NovelToon NovelToon

Married By Accident

Pagi yang mendung

"Nala katakan pada bibi siapa ayahnya?" bagai disambar petir bagi Nala saat suara wanita paruh baya itu terdengar "maksud bibi apa?" tanya Nala dengan menenangkan hatinya yg bergemuruh "katakan pada bibi Nala !! siapa ayah bayi itu?" lagi - lagi bibi Wati bertanya dengan nada sedikit meninggi.

"ini milikmu kan?" imbuhnya sambil memperlihatkan sebuah tespeck bergaris 2 merah yang menandakan hasil positif, Nala yang melihat tespeck itu membulatkan matanya kemudian menghela nafas.

"iya bi itu milik Nala" ucapnya sambil menahan air mata dan suara sedikit bergetar menahan tangis "jalang !! tidak bibi sangka dirimu serendah itu Nala" jawab bi Wati dengan mata berlinang air mata "katakan padaku siapa ayah dari bayi itu?" tanya bi Wati sekali lagi.

Nala menghembuskan nafas berat kemudian bibirnya mulai terbuka "ayahnya adalah" ucapnya dengan berat kemudian berhenti dan menghela nafas panjang "bibi tidak akan percaya jika aku bercerita" jawab Nala kemudian.

Bi Wati yang jengah mendengar penuturan Nala sekali lagi bertanya sambil memegang kedua pundak Nala "Tolong jangan buat bibi merasa bahwa dirimu serendah itu Nala, katakan cepat pada bibi !!" Nala hanya diam kemudian mengalihkan pandangan matanya.

"Bibi sudah menganggapku seperti seorang jalang bukan ? maka anggap saja aku seperti itu" jawab Nala dengan menghindari kontak mata dengan bi Wati dan ingin melangkah pergi.

namun sebelum Nala melangkahkan kakinya menjauhi bi Wati, lagi - lagi bi Wati menarik lengannya dan bi wati mengatakan sesuatu membuat langkah Nala berhenti kemudian menengokkan kepala menatap wajah bi Wati yang tertunduk lesu dengan air mata dikedua pipinya, "Apa kamu tidak malu dengan pak Rendra dan bu Vanya ?".

"Nala apa ini balas budimu kepada mereka berdua yang telah merawatmu dan membesarkanmu?, bahkan mereka sudah menganggapmu seperti anaknya sendiri" jelas bi Wati sekali lagi dan kali ini tangan Nala mualai pecah sedikit terisak.

"pagi itu suara tangis seorang gadis kecil yag masih berusia 2 tahun dengan keadaan langit yang mendung akan turun hujan, nyonya Vanya menemukanmu didepan pagar rumah ini dan dengan hati yang seduh dia memelukmu mengendongmu dan membawamu masuk ke dalam rumah keluarga Alvaro" titah bi Wati mengingatkan akan kenangan masa kecil Nala.

"dia ingin memasukkanmu ke dalam keluarga Alvaro namun omah Latisia tidak menyetujuinya karena tidak tau asal usulmu" sambung bi Wati sekali lagi membuat sesak didalam dada dirasa oleh Nala "nyonya Vanya sangat baik denganmu tuan Rendra juga sangat baik dan mereka menyayangimu, lalu apa ini balasannya untuk mereka Nala?"

"cukup bi...cukup" jawab Nala dengan berurai air mata, suaranya terdengar serak dan hatinya teriris mendengar kenyataan apa yang barusan bi Wati ucapkan "katakan pada bibi, siapa ayah dari bayi yang ada didalam perutmu Nala?" serga bi Wati sekali lagi dan Nala menggeleng pelan.

"aku akan pergi dari rumah ini saat perutku sudah mulai membesar bi, aku berjanji aku tidak akan membuat nama baik nyonya Vanya dan tuan Rendra menjadi buruk bi" jawab Nala dengan pendiriannya.

"jika kamu tidak mau memberi tahu bibi siapa ayah dari bayi itu, bibi akan bercerita kepada tuan Rendra dan Nyonya Vanya" ancam bi Wati membuat Nala gelagapan "aku mohon jangan bi" ucapnya sambil memohon memegang tangan bi Wati "ayah dari bayi ini adalah" ucap Nala menggantung.

"jika aku mengatakannya apa bibi akan percaya?" tanya Nala dengan pandangan sangat seduh menatap kedua mata bi Wati, detak jantung bi Wati berdetak dua kali lipat dengan pertanyaan dari mulut Nala.

