Alya Hartono baru berusia 9 tahun. Rambut hitam panjangnya selalu dikuncir dua, seragam SD internasionalnya selalu rapi. Semua guru tahu, dia anak yang pintar dan sopan. Gadis kecil yang imut dan cantik ini merupakan cucu dari Hengky Hartono, seorang konglomerat terkenal.
Tapi hari itu, seperti biasa, Alya tidak sendirian.
Di sebelahnya duduk Azka, sahabat dari Alya sejak kecil, anak laki-laki 10 tahun yang hanya baik dan lembut terhadap Alya tapi dingin dan selalu menjaga jarak dari anak-anak lain. Dia bukan hanya sahabat Alya. Azka adalah penjaga kecil yang sengaja disekolahkan bersama Alya oleh ayah dan kakek mereka. Ayah Azka adalah kepala pengawal pribadi keluarga Hartono. Meskipun ia masih kecil Azka yang dikenal juga sebagai anak yang sangat pintar mengerti tugasnya untuk menjaga Alya. Ia selalu menjaga Alya dengan segenap hatinya dan tidak membiarkan Alya terluka sedikit pun.
Azka selalu duduk di bangku samping Alya. Membawakan kotak makan Alya, bermain bersama, dan kadang ikut menegur anak lain yang terlalu kasar dan menganggu Alya.
Hari itu mereka naik mobil biasa bersama sopir keluarga. Azka menceritakan beberapa cerita lucu untuk Alya. Alya tertawa kecil, lalu menguap. Tapi sebelum mereka sampai rumah...
Brak!
Sebuah truk menabrak sisi mobil. Asap memenuhi kaca. Sopir mereka tak sadarkan diri. Dan pintu mobil tiba-tiba dibuka dari luar oleh pria-pria tak dikenal.
“Om Satrio!”panggil Alya panik berusaha membangunkan supirnya itu.
Namun pria-pria yang tidak dikenal itu segera menarik paksa Alya dan juga Azka keluar dari mobil . Mereka segera memaksa Azka dan Alya untuk masuk ke mobil mereka, didalam mobil mereka menutup mulut kedua anak itu dan juga mengikat tangan dan kaki mereka.
Setelah itu mereka dibawa ke tempat asing yaitu sebuah gudang tua yang peuh dengan bau kayu dan debu. Mereka membuka ikatan tangan, kaki dan mulut Azka dan Alya.
"Aw,, sakit,"rintih Alya saat penculik itu membuka ikatannya dengan kasar.
Azka pun segera mendorong penculik itu dan melepaskan ikatan Alya dengan pelan
"Hahaha,,jangan sok jadi pahlawan anak kecil. Jika aku mau aku bisa memb*n*h kalian sekarang juga, "ucap pria yang di dorong Azka tadi lalu hendak mendorong Azka balik namun ditahan oleh temannya
"Diam saja disini dan jangan macam. Tidak akan ada yang bisa menolong kalian. Tempat ini berada ditempat terpencil, jadi percuma saja kalian berteriak, "ucap penculik lainnya.
"Jika kalian berani macam-macam, kalian akan mati"ucap penculik lainnya.
Mereka lalu meninggalkan Alya dan Azka didalam kamar yang terkunci dan gelap.
"Azka ,aku takut. aku mau pulang,"ucap Alya menangis ketika pintu ruangan itu terkunci
Azka pun memeluk Alya erat dari samping untuk menenangkannya. Mereka hanya berdua dan ketakutan diruangan yang gelap ini.
“Jangan khawatir, Alya. Aku janji, aku enggak akan biarin kamu kenapa-kenapa,"ucap Azka
________________
Sementara itu, di rumah Hartono, Ibu Alya pingsan saat mendapatkan kabar bahwa anaknya mengalami kecelakan dan bahkan menghilang dari tempat kejadian. Kakek Alya dan ayah Alya segera memanggil tim keamanan rahasia untuk mencari keberadaan mereka bahkan Ayah Azka juga langsung terjun ke lapangan.
