Main Cast: Zachery Kevlar Alterio
Celo Adhisti Horrace
Other Cast: Eric Adinatama
Shane Witton
Audrey Jelita Wallie
Christa Wanda Alterio
Melodi Achazia
Russel Andreos
■■■■
Tut tuutt tutt
'You're number calling is not active. Please try again in the few minute'
"Arrghh, sialan kemana kau pergi Melodi???" Zach nama pria yang sedang menggeram kesal karena untuk kesekian kalinya telvonnya tidak tersambung.
"Bagaimana?? Apa masih belum tersambung??" Tanya pria satunya lagi Shane yang tak lain sahabatnya Zach.
"Kalau tersambung aku tidak akan begini bodoh!!!" Zach melempar kekesalannya pada Shane.
"Keep calm bro...aku hanya bertanya sialan!!!" Shane memaki balik.
"Sudah-sudah, kau harus berkepala dingin jangan jadikan Shane pelampiasan. Aku sudah menyuruh orang-orangku mencarinya. Kita tunggu saja heumm..." Eric satu dari dua sahabat Zach yang lebih dewasa dalam berpikir dan tentunya lebih tenang dalam menghadapi masalah.
Zachery Kevlar Alterio anak sulung yang merupakan satu-satunya pewaris keluarga Alterio, pemilik "Big A Company" yang merupakan perusahaan pariwisata raksasa yang namanya sudah mendunia. Bisnis mereka meliputi perhotelan, resort, dan tempat liburan lainnya.
Tepat seminggu sebelum hari pernikahannya sang mempelai wanita, kekasih yang sangat dicintainya hilang tanpa kabar entah kemana, bak hilang ditelan bumi.
°°°°
Celo Adhisti Horrace, gadis kecil 18 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan senior high schoolnya. Dengan terpaksa ia harus membatalkan mimpinya menjadi seorang guru karena keadaan yang tak berpihak padanya.
Semanjak lulus dari sekolah ia sudah mulai bekerja di sebuah toko bunga yang tak jauh dari rumahnya. Ia harus membanting tulang dan berperan sebagai tulang punggung di keluarganya. Ia hanya hidup bertiga dengan nenek, dan ayahnya, sementara ibunya sudah pergi kesurga setelah memberikan kehidupan bagi Celo. Ya, ibunya meninggal setelah melahirkannya.
Hari ini Celo disuruh bibi pemilik toko mengantarkan pesanan bunga kesebuah kedai yang tak jauh dari toko mereka. Di persimpangan jalan tak sengaja dia melihat seekor kucing ditengah jalan tepat saat itu pula sebuah mobil mewah melaju dengan kecepatan yang sangat kencang. Dasar Celo yang selalu baik dan penyayang, secepat kilat ia berlari ketengah jalan dan menggapai kucing tersebut. Celo dan si kucing selamat dari hantamam badan mobil, namun sial bagi si pengendara.
Disis lain karena menghindari Celo, si pengemudi harus banting stir hingga menghantam trotoar menyebabkan bemper mobilnya bonyok dan ia sendiri mengalami lebam disudut bibirnya. Ya hanya luka kecil saja karena di mobil pasti ada airbag nya.
Melihat itu Celo segera berlari menghampiri mobil itu melihat bagaimana kondisinya.
"Tu-tuuan...anda tidak apa-apa?? Apa ada yang terluka??" Ia bertanya pada pria yang baru saja keluar dari mobil tersebut.
"Hehh...masih berani bertanya?? Apa kau tidak punya mata HAHH!!! Kau baru saja menghancurkan mobilku!!" Bentak pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Zach.
"Kau bodoh atau bagaimana?? Atau kau ingin mati?? Kau tau berapa harga mobilku??" Zach terus saja meluapkan amarahnya.
"Ma-ma-maaaf t-tuann. Saya akan coba untuk menggantinya." Celo terlihat sangat ketakutan, bagaimana tidak Zach sudah seperti akan menelannya hidup-hidup.
"Ganti?? Mengganti kau bilang!!! Hehh...kau akan mengganti dengan apa??" Zach memandang rendah pada Celo.
"Meski kau menjajakan tubuhmu pada setiap pria dinegeri ini seumur hidupmu. Itu tidak akan pernah cukup untuk mengganti kerugianku!!" Bentak Zach dengan penuh hinaan.
