jika Zura berusaha memberontak.
"Hmmm..." Gumam Zura saat bibirnya dilahap habis oleh dosen duda itu. Sementara tangan Garvin menggerayangi tubuh Zura dan berusaha membuka pakaian yang sedang dikenakan mahasiswi tingkat akhir yang terkenal cupu.
Srek... Karena susah, akhirnya kemeja kotak-kotak berwarna pink salem itu disobek oleh Garvin. Kini terlihat dua buah gundukan berukuran besar.
"Ternyata di balik baju longgarmu, tersimpan aset yang begitu indah."
Dengan kedua tangannya, Garvin mengambil dua buah melon dari wadahnya. Kemudian Garvin menghisap satu puting seperti bayi sedang menyusu ibunya.
"Ah... Jangan digigit pak, sakit." Tangis Zura pun pecah karena merasa kotor tubuhnya dijamah paksa.
Bergantian, Garvin menyusu seperti sedang melepas dahaga karena selama sepuluh tahun tidak pernah menyentuh wanita.
Puas dengan kedua buah melon, kini Garvin menuju ke bawah yang masih tertutup kulot panjang. Dengan sekali tarikan, semua terlepas.
Garvin merebahkan tubuh Zura di atas meja perpustakaan dan mulai beraksi. Garvin memandangi tubuh Zura yang mulus dan sangat putih. Garvin tidak menyangka, jika mahasiswi cupu ini sangat indah sekali.
Garvin menelusuri kedua paha Zura dengan bibirnya, memberikan banyak jejak yang membuat Zura berteriak minta tolong tapi tidak satupun mendengar.
Hujan yang sangat lebat disertai angin, membuat suasana semakin dingin tapi tidak dengan Garvin yang sudah terbakar oleh hasrat membara.
Sejenak Garvin terpaku melihat lubang va gina Zura yang berwarna pink lembut. Tapi tidak ingin lama Garvin mengaguminya tanpa menyentuhnya. Garvin membuka lebar selang kangan Zura dan melumat habis miliknya.
Tidak dipungkiri, jika sentuhan dari dosen duda ini begitu lembut yang membuat Zura ikut terbuai.
"Ouh..." Tidak tahan dengan gelenyar aneh yang merambat ke seluruh tubuhnya. Zura mendesah penuh kenikmatan, teriakan pilu diawal berubah menjadi jeritan manja meminta segera dimasuki.
"Sshh... Pak Garvin...Ahh..." Jeritnya ketika lidah Garvin menjelajahi lubangnya.
"Kamu menikmati juga Zura? Bagaimana enak tidak?" Tanya Garvin serak.
"Ahh... Kamu sudah sangat basah sayang. Mari kita lanjut ke permainan utama. Bersiap-siaplah, jangan lupa mendesah yang kencang." Ucap Garvin.
Kemudian Garvin membuka seluruh pakaiannya dengan cepat, dia mengeluarkan senjata laras panjangnya yang sudah siap.
"Besar dan berurat." Gumam Zura.
"Apakah akan muat pak Garvin?"
"Kita coba dulu, kamu tahan ya pasti akan sakit jika kamu masih perawan." Jawab Garvin.
"Saya masih perawan pak." Balasnya.
"Dan akan saya buktikan perkataanmu."
Garvin menggesek-gesekkan senjatanya pada lubang goa Zura. Terdengar lenguhan panjang yang menandakan Zura sudah tidak sabar untuk segera dimasuki olehnya.
Jleb
"Ahhh....sakit pak Garvin."
"Tolong berhenti pak." Ucap Zura terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen atas kesadarannya.
"Maaf Zura, tapi saya tidak bisa berhenti sebelum menyelesaikan semuanya."
Garvin bergerak liar di atas tubuh Zura, rasanya sangat nikmat, sempit, legit dan menggigit batangnya.
"Sshhhh... Ouuhhh... Kamuuhhh...sangatthhh nikmaathhh"
Garvin bergerak maju mundur dengan penuh semangat. Sudah sangat lama, senjata miliknya mati suri karena tidak pernah ada yang memuaskan. Bukan tidak ada, karena sebenarnya banyak wanita yang menawarkan diri naik ke ranjangnya. Tapi Garvin tidak pernah sedikitpun tertarik meskipun wanita itu cantik dan sexy.
Garvin bermain sangat lama karena rasa nikmat yang sangat berbeda dengan saat berhubungan intim bersama mantan istrinya dulu. Ada sensasi tersendiri ketika berhasil menjebol keperawanan.
Karena dulu, Mesya sudah tidak perawan disaat malam pertama pernikahannya. Dengan alasan pernah diperkosa, Mesya membuat Garvin sedikit kecewa karena ketidak jujuran Mesya sedari awal.
Apalagi Mesya selalu meminta Garvin menghentikan permainan sebelum Garvin merasa terpuaskan. Tidak ingin hamil menjadi penyebab Mesya melakukan semua itu. Dengan egoisnya dia juga tidak ingin menggunakan kontrasepsi yang katanya akan merusak tubuhnya yang merupakan aset menjadi model papan atas. Pun juga ketika Arjuna hendak memakai kon dom tidak diperbolehkan.