“Anak saya dan cucu Bapak ada di tangan mereka. Kami akan segera temukan mereka,"ucap Ayah Azka
"Ya, kerahkan semuanya untuk menemukan mereka. Jangan sampai terjadi apapun pada anakku,"ucap ayah Alya
Ayah Azka pun segera memimpin pasukan rahasia untuk memulai pencarian
________________
Dalam gelap, Alya menangis pelan. Arka mengelus rambutnya.
“Kita bakal pulang, Alya. Aku janji,”ucap Azka dengan pasti menenangkan Alya
Malam pun tiba, ruangan itu semakin gelap. Langit di luar gudang berubah kelabu, dan angin malam meniup dari celah-celah kayu lapuk. Di sudut ruangan yang gelap, Alya duduk dengan lutut ditarik ke dada. Ia menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi karena takut. Rambut dan pakaiannya yang selalu rapi kini terlihat kotor dan berantakan
Azka duduk di sebelahnya. Tangan Azka memeluk erat Alya sambil berusaha menahan rasa takutnya sendiri.
"Aku... mau pulang," bisik Alya untuk kesekian kalinya, matanya berkaca-kaca.
"Aku juga," jawab Azka pelan, menatap pintu yang dikunci dari luar. "Tapi kita enggak boleh nangis terus. Kita harus kuat,"lanjutnya.
Suara langkah kaki terdengar dari luar. Azka langsung meminta Alya ke belakang tumpukan karung tua. Ia berdiri di depan, bersiap jika orang jahat itu datang lagi. Tapi kali ini hanya suara kunci diklik dan pintu dibuka sedikit. Seseorang meletakkan satu kotak nasi dan sebotol air, lalu pintu ditutup lagi. Kunci diputar. Suara langkah menjauh.
Azka mengambil kotak nasi dan duduk di samping Alya. Ia mencoba makanan itu terlebih dahulu untuk memastikan bahwa makanan itu tidak beracun, setalah memastikannya ia memberikannya kepada Alya.
“Mau makan dulu, Alya? Aku sudah mengecek makanan ini. Makanan ini tidak beracun. Ayo makanlah, biar gak sakit,"ucap Azka.
Alya mengangguk kecil, meski nafsu makannya hilang. Alya tetap memakan makanan yang disuapkan Azka kepadanya. Alya juga memaksa Azka untuk makan juga karena ia tidak ingin Azka kenapa-kenapa. mereka pun memakan 1 kotak nasi itu bersama.
“Aku takut...” Alya akhirnya berkata lagi.
“Aku juga,” Arka menjawab jujur. “Tapi kamu tahu nggak? Ayahku pasti lagi nyari kita. Dan Kakek dan Ayah kamu... Mereka pasti lagi marah banget. Percayalah mereka pasti akan segera menemukan kita,"lanjut azka
Alya terdiam. Ia tahu Kakek dan ayahnya adalah orang yang tak pernah main-main. Mereka bisa membuat seluruh kota bergerak kalau Alya menghilang.
_______________
Sementara itu…
Di ruang kerja besar bernuansa gelap, Kakek Alya berdiri menghadap jendela. Di belakangnya, ayah Alya sedang berbicara dengan ayah Azka yang kembali untuk melaporkan hasil pencarian mereka.
“Ini bukan penculikan biasa,” kata Ayah Azka sambil menatap layar peta digital. “Orang-orang ini terlatih ,mereka tidak meninggalkan jejak sedikitpun. Tapi saya janji, Pak. Anak saya dan cucu Bapak akan kembali,”ucap Ayah Azka dengan yakin
“Temukan mereka. Apa pun caranya,"ucap Kakek Alya dengan suara dingin
__________________
Kembali ke Gudang
Alya akhirnya tertidur di bahu Azka. Namun Azka tidak tidur. Ia terus mendengar suara malam, memperhatikan setiap detik yang berlalu. Ia tak tahu berapa lama mereka akan di sini. Tapi satu hal pasti: Ia sudah berjanji akan menjaga Alesha. Dan Azka bukan anak yang melupakan janji.
