NovelToon NovelToon

Unwritten Apologies

Pesta Pernikahan

"Aku ingin mengenalkanmu pada seorang gadis. Dia sangat cantik, sukses dan baik hati. Pokoknya aku ingin dia menjadi calon istrimu nanti."

alis Nam Ha joon terangkat tinggi mendengar kata-kata ibunya yang diucapkan dengan suara penuh semangat itu. Sebelah tangannya terangkat memegang ponsel yang tadi terjepit di antara telinga dan bahu sehingga kepalanya bisa ditegakkan kembali.

"Tunggu sebentar, eomma." katanya singkat. Ia menurunkan ponsel dari telinga dan memberi isyarat kepada sekretarisnya untuk mengambil map ditangannya. Setelah itu Ha joon berjalan ke depan pintu, menutup ruangannya yang terbuka lebar. Beberapa saat kemudian ia sudah duduk kembali di balik meja kerjanya yang terlihat rapi. Ia menempelkan ponsel kembali ke telinga dan berkata pada ibunya lagi.

"Apa katamu tadi?"

"Aku bilang sudah menemukan wanita cantik yang cocok denganmu!" ulang ibunya dengan suara yang lebih bersemangat lagi.

Ha joon memejamkan mata dan mendesah.

"Omma, jangan mengada-ada. Aku sudah pernah bilang jangan  mencampuri masalah percintaanku." katanya menyandarkan diri ke kursi kerjanya. Ia melanjutkan,

"Kau ada di mana sekarang? Bukankah kau berencana menghadiri  pesta pernikahan temanmu malam ini?"

"Pernikahan anak temanku, jangan kau lupa." koreksi ibunya.

"Dan gadis cantik itu ada di sini. Makanya cepatlah kemari."

"Apa omma sengaja ingin mengenalkan gadis lain padaku gara-gara Eun Joo?

"Siapa?"

"Shin Eun joo. Kau mengenalnya. Aku baru saja memperkenalkan kalian kemarin."

Shin Eun joo adalah teman wanita yang cukup dekat dengan Ha joon. Wanita itu teman yang menyenangkan, selalu bersedia mendampingi Ha joon ke acara apa pun yang harus dihadiri Ha joon. Tentu saja Ha joon menyadari salah satu alasan Eun Joo bersedia melakukannya karena ia juga ingin memperluas koneksi.

Ha joon adalah CEO ZAN group. Salah satu perusahaan besar di Korea. Jadi ia mengenal orang-orang yang mungkin bisa membantu bisa membantu Eun Joo dalam bidang pekerjaannya. Eun Joo adalah seorang Chef.

Hubungan mereka cukup dekat, namun hanya sebatas teman. Tidak lebih. Ha joon belum pernah membuka hatinya lagi pada wanita lain karena masa lalu pahitnya terhadap satu wanita yang sampai sekarang belum bisa ia lupakan. Sejak peristiwa beberapa tahun lalu, Ha joon tidak pernah lagi bertemu dengan wanita itu. Namun perasaan benci itu masih melekat dalam hatinya.

Selama ini Ha joon tidak pernah memperkenalkan teman wanitanya kepada keluarganya. Ia sebenarnya juga tidak bermaksud memperkenalkan Eun Joo pada ibunya. Tetapi kemarin Eun Joo datang menemuinya di kantor bertepatan dengan ibunya juga ada di sini, jadi Ha joon terpaksa memperkenalkan mereka berdua.

"Oh sih Chef wanita itu. Cantik sih, tapi dia lebih tua darimu dan terlalu serius. Kalian tidak cocok." kata ibunya di ujung sana.

"Ya, apa dia alasan kau ingin mencarikan wanita untuk aku?"

"Tentu saja bukan," bantah ibunya.

"Memangnya kalian pacaran?"

Ha joon tersenyum.

"Mungkin saja." guraunya.

"Jadi batalkan niatmu untuk menjodohkan ku dengan wanita yang belum pernah aku lihat sama sekali." ia menambahkan.

"Tidak bisa. Kau harus melihatnya. Aku yakin kau akan tertarik, Dan cepatlah kemari, Ha Joon. Eomma butuh tumpangan pulang ke rumah. Apakah kau tega melihat ibumu pulang naik bus padahal punya anak sehebat dirimu?" kata ibunya melebih-lebihkan. Padahal Ha joon tahu wanita tua itu selalu membawa sopir kemana-mana.