Celo benar-bener ketakutan dan sedih sekarang. Seumur ia hidup baru kali ini ia dibentak dan dihina ditempat umum.
"Laa-laaalu...apa mau anda tutt-tuaan??" Gadis kecil itu benar-benar ketakutan sekarang.
"Akan ku penjarakan kau!! Orang seperti kau jika dibiarkan bebas berkeliaran akan merusak kehidupan orang lain." Sahut Zach lagi.
"Jangaann tuuaaan..."
"Ayo!! Ayo ikut!! Kau harus dihukum!!"
Zach menyeret Celo ke kantor polisi terdekat. Ia benar-benar tak main-main dengan ucapannya.
Orang-orang disekitar yang memperhatikan hanya bisa diam tak bisa membantu Celo karena mereka juga takut terlibat. Karena kalau dari penampilannya Zach bukanlah seorang yang bisa dilawan.
°°°°
Seperti kata-katanya tadi Zach benar-benar memenjarakan Celo. Gadis kecil itu sungguh telah menjadi pelampiasan yang luar biasa baginya tanpa rasa belas kasih.
Setelahnya, Zach lansung pulang saat dirasa urusan dikantor polisi selesai.
°°°°
"Pi, bagaimana jika Melodi benar-benar pergi meninggalkan Zach?? Anak kita akan benar-benar hancur, mengingat bagaiman dia sangat mencintai wanita itu dia bahkan sampai melawan kita." Roseline Alterio wanita yang sudah pantas dipanggil nenek, ibu sekaligus wanita yang sangat dicintai Zach.
"Ntahlah mi, papi juga sudah mengerahkan segala cara untuk mencarinya. Papi takut jika putra kita akan dicemooh oleh semua orang, papi rela menukarkan segalanya asal Zach bahagia." John Rivera Alterio sebagai ayah dia selalu mementingkan kebahagiaan keluarganya.
"Pi..."
"Mmm..."
"Bagaimana kalau kita carikan pengganti??" Usulan mami.
"Pengganti?? Maksud mami??" Papi bingung dengan ucapan mami.
"Pengganti Melodi pi. Jadi pernikahan akan tetap dilaksanakan seperti rencana, jadi putra kita tidak akan dicemooh." Mami mengutarakan usulannya dengan wajah sedih.
"Papi yakin Zach tidak akan setuju. Tapi baiklah kita akan coba bicarakan dengannya."
"Ya. Semoga kita cepat menemukan jalan keluarnya." Mereka sama-sama berharap untuk kebahagiaan putra mereka.
Ditengah perbincangan mereka, terdengar langkah kaki Zach mendekat kearah mereka.
"Zach, kau dari mana saja nak?? Mami sangat mencemaskanmu"
"Tidak kemana-mana mi..." jawabnya sedikit malas.
"Apa begitu cara kau bicara pada ibu mu?" John sebagai ayah ia akan selalu menegur anaknya jika berlaku tak sopan, karena keluarga mereka sangat menjunjung kesopanan.
"Maafkan Zach mi, pi, Zach benar-benar pusing sekarang." Zach memeluk maminya seperti bocah kecil yang mengadu pada ibunya.
"Hahh....kita bicarakan nanti. Istirahatlah. Mami tau kau pasti lelah" diusap sayangnya kepala putra satu-satunya itu.
"Hmmm...." Zach berlalu setelah mendapat pelukan dari maminya.
°°°°
Zach mencoba untuk tidur, namun sangat berat memejamkan matanya.
"Kemana kau pergi?? Kenapa kau meninggalkanku saat pernikahan kita sudah didepan mata?? Apa aku melakukan kesalahan yang sangat fatal??" Tanpa bisa dibendung lagi air mata Zach jatuh dengan sendirinya, bukan karena ia cengeng atau tidak jantan namun siapa yang tidak akan terpukul jika seseorang yang sangat kita cintai pergi meninggalkan kita tanpa tau sebabnya. Ditambah lagi, ia tanpa sengaja mendengar pembicaraan orangtuanya. Zach benar-benar tambah kacau, ternyata orangtua nya begitu sangat menyayanginya.
Zach terus saja meluapkan emosinya hingga sedikit beban terangkat dan tubuhnya merasa lelah hingga ia menyerah dan terseret dalam arus mimpi.
