NovelToon NovelToon

Nikahi Aku, Pak

1. Perawan Tua

Dering ponsel membuat tidur Ola terjaga. Meski belum sadar betul dengan mata masih terpejam, tangannya meraba bawah bantal mengambil ponsel.

“Halo,” sapa Ola tanpa melihat siapa yang melakukan panggilan.

“Astaga, Fiola. Lama banget sih, lo tidur apa koma?”

“Ck, berisik. Ganggu aja, malam-malam.”

Terdengar gemerisik di ujung sana, ternyata panggilan dari Maya. Sepertinya Maya sedang sibuk atau bahkan ponselnya jatuh.

“Malam kata lo, ini tuh udah subuh. Ola, lo harus bantu gue. Hari ini tolong back up kerjaan gue ya, please.”

“Udah bilang Pak Johan?” tanya Ola lalu beranjak duduk sambil mengucek matanya.

“Nggak usah, Pak Johan ‘kan ribet. Ini darurat La, gue mau labrak si katro. Taunya dia udah punya bini, untung aja gue belum kena rayuan dia buat jebolin gue dan kayaknya dia Cuma tertarik sama saldo pay later gue.”

Ola menghela nafas sambil menggaruk kepala mendengarkan ocehan Maya -- sahabatnya di ujung sana.

“Terus gimana, nanti kalau ketahuan bisa-bisa kita dipecat. Tahu sendiri aturan Pak Johan kayak mana.”

“Jangan sampai ada yang tahu. Majikan gue pulangnya selalu malam, lo hanya pastikan unit dia bersih. Area kamar tidak boleh disentuh kecuali atas permintaan beliau. Udah beres ya pulang, nggak akan ada yang tahu.”

“Gimana ya, gue takut majikan lo tahu terus ngadu ke Pak Johan.”

“Nggak akan Ola. Oh iya, jangan bikin konten di unit. Majikan gue bukan kayak majikan lo artis tik tok. Lo bisa jam berapa?”

“Hm, paling jam tiga-an deh. Siang gue mau ke kampus, urus pembayaran sama ngumpulin tugas.”

“Jam tiga ya.” Suara Maya terjeda. “Amanlah, yang penting maghrib udah keluar dari sana. Keburu yang punya unit datang.”

“Tapi beneran aman nih?” tanya Ola lagi memastikan ia tidak akan kena masalah meski tujuannya menolong Maya.

“Aman Ola sayang. Makasih ya, gue doa'in lo makin cantik, cepet lulus kuliah dan dapat kerja yang lebih baik biar nggak dikejar-kejar mas security.”

“Dih,” sahut Ola.

“Aminkan dong. Ya udah, bye.”

Ola menghela nafas lagi setelah Maya mengakhiri panggilan. Mereka bekerja sebagai asisten rumah tangga di salah satu apartemen mewah di jakarta. Bukan sembarang ART, karena pekerjaannya tidak menggunakan perlengkapan rumah tangga terbaru dan serba otomatis. Ada pelatihan sebelum mereka bertugas.

Penghasilan pun UMR, apalagi kalau lembur. Bahkan bisa dapat insentif jika majikan atau pemilik hunian berbaik hati dan puas dengan pekerjaan mereka. Tidak ingin terus menerus bekerja seperti itu, Ola pun menyambi kuliah kelas karyawan dan saat ini sudah tingkat akhir. Berbeda dengan Maya yang jarang sekali bertemu dengan majikannya, Ola memiliki majikan yang lebih supel.

“Hari ini jadwal kita agak padat. Unit tante Gladis, terus ke kampus setelah itu back up Maya. Semoga nggak ada masalah,” tutur Ola menyemangati diri sendiri.

***

Sudah rapi dengan seragam kerjanyanya, blouse cream dan celana dengan warna senada. Ada pin nama di dad4 kiri. Tidak lupa Ola mengikat rambutnya dengan gaya ekor kuda, agar tidak menyulitkan saat bekerja.

