Malam hari, dimana hujan dan cuaca dingin sedang menyelimuti sebuah kota yang berada di Indonesia. Meskipun dingin menembus kulit, tidak menghalangi gadis berjilbab biru untuk melaksanakan kewajibannya setelah shalat. Ya, Gadis itu tetap membaca Al-qur'an dengan lantunan yang indah.
Rania zakiyah, gadis berumur 21 tahun yang saat ini sedang menjalani kuliah semester 6. Meskipun baru berumur 21 tahun, tapi sudah banyak laki-laki yang ingin melamarnya untuk dijadikan istri. Namun, ditolak karena Rania memiliki impian untuk mengejar cita-citanya menjadi dokter. Rania tidak ingin pernikahannya menjadi hambatan dirinya meraih cita-cita.
Wajah cantik dan teduh itulah yang menjadi alasan para lelaki berlomba-lomba untuk mengejarnya. Sedangkan bagi para wanita, ada yang menyukainya namun ada juga yang iri dan membenci Rania.
"Alhamdulillah" ucap Rania selesai mengaji sambil menutup Al-Qur'an.
Gubrak. Terdengar bunyi yang membuat Rania kaget dan langsung saja Rania menoleh ke belakang. Terlihat sesosok laki-laki jatuh ke lantai.
"Si-siapa kamu?" tanya Rania yang sedikit takut dan bimbang.
"Hai, kamu siapa?" ulangi Rania namun belum ada jawaban. Dengan hati yang risau, Rania mendekati laki-laki itu.
****
Tok...tok...
Pintu rumah Keluarga Rania diketuk.
"Pak Rudi.. Assalamualaikum, Pak Rudi" samar-samar terdengar suara memanggil nama Pak Rudi.
"Siapa ya, pak?. Malam-malam begini bertamu" tanya Ibu Tania yang juga mendengar rumah mereka diketuk.
"Entah, bu. Ayo, kita lihat" ajak Pak Rudi ke istrinya. Mereka yang tadi sudah bersiap untuk tidur, terpaksa harus membatalkan kegiatannya.
Pintu rumah terbuka, terlihat didepan pintu sudah banyak orang. Betapa terkejutnya Pak rudi dan Ibu Tania.
"Maf, bapak-bapak. Ada perlu apa malam-malam kerumah?" tanya Pak Rudi dengan tenang.
"Pak Rudi, apa bapak tahu kalau Rania baru saja menyelundupkan laki-laki ke kamarnya?" kata salah satu warga yang berada dikerumunan.
"Astagfirullah, pak. Jangan menuduh Rania seperti itu" ucap Bu Tania.
"Itu bukan tuduhan, Bu Tania. Baru saja anak saya, Aldi melihat ada laki-laki yang masuk ke kamar Rania lewat jendela" kata Lukman, ayah Aldi.
"Benar begitu, Aldi?" tanya Pak Rudi mencoba tenang.
"Iya, om" jawab Aldi. Aldi merupakan teman Rania dari kecil dan Aldi sangat menyukai Rania. Setiap malam, Aldi akan melihat kamar Rania karena Aldi tahu jika Rania akan mengaji dan Rania selalu membuka jendela kamarnya.
"Aldi, kamu jangan memfitnah Rania seperti itu" ucap Bu Tania sedikit keras. Bu Tania sedikit emosi, anaknya dituduh macam-macam apalagi yang menuduh adalah orang yang selama ini menjadi teman Rania.
"Tapi saya melihatnya sendiri, tan" ucap Aldi terbata-bata.
"Sudah-sudah, bagaimana kalau kita mengecek saja ke kamar Rania. Kita lihat apakah yang dilihat Aldi itu benar atau tidak" lerai Pak Rudi.
"Ayo, Bu" ajak Pak Rudi untuk kedua kalinya.
"Pak, apakah bapak percaya dengan yang dikatakan Aldi?" tanya Bu Tania kepada suaminya.