Azka menatap wajah sahabatnya itu dengan bantuan sinar rembulan yang masuk melalui celah dinding kayu. Wajah itu tetap cantik seperti biasanya walaupun kotor dengan debu dan ada bekas air mata yang masih basah dipipinya. Azka pun mengelap bekas air mata di pipi Alya dengan pelan tanpa membangunkannya.
"Sabarlah Ayla. Aku berjanji untuk membawamu pulang,"ucap Azka lalu mengecup kepala Ayla
Bersambung
Azka tidak tidur malam itu. Ia duduk bersandar di dinding dingin, memeluk lutut sambil menatap ke langit-langit reyot gudang. Alya masih tertidur di sampingnya, sesekali mengigau kecil memanggil ayahnya. Azka ingin memeluknya lagi, tapi ia menahan diri—ia sedang berpikir.
Di dalam kantong celananya yang tersembunyi, Azka menyimpan sebuah benda kecil: jam tangan khusus pemberian ayahnya. Jam itu bukanlah jam biasa, tapi jam dengan pemancar sinyal SOS tersembunyi. Ayahnya memberikannya agar bisa digunakan saat keadaan darurat seperti sekarang, disaat nyawa dirinya dan Alya terancam.
Masalahnya , sinyal jam tangan itu hanya akan terkirim jika tombol kecil di balik jam ditekan selama 5 detik dan diarahkan ke langit terbuka.
Dan satu-satunya celah langit ada di dekat jendela rusak yang jauh dari tempat mereka berada saat ini. Azka hendak ke sana namun dengan kondisi gudang tua ini, langkah kakinya akan mudah kedengaran oleh para penculik itu dan pasti akan membuat mereka curiga.
Azka menatap Alya. Ia masih tidur. Lalu menatap ke arah jam tangan itu. Jantungnya berdegup kencang.
“Demi Alya,” katanya dalam hati.
Diam-diam ia bangkit dan mengendap-endap menuju jendela rusak. Setiap langkah terasa seperti seribu ketukan jantung. Suara langkahnya ditelan malam, tapi lantai kayu tua itu mulai berdecit. Azka berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang keras. Ia menahan napas, saat berhasil berdiri di bawah jendela yang cukup tinggi itu.
Ia mengangkat tangannya dan mengarahkan jamnya ke langit, menekan tombol, dan menghitung…
Satu… Dua… Tiga…
Namun sebelum hitungan kelima, tanpa disadari Azka ternyata seorang penculik sedang membuka pintu kamar itu dan masuk kedalam.
“Eh! Hei! Anak kecil , lo ngapain?!”teriak penculik itu
Azka menoleh. Salah satu penculik berdiri sambil menunjuknya. Yang lain langsung menghampiri. Azka berusaha lari, tapi mereka lebih cepat. Tangannya ditarik keras, jamnya direbut dan langsung dijatuhkan dan diinjak oleh para penculik itu. Seorang pria tinggi langsung menghajarnya.
“Berani-beraninya lo mainin alat ini?! lo kira kita bodoh, hah?!”ucap penculik itu
Plak!
Bug!
Duk!
Azka jatuh ke lantai. Hidungnya berdarah, pipinya membiru, perutnya ditendang dua kali. Ia meringkuk, tubuh kecilnya menggigil menahan sakit.
“Itu cuma… jam…” bisiknya lemah. Tapi pria itu memukulinya sekali lagi sebelum membuang jam tangan itu ke luar jendela.
“Lain kali, gue patahin tangan lo.”ucap penculik itu
Penculik itu pergi. Azka hanya bisa terbaring, napasnya berat, matanya mulai buram. Ia mendengar suara langkah kecil mendekat.
Alya. Ia terbangun, melihat Azka penuh luka. Ia berlutut sambil menangis.
“Azka… Azkaaa…Kamu gak apa-apakan? jangan m*ti,”panggil Alya sambil mengguncang tubuh Azka pelan
Azka tersenyum kecil, walau darah menetes dari bibirnya.