°°°°
Lain cerita ditempat ini, Celo yang kini harus meringkuk dibalik jeruji besi karena kesalah yang ia lakukan. Ya, walau kesalahan itu tak sebanding dengan hukuman yang ia alami saat ini.
"Paman polisi, tolong bebaskan saya, saya berjanji tidak akan berbuat salah lagi. Saya juga akan mengganti kerugian tuan itu."
Paman polisi yang mendengar tangis permohonan Celo merasa sangat iba, mengingat gadis itu masih kecil. Tapi, mau bagaimana lagi, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Maafkan paman nak. Paman tidak punya wewenang untuk membebaskan mu." Kemudian dia melangkah pergi dari tempat Celo.
"Ayah saya sedang sakit paman, nenek saya juga sudah tua, tidak mungkin nenek harus bekerja mencari uang paman...hikss..hiks..hikks..." langkah paman polisi terhenti mendengar aduan keluh kesah Celo, namun sekali lagi ia tak dapat berbuat apa-apa untuk menolongnya.
"Pak, apa tidak bisa kita membebaskan gadis kecil itu? Dia sangat kasian, rasanya tidak sebanding jika ia harus dikurung disini." Paman polisi coba bicara pada atasannya.
"Ya...kau benar. Besok saat tuan Alterio kemari saya akan coba bicara dan minta keringanan untuk gadis kecil itu."
"Terimakasih pak."
"Mmm....saya merasa kasihan, saya juga punya seorang putri dirumah."
Paman polisi tersenyum mendengar ucapan atasannya.
°°°°
Pagi harinya Zach terbangun masih dengan perasaan kacau.
Tok tokk tok
"Zach, sayang...kau sudah bangun nak??"
"Sudah mi"
"Turunlah sarapan. Ada yang mau papimu bicarakan."
"Ya mi. Zack bebenah dulu."
Sebenarnya Zach sudah tau apa yang akan dibicarakan oleh papinya.
"Apa yang yang harus aku jawab nanti? Apa aku harus menikahi wanita lain untuk menyelamatkan nama baik semua orang??" Zach kembali berpikir.
"Arghh pusing...."
Zach segera besiap akan mandi, seketika itu Zach teringat akan Celo gadis yang kemarin sore ia jebloskan dalam penjara hanya karena kesalah kecilnya. Untuk pertama kalinya ia merasa menjadi orang paling jahat hanya karena ia ditinggal pergi oleh kekasihnya seorang gadis kecil harus jadi korban kekesalannya.
■■■■
■■■■
Pagi ini keluarga Alterio sarapan dalam diam.
"Zach, ayo sarapan dulu nak. Mau sarapan dengan apa heumm??"
"Tidak perlu mi, Zach minum kopi saja."
"Baiklah, tapi nanti jangan lupa makan ya.."
"Ya mi..."
"Christa mana mi??" Zach dari semalam belum melihat adik perempuannya.
"Ohh...dia pergi berlibur bersama teman-temannya."
Setelahnya tak ada lagi perbincangan.
"Zach, apa papi boleh bicara sesuatu nak."
"Bicara saja pi. Ada apa??" Sebenarnya Zach sudah tau apa yang akan dibicarakan oleh papinya.
"Kau tau kan kami sangat menyanyangimu??"
"Tentu pi."
"Bagini..." Zach melihat papinya tampak ragu untuk bicara.
"Zach tau apa yang akan papi bicarakan. Kemarin Zach gak sengaja dengar semua pembicaraan papi sama mami. Maaf.."
"Tidak apa-apa" mami menggenggam tangannya.
"Jadi bagaimana??" Papi menunggu jawaban darinya.
"Zach akan pikirkan dulu."
Mereka berdua tersenyum, ya walaupun Zach belum setuju setidaknya ia mau memikirkannya.
Zach berpamitan ke orangtuanya. Sebelum jauh melangkah Zach berbalik menatap kedua orang yang paling dicintainya.
"Pi, mi, Zach minta maaf jika selama ini selalu menyusahkan kalian. Maaf jika Zach selalu bersikap egois." Ia mengucapkannya dengan penuh penyesalan dan kesungguhan.
"Zach...tidak nak. Tidak ada satupun orangtua yang merasa disusahkan oleh anak-anaknya." Mami sungguh sangat terharu akan ucapan putranya air mata nampak menggenang disudut matanya.