Pernyataan yang membinggungkan

"bibi akan percaya padamu" ucap bi Wati sambil mengusap air mata Nala yang dengan senonohnya mengalir dikedua pipi Nala "katakan Nala siapa ayah dari bayi itu ?" serga bi Wati sekali lagi.

Nala memejamkan matanya menghela nafas panjang sambil menutup kedua matanya menyakinkan diri untuk bercerita, lambat laun semuanya pasti akan terbongkar jadi tetap saja jika dia tidak memberitahukan kepada bi Wati saat ini suatu saat bi Wati juga pasti akan tau bagaimana bom waktu bagi Nala.

"tuan muda Gavin" ucapnya sembari membuka mata perlahan melihat reaksi bi Wati dan disiti bi Wati menggeleng kepala tidak percaya "plaak" suara tamparan keras terdengar dipenjuru ruang dapur rumah megah bak istana itu.

"perempuan jalang, bagaimana bisa kamu menggoda anak dari majikanmu sendiri ? dimana otakmu Nala ??" suara bi Wati sedikit meninggi seperti bentakan, sehingga mendatangkan pak yamin selaku tukang bersih - bersih taman menghampiri mereka berdua.

"ada apa bi ? kenapa ribut - ribut ? ini kasih pagi" serga pak Yamin membuat Nala segera mempalingkan wajah dan mengusap air matanya sama halnya dengan bi Wati yang segera mengusap air matanya.

"tidak ada hanya Nala melakukan kesalahan sedikit" jawab bi Wati kemudian berlalu pergi ke arah kompor untuk menyiapkan sarapan bagi tuan dan nyonya Alvaro.

Nala hanya tersenyum pada pak Yamin dan berjalan berlalu pergi ke arah pavilion belakang tempat para pekerja beristirahat, pak Rendra memberikan mereka tempat yang layak dan bisa diktakan sangat mensejahterakan para pekerja dirumahnya, Sehingga pak Rendra membangunkan rumah kusus bagi pekerjaannya yang terdapat beberapa kamar bagi tempat mereka beristirahat karena penat seharian bekerja.

"pembicaraan kita belum selesai Nala, kau cepat sarapan dan pergi ke kampus. setelah pulang dari kampus kita bicara kembali" tegas bi Wati yang melihat Nala diambang pintu penghubung antara dapur dan pavilion.

Nala menghentikan langkahnya dan melihat punggung bi Wati, suara bi Wati sangat dingin selama Nala tinggal di rumah kediaman Alvaro bi Wati tidak pernah sekalipun marah kepadanya jangankan memukul membentak saja tidak pernah tapi kali ini berbeda.

bi Wati sungguh sangat marah kepada Nala "apa yang harus aku lakukan tuhan" ucapnya setelah berada di dalam kamarnya "kenapa aku dangan ceroboh membuat bi Wati mengetahui ini semua" gumamnya dengan sangat cemas dan bibirnya ia gigiti sampai berdarah.

disudut ruang makan terlihat kelurga Alvaro sedang berkumpul untuk menyantap sarapanya, tak lama hanya terdengar dentingan piring dan sendok memecah keheningan di ruangan tersebut "bi dimana kopiku ?" tanya Gavin dengan suara datar seperti biasa.

"ah iya tuan muda akan bibi buatkan" jawab bi Wati sembari menuagkan air minum disamping nyonya Vanya "mungkin Nala lupa membuatnya, apa dia sudah berangkat ke kampus bi ?" tanya nyonya Vanya penasran kepada bi Wati.

"sepertinya sudah nyonya, dan tadi terlihat buru - buru mungkin itu yang membuatnya lupa untuk menyiapkan kopi untuk tuan muda gavin" jawab bi Wati tersenyum lembut, dia tidak ingin seluruh keluarga Alvaro mengetahui apa yang telah terjadi tadi pagi sebelum sarapan.

"tumben sekali" jawab nyonya Vanya dan diangguki oleh Tuan Rendra "aku sudah selesai" ucap Gavin sembari mengelap bibirnya dan meminum air sedikit "loh kopimu bagaimana?" tanya nyonya Vanya "tidak perlu" singkat padat dan jelas.

itulah Gavin yang sangat cuek dan dingin sampai orang lain menganggapnya membosankan namun sifat Gavin yang seperti itu adalah turunan dari ayahnya yaitu tuan Rendra "ya tuhan anak itu" ucap nyonya Vanya dengan gemas "apa anak itu tidak bisa sopan sedikit dan berbicara dengan tersenyum sedikit dengan kita"

tuan Rendra yang mendengar celotehan istrinya hanya tersenyum simpul kemudian menggelengkan kepalanya geli melihat istrinya pagi - pagi sudah membeo.

seakan omong kosong

"Gav lo pagi - pagi udah dingin aja" sapa salah satu dokter di RS keluarga Alvaro dengan setelan jas putih khas dokter sama seperti yang dipakai oleh Gavin.