"Bapak ga percaya, Bu. Tapi, untuk membuktikan apa yang dikatakan Aldi kita harus mengeceknya" ucap Pak Rudi. Bohong, jika didalam hati Pak Rudi tidak berkecamuk.
Tok...Tok...
"Rania" panggil Pak Rudi didepan kamar Rania.
Mendengar pintu diketuk dan namanya dipanggil membuat Rania kaget. Kaki yang sedikit sampai ke pemuda itu tiba-tiba berhenti.
"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" ucap Rania kebingungan.
"Rania, kamu didalam" ketuk Pak Rudi kembali.
"Sudah, Pak. Buka saja pintunya, bagaimana kalau Rania sedang melakukan hal yang dilarang agama" ucap salah satu warga.
"Iya, Pak. Buka saja" seru yang lainnya.
Rania mendengar suara orang-orang yang berada didepan kamarnya. Hatinya kacau, keringat dingin mulai membanjiri wajah cantiknya.
"Bagaimana ini?'' batin Rania
Rania yang risau tidak memperhatikan keadaan. Sebuah tangan tiba-tiba menarik Rania dan membuat Rania jatuh tepat di tubuh laki-laki itu.
Bruk. Suara Rania yang jatuh membuat Pak Rudi langsung membuka pintu kamar. Alangkah kagetnya, Pak Rudi
"Rania, apa yang kamu lakukan?" teriak Pak Rudi. Posisi Rania yang berada diatas tubuh laki-laki membuat Pak Rudi marah.
"Pak, ini bukan yang seperti bapak dan ibu fikirkan" Rania mencoba bangun dari pelukan laki-laki yang tidak dikenalnya. Namun, laki-laki itu tetap memeluk Rania.
Bagaimana dengan Bu Tania? Bu Tania, sudah dibawa ke ruang tamu oleh warga yang lain. Bu Tania sangat shock melihat anak perempuan satu-satunya dalam keadaan berpelukan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya.
"Bangun kalian berdua" kata Pak Rudi.
.
"Tolong, lepasin tangan kamu" ucap Rania. Melihat Rania yang belum dilepaskan membuat Pak Rudi menarik Rania. Rania segera berdiri dan memperbaiki jilbabnya yang sedikit miring.
"Syukurlah Aldi, kamu ga nikah sama Rania. Lihat tuh, perempuan yang kamu idam-idamkan ternyata perempuan yang tidak baik" ucap Pak Lukman menambah keadaan menjadi rumit.
***
"Pak, Bu... Rania ga kenal dia. Rania tidak berbohong. Tolong percaya sama Rania" mohon Rania. Saat ini, Rania dan laki-laki yang tidak dikenalnya dibawa ke ruang tamu. Tidak baik berada di dalam kamar.
"Kalau kamu tidak kenal, kenapa dia ada didalam kamarmu? Sudahlah kamu tidak usah menyembunyikan kelakuan kamu dengan wajah polosmu, Rania" ujar Pak Lukman dengan sewotnya.
"Rania juga tidak tahu, om. Tiba-tiba dia sudah berada didalam kamar Rania." Rania mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Namun, warga tetap tidak mau mendengarkan.
"Hai, bangun. Jelaskan semuanya. Kenapa kamu bisa dikamar saya?. Hai, bangun dulu" Rania mencoba memanggil laki-laki itu. Seperti yang sebelumnya, laki-laki itu tetap tidur. Tidak ada niat untuk bangun. Minuman keras yang baru saja diteguknya serta aksi baku hantam yang membuat sekujur tubuhnya sakit membuat dia terlelap.
"Sudah, Pak Rudi. Nikahkan saja Rania dengan laki-laki itu. Kelakuan mereka sudah mencoreng nama baik tempat ini. Bagaimana bapak-bapak yang lain? Setuju kah dengan saran saya?" lanjut Pak Lukman lagi. Pak Lukman senang dengan keadaan ini biar anak laki-lakinya berhenti mengidam-idamkan Rania. Bukan karena apa, status sosial yang lebih tinggi membuat Pak Lukman tidak mau menikahkan Aldi dengan Rania.