"Sudah-sudah, seperti kita akan berakhir saja." Papi tersenyum setelah mengucapkan kata-katanya.
"Zach, selesaikan masalahmu dan tentukan pilihanmu sendiri." Tambahnya lagi.
"Thanks pi, mi, Zach jalan dulu." Pamit Zach
"Hati-hati..."
"Putra kita sudah semakin dewasa pi." Imbuh mami sepeninggal putranya.
"Ya..."
°°°°
Dalam perjalanan di mobilnya Zach mendapat panggilan dari nomor tak dikenal.
"...."
"Ya saya sendiri."
"...."
"Kepolisian?" Tiba-tiba Zach teringat akan gadis yang ia penjarakan karena kesalahan kecil yang diperbuat si gadis.
"...."
"Y-ya...saya akan segera kesana. Terimakasih."
Segera setelahnya Zach melaju menuju kantor polisi.
"Selamat pagi pak, saya Zachery Alterio yang kemaren membuat laporan terhadap seorang gadis. Apa saya bisa bicara dengannya sebentar?" Zach bicara dengan salah satu petugas kepolisian yang ditemuinya.
"Ah tuan Alterio. Bisa tuan, tunggu sebentar." Petugas tersebut beranjak hendak menjemput Celo.
"Tuan, sebelum saya membawa nona itu menemui tuan, boleh saya bicara sedikit dengan tuan??"
"Tentu. Silakan pak."
"Begini tuan, maaf sebelumnya, saya kasihan dengan nona itu. Umurnya masih 18 tahun dan ia harus menghidupi nenek dan ayahnya. Jika ia ditahan bagaimana dengan ayah dan neneknya?" Petugas tersebut menyampaikan rasa kasihannya terhadap Celo.
"Akan saya pertimbangkan pak." Tukas Zach.
"Terimakasih tuan. Saya bicara begini karena saya juga memiliki anak perempuan yang tentunya hidupnya lebih baik dari nona itu, Maaf jika itu tidak penting bagi anda, saya hanya menyampaikan isi hati saya. Baiklah saya akan bawa nona itu kesini."
"Ya..." Zach hanya asal mengiyakan.
"Nona Celo, ada yang ingin bertemu dengan anda. Semoga saja ini pertanda baik, dan nona bisa segera keluar dari sini." Petugas yang tadi bicara dengan Zach menghampiri Celo dan membawanya menemui Zach.
"Silakan nona"
"T-tterim-makasih Pa-ppaman." Petugas tersebut lalu tersenyum.
Celo menghampiri Zach yang tengah duduk diruang tungu tentu saja pria itu menunggunya.
"Duduklah." Ucap Zach datar melihat kebingungan diwajah polos gadis kecil tesebut.
"...." tanpa bersuara Celo mengangguk dan duduk berhadapan dengan Zach.
"Apa kau ingin bebas dari sini?" Zach bertanya dengan tatapan tajamnya.
"Yya tu-tua-an." Jawaban Celo penuh dengan ketakutan, itulah yang ditangkap oleh pandangan seorang Zach.
"Lansung saja. Kuberi kau tawaran menarik. Pertama, kau menikah denganku dan ku tanggung semua kebutuhan keluarga mu. Kau akan hidup enak selama aku membutuhkan mu. Kedua, kau harus mengganti kerugianku secepatnya, kuberi waktu tiga hari. Ketiga, kau tetap disini selamanya, sampai aku berniat membebaskan mu." Zach berucap dengan nada yang tak terbantahkan.
"...." Celo masih saja diam, ia seperti masih mencerna semua yang baru saja di ucapkan oleh Zach.
"Heyy..nona..." Celo masih saja tetap diam.
"Kenapa kau masih diam saja?? Kau mau ambil tawaran yang mana??" Dia sedikit kesal akan keterdiaman Celo.
"Mammaaf tuan. Ssay-yya tit-tiddak mengerti." Celo sungguh tergagap, dia sangat takut dengan tatapan mata tajam Zach. Bagaimana tidak Zach sangat marah dan kasar padanya kemarin.
"Asal kau tau nona, saya tidak suka bermain-main. Hanya ada tiga pilihan! Sekarang atau tidak ada kesempatan lainnya!!" Dia bicara dengan penuh tekanan disetiap kata-katanya.