“Aku udah kirim sinyal…” kata Azka pelan. “Ayahku… pasti tahu sekarang dimana posisi kita,"lanjut Azka sambil tersenyum dan mengelus kepala Alya
Alya memeluknya erat, ia terus menangis mengkhawatirkan kondisi Azka
______________________
Sementara itu…
Di pusat pemantauan keluarga Hartono, alat di tangan Ayah Azka berbunyi. Sinyal berkedip di peta monitor. Lokasi terdeteksi.
“Pak! Sinyal dari jam tangan Azka aktif. Tapi hanya sebentar,"ucap seorang petugas pemantau
"Dimana lokasinya?"ucap Ayah Azka segera melihat ke arah monitor
"Lokasinya di barat, itu adalah sebuah gudang tua, "ucap petugas itu
Ayah Azka pun segera berdiri dan meminta petugas itu untuk membuka informasi lengkap tentang lokasi itu
“Dia berhasil… Azka berhasil!"ucap Ayah Azka senang
Ayah Azka pun segera memberi kabar pada Kakek dan Ayah Ayla tentang informasi yang didapatkannya dan ia segera menyusun rencana penyelamatan Ayla dan Azka
______________________
Fajar mulai muncul samar-samar, tapi di dalam kamar itu, hari masih terasa gelap. Azka terbaring lemah dengan luka memar di wajah dan tubuh. Sedangkan Alya duduk di sampingnya, menggenggam tangan kecilnya erat, sambil sesekali menyeka darah kering di pipi Azka dengan ujung bajunya.
“Maafin aku ya, Azka,” bisik Alya sambil menangis. “Kalau aku enggak ada, kamu enggak akan kayak gini…”
Azka menggeleng pelan. Matanya terbuka sedikit.
“Aku janji jagain kamu... bukan karena perintah Ayah... tapi karena aku mau,” bisiknya lemah kemudian tersenyum pada Alya
Sementara itu, di luar gudang, pasukan keamanan bergerak mendekat. ayah Azka memimpin langsung, mengenakan rompi hitam dan earphone di telinga. Di sampingnya, ayah Alya, tampak gelisah, tapi matanya tajam, siap menjemput anaknya dari bahaya yang ada. Ia berjanji ia tidak akan membiarkan Alya terluka sedikit pun dan jika Alya terluka maka yang menyebabkan luka itu harus mendapatkan luka 10x lipat lebih parah.
“Sasaran terlihat. Lima orang bersenjata. Dua anak terkurung di ruangan belakang,” lapor salah satu anggota tim. “Kita mulai dalam hitungan mundur, "lanjutnya
_____________________
Di dalam gudang…
Para penculik yang mulai menyadari bahwa mereka telah dikepung mulai panik, mengambil senjata dan berteriak satu sama lain untuk segera mengambil posisi bertahan dan menyerang. Dua dari mereka berlari ke ruangan tempat Alya dan Azka berada.
Azka yang hampir tak bisa berdiri, memaksa tubuhnya untuk bangkit. Ia menahan sakit, berdiri tepat di depan Alya. Kakinya gemetar. Tapi matanya penuh tekad melindungi Alya.
"Apa yang kalian inginkan?" ucap Azka
"Jangan banyak bicara, semua ini karena ulah lo. Pasti lo yang membuat mereka mengetahui lokasi ini, dasar b*jing*n kecil" ucap penculik itu lalu menendang perut Azka sekali lagi hingga Azka muntah darah dan langsung terjatuh ke lantai
"Berhenti , jangan pukul Azka lagi" ucap Ayla berusaha melindungi Azka
Penculik itu hendak menendang Ayla juga namun Azka dengan cepat menggerakkan tubuhnya yang lemah itu untuk menahan kaki penculik itu sebelum mengenai Ayla
"Kecil-kecil tapi banyak tingkah. Sebentar lagi kalian akan m*ti" ucap penculik yang lainnya
Mereka pun segera mengikat tangan dan menutup mulut Alya dan Azka lagi. Kemudian memaksa Alya dan Azka keluar dari ruangan itu menuju ke tempat para penculik dan pasukan keamanan sedang bertarung.