"Bukankah kau berangkat bersama sopir? Di mana sopirmu?

"Aku sudah menyuruhnya pulang karena kau yang akan mengantarku nanti."

Ha joon menarik nafas. Ibunya memang punya banyak sekali akal kalau sudah bertekad.

"Baiklah. Aku akan ke sana lima menit lagi." setelah itu pria itu mengakhiri pembicaraan. Capek kalau terus berdebat dengan ibunya yang tidak pernah mau kalah itu. Lebih baik iyakan saja daripada lama.

                    

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Satu jam kemudian, Ha joon sudah tiba di tempat resepsi pernikahan. Sepertinya penjaga pintu sudah diberitahu tentang kedatangannya, karena ia langsung diizinkan masuk setelah menyebutkan namanya.

Ruang pesta itu di dekorasi dengan indah, di dominasi warna putih, dan emas. Tampaknya acara makan malam sudah selesai, karena sebagian tamu sedang berdansa diiringi alunan lagu lembut dari orkestra sementara tamu-tamu lain saling mengobrol dan menikmati minuman yang diedarkan oleh para pelayan berseragam hitam putih.

Seorang pelayan menyodorkan senampan wine kearahnya. Ha joon menatap gelas-gelas wine yang berkilau itu dengan tatapan menyesal, lalu tersenyum dan menggelengkan kepala kepada si pelayan. Ia harus mengemudi malam ini, jadi tidak boleh minum, walaupun saat ini ia mungkin membutuhkan kekuatan yang bisa diberikan minuman itu.

Ha joon mendesah dan memandang ke sekeliling ruangan. Melihat penampilan para tamu yang hadir di sana saat itu, Ha joon merasa pakaiannya terlalu sederhana. Walaupun ia mengenakan semi jas mahal dan kemeja yang rapi, pakaiannya terlihat lebih cocok dipakai untuk menghadiri acara semi formal di siang hari.

Apa boleh buat. Ia tidak mungkin pulang ke apartemennya untuk bertukar pakaian lebih dulu sebelum datang ke sini, bukan? Lagi pula, ia hanya datang kesini untuk menjemput ibunya.Omong-omong tentang ibunya ...

Matanya segera menemukan orang yang dicarinya. Wanita tua yang biasa di panggil nyonya Nam oleh orang-orang itu sedang duduk mengobrol dengan seseorang di seberang ruangan. Ha joon pun segera berjalan dengan langkah lebar dan pasti ke arah ibunya.

"Eomma," sapanya setelah ia berhenti di samping kursi ibunya.

"Oh, Ha joon ah, kau sudah datang," seru ibunya sambil tersenyum lebar.

"Perkenalkan ini temanku, nyonya Kim. Dan nyonya Kim, ini anakku, Ha joon. Nam Ha joon." Ha Joon mengalihkan perhatiannya kepada wanita paruh baya seumuran ibunya bertubuh langsing dan rambut di tata rapi.

"Senang berkenalan dengan anda," sapanya sopan.

"Anda tidak keberatan dengan pakaianku yang seperti ini kan?"

"Ah, senang akhirnya bisa bertemu denganmu. Ya ampun, tidak perlu mencemaskan pakaian. Aku tahu ibumu yang memaksamu datang ke sini," kata nyonya Kim dengan suaranya yang lembut.

"Duduklah, nak. Ibumu sudah sering bercerita tentang dirimu. Ternyata ibumu benar, kau sangat tampan. Setara dengan aktor-aktor terkenal saat ini."

Pujian nyonya Kim membuat Ha joon tertawa. Wanita itu tidak tahu saja waktu muda badannya segemuk apa. Dulu dirinya sangat gemuk. Ia harus berterimakasih pada seseorang yang membuat dirinya bertekad menurunkan berat badan sampai ia menjadi pria setampan sekarang.

Ngomong-ngomong soal orang itu, pandangannya tiba-tiba menangkap sosok yang seperti ia kenal di ujung sana. Mata Ha joon tak berkedip. Apa dia salah lihat orang? Perempuan itu balas menatapnya dari ujung sana. Sama dengannya, perempuan itu juga tampak kaget. Mereka sama-sama kaget, namun Ha Joon masih bisa mengontrol dirinya. Ia tetap bersikap setenang mungkin.