"Maaf ttuan. Boll-lehh sayya minta wakktu untuk bberpikkir??"
"Boleh. Tentu saja boleh tapi..." Dia menggantung ucapannya membuat Celo sangat was was.
"Tapi kau akan tetap disini selama waktu yang kau butuhkan untuk berpikir..." sambungnya lagi. Dia sengaja mempersulit Celo karena tujuannya yang sesungguhnya adalah agar gadis itu memilih untuk menikah dengannya. Jahat memang, ia memanfaatkan kesalahan kecil yang diperbuat gadis polos itu.
Zach melihat pergelangan tangannya yang dibalut jam tangan mewah. Seperti memperingatkan Celo akan waktu yang dimilikinya.
"Cahh...maaf nona saya tidak bisa menunggui anda untuk berpikir So, silakan anda pikirkan sepuasnya." Zach berdiri dari duduknya dan melangkah pergi.
"Saya sarankan anda secepatnya, ingat nenek dan ayah anda dirumah. Bagaimana jika sesuatu terjadi." Tepat selangkah berjalan, Zach mendekat kearah Celo dan membisikkan sesuatu ketelinga gadis itu, yang lebih tepatnya lebih seperti ancaman menurut Celo.
Celo mematung dan bergidik ngeri. Gadis itu meneguk ludahnya sendiri, meski ia tak haus. Perkataan Zach seakan menghantamnya keposisinya yang nyata.
Ya, jika ia terlalu lama berpikir bagaimana dengan tanggung jawabnya. Kenapa ia bisa lupa itu semua??
Celo berlari mengejar Zach yang nyaris saja akan keluar dari pintu gedung itu.
"Hossh...hos...Tuaan...tunggu sebentar."
Celo berteriak sambil terus memanggil Tuan karena ia tak tau namanya. Benar kann.
"Tungguu..."
Zach tersenyum sebelum berbalik dan melepas kaca mata hitam yang tadi sempat dipakainya. Senyum yang sangat mengerikan dalam artian yang sebenarnya.
"Hemm...anda memanggil saya n.o.n.a?? Apa anda sud-"
"Sayya menikkah ttuann.." Celo mengucapkan kata yang sesungguhnya tak ia mengerti.
Zach mengernyit heran akan arah perkataan gadis itu. Apa maksudnya??
"Bicara yang jelas nona!!"
"Ssaya mau pilih menikah tuann." Ia mengucapkannya dengan keyakinan namun tetap saja air matanya mengalir disana.
"Kenapa tak memilih untuk membayarnya??" Dasar Zach br*****k dia sungguh berniat bermain dengan gadis polos itu.
"Saya tidak akan sanggup tuan..sungguh..." ia mengucapkan itu dengan mengatupkan kedua telapak tangannya.
"Baiklah. Kita selesaikan sampai disini. Ayo kita urus kebebasan anda nona."
Zach berjalan mendahului Celo keruangan dimana ia bisa mencabut tuntutannya.
Celo sedikit lega mendengarnya, yang ada dibenaknya sekarang adalah ayah dan neneknya. Sehingga ia tak memikirkan apa yang akan ia jalani kedepannya.
Sungguh malang, gadis kecil yang tak pernah merasakan kasih dan peluk hangat seorang ibu harus berjuang sedemikian rupa demi kebahagiaan orang terkasihnya.
Bagi Celo arti kehidupan sesungguhnya adalah dimana ia bisa bermanfaat bagi orang terkasihnya terlepas dari semua beban yang harus ia tanggung. Kebahagiaan orang terkasih adalah kekuatan terhebat yang dimiliki seseorang untuk mengarungi kerasnya hidup.
■■■■
■■■■
Malam ini keluarga Alterio makan dalam diam terlihat juga sedikit ketegangan disana.
"Eheem..." papi coba buka suara. Karena suasana sekarang sangat memperjelas keadaan keluarga mereka yang sedang dirundung masalah.
"So, bagaimana Zach?? Apa kau sudah ambil keputusan nak??" Papi melanjutkan suaranya.
"Sudah pi, Zach juga sudah menemukan orangnya." Setelahnya ia melanjutkan lagi memakan makanannya seperti terlepas dari beban.