Hanya mengoles lip tint dan bedak tipis dan semprotan parfum, tidak mengurangi penampilan Ola yang terlihat menarik dan segar. Memakai sepatu kets dan meraih tas berisi pakaian ganti untuknya ke kampus. Ponsel yang berada di kantong celana terasa bergetar, segera ia keluarkan.

Agak ragu menjawab saat membaca nama yang penelpon di layar. Berharap tidak ada hal yang merusak moodnya hari ini, bisa jadi kalau ia menjawab panggilan tersebut moodnya mendadak ambyar.

Panggilan pun terhenti, Ola lega. Nanti siang ia berencana menghubungi balik Ayahnya dan beralasan tidak mendengar panggilan karena sedang bekerja. Nyatanya kembali ada panggilan masuk. Khawatir penting atau ada hal darurat, jari Ola pun menggeser tombol hijau.

“Halo, Ayah. Apa kabar?”

“Ck, susah amat mau ngomong sama kamu. Udah kayak orang penting aja.”

Ola menarik nafasnya mendengar balasan sapa dari sang Ayah. “Maaf Yah.”

“Kapan kamu mau pulang? Ngapain di kota kerja Cuma jadi pembantu, lebih baik di rumah sendiri.

“Kuliah aku belum selesai, ini tahun terakhir.”

“Halah, perempuan nggak usah sekolah tinggi. Mang Asep, juragan lele anaknya udah siap nikah. Semua gadis di kampung ini minat jadi menantunya. Kamu cepat pulang, Ayah kenal dekat dengan Mang Asep keluarga kita bisa jadi besanan.”

“Nggak bisa Yah, aku belum mau menikah. Selesai kuliah aku pasti cari kerja yang lebih baik.”

“Ayah masih bisa kasih kamu nafkah. Jangan buat malu, cepat pulang. Umur kamu sudah dua tiga dan belum nikah. Bisa-bisa jadi perawan tua.”

Ola hanya bisa mendengarkan tuturan Ayahnya, tidak ingin menjawab dengan emosi khawatir jadi anak durhaka. Memang di tempat tinggalnya, perempuan rata-rata menikah muda.

“Mana tahu kehidupan dia di kota macam apa, sudah Yah di jemput aja.”

Terdengar suara ibu tiri Ola. Salah satu alasan kenapa Ola sampai nekat ke kota untuk bekerja sambil kuliah adalah menghindar dari wanita itu. Semenjak ayahnya menikah lagi setelah ibunya meninggal, posisinya di rumah jadi tidak nyaman. Karakter Ayahnya yang keras dan galak membuat situasi semakin tidak kondusif.

“Ah benar juga, cepat pulang atau ayah jemput kamu.”

“Yah, maaf aku sudah telat.”

Setelah mengucap salam, Ola mengakhiri panggilan lalu memasukan ponsel ke dalam tas. Memakai cardigan untuk menutupi seragam kerja dan meninggalkan kamar kost.

“Perawan tua,” ucap Ola mengingat makian ayahnya. Berharap tidak menjadi doa dan menjadikannya benar-benar perawan tua.

2. Butuh Bantuan

Motor yang biasa digunakan untuk wara wiri dari kosan, apartemen dan juga kampus sudah terparkir di area basement khusus karyawan. Ola melepas helm dan gegas mengaitkan pada salah satu stang. Perkiraan ia akan kembali ke apartemen jam tiga sore untuk menggantikan Maya melakukan tugasnya, ternyata meleset. Urusan di kampus agak lama karena tugasnya sempat ditolak tidak sesuai dengan tema yang dipilih, membuatnya semakin lama di kampus untuk merevisi. Belum lagi terjebak macet karena sudah memasuki traffic jam.

“Setengah lima,” gumam Ola sambil bergegas menuju ruang ganti.

Saat ke kampus ia sempat berganti pakaian dan sekarang harus kembali mengenakan seragamnya.

Brak.