"Berhenti" ucap penculik itu saat mereka membawa Azka dan Ayla ke tempat itu dengan pistol yang menempel dikepala kedua anak itu
Ayah Ayla dan Ayah Azka pun segera menyuruh semua pasukan berhenti. Mereka melihat kondisi anak-anak mereka
"Apa yang kalian inginkan? Lepaskan mereka!!!"ucap Ayah Ayla
"Kami akan melepaskan mereka jika kamu rela memberikan bukti transaksi terlarang perusahan Alendro pada kami," ucap Penculik itu
"Oh, jadi kalian suruhan si Alendro itu? tidak heran lagi, otak Alendro memang licik dan bus*k hingga melakukan penculikan seperti ini," ucap Ayah Alya
"jangan banyak bicara, kalian setuju tidak? jika tidak maka kami akan menembak mereka sekarang," ucap penculik itu semakin mendekatkan senjata ke kepala Ayla dan Azka
Azka yang setengah sadar melihat situasi disekitar dan menyadari bahwa ada beberapa pasukan Ayahnya yang sedang bersembunyi dari jarak jauh dan siap menembak para penculik. ia pun memberikan kode pada Ayah Alya dan juga Ayahnya dengan gerakan mata dan kaki. Azka sudah pernah dilatih bela diri dan dididik oleh kedua pria itu dari kecil sehingga mereka mengetahui kode yang diberikan Azka dengan sangat baik
Dengan kode aba-aba dr Azka, Azka dengan tubuhnya yang lemah segera menendang bagian sensitif penculik yang menahannya dengan keras dan segera mendorong Ayla menggunakan bahunya dengan keras kearah ayah Ayla sedangkan Ayahnya segera memerintahkan para pasukan untuk langsung menembak para penculik itu dari jarak jauh. Rencana itu berjalan dengan lancar .
Namun ternyata ada seorang penculik yang bersembunyi dari jarak jauh dan bersiap menembak Alya. Azka yang menyadari jumlah penculiknya kurang satu orang pun segera meneliti setiap tempat, ia berhasil menemukan lokasi penculik itu saat penculik itu sudah menembakkan pelurunya ke arah Ayla. Tanpa pikir panjang Azka pun segera menghalangi peluru itu dari Ayla dengan tubuhnya.
Dor!
Suara tembakan menggema.
Tubuh kecil Azka terhuyung. Matanya membelalak.
Bersambung
“AZKAAA!”teriak Alya
Peluru itu mengenai bahu Azka, tapi cukup keras untuk membuatnya roboh ke lantai. Ia jatuh tepat di pelukan Alya yang langsung menutupinya dengan tubuhnya sendiri sambil menangis histeris. Sedangkan Ayah Azka segera menembak balik penculik yang telah menembak putranya itu
Ayah Azka segera berlari ke arah Alya dan Azka. ia langsung mengangkat tubuh anaknya yang berdarah. Alya tak mau melepaskan tangan Azka.
“Ayah! Jangan biarin Azka pergi! Dia yang lindungin aku… dia yang kena... semua karena aku!” Alya menjerit sambil menangis keras.
Ayah Alya memeluk putrinya erat-erat untuk menenangkannya. ia melepaskan tangan Alya dari Azka.
“Kamu aman sekarang, Nak. Kamu selamat… berkat Azka,"ucap Ayah Ayla
___________________
Sudah tiga hari sejak kejadian itu. Rumah sakit kini jadi tempat paling penting bagi dua keluarga yang sebelumnya hanya terhubung lewat pekerjaan. Di ruangan VIP lantai dua, Azka masih terbaring, bahunya diperban, wajahnya masih penuh bekas luka. ia mengalami luka fisik dan luka dalam yang parah.Tapi hidup dan itu sudah cukup.
Alya datang setiap hari.
Ia selalu duduk di kursi yang sama, membawa buku gambar, mewarnai diam-diam sambil menunggu Azka membuka mata.
Kadang ia hanya duduk sambil melihat Azka, lalu bisik-bisik sendiri, seperti:
“Kalau kamu enggak bangun juga, aku bilangin ke Kakek.”
“Atau aku bakar semua barang favorit kamu dirumah.”
“Atau… aku peluk kamu sampai kamu enggak bisa napas.”