Berakhir Garvin selalu bermain solo di kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya kala itu. Tapi kini berbeda, Garvin dengan leluasa mengobrak abrik lubang goa milik mahasiswinya.
Darah perawan membuat senjata milik Garvin menjadi semakin berkedut, membesar dan semakin memanjang serta berurat.
"Pak Garvinhhh... Sayahhh...ouhhh... Mauhhh pipisshhh...Shhh...ahhh...." Teriak Zura.
Mendengar teriakan penuh kenikmatan dari Zura membuat Garvin semakin semangat mengejar kepuasan untuk dirinya juga.
Garvin bergerak semakin liar, maju mundur, keluar masuk lubang. Hingga rasa nikmat itu pun datang setelah sekian lama tidak terpuaskan.
Semburan hangat darinya memenuhi rahim Zura, bahkan pertama kalinya bagi pria berusia 35 tahun ini.
Rasanya sangat melegakan bagi Garvin. Kali ini pengaruh obat sudah berkurang, tapi Garvin masih ingin mengulang kembali permainannya dengan Zura.
"Kamu sangat nikmat Zura, boleh ya sekali lagi." Pinta Garvin.
Zura yang sudah lelah, tidak bisa untuk menolak. Tubuhnya mengkhianati hatinya. Ingin menolak tapi justru memberi sinyal meminta kembali dimasuki.
Sekitar pukul setengah tiga dini hari, Zura terbangun dari tidurnya. Badannya remuk, selain karena harus melayani permainan dosen hingga beronde-ronde. Juga karena harus tertidur di atas meja kayu tanpa bantal.
Terlihat dosen yang biasanya berwajah dingin ini nampak tampan jika sedang terlelap. Zura tidak percaya jika dirinya sudah tidur dengannya.
"Sudah puas memandangi wajah tampan saya, Zura?" Tiba-tiba Garvin membuka matanya dan menatap tajam Zura.
"Pak Garvin..." Zura terbata-bata dengan semburat merah di pipi dan telinganya. Tanpa sadar wajahnya dia benamkan di dada dosennya. Dia sangat malu sudah tertangkap basah sedang mengagumi dosen yang kini tengah memeluk erat tubuh polosnya.
"Terima kasih, kamu sudah membantu saya melepaskan diri dari pengaruh obat perang sang yang tidak sengaja saya minum karena jebakan seseorang." Ucap Garvin yang semakin menempelkan tubuh Zura ke pelukannya.
"Tapi bagaimana jika saya hamil pak? Lagi pula kita tidak punya hubungan apa pun selain dosen dan mahasiswi." Lirih Zura.
"Kamu tidak mungkin hamil Zura hanya karena satu kali sentuhan."
"Tapi, bapak melakukannya beronde-ronde dan selalu keluar di dalam rahim saya. Bagaimana dengan masa depan saya pak Garvin. Saya sudah hancur sekarang." Tangis Zura pecah, dia membayangkan hamil tanpa seorang suami. Pasti dia tidak akan sanggup lagi menghadapi kejamnya dunia.
"Jika kamu hamil, saya akan bertanggung jawab Zura." Jawab Garvin.
"Jika saya hamil, jika saya tidak hamil maka Anda bisa seenaknya membuang saya pak Garvin?"
"Lalu, siapa yang akan menikahi wanita yang sudah rusak seperti saya ini? Siapa pak?" Lanjutnya.
"Jadi, kamu mau saya menikahi kamu sekarang juga begitu Zura?"
"Setidaknya, bapak tidak membuang saya bagaikan habis manis sepah dibuang."
"Baiklah, mulai sekarang kamu adalah milik saya. Kita jalani hubungan secara diam-diam, bagaimana kamu mau?"
"Saya mau pak?" Jawab Zura.
Sejujurnya, Zura sudah lama mengagumi dosen duda ini. Semenjak semester pertama, hingga kini hampir 4 tahun. Zura mencintai dalam diam.
Dia tidak berani menunjukkan dengan terang-terangan jika dia mencintai dosennya itu. Selain karena status sosial yang jauh berbeda, Zura juga merasa insecure dengan penampilannya sendiri.
Zura tahu, jarak umur dia dengan Garvin sangat jauh. Tapi meskipun begitu, Garvin masih terlihat sangat tampan dan berwibawa meskipun jarang terlihat tersenyum selama ini.
Usia Zura baru 23 tahun, tapi dia tidak pandai berdandan. Hanya kemeja longgar dengan rok panjang atau juga kulot yang selalu dipakai sehari-hari di kampus. Rambut panjang yang selalu dia kuncir atau kepang dua. Jangan lupakan kacamata besar bulat yang tidak pernah tertinggal dari wajahnya. Zura memang memiliki mata minus.
"Tapi sebelumnya saya harus jujur Zura, kita berhubungan hanya sebagai bentuk rasa tanggung jawab saja. Karena saya belum mencintai kamu. Sebenarnya saya masih enggan memikiki hubungan dengan seorang wanita. Kamu tahu kan jika status saya duda tanpa anak?" Ucap Garvin.