Ola menutup pintu loker lalu meninggalkan ruang ganti menuju lift khusus karyawan. Lantai di mana Maya bertugas berada dua lantai di atas di mana unitnya berada. Menekan tombol sembilan sambil menunggu laju kotak persegi itu membawa ke lantai tujuan. Dalam hati ia berharap pekerjaannya tidak memakan banyak waktu, tidak sampai harus bertemu dengan penghuni unit.

“Pascodenya,” gumam Ola sambil membuka ponsel membuka kembali room chat bersama Maya untuk melihat deret angka, kode untuk membuka pintu.

Setelah menutup pintu, pandangan Ola menatap sekeliling ruangan.

“Wow, rapi banget. Ini sih bukan karena Maya yang jago beberes, tapi penghuninya apik.”

Furniture dan desain ruangan terlihat elegan dan mewah, mencerminkan kalau penghuninya adalah seorang pria terlihat dari warna cat dinding yang didominasi dengan kombinasi putih dan abu-abu.

“Dapur, bersihkan di sana dulu.”

Nyatanya apa yang dikerjakan cukup banyak. Ada belanjaan yang belum disimpan ke lemari, peralatan makan bekas entah semalam atau tadi pagi. Beres dengan urusan dapur, Ola memastikan meja, buffet dan nakas yang ada di ruang tamu juga ruang tengah bebas dari debu.

“Setengah enam,” gumam Ola menatap jam dinding dan ia belum membersihkan lantai. Pandangannya beralih ke foto besar yang ada di ruang tengah, tepat di atas televisi.

Foto seorang pria yang terlihat dewasa, gagah dan sudah pasti tampan. Penasaran dengan pigura lain yang berada di buffet, Ola pun mendekat. Beberapa foto pria yang sama hanya saja terlihat lebih muda. Mungkin foto lama, saat masih sekolah atau kuliah.

Pandangan Ola masih tertuju foto pria itu dalam pigura besar di depannya.

“Ganteng banget. Maya apa nggak klepek-klepek sering lihat yang beginian. Hih, merinding gue ngebayangin dekat sama ini cowok. Tapi aneh, kok nggak ada foto keluarga. Bareng istri atau anak gitu.”

Tidak mau ambil pusing dengan hal yang bukan menjadi urusannya, Ola kembali melanjutkan pekerjaan. Meski ia menghidupkan pendingin udara, tapi bergerak melakukan pekerjaan membuat Ola berkeringat dan lelah.

“Maya bisa aja, katanya nggak banyak yang harus dikerjakan. Masih mending kerja bareng tante Gladys, orangnya asyik dan nggak banyak tugas kayak gini.”

Sempat mencuci muka di toilet yang berada di dapur dan merapikan kembali ikatan rambutnya, bahkan Ola sempat mengambil air mineral untuk meredakan dahaga sambil duduk di sofa ruang tengah.

Menscroll layar ponsel membaca pesan masuk setelah mengabari Maya kalau ia sudah melakukan tugasnya.

“Hoam.” Ola menguap dan merasakan pegal dengan aktivitasnya seharian ini. “Masih ada waktu setengah jam,” gumam Ola kembali menekuni layar ponsel dan menyandarkan kepala di sandaran sofa.

Suhu tubuh yang mulai kembali normal dan pendingin udara juga rasa lelah membuat kantuknya datang. Tanpa terasa ia memejamkan mata dengan ponsel masih berada di tangan. Bahkan tubuhnya merebah di sofa yang terasa sangat nyaman.

***

Terdengar suara kode smart door dan pintu terbuka.

“Cari sampai dapat, berani dia main-main dengan Prabu.”

Terdengar langkah terseok memasuki unit apartemen.

“Tidak usah ikut masuk, kerjakan saja tugasmu!”

“Tapi pak?”

“Pergi!”

Seorang pria memasuki unitnya dengan langkah terhuyung karena mabuk. Melepas dasi dan jas yang dikenakan lalu dilempar begitu saja ke salah satu sofa.

Brak.