Sampai akhirnya, pagi keempat, Azka membuka mata perlahan. Alya nyaris menjatuhkan krayon saking senangnya
“AZKA!” teriak Alya pelan, takut bikin Azka kaget. Tapi air matanya langsung jatuh.
Azka tersenyum kecil melihat Alya yang senang menatapnya
“Aku masih hidup ya?”tanyanya pada Alya
Alya mengangguk cepat, lalu tiba-tiba melempar tubuhnya ke pelukan Azka.
“Bodoh! Bodoh banget! Kamu bikin aku takut setengah mati!”ucap Alya
Azka tertawa kecil, meski wajahnya meringis karena nyeri. Tapi ia balas memeluk Alya pelan.
________________
Di luar ruangan, ayah Alya dan ayah Azka berdiri berdampingan, melihat lewat kaca.
“Anakmu… dia luar biasa,"ucap Ayah Alya dengan pelan dan menepuk bahu Ayah Azka
“Dia belajar dari yang terbaik tuan,"jawab Ayah Azka sambil tersenyum menatap atasan yang juga sahabatnya itu.
Ayah Azka dan Ayah Alya pun berpelukan melepaskan rasa khawatir mereka selama beberapa hari ini.
Tak jauh dari mereka, Kakek Alya berdiri dengan wajah tegas. Tapi mata tuanya tampak berkaca-kaca. Ibu Alya pun berdiri disamping Kakek Alya
Kakek Alya masuk ke ruangan, duduk di samping ranjang Azka saat Ayah Azka sedang pergi mengurus administrasi dan Ayah dan Ibu Alya beserta Alya pergi mencari makanan.
“Anak kecil,” katanya dengan suara berat.
“Mulai sekarang, kamu sekolah, makan, dan tumbuh besar di bawah perlindunganku. Sama seperti Alya. Dan kalau kau masih mau melindungi Alya tanpa pikir panjang…”ucapan Kakek Alya berhenti lalu menatap tajam, lalu tiba-tiba tersenyum samar. “...setidaknya, tunggu sampai kau bisa meninju balik," lanjut kakek kemudian yang dibalas senyuman oleh Azka
"Aku mengerti Tuan besar. aku akan berusaha menjadi lebih kuat lagi agar aku bisa meninju siapapun yang berani menyentuh nona Alya," ucap Azka pasti
"Anak pintar. Sembuhkanlah dirimu sendiri terlebih dahulu. kamu bahkan belum bisa berdiri tegak sekarang, tapi kamu sudah memikirkan Alya lagi. Jujur,aku sangat berterima kasih untuk semua itu, aku berhutang nyawa padamu,"ucap Kakek Alya
"Tidak tuan besar, itu sudah merupakan tugas saya untuk menjaga nona Alya. Tapi apakah aku boleh meminta sesuatu padamu?"ucap Azka ragu
"Katakanlah," ucap Kakek Alya
_____________________
Beberapa Minggu Kemudian
Azka sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Bahunya belum boleh digerakkan bebas, setiap harinya ia hanya berbaring dikamarnya atau bahkan berjalan-jalan diluar disekitar mansion menunggu Alya untuk pulang sekolah.
Dia sangat senang saat melihat semuanya kembali normal. Alya yang akan berlari menghampirinya sambil tersenyum bahagia saat tiba dirumah. Ayah Alya yang juga menambah beberapa bodyguard untuk menjaga Alya dan bahkan Ayahnya yang sudah membalas semua perbuatan si dalang Alendro tersebut.
Saat Alya dan Azka piknik di kebun mansion, Alya menggambar superman dan menuliskan satu kalimat di bawahnya:
“Superman kuat, tapi Azka lebih kuat.”
Azka tersipu membaca tulisan di gambar Alya.
“Kamu suka aku ya?” candanya.
"Enggaklah. Tapi aku sayang kamu,”ucap Alya
" apa bedanya?"tanya Azka cepat
“Iya beda. Sayang itu… janji buat jagain selamanya.”ucap Alya sambil tertawa
Azka menatap Alya lama, lalu mengangguk.