"Anak siapa nak?? Bergerak dibidang apa perusahaan ayahnya?? Lulusan mana?? Lalu apa kegiatannya sekarang, kap-" Mami memberondongi Zach dengan berbagai pertanyaan.
"Mi.." papi menginterupsi rentetan pertanyaan istrinya yang sudah seperti kereta express tersebut.
"Mi, bertanya satu-satu, anak kita akan pusing jika mami over antusias begitu."
Sepertinya keluarga Alterio sudah kembali kekeadaan semula, ya walaupun belum sepenuhnya.
"Baiklah, siapa dia nak??" Tak berhenti, mami kembali bertanya. Sungguh beliau sangat penasaran.
"Bukan siapa-siapa mi. Dia hanya seorang gadis penjual bunga, sepertinya dia juga baru lulus SMA." Jelas Zach singkat, karena sejujurnya ia juga tak tau apa-apa perihal gadis itu.
"Zach...yang benar saja nakk." Mami berucap seakan tak percaya akan penjelasan putranya.
"Benar mi. Kapan Zach pernah berbohong??"
"Nak, jangan karena demi menutupi malu keluarga kita kau mengesampingkan bibit bebet bobotnya nak. Bagaimana kalau dia bukan gadis baik-baik. Bagaimana kalau dia hanya ingin mengeruk harta kita nak??" Lagi, mami memprotes karena tak setuju jika Zach hanya akan bermain-main.
"Mi, mami harus liat dulu siapa gadis itu. Jangan asal ngedumel tak jelas begitu." Papi menimpali omelan istrinya.
Zach hanya diam melihat perdebatan orangtuanya. Sebenarnya dia juga tak yakin dengan ini semua, bagaimana jika gadis itu benar bukan wanita baik-baik, atau mempunyai latar belakang yang buruk.
Entahlah, tapi hati kecilnya berkata bahwa gadis itu akan bisa dikendalikannya.
°°°°
Dilain tempat Celo berjalan lunglai menuju rumahnya. Ia bingung apa yang harus ia katakan jika saja nanti neneknya bertanya.
"Celo sayang. Kau dari mana saja nak?? Kenapa seharian kemarin tak pulang? Apa terjadi sesuatu nak?? Perasaan nenek sangat tak enak dari kemarin??" Nenek menyambut cucu satu-satunya itu begitu ia tau Celo yang masuk dalam rumah mereka. Ia begitu panik, apalagi keadaan Celo yang sekarang bisa dikatakan tidak baik-baik saja.
"Celo tidak apa-apa nek, nenek lihatkan Celo baik-baik saja. Kemarin Celo menemani bibi pemilik kedai. Makanya Celo tidak pulang." Celo memilih berbohong ia tak mau jika neneknya harus ikut menanggung beban pikiran akan masalah yang ia alami.
"Benarkah begitu?? Kau sedang tidak berbohongkan nak sama nenek??"
Bagaimana nenek akan percaya, jika dilihat-lihat Celo sangat memprihatinkan.
"Tidak nek, bagaimana mungkin Celo akan berbohong. Nenek selalu mengajarkan Kejujuran adalah jalan menuju kebahagiaan. Jadi jika Celo berbohong makan Celo akan kehilangan jalan untuk bahagia. Ya kan nek??" Ia menghampiri wanita tua yang sangat disayanginya itu untuk kemudian dipeluknya dengan erat. Nampak seperti ia sedang mengisi lagi energi dalam tubuhnya.
"Baiklah, nenek percaya padamu sayang. Bebersihlah dalam kamar, lalu makan dan istirahat. Nenek tau kau pasti sangat lelah." Beliau berkata sangat lembut seraya mengusap lembut pipi cucu mungilnya itu.
Setelah selesai dengan ritual bersih-bersihnya, Celo berniat akan benar-benar tidur karena ia sungguh-sungguh lelah. Namun sebelum itu ia menyempatkan diri melihat kondisi ayahnya apakah beliau baik-baik saja.
Barulah ia kembali kekamarnya, merebahkan tubuh mungilnya mencoba memejamkan mata agar bisa terlelap secepatnya. Sesaat sekelabat bayangan dan ucapan Zach terlintas begitu saja.
Kantuk yang tadinya menghantam hilang entah kemana, Celo terpikirkan pilihan yang tadi ia ambil apakah ini pilihan terbaik baginya??