Pria bernama Prabu itu membuka pintu kamar dengan kasar dan nafas memburu. Merasakan ada sesuatu di tubuhnya yang semakin menyiksa. Bukan hanya pengaruh alkohol saja, ada gelenyar aneh membuat raganya semakin panas.

“Set4n, berani dengan Prabu Mahendra,” teriaknya lalu menghempaskan tubuh ke atas ranjang, berharap bisa memejamkan mata agar tidak lagi merasakan hal yang menyiksa.

Ola yang tertidur di sofa ruang tengah langsung terjaga saat mendengar teriakan. Perlahan ia beranjak duduk dan menyadari sudah tertidur. Mulutnya menganga saat menatap jam dinding sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam.

“Beg0, kenapa bisa ketiduran. Yang punya tempat udah pulang. Aduh, gimana ini.”

Melangkah pelan menuju pintu salah satu kamar, mengintip di sela pintu yang tidak tertutup. Menghela lega mendapati seorang pria yang ia duga pemilik unit berbaring di ranjang dengan kedua kaki menjuntai ke lantai. Gegas ia menuju dapur untuk mengambil tas dan segera keluar dari tempat itu.

“Hah, panas,” keluh Prabu lalu beranjak duduk dan melepas sabuk dan berdiri. “Air, aku butuh air.”

Menatap sekeliling kamar tidak melihat ada botol air mineral, Prabu berjalan keluar dengan langkah berat.

“Shittt.” Mulutnya mengumpat merasakan hasratnya semakin besar, bagian bawah tubuhnya mulai menegang.

Bukan hanya air yang ia butuhkan, tapi pelepasan. Meninggalkan kamar menuju dapur dan …

Bugh.

“Astaga.”

Mata Prabu menyipit memastikan siapa yang baru saja menabraknya. Dari pakaian ia tahu perempuan itu adalah asisten rumah tangga, tapi dari wajahnya tampak asing. Bukan yang biasa bekerja di unitnya. Khawatir kalau perempuan itu berniat jahat, gegas ia menahan dengan mencengkram lengan si perempuan.

“Siapa kamu?”

“Maaf pak, saya karyawan pengganti. Baru selesai beres-beres, permisi.” Perempuan itu berusaha melepaskan cengkraman Prabu.

“Kamu bukan petugas yang biasa.”

“Maaf saya buru-buru. Unit anda sudah bersih, saya permisi.”

Tangan Prabu mengendur dan langsung dimanfaatkan Ola yang mengangguk lalu melangkah meninggalkan Prabu.

“Hei, siapa yang menyuruhmu pergi.” Prabu meraih kembali tangan Ola dan menarik dengan cepat membuat tubuh perempuan itu menabrak tubuhnya.

“Aduh.”

Merasakan dad4 perempuan itu menempel di tubuhnya meski tidak sengaja, membuat tubuh Prabu merespon. Pengaruh alkohol dan obat yang ada dalam tubuhnya membuat pikirannya tidak bisa berpikir jernih.

“Maaf pak, tolong lepaskan tangan saya,” pinta Ola, tidak ingin kasar dengan menarik paksa, khawatir akan menjadi masalah untuknya juga Maya.

“Tidak bisa. Kamu sudah di sini dan aku butuh bantuanmu.”

3. Aku Hancur

Prabu menarik tangan Ola, lebih tepatnya setengah menyeret perempuan itu. Sebenarnya ia bukan pria brengsek. Di umurnya berkepala tiga meski belum menikah, tapi sudah pernah berhubungan serius dengan seorang wanita dan beberapa kali dekat dengan wanita. Tentu saja pernah merasakan tidur dengan wanita yang berstatus kekasih.

Hasrat yang ia rasakan saat itu seperti sudah di ubun-ubun, tidak bisa menolak atau menahan. Harus ia tuntaskan. Sayangnya saat ini tidak ada wanita yang dekat dengannya, hanya perempuan berseragam asisten rumah tangga yang disediakan oleh pengelola apartemen ada di hadapannya.