Sekarang ini yang ada di benaknya hanya satu, memangnya wanita itu mengenali penampilannya yang sekarang?

Bertemu kembali

"Ah, itu dia Ruby-mu, nyonya Nam!"

Seru nyonya Kim menunjuk Ruby yang tengah berbincang di ujung sana dengan seorang tamu laki-laki. Perkataan nyonya Nam jelas membuat Ha joon yang mendengar tersentak kaget. Ruby-mu? Apa Ruby yang di maksud oleh wanita tua itu sama dengan wanita yang ada dalam pikirannya saat ini?

Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan menawarkan senampan air mineral. Ha joon pun menyambar segelas, walaupun sebenarnya ia membutuhkan minuman yang jauh lebih keras saat ini.

"Panggil dia kemari."

Ha joon meneguk air putihnya sekali lagi.

Beri aku kekuatan untuk bisa bersikap tenang.

Ruby memang nama yang bagus. Nama yang sebenarnya membangkitkan kenangan yang tidak ingin di ingat pria itu saat ini.

"Hai, bibi Nam, kau memanggilku?" suara bernada riang dan feminin itu membuat Ha joon mengangkat wajah. Dan tertegun. Gadis yang berdiri di antara kursi ibunya dan nyonya Kim itu masih sama seperti dulu, selalu cantik.

Matanya hitam besar seperti di komik-komik Jepang namun sama sekali tidak mirip orang Jepang. Rambutnya yang hitam panjang  tergerai bebas dan tubuhnya yang kecil terbalut gaun malam berwarna dusty, membuatnya terlihat makin menarik.

Kalau malam ini adalah pertama kalinya Ha joon melihat gadis itu, ia mungkin sudah jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Sayang sekali gadis itu adalah satu-satunya gadis yang ada dalam daftar hitamnya sekarang. Di urutan pertama orang yang paling dia benci.

"Ruby, bibi ingin memperkenalkanmu dengan anak bibi, Nam Ha joon." suara nyonya Nam membuyarkan lamunan Ha joon, dan pria itu segera berdiri dari kursi, tetap tenang.

"Ha joon, ini Ruby." mata Ha joon tidak pernah dialihkan dari wajah gadis itu. Tatapannya tajam mengintimidasi. Itulah sebabnya ia bisa melihat dengan jelas perubahan di wajah Ruby.

Ketika gadis itu menoleh ke arahnya, senyum yang tadinya tersungging di bibirnya perlahan-lahan memudar. Wajahnya berubah canggung. Ha joon tersenyum miring. Ruby Agatha. Nama itu tidak pernah dia lupa sampai sekarang. Dan sepertinya gadis itu dapat mengenalinya sekarang. Padahal dia sudah jelas-jelas berbeda dibandingkan dengan saat mereka masih sekolah dulu.

"Ruby Agatha," gumam Ha joon sambil mengulurkan tangan, namun tatapannya amat mematikan, membuat bulu kuduk Ruby berdiri. Seingatnya Ha joon yang dulu tidak sedingin ini.

"Lama tidak ketemu." tambah pria itu datar, tersirat makna yang hanya dia dan Ruby saja yang tahu arti dari ucapan tersebut. Nyonya Nam dan nyonya Kim saling berpandangan,

"Kalian ternyata saling kenal?" tanya nyonya Nam dengan nada kaget dan heran. Sekaligus senang.

"Kami dulu teman satu sekolah, ketika Ha joon masih di New York." sahut Ruby. Ia membalas uluran tangan Ha joon, menyambutnya singkat, lalu berusaha tersenyum agar tidak terlihat kaku di depan pria itu serta dua wanita dewasa di dekat mereka.

Ha joon mengertakkan gigi, Ruby sendiri bisa melihat jelas betapa kakunya wajah pria itu.

"Kami hanya bersekolah di SMA yang sama. Tidak bisa di bilang berteman." ralat pria itu. Sejak kapan coba mereka berteman? Ia tidak sudi berteman dengan gadis munafik ini. Bukankah dulu gadis itu juga tidak sudi berteman dengan laki-laki gemuk dan jelek sepertinya?