"Saya tidak memaksa kalau memang bapak tidak bersedia." Jawab Zura.
"Biarlah saya tanggung sendiri apa yang akan terjadi pada diri saya ke depannya. Saya harus pulang segera. Tolong lepaskan tangan Anda dari tubuh saya." Ucap Zura lagi menahan tangis dan sesak di dada. Setelah mahkota direnggut oleh pria yang dicintainya.
"Tolong, kamu jangan salah paham, beri saya waktu." Pinta Garvin.
"Kita jalani hubungan ini terlebih dahulu, beri saya waktu untuk bisa menerima kamu di hati saya. Lalu apakah kamu sudah mencintai saya?" Tanya Garvin kemudian.
"Sudah hampir empat tahun saya memendam rasa cinta untuk bapak. Maaf jika perasaan saya lancang." Ucap Zura sambil menundukkan kepalanya. Ada rasa sedih menghantam dada.
Garvin kemudian memeluk erat tubuh mahasiswanya itu. Entah mengapa perasaannya tiba-tiba menghangat mendengar pengakuan Zura.
"Bolehkah satu ronde lagi sebelum kita pulang Zura?" Tanya Garvin.
Zura mengangguk dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Kali ini mereka melakukannya atas dasar suka sama suka. Tidak ada paksaan atau pengaruh obat apa pun.
Garvin menyesap bibir Zura dengan lembut, Zura pun mulai belajar membalas ciuman dosen yang kini menjadi kekasihnya itu. Kemudia bibir Garvin menyusuri leher jenjang wanita muda ini dengan penuh gairah.
Memberi jejak kepemilikan, seolah ingin menegaskan pada dunia jika Zura adalah miliknya. Padahal baru saja mulut Garvin berkata tidak cinta.
Yang sebenarnya cinta Zura tidak bertepuk sebelah tangan, karena sudah lama juga Garvin sering mencuri pandang mahasiswi cupu dari jauh. Hanya saja, Garvin tidak menyadari perasaannya sendiri. Dia masih saja berkutat dengan trauma masa lalu.
Ada ketakutan tersendiri ketika ingin melabuhkan hati kepada seorang wanita. Apalagi umur mereka terpaut jauh.
Dari leher Garvin turun da naik ke atas dua bukit. Melumat bergantian puting susu yang mengeras akibat sentuhan lembut darinya.
"Ahh..." Suara desahan kembali terdengar. Zura meliuk-liukkan tubuhnya karena kenikmatan.
"Gimana kamu suka?" Tanya Garvin.
Zura mengangguk sambil memejamkan mata.
Puas dengan gunung kembar, Garvin menuju lembah yang sudah basah.
"Mmmhhhh.. pakhhh..." Desah Zura semakin terdengar merdu ketika sapuan lidah Garvin menyusuri pintu lubang goa.
Garvin menghentikan kegiatannya, menatap dalam pada wajah cantik yang selalu tertutup kacamata dan penampilan cupunya.
Zura terlihat kecewa karena Garvin menghentikan permainannya. Mengetahui jika kekasih barunya ini mulai menatap sendu, Garvin langsung melanjutkan aksinya kembali.
Jleb plok plok
Tanpa jeda, Garvin memompa tubuh Zura dengan penuh semangat. Dia tahu, jika mahasiswanya kini sudah candu dengan sentuhan darinya. Garvin bergerak liar, semakin dalam dengan tempo cepat.
"Ahhh... Pakhhh Garvinhhh..." Teriak Zura.
"Bersamaan ya Zura." Ucap Garvin.
Dan mereka berdua pun merengkuh rasa nikmat bersama dalam pelukan.
"Sekarang, kamu sudah menjadi milik saya seutuhnya Zura. Meskipun kita hanya sepasang kekasih. Jangan pernah membagi tubuh kamu dengan pria lain. Karena hanya saya yang boleh menyentuh kamu." Tegas Garvin.
"Sebaliknya, saya minta pak Garvin untuk setia hanya saya yang bapak sentuh. Jika bapak ingin, hubungi saya. Jangan wanita lain!"
"Pasti Zura, jangan pernah meragukan kesetiaan saya. Meskipun tanpa cinta, tapi saya bukan pria yang sembarangan menebar benih. Tunggu waktunya, saya pasti akan menikahi kamu."
"Sekarang kamu, pakai kembali pakaian kamu. Saya akan antar kamu pulang. Ingat status kamu adalah kekasih saya." Ucap Garvin tegas.
"Iya pak, saya tahu itu."
Malam yang tak akan terlupakan, bersatunya dua insan manusia beda usia. Bukan hanya bersatu dalam cerita cinta, tapi juga bersatu dalam penyatuan tubuh mereka berdua.
Perpustakaan menjadi saksi saat mereka memadu kasih sebelum adanya ikatan. Semoga saja harapan mereka berdua terwujud, atau karma yang akan mereka tuai karena melakukan zina.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!