Sebagai pria normal dan dalam keadaan mabuk ia menyadari kalau perempuan itu … cantik.

“Pak, tolong lepas saya harus pulang.”

Bukan melepaskan cengkraman tangannya, Prabu semakin menggenggam erat membuat si perempuan kesakitan.

Bug.

Jarak dari dapur ke kamarnya tidak jauh, tapi dengan kondisi tubuhnya sekarang rasanya berat apalagi sambil menyeret perempuan. Langkah Prabu terhenti mendapatkan tendangan di bokongnya lalu menoleh.

“Ma-af, tapi saya hanya membela diri. Tolong lepaskan saya,” pinta Ola lirih.

“Aku akan lepaskan setelah urusan kita beres.”

“Tapi … eh, pak … lepaskan saya, pak!”

Ola meronta karena Prabu mengangkat tubuhnya dan disampirkan di pundak. Kondisi tubuh Ola yang mungil dan tubuh Prabu yang tinggi dan gagah tentu saja tidak sulit melakukan hal itu.

Sampai di kamar, Prabu menghempaskan tubuh Ola ke atas ranjang dan menahan saat hendak kabur.

“Lepas atau saya teriak!” Ola berharap ancamannya dapat menyurutkan niat dari pria yang sedang mengungkung tubuhnya. Dari fisik jelas ia kalah, bisa diduga apa yang akan dilakukan pria itu.

Dengan nafas terengah, sorot mata yang tidak bisa dijelaskan juga aroma alkohol bisa dipastikan pria itu tidak bisa diajak bicara baik-baik.

“Teriaklah, tidak akan ada yang mendengarmu. Fiola,” ucap Prabu membaca name tag yang terpasang di dada perempuan yang saat ini berbaring dalam cengkramannya.

“Pak … pak Prabu, tolong lepas. Saya hanya menggantikan Maya, tidak berniat buruk di unit bapak.”

“Tenanglah, tolong bantu saya. Rasanya … saya akan tanggung jawab. Saya bukan pria bej4t. Maaf kalau aku akan menyakitimu.”

Prabu memposisikan kedua tangan Ola di atas kepala dan menahan kedua kaki perempuan itu dengan kakinya sendiri.

“Jangan, pak … jangan!”

Teriakan Ola sia-sia, Prabu seakan tuli karena kalah dengan gair4h yang muncul karena pengaruh obat. Setelah ini ia akan cari siapa yang menjebaknya. Setelah melepaskan kemeja ia melucuti pakaian Ola dengan cepat dan kasar.

Bibir yang masih berteriak dan memohon untuk dilepaskan, dibungkam dengan pagutan sepihak. Lum4tan dan his4pan di leher perlahan turun ke area sensitif lainnya. Rasanya tidak sabar untuk melakukan dengan pelan dan sentuhan menjelajah tubuh membangkitkan gelora dari perempuan yang sedang bernasib sial harus berada di ranjangnya, Prabu langsung ke menu utama dan menurunkan celana panjang serta boxernya.

Menghentak pelan dan kesulitan karena hal itu pertama kali untuk Ola. Teriakan kesakitan mengiringi gerakan Prabu mengoyak di bawah sana. Berkali-kali menghentak, Prabu semakin menggila ketika ia hampir sampai dan mengeraang sambil memejamkan mata saat cairan cinta mengalir di bawah sana.

Masih dengan nafas terengah, Prabu melepaskan bagian bawah tubuhnya. Entah sebanyak apa dosis yang diberikan padanya, meski sudah ia tuntaskan rasanya belum selesai. Hasrat itu masih ada dan penampilan Ola yang polos dan tidak berdaya tidak menghentikan apa yang ia rasakan saat ini.

“Aku belum selesai,” ujar Prabu. “Tolong tahan sedikit lagi.” Jika tadi ia melakukan dengan sedikit kasar, kali ini Prabu mengulang lagi dengan pelan.