"Pak, apa tidak ada sanksi yang lain gitu?" protes Aldi.
"Apalagi sanksi yang baik untuk laki-laki dan wanita yang bukan muhrim berada di kamar berdua selain nikah? Kita semua melihat kalau Rania dan laki-laki itu sedang berpelukan. Apa kita tahu sebelumnya mereka ngapain saja?"
"Tolong, Om. Rania tidak mau dinikahkan dengan laki-laki itu. Rania tidak mengenalnya" mohon Rania.
"Iya, Pak Rudi. Nikahkan saja Rania" seru warga lain yang sudah terprovokasi. Bu Tania hanya bisa mengelus dadanya yang sesak. Permohonan Rania seperti tidak didengar oleh warga.
Mendengar tuduhan-tuduhan yang disematkan ke dirinya membuat Rania sedih. Rania menatap benci pada laki-laki yang malah asyik tidur itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bagaimana, Pak Rudi? Bapak harus segera memberi keputusan. Jangan sampai bapak menyesal. Bisa saja dalam beberapa bulan lagi, Rania hamil. Kita kan tidak tahu apa yang terjadi" Pak Lukman benar-benar laki-laki yang julid membuat keadaan yang kacau tambah kacau.
"Astagfirullah, Om. Tuduhan yang Om katakan itu salah. Rania tidak ada berbuat yang dilarang agama" seru Rania frustasi. Tidak ada yang mau mendengar perkataannya, semua hanya dengan opini masing-masing.
"Sudah-sudah" lerai Pak Rudi. Sepertinya Pak Rudi akan mengambil keputusan. Semua orang yang berada dirumah Pak Rugi deg-degan tidak terkecuali Rania, keputusan apa yang akan diambil oleh bapaknya.
"Pak Lukman, saya minta tolong besok bawakan penghulung ke rumah saya. Biarkan Rania menikah sirih dulu sebelum menikah secara resmi dengan pemuda itu" lanjut Pak Rudi dengan berat. Hal ini membuat Rania dan Ibu Tania kaget. Keputusan yang sangat merugikan Rania.
"Bapakkkk" lirih Rania menatap bapaknya tidak percaya. Kenapa bapaknya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Rania. Rania menangis.
"Pak, Rania masih SMA, Rania belum lulus" ucap Bu Tania mengingatkan suaminya sambil berlinangan air mata.
"Terima, Rania. Ini yang terbaik" lirih Pak Rudi.
Bukan hanya Keluarga Pak Rudi yang kecewa dengan keputusan ini. Aldi pun turut kecewa, pintu untuk memiliki Rania menjadi istrinya tertutup rapat, kunci untuk membukanya pintu itu seketika hilang. Aldi mengeraskan rahangnya.
"Baik, Pak Rudi. Besok akan saya bawakan penghulung. Trus bagaimana dengan laki-laki ini?"
"Biarkan saja dia disini, saya yang akan menjaganya" seru Pak Rudi.
"Baik, Pak. Karena masalah sudah selesai, mari kita semua pulang. Besok pagi kita akan jadi saksi pernikahan Rania dengan laki-laki ini" ajak Pak Lukman kepada warga yang lain.
Satu persatu, warga yang berada dirumah Rania pergi dan pulang kerumahnya masing-masing. Rania merosot ke lantai dan menangis sejadi-jadinya. Impiannya menikah dengan pemuda yang baik dan shaleh Pupus sudah. Rania harus terima jika besok Rania akan menikah dengan pemuda yang tidak dikenalnya dan mabuk-mabukan.
Mendengar tangis Rania, Ibu Tania berdiri dan menenangkan anaknya.
"Rania tidak kenal laki-laki itu, bu. Demi Allah, kami tidak berbuat macam-macam" sesegukan Rania. Sakit melihat keadaan anak semata wayangnya, Ibu Tania memeluknya.