Karena terlalu pusing, Celo mamaksakan diri agar terlelap dan akhirnya alam bawah sadarnya membawanya kedalam mimpi.
°°°°
Celo sudah kembali seperti biasa, ia kembali kerutinitasnya menjemput nafkah untuk orang tercintanya.
"Ayah, nenek Celo berangkat dulu."
Sebelum pergi gadis itu mengecup kening ayahnya lalu beralih kepipi keriput neneknya.
"Hati-hati sayang... jangan bekerja terlalu keras."
Celo hanya tersenyum menindaki kekhawatiran neneknya.
Sama dengan dirumah, bibi pemilik toko juga cemas akan keadaan Celo. Bibi sebenarnya tau apa yang menimpa Celo, tapi beliau tak memberi taukan pada neneknya karena pasti Celo tak akan setuju akan hal itu.
Bibi juga tak bisa membantunya karena sungguh Zach benar-benar berkuasa dan menakutkan.
"Celo, apa kau baik-baik saja nak? Kau tak terlukakan??"
"Celo tak apa-apa bi. O ya bi, terimakasih bibi tidak memberi taukannya pada nenek. Celo takut nenek akan cemas."
"Iya nak, sama-sama. Maafkan bibi, bibi tidak bisa berbuat apa-apa..." bibi itu berucap dengan sangat penuh penyesalan.
"Jangan begitu bi. Celo tidak apa-apa." Ia menyunggingkan senyumnya memberi kesan bahwa ia sudah baik-baik saja.
"Cah...baiklah. Pertama apa yang harus kita kerjakan hari ini??" Celo mencoba kembali bersikap seperti biasanya dan mengerjakan apa yang harus ia kerjakan.
°°°°
Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan kecil, Zach memutuskan untuk mencari Celo. Ia harus membawa gadis itu ke orangtuanya dan tentu saja gadis itu harus mempersiapkan diri untuk pernikahan mereka. Ya, seperti keputusannya bahwa Celo bersedia menikah dengannya.
"Ahh...bodoh kau Zach!! Kemana kau akan mencari gadis itu?? Malas saja kalau harus ke kantor polisi untuk mengetahui alamatnya. Apa aku cari disekitar tempat kejadian kemarin saja?? Ya. Sepertinya itu lebih efektif." Zach melajukan mobilnya pelan celingak celinguk kiri kanan, berharap Celo akan menampakkan diri.
Cukup lama ia seperti orang bodoh, akhirnya entah berjodoh apa bagaimana ia tak sengaja melihat Celo sedang merapikan bunga disebuah toko bunga tepat disamping kiri Zach.
Tanpa buang waktu ditepikannya mobilnya lalu menghampiri Celo.
"Selamat siang nona.."
Celo yang mendengar suara yang tak asing baginya selama 2 hari belakangan, merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia takut jika Zack akan menyeretnya lagi.
"Tuu-ann..."
"Ya. Ini saya nona. Anda tidak lupa bukan dengan kesepakatan kita kemarin?? Atau kita akan kembali ke-"
Celo lansung memotong ucapan Zach, ia takut pria itu akan mengancamnya lagi.
"Sayya tiddak lupa tuan." Gagap Celo akan ancaman Zach.
"Kalau begitu anda pasti bersedia ikut dengan saya."
"Baiklah. Saya minta izin dulu dengan bibi pemilik kedai ini."
Zach mengangguk tanpa bersuara.
Beberapa saat lamanya Celo keluar diiringi bibi itu.
"Tuan, anda akan membawa Celo kemana?? Jangan ganggu dia lagi tuan.." ucap bibi itu dengan nada sedikit marah.
"Tenang bibi, ini hanya bisnis kecil antara kami. Ya kan Nona..." Zach menatap kearah Celo.
"Y-ya bibi. Bibi tidak usah khawatir." Selalu saja dia menyunggingkan senyumannya.
Mereka berlalu meninggalkan bibi pemilik kedai. Zach membawa Celo memasuki mobilnya lalu pergi.
"Kita akan kemana tuan??" Celo bertanya karena Zach tak lagi bicara selama diperjalanan dimobil.
"Saya akan memperkenalkan anda pada keluarga saya tentu saja sebagai calon menantu mereka." Ia mejawab pertanyaan Celo tanpa menatapnya sedikitpun.
"..." lalu mereka kembali dalam diam.
■■■■
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!