"Astaga. Coba lihat ini, nyonya Kim. Aku berusaha memperkenalkan mereka berdua, tetapi ternyata mereka sudah saling kenal. Bukankah ini kejutan yang menyenangkan? Mereka benar-benar jodoh!"  kata ibu Ha joon.

Ha joon tersenyum setengah mendengus.

"Duduklah Ruby, duduklah." Ruby tersenyum namun tidak langsung duduk. Ia menatap dengan ragu, lalu menoleh ke arah nyonya Kim. Setelah menimbang-nimbang ia duduk di kursi kosong samping nyonya Kim, tepat berhadapan dengan Ha joon.

Setelah gadis itu duduk, Ha joon baru duduk kembali. Ibunya mulai berbicara panjang lebar, tetapi ia tidak terlalu mendengarkan. Begitu pun dengan Ruby. Pikiran gadis itu dipenuhi satu pertanyaan, apakah Ha joon masih membencinya? Dilihat dari ekspresi pria itu sih masih.

Tapi gadis itu masih tidak menyangka pertemuan pertamanya setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan pria itu akan seperti ini. Dan ... Ha joon sudah berubah. Tidak gemuk lagi, tidak rajin tersenyum seperti dulu dan sangat dingin. Ia tidak tahu apa itu hanya padanya atau pada yang lain juga. Yang pasti, Ruby merasa pria itu sangat asing. Ha joon yang sekarang dan yang dulu seperti dua orang yang berbeda. Dan dada Ruby rasanya sesak.

"Jadi, sekarang Ha joon yang bertanggung jawab mengurus perusahaan besar kalian? Wah berarti sekarang ada banyak sekali dong wanita yang mengantri menjadi isterinya dong. Sudah tampan, kaya, penyayang, kurang apalagi coba." seru nyonya Kim dengan semangat. Nyonya Nam hanya tersenyum bangga. Putranya memang tampan luar biasa.

"Kalau Ruby mau dan Ha joon tidak menolak, aku ingin sekali menjodohkan mereka berdua. Bagaimana nyonya Kim? Ruby ini termasuk anaknya sahabat anda bukan? Anda bisa mewakili orangtuanya." ucap nyonya Nam tidak menyadari kalau aura

Ha joon mulai menggelap. Ruby sendiri hampir terbatuk-batuk tapi berhasil ditahannya.

"Eomma, jangan bicara sembarangan." tegur Ha joon. Dijodohkan dengan gadis itu? Jangan harap dia mau.

"Eomma tidak bicara sembarangan Ha joon, Eomma sungguh-sungguh ingin melihat kau dan Ruby bersama. Kalian sangat serasi. Tampan dan cantik, sempurna jika bersama."

Ha joon ingin tertawa, tetapi ia menahan diri. Sebagai gantinya ia menyesap anggur merahnya dan memandang ke sekeliling ruangan. Ingin mencari siapa saja yang bisa berpura-pura menjadi pacarnya supaya ibunya tidak berniat menjodohkannya lagi. Sayangnya tidak ada satu pun yang bisa membantunya. Saat itu seorang pelayan menghampiri meja mereka dan menawarkan potongan-potongan kue pengantin.

"Omong-omong Ha joon, bagaimana menurutmu penampilan Ruby malam ini? Cantik sekali bukan?" kata nyonya Nam senang. Ia sampai membayangkan bagaimana rupa cucunya kalau keduanya menikah.

Ha joon menoleh dan mendapati Ruby sedang menatapnya tetapi langsung membuang muka ketika dirinya menatap balik. Pria itu mendengus. Cantik? Ya benar. Gadis itu sudah cantik dari lahir. Dan semua orang mengiranya gadis cantik yang sangat baik hati. Ia jadi penasaran bagaimana reaksi ibunya kalau tahu dulu gadis itu pernah menghinanya habis-habisan sampai dia memilih pindah sekolah. Dan membuatnya menjadi pria dingin seperti sekarang ini.

Kau masih membenciku?

"Ruby, kamu pulang ke mana?" tanya nyonya Nam tiba-tiba. Ha joon mengerang dalam hati. Ia tahu apa yang sedang direncanakan oleh ibunya itu. Pasti sang ibu akan memintanya mengantar perempuan itu. Kebanyakan tamu memang sudah berpamitan pulang.

"Di dekat Stasiun Hongik University bibi. Aku menyewa apartemen di sana." jawab Ruby sopan sambil tersenyum.