"Sabar, Rania. Sabar, maafkan Bapak dan Ibumu ini yang tidak bisa berbuat apa-apa"
Malam ini menjadi malam yang kelam untuk keluarga Prakarsa. Tidak tahu takdir macam apa yang ada didepan sana. Yang mereka tahu malam ini sangat kejam.
***
Pagi hari sesuai kesepakatan semalam, Pak Lukman sudah membawa penghulu ke rumah Rania. Rania sedari tadi hanya bisa menangis, sedangkan pemuda yang membuat masalah sudah bangun dan sedang duduk bersama Pak Rudi.
"Jadi, kamu siapa?" tanya Pak Rudi.
"Saya Rafandra, Pak. Maaf, tentang kejadian semalam. Saya benar-benar tidak ada maksud apa-apa. Saya.. Mabuk dan masuk tiba-tiba kekamar anak bapak" ungkap Rafandra, jujur. Pak Rudi sudah menjelaskan apa yang terjadi, Rafandra juga sudah berpakaian rapi. Pagi-pagi sekali, Pak Rudi sudah pergi ke pasar untuk membeli kemeja untuk calon mantunya itu.
"Apa kamu bisa menjaga putri saya satu-satunya? Kejadian semalam benar-benar membuat dia frustasi. Saya mempercayainya tapi dengan keadaan kalian yang berdua dikamar membuat keadaan menjadi rumit" Terdengar Pak Rudi menghela nafas.
"Dan ... Bapak tahu kamu tidak ada rasa apa-apa dengan anak bapak. Kalian menikah karena kejadian yang memalukan tapi bapak minta tolong jangan sakiti dia. Jika, suatu saat pernikahan kalian ini memang tidak bisa dipertahankan. Tolong kembalikan Rania kepada kami dengan baik-baik" pesan Pak Rudi. Rafandra hanya diam, fikirannya saat ini kosong. Kejadian yang tidak diinginkan datang bertubi-tubi menghampirinya dan sekarang dia harus menikah dengan perempuan yang tidak dikenalnya.
"Bagaimana dengan orang tua kamu? Apakah bisa datang kesini?" tanya Pak Rudi kembali.
"Maaf, pak. Orang tua saya sudah lama pisah. Saya tidak tahu dimana mama saya tinggal dan papa saya ...." Rafandra diam. Entah apa yang sedang difikirkannya, yang dia rasa sekarang ini dia tidak ingin memberitahu papanya tentang pernikahan mendadaknya.
"Heum, baiklah. Kalau begitu, kita laksanakan pernikahan kalian tanpa orang tuamu" ucap Pak Rudi.
Rafandra mengangguk pelan.
Tanpa menunggu lama, hanya dengan pakaian seadanya. Rania dan Rafandra sudah duduk didepan penghulu. Rania yang hanya menggunakan pakaian gamis berwarna putih seadanya tanpa makeup tetap terlihat cantik. Matanya yang bengkak karena nangis semalaman tidak mengurangi kecantikannya.
"Bisa kita mulai sekarang?" tanya bapak penghulu.
"Bisa, Pak. Silahkan" jawab Pak Lukman dengan semangat 45nya. Aldi tidak melepas pandangannya dari Rania, tangannya terkepal menahan amarah. Seharusnya semalam dia tidak melaporkan apa yang dilihatnya. Karena laporannya ini, wanita pujaannya harus menikah dengan laki-laki lain.
"Saya terima nikah dan kawinnya Rania Khairunnisa binti Rudi Prakarsa dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan uang tunai seratus ribu rupiah dibayar tunai" suara lantang Rafandra menggema diruang tamu. Rafa menggenggam tangan Pak Rudi. Tidak ada dekorasi yang menemani acara sakral ijab qabul Rafa dan Rania. Acara ijab qabul mereka hanya ditemani meja kecil.
"Gimana pak? Sah?" tanya penghulu.
"Sah" Mendengar kata itu, air mata yang sejak tadi ditahan Rania kembali turun membasahi wajahnya. Rania kembali mengusapnya.