"gw banyak jadwal OP hari ini" jawab Gavin datar cuek seperti biasa, moodnya benar - benar buruk karena dia tidak mendapatkan kopinya pagi ini padahal jadwal OP sedang padat.

cafein memang membuat orang selalu kecanduan begitupula dengan Gavin tanpa kopi dipagi hari maka hari - harinya sangat berat dan tidak berenergi sama sekali.

"kenapa ? Nala salah bikin takaran kopi ?" goda Edwin sambil menepuk pundak Gavin sedangkan Gavin berkacak pinggang sembari menghela nafas dalam "dia malah lupa membuatkanku kopi hari ini" jawab Gavin terdengar kesal.

"kan ada bi Wati yang bisa membuatkanmu kopi" serga Edwin kembali namun Gavin hanya menggelengkan kepalanya kemudian berkata "tidak ada takaran yang pas untuk lidahku kecuali Nala yang membuatnya" Edwin yang mendengarnya tersenyum geli.

"hati - hati orang bisa jatuh hati karna secangkir kopi di pagi hari" Gavin menatap Edwin dengan horor, semakin membuat Edwin tertawa "Kalo kau tidak suka padanya lebih baik berikan padaku, dia sudah dewasa sekarang lagipula dia juga cantik" ucapan Edwin membuat Gavin menggelengkan kepalanya dan berlalu pergi meninggalkan Edwin disana masih tertawa terpingkal - pingkal.

hari ini Edwin sangat sukses untuk menggoda Gavin, karena Gavin temannya dari mulai kecil hingga mereka bekerja di rumah sakit yang sama tidak pernah sekalipun mendengar Gavin berbicara banyak.

"Gav Gav siapa yang bakal mau nikahin lo kalo lo masih kaku cuek kayak kanebo kering" ucap Edwin sambil berkacak pinggang dan menggelengkan kepalanya sambil melihat punggung Gavin yang perlahan menjauhinya.

di dalam ruang bedah operasi Gavin sedang menangani pasien yang beberapa waktu yg lalu mengalami kecelakaan membuatnya patah tulang hingga mengharuskanya operasi sedangkan dibumi belahan lainnya Nala sedang berhadapan dengan bi Wati.

"apa kau yang menggoda tuan muda?" pertanyaan yang sangat menohok bagi Nala seakan dirinya benar - benar seperti wanita jalang "demi tuhan bi aku sama sekali tidak pernah menggodanya" jawab Nala dengan pasti.

"lalu bagaimana bisa kau hamil anaknya ?" tanya bi Wati ingin tau, sesuatu hal yang konyol bagi bi Wati bagaimana bisa seorang tuan Gavin yang terkenal dingin tak tersentuh hatinya bisa menghamili pembantunya.

ibarat Nala adalah gadis rendahan bagaikan upik abu dan pangeran, "kejadiannya sangat cepat bi, tuan Gavin memperkosaku" jelas Nala kembali sambil mengusap air matanya yang tak sengaja turun mengingat kejadian naas malam itu.

"malam itu" lanjut Nala dengan mata menerawang jauh mengingat kejadian bagaimana Gavin menidurinya dengan paksa bahkan bisa dibilang merengut paksa kegadisannya yang selama ini ia jaga untuk suaminya kelak.

"malam itu tuan Gavin sedang demam tinggi saat keluarga Alvaro pergi ke rumah opah Daniel di belgia, perutku lapar ditengah malam aku pergi ke dapur untuk mencari makanan karena malam itu aku pulang terlambat dari kuliah tidak sempat makan malam" mengalirlah cerita dari mulut Nala dengan suara terbata - bata menahan tangis.

"Saat aku mulai mencari sisa makanan makan malam yang telah bibi simpan aku tidak sengaja mendengar guci pecah dan ku lihat tuan Alvaro sedang tergeletak didekat tangga" sambungnya masih dengan sura terbata dan menerawang jauh mengingat semua apa yang terjadi di malam laknat itu bagi Nala.

"ku coba untuk menolongnya membangunkanya namun tuan Gavin hanya meracau mengigau seperti memanggil nama seseorang" Nala terus bercerita apa yang terjadi di malam itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!