Ola merasa hari ini adalah hari paling si4l dalam sejarah hidupnya. Maksud hati membantu sang sahabat, nyatanya ia malah berakhir di ranjang pria dewasa yang sudah menyentuh dan mengambil kesuci4nnya.

Tubuhnya sakit dan ia merasa jijik dengan apa yang baru saja terjadi. Bibirnya terasa sudah tidak mampu berteriak dan memohon agar dilepaskan. Gerakan dan apa yang dilakukan oleh Prabu membuatnya berpeluh dan tetesan keringat pria itu seakan ingin segera untuk membasuhnya.

Hanya bisa memejamkan mata dan menggigit bibir saat pria itu kembali mengulang untuk menuntaskan hasratnya. Pipi sudah basah dengan air mata, tapi tidak menyurutkan niat pria itu.

Ingin cepat berakhir dan segera pergi dari tempat itu. Nyatanya Prabu seakan menikmati dengan racauan kenikmatan. Saat gerakan Prabu lebih cepat tubuh Ola terasa begitu lelah. Bahkan saat tubuh kekar Prabu menind1hnya karena telah mendapatkan surga dunia lalu ambruk di sampingnya, Ola tidak sanggup untuk beranjak. Hanya mampu menarik selimut dan berbaring miring.

“Kenapa jadi begini,” ucap Ola lirih sambil mencengkram selimut dan menggigit bibir menahan tangis. Terdengar deru nafas teratur, tanda kalau Prabu sudah terlelap.

***

Terjaga dan menyadari berada di kamar asing apalagi dengan posisi tidak mengenakan pakaian hanya selimut saja, Ola pun teringat dengan apa yang sudah terjadi. Entah berapa lama ia tertidur, yang jelas tubuhnya masih terasa tidak nyaman.

Tidak ingin berinteraksi dengan pria yang masih terlelap di sampingnya, ia pun beranjak dari ranjang. Memungut pakaian yang dilucuti dengan paksa lalu memakai kembali. Mengambil tas yang ia tinggalkan di lantai tidak jauh dari dapur lalu keluar dari unit apartemen yang sudah memberikan pengalaman kelam.

Biasanya ia akan pulang setelah berganti seragam dengan pakaian biasa, tapi kali ini tidak. Ia ingin segera tiba di kamar kost untuk meratapi nasib. Meninggalkan gedung apartemen melalui pintu khusus karyawan menuju parkiran motor.

“Fiola.”

Mendengar namanya disebut, Ola pun menoleh. Kurang si4l apalagi mendapati Denis, salah satu security menyapanya.

“Kamu baru pulang?”

“Hm.”

“Jam empat pagi? Memang ada jadwal shift untuk kalian?”

Hanya mengangguk sambil tersenyum terpaksa. Mendapati dahi Denis mengerut, entah apa yang dipikirkan pria itu.  “Baru selesai nemenin Tante Gladys buat content. Duluan ya, udah malam eh maksud aku pagi.”

“Tunggu ….”

Ola semakin mempercepat langkahnya mengabaikan panggilan Denis. Mengendarai motor di pagi dengan laju cepat ingin segera tiba di kamarnya. Tidak sampai satu jam ia sudah tiba di kosan dan terlihat sepi karena penghuninya masih terlelap dalam buaian.

Langsung melempar tas ke atas ranjang setelah mengunci pintu kamar. Melepaskan kembali pakaiannya saat berada di toilet dan mengguyur tubuhnya dengan air shower.

“Aaaaa,” teriak Ola sambil menangis. Tangannya menggosok bagian tubuh yang sudah disentuh oleh Prabu. Bahkan jejak cinta yang ditinggalkan ia gosok dengan kasar, tapi tidak hilang malah meninggalkan rasa perih. Masih ia ingat betul dengan bangga menyampaikan setelah lulus kuliah ia akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik pada sang ayah. Ia pun rindu pada ibunya yang sudah lama pergi.

“Bunda, aku … hancur.” 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!