"Alhamdulillah" Pak penghulu segera membaca doa dan sedikit memberi wejangan kepada kedua mempelai bagaimana menjadi suami istri agar pernikahannya menjadi yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Rania mencium punggung tangan Rafandra, pertama kalinya Rania bersentuhan dengan laki-laki yang bukan mahromnya. Setelah acara akad nikah selesai, para warga kembali ke rumahnya masing-masing. Tidak ada yang namanya makan-makan karena semua terjadi secara mendadak.
"Selamat ya, Ran" ucap Aldi sebelum pulang. Rania hanya mengangguk pelan tanpa mau melihat wajah Aldi.
"Rania, bawa Rafandra ke kamarmu. Biarkan dia istirahat" kata Pak Rudi.
"Pak....."
Pak Rudi menggeleng. "Dia suamimu, Rania"
Seperti sebelumnya berada di alam mimpi, Rania sekarang harus kembali ke dunia kenyataan.
"Ayo" ajak Rania. Tanpa senyum dan tanpa menunggu, Rania jalan duluan. Rafandra hanya bisa mengikuti kemana langkah kaki istrinya.
"Pak, bagaimana kalau nanti Rania disakiti?" keluh Ibu Tania khawatir.
"Mari kita doakan yang terbaik, bu"
...****************...
Rania membuka pintu dan langsung masuk ke dalam kamar. Melebarkan pintu untuk Rafandra masuk. Rafandra melangkahkan kakinya ke dalam kamar Rania. Kepingan-kepingan puzzle kejadian semalam kembali menghampiri Rafandra. Keadaan ini memang sepenuhnya salah Rafa.
"Maaf, karena kesalahan saya kita jadi seperti ini" ucap Rafandra yang langsung berdiri di depan Rania. Rania hanya bisa menundukkan pandangannya.
"Mari kita jalanin pernikahan ini sampai keadaan menjadi tenang. Setelah tenang, saya akan menceraikanmu" Rania yang kaget langsung mengangkat kepalanya. Melihat punggung laki-laki yang baru saja masuk kedalam kamarnya.
"Saya tahu kamu juga tidak menginginkan pernikahan ini sama seperti saya. Tiga bulan, beri saya waktu untuk meredakan keadaan ini dan memperbaiki nama baik keluargamu. Setelah itu, mari kita jalanin kehidupan kita seperti yang sebelumnya. Sampai saat itu tiba, saya akan bertanggung-jawab atas kamu" jelas Rafandra membalikkan badan, mata keduanya bertemu. Rafandra sangat to the point sekali dah.
"Jadi, ka ......." kata-kata Rania terhenti. Rania bingung ingin memanggil laki-laki didepannya dengan sebutan apa. Kamu? Kurang sopan. Abang? Ehhh kita baru kenal masa sudah panggil abang aja.
"Panggil aja saya Rafa" ujar Rafandra.
"Sepertinya kamu lebih tua dari saya?"
Rafandra berfikir sejenak. "Abang aja bagaimana? Tidak masalah kan?". Sepertinya Rania seumuran dengan adiknya yang pergi dibawa mamanya.
"Emmmmm....Jadi, abang akan menceraikan Rania?" tanya Rania yang masih bingung dengan apa yang dikatakan Rafa. Bagaimana begitu mudah bagi laki-laki ini untuk mengatakan cerai.
Rafandra mengangguk pelan.
"Ya, sampai saat itu tiba. Abang janji abang tidak akan menyentuh Rania. Abang akan menganggap Rania seperti adik abang" Rafandra melihat sekeliling kamar Rania. Kamar yang didominsi warna biru muda. Hanya ada satu tempat tidur, satu lemari pakaian dan satu set meja belajar yang penuh dengan buku.
"Selama kita tinggal bareng Rania bisa tidur dikasur, dan abang akan tidur dilantai. Bagaimana? Apa Rania setuju?" tanya Rafandra memberikan ide.
Rania terlihat ragu-ragu namun pada akhirnya Rania menganggukan kepalanya tanda setuju. Sepertinya ide yang diberikan Rafa tidak buruk. Rafandra tersenyum.