"Ah, kebetulan sekali. Ha joon juga memiliki apartemen tak jauh dari situ. Sekalian saja Ha joon yang mengantarmu pulang." seru nyonya Nam gembira. Ia sama sekali tidak melihat perubahan di wajah putranya. Kalau Ruby sih bisa lihat dengan jelas.

Gadis itu merasa tidak enak.

"Tidak usah bibi, aku bisa naik taksi kok." tolak Ruby halus.

"Tidak bisa. Kau itu anak gadis, ini sudah tengah malam. Biarkan saja Ha joon mengantarmu, kau tidak keberatan kan anakku?" nyonya Nam menatap Ha joon penuh peringatan. Mau tak mau Ha joon menganggukkan kepala. Kalau ibunya sudah begitu, ia tidak bisa melawan lagi.

"Bagaimana dengan eomma?" tanya pria itu. Seingatnya tadi ibunya bilang sopirnya sudah di suruh pulang.

"Jangan khawatir, aku bisa menelpon sopirku lagi untuk datang menjemputku. Ingat anakku, sering-seringlah berkunjung ke rumah." ujar nyonya Nam. Ha joon hanya mengangguk. Kemudian menatap sekilas ke Ruby dengan iris tajamnya.

"Ayo." ucapnya datar.

"Bibi Nam, bibi Kim, kalau begitu aku pulang ya." pamit Ruby sebelum mengekori Ha joon yang sudah berjalan keluar lebih dulu.

"Iya sayang, hati-hati yah. Jangan lupa ambil hatinya Ha joon." kata nyonya Nam sambil memainkan sebelah matanya ke Ruby. Nyonya Kim ikut tersenyum sedang Ruby malah terlihat malu. Ada-ada saja.

"Kapan kau akan bergerak dari situ?" suara khas yang terdengar tidak sabaran itu membuat Ruby buru-buru berjalan ke arahnya.

Selama perjalanan menuju lantai bawah suasana terasa begitu hening dan mencekam. Tak ada suara, dehaman atau batuk sedikit pun dari Ha joon. Ruby sendiri memilih untuk diam. Ia tidak tahu mau bicara apa. Ia hanya berdiri di belakang pria yang jauh lebih tinggi darinya itu selama mereka berada dalam lift.

"Masuk," Ha joon memberi perintah dengan nada dingin saat mereka sampai di parkiran. Mau tak mau Ruby hanya menuruti laki-laki itu.

Ruby bukanlah tipe wanita yang pendiam, jadi dia merasa sangat tidak biasa dengan keheningan yang mencekam seperti ini. Ia harus bicara. Setidaknya membuka percakapan dengan pria itu.

"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi di sini." gumamnya mengangkat suara. Tak ada jawaban. Ha joon hanya fokus menyetir.

"Kau banyak berubah. Kau makin tampan dengan gaya barumu." terdengar gelak tawa kecil di nada bicara Ruby. Gadis itu terkekeh pelan.

"Aku tidak menyangka seorang pria kutubuku yang tidak suka bergaul sepertimu akan menjelma seperti pangeran yang membuat banyak wanita bisa tergila-gi aahh!"

Mobil itu berhenti mendadak. Membuat Ruby kaget dan menatap Ha joon dengan mata membulat besar. Ia kesal, ingin marah, ingin berteriak, ingin memaki, tapi tidak memiliki keberanian dan langsung berubah ciut saat tatapannya bertemu dengan tatapan tajam mengintimidasi milik Ha joon. Pria ini menggenggam stir kuat-kuat.

"Hentikan ocehan murahanmu itu, aku tidak ingin bicara dengan gadis munafik sepertimu. Jangan bersikap seolah-olah kita berdua akrab, apalagi di depan ibuku." kata Ha joon dingin. Ruby tercenung.

"Apa karena kejadian dulu? Kau masih membenciku?" tanya gadis itu. Ha joon tersenyum sinis dan membuang muka.

"Jangan terlalu percaya diri. Sekarang turun. Ibuku memang menyuruhku mengantarmu pulang. Tapi tidak bilang harus sampai di depan tempat tinggalmu." ujar pria itu lagi. Ruby langsung menatap sekeliling.

Astaga, ini masih jauh dari apartemennya.

"Hei, di sini tidak ada taksi sama sekali. Bisakah kau ..."