“Kalau gitu, aku juga sayang kamu. Aku harap kamu akan selalu bahagia walaupun tidak ada aku disisimu. aku mohon jaga dirimu,”ucap Azka mengelus kepala Alya
"Aku akan selalu bahagia jika Azka selalu bersamaku dan bukankah ada kamu yang akan selalu menjagaku," ucap Alya sambil tersenyum manis.
Azka pun membalas senyuman Alya, namun Alya tidak menyadari bahwa di balik senyuman Azka saat ini ada rahasia yang belum ia sampaikan. Mereka pun menghabiskan waktu piknik bersama hingga hari mulai gelap dan mereka pun berpisah, Alya kembali ke mansion dan Azka kembali ke asrama para bodyguard Hartono yang ada di belakang mansion.
____________________
Keesokan harinya di siang yang cerah, Alya pulang sekolah dan langsung dipanggil ke ruang kerja Kakeknya. Ia berjalan masuk dengan bingung. Di sana, Kakek Alya duduk tenang, memegang sebuah amplop coklat kecil.
"Alya, duduklah," ucap kakeknya pelan.
“Ada apa, Kek?”ucap Alya sambil duduk dengan hati berdebar.
Kakeknya tak langsung menjawab. Ia menggeser amplop itu ke arah cucunya.
“Azka meninggalkan ini untukmu. Dia minta agar surat ini kuberikan… setelah dia pergi,"ucap Kakek Alya
“Pergi?”tanya Alya dengan dahi mengerut.
Kakeknya mengangguk “Pagi ini, dia naik pesawat ke luar negeri. Dia akan mulai kehidupan baru sebagai seorang siswa militer,"lanjut Kakek Alya
Alya langsung berdiri mendengar kabar itu dari kakeknya
“APA?! Kenapa dia enggak bilang? Kenapa aku enggak tahu?!”ucap Alya
“Karena dia tahu kamu akan menangis dan minta dia tetap tinggal. Dan dia bilang… dia tidak akan kuat menolak permintaanmu,"jawab kakek Alya
Alya pun terdiam sesaat lalu ia segera berlari ke kamarnya. Dengan tangan gemetar, Alya membuka surat itu. Tulisan tangan Azka yang rapi tapi sedikit goyah memenuhi kertas itu.
__________________
Untuk Alya, teman pertama yang paling berharga dan satu-satunya orang yang paling ingin aku jaga.
Maaf karena aku enggak sempat pamit langsung.
Aku udah minta izin sama Kakek kamu. Permintaanku cuma satu saat berbicara dengan Kakekmu dirumah sakit: izinkan aku pergi dan dilatih, supaya suatu hari nanti… aku bisa menjaga kamu tanpa takut gagal lagi.
Kamu tau? Waktu kamu diculik, waktu aku kena pukul, waktu aku ketembak… aku cuma bisa mikir satu hal: aku harus jadi lebih kuat.
Karena kamu terlalu berharga untuk dijaga oleh aku yang lemah.
Aku tahu kita masih kecil. Tapi aku serius dengan ucapanku.
Tunggu aku, Alya. Aku pasti balik. Saat itu tiba, kamu enggak perlu takut apa-apa lagi. Karena aku akan jadi perisai terkuat yang kamu punya.
Aku ingin minta tolong satu hal padamu Alya sebagai sahabatmu:
Jaga diri baik-baik, Alya. Aku bakal jaga kamu dari jauh.
Salam (dan pelukan),
Azka.
____________________
Alya membaca surat itu berulang-ulang. Air matanya jatuh, membasahi huruf terakhir nama Azka.
“Kamu bodoh…” bisiknya sambil menahan isak. “Tapi… aku akan nunggu kamu. Apa pun yang terjadi. Jaga diri baik-baik juga disana"lanjut Alya lalu menyimpan surat itu baik-baik.
Di luar jendela, langit sore perlahan berubah oranye. Dan di kejauhan, pesawat kecil telah lepas landas, membawa seorang anak laki-laki yang terlalu cepat tumbuh… demi janji yang ia tanamkan sejak kecil.
Demi melindungi Alya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!