Tiga bulan, bukan waktu yang sebentar. Tapi, Rafandra akan mencoba untuk menyelesaikan masalah yang dibuatnya. Wanita yang berada didepannya sekarang seharusnya tidak menjadi korban atas kejadian semalam.
Sejak semalam impian-impian Rania tentang bagaimana jalan acara dia menikah, dimana dia menikah dan dengan siapa dia menikah sudah kandas. Jadi, rencana Rania yang untuk menikah sekali seumur hidup juga tidak masalah jika harus tidak sesuai.
***
Seorang wanita sejak semalam berjalan mondar-mandir di kamarnya. Tidur sebentar dan mencoba menghubungi nomor handphone yang sejak semalam tidak aktif. Wanita ini adalah kekasih Rafa yang sudah menjalin hubungan sejak kuliah. Bella Clarissa, nama wanita itu.
"Arrrggghhhh, kemana kamu Rafa?" tanyanya pada diri sendiri.
"Aku harus ke apartemennya. Siapa tahu Rafa ada disana. Iya, benar. Aku harus kesana"
Dengan langkah yang tergesa-gesa, dia berjalan ke kamar mandi. Tanpa make-up, dia meraih tas yang ada di gantungan.
"Mau kemana kamu, bella?" tanya seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu dari wanita itu.
"Mau...emm mau ke apartemen Rafa, Ma. Rafa sakit ya sakit" ucapnya terbata-bata mencoba membohongi kedua orang tuanya yang sedang sarapan.
"Rafa sakit? Sebentar" ucap Mama Kinan sambil berdiri dari kursinya.
"Kamu sarapan dulu, Mama akan bungkusin sarapan buat Rafa" lanjut Mama Kinan.
"Ma, ga usah. Nanti biar bella belikan bubur" tolak Bella.
"Ga bisa, makanan dari luar belum tentu higienis. Bukannya sembuh malah yang ada tambah sakit"
"Sudah, bel. Turutin kata mamamu. Sini, kamu sarapan sama papa" ujar Papa Abian.
"Iya, Pa. Kak Arlo ga ikut sarapan, Pa?" tanya Bella yang sudah duduk berhadapan dengan papanya. Bella tidak melihat kakak pertamanya di meja makan, sedangkan kakak keduanya sedang berada di luar negeri untuk melanjutkan kuliahnya.
"Kak Arlo ada kunjungan lapangan ke bandung. Jadi ya, pagi-pagi sekali sudah pergi" jelas Papa Abian. Arlo, Kakak pertama bella yang sudah berusia 29 tahun namun belum menikah. Seorang dokter spesialis di sebuah rumah sakit ternama. Sedangkan Anin, Kakak kedua bella yang sedang menempuh pendidikan management di luar negeri. Jarak usia diantara mereka hanya terpaut 2 tahun.
Bella sendiri bekerja di perusahaan papanya sebagi HRD. Bella tidak mau melanjutkan kuliah lagi karena sudah lelah jika harus disuruh belajar lagi. Kedua orang tuanya tidak mempermasalahkan. Bagi mereka, selama tidak membuat malu nama keluarga mereka akan selalu mendukung kemauan anak-anak mereka.
"Bel, ini makanannya. Paksa Rafa makan meskipun sedikit" kata Mama Kinan meletakkan makanan disamping piring bella dan kembali duduk disamping suaminya.
"Iya, Ma"
Setelah menyelesaikan sarapan dan izin pergi ke orang tuanya. Bella langsung menjalankan mobilnya ke apartemen Rafa.
***
"Rafaaaa" panggil Bella setelah berhasil masuk kedalam apartemen Rafa. Bella melepas sepatunya dan memakai sandal yang disediakan oleh tuan rumah. Bagaimana bisa Bella masuk? Tentu saja, Rafa memberi tahu pin pintu penthousenya.
"Mbak Bella?" sapa Bi Rani yang melihat siapa yang datang.