"Kubilang turun! Memangnya ini jaman apa? Kau hidup jaman apa, tidak pernah naik taksi online?" Ruby tersentak. Ia lalu buru-buru turun dari mobil itu kemudian tak sampai hitungan tiga, mobil Ha joon sudah melaju meninggalkan dirinya yang berdiri sendirian di tengah jalan.

Ruby mendesah berat. Hatinya terasa sesak diperlakukan seperti itu. Tapi ia berusaha tegar. Tidak apa-apa. Selama pria itu tidak menurunkannya di tengah hutan saja.

Ruby tertawa hambar. Pertemuan yang dia tunggu-tunggu selama bertahun-tahun ini, nyatanya tidak sesuai dengan harapannya. Ha joon tampak sangat membenci dirinya. Ruby menghela nafas panjangnya lalu mengambil ponsel di tas tangannya dan menelpon seseorang.

                          

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sampai di apartemennya, Ha joon melempar kunci mobilnya ke atas meja sofa dan membanting dirinya di sofa sambil menutup mata. Ia menarik nafas lelah. Kejadian yang ia alami hari ini membuat otaknya penuh dan merasa kelelahan. Padahal biasanya sepadat apapun pekerjaannya, ia tidak akan selelah ini.

Ha joon sadar betul penyebab utamanya bukan karena pekerjaan. Tapi pertemuan tak terduganya dengan gadis dari masa lalunya itu. Yang lelah bukan badannya, tapi pikirannya. Ia masih tidak mampu melupakan rasa sakit di hatinya.

Sakit hati yang berujung menjadi kebencian. Dan makin hari, rasa itu makin bertambah. Ia sempat ingin melupakan segala kebenciannya yang amat dalam itu pada Ruby, tapi tidak bisa. Semakin ia ingin menghilangkan perasaan itu, semakin kenangan menyakitkan di hatinya memenuhi pikirannya. Apalagi ketika melihat gadis itu tadi, sungguh ia merasa kata-kata yang amat menyakitkan yang keluar dari mulut Ruby dulu seperti baru dikatakan kemarin hari oleh gadis itu.

Gendut, tidak berguna, wajahmu seperti kotoran. Kau pikir aku ingin berteman dengan laki-laki sejelek yang tidak pantas hidup seperti kamu?! Mati saja sana!

Ha joon menggeram kesal. Ia mengusap wajahnya kasar. Kenapa mereka harus bertemu lagi sih? Kenapa gadis itu bisa muncul di depannya seperti ini, apa dia sengaja mau mengusik kehidupannya lagi? Dan ...

Ada satu hal yang pria itu itu tidak mengerti. Kalau Ruby memang sudah berhasil menyelesaikan studinya di New York, kenapa tidak pulang saja ke kampung halamannya di Indonesia?

Ha joon ingat dulu, sebelum peristiwa Ruby menghinanya habis-habisan di depan semua orang, gadis itu pernah bercerita tentang rencananya yang ingin menjadi seorang pianis hebat di kampung halamannya.

Tiba-tiba Ha joon menjadi penasaran. Apa yang dikerjakan wanita itu di Seoul? Apa dia mengembangkan permainan pianonya? Apa sekarang dirinya adalah seorang pianis profesional? Ha joon tidak menampik kalau dirinya merasa penasaran. Ia ingin tahu. Walau hatinya membenci wanita itu.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi." gumam pria itu pada dirinya sendiri lalu tersenyum sinis.

Pikirannya terus dipenuhi dengan bayang-bayang Ruby. Satu-satunya gadis yang terlibat besar dalam perubahan hidup di masa mudanya. Ha joon tidak memungkiri dirinya berusaha menjadi pria sukses dan tampan seperti sekarang ini karena ingin membuktikan pada Ruby. Terimakasih kepada wanita itu yang telah berperan membuat dirinya sukses seperti sekarang.

Membuktikan bahwa dirinya bukanlah pria yang tidak bisa apa-apa. Bukanlah laki-laki jelek yang pantas mati. Bahwa dirinya juga bisa menjadi orang yang sukses dan berkuasa. Baguslah kalau gadis itu melihat perubahannya sekarang, biar dia tidak bersikap sombong lagi. Seperti waktu gadis itu mengolok-oloknya tanpa perasaan dulu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!