"Bi, ada Rafa?" tanya Bella. Bi Rani adalah asisten rumah tangga Rafa dengan waktu kerja mulai pukul 6 pagi sampai selesai. Jika penthouse Rafa tidak ada pesta semalam, maka Bi Rani akan pulang cepat. Tapi kalau ada pesta, ya bisa pulang lebih lama karena harus beberes. Untuk masalah makan, Rafa sesuka hatinya. Rafa tidak menyediakan koki. Kadang Rafa makan direstoran dan kadang juga Rafa memasak sendiri.
"Anu, mbak. Sepertinya sejak semalam Mas Rafa tidak pulang dan Bibi tidak tahu kemana karena Bibi hubungin sejak tadi pagi nomor Mas Rafa tidak aktif" jelas Bi Rani.
"Begitu ya, Bi"
"Mas Rafa emang ga ketempat Mbak Bella? Kan kalau malam minggu, Mas Rafa ga pernah absen ngapelin Mbak Bella" pertanyaan Bi Rani membuat Bella gugup.
"Gak, Bi. Semalam Rafa ga ketempat Bella, bilangnya ada pekerjaan kantor yang harus dikerjakan" kata Bella.
"Oh, begitu" Bi Rani manggut-manggut tanda mengerti.
"Ya sudah, Bi. Bella pulang aja kalau Rafa ga ada. Oh, iya ini tadi dibawain makanan sama mama buat Rafa. Bella titip ke Bibi aja ya" kata Bella sambil menyerahkan paperbag ke Bi Rani.
"Oh, iya mbak. Makasih ya. Nanti kalau Mas Rafa pulang, Bibi kasih tahu kalau Mbak Bella tadi kesini" balas Bi Rani
"Iya, makasih ya Bi. Bella pulang dulu" pamit Bella.
"Hati-hati dijalan, mbak" Bella tersenyum sebelum menghilang dari balik pintu.
"Kemana kamu, Rafa" batin Bella.
***
"Ran, ayo makan siang dulu" terdengar suara Ibu Tania di balik pintu.
Rania yang sedang membaca buku dikamar menoleh dan melirik sebentar ke laki-laki yang sedang tidur di lantai beralas selimut.
"Ran" panggil Ibu Tania kembali karena tidak ada sahutan dari dalam kamar.
"Sudah, bu. Kita makan duluan saja. Mungkin Rania dan Rafa sedang tidur" ucap Pak Rudi.
"Tidur apa jam segini, pak?" tanya Bu Tania heran.
"Heum, masa harus dijelaskan toh Bu. Kayak ga pernah ngalamin aja"
"Ha?" tiba-tiba Bu Tania mengerti maksud suaminya.
"Tapi, Pak ....."
"Sudah, ayoooo" ajak Pak Rudi sambil menarik tangan istrinya dengan pelan.
Rania mendengar percakapan orang tuanya.
"Astagfirullah" Rania mengelus dada dengan pelan.
"Kenapa kamu ga bukain pintu, Ran? Malah membuat orang tuamu salah paham" tanya Rafa membuat Rania kaget.
"Abang ga tidur?" tanya Rania balik.
"Abang terbangun, suara orang tuamu nyaring" bohong Rafa, padahal sejak tadi Rafa memperhatikan Rania yang membaca buku. Wajah Rania yang serius membuat Rafa sedikit tenang.
"Oh"
"Jadi, kenapa Rania ga bukain pintu?"
"Heum, abang mau kita dapat omelan karena melihat abang tidur di lantai" jelas Rania memberitahu alasan kenapa dia tidak membukakan pintu.
"Tapi kamu bisa menyahut panggilan ibumu kan?"
"Itu karena.."
"Karena apa?" Rafa sudah duduk bersandar dinding. Rafa menatap Rania dengan mata hazelnya.
" Karena Rania ga mau ganggu abang tidur" Rania mulai mengakrabkan diri dengan mengganti kata saya menjadi nama.
Rafandra terdiam. Padahal mereka tidak saling kenal, namun Raniaaa.... Hati Rafandra seketika merasa nyaman.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!