...Baca Sinopsis/Deskripsinya dulu!...
...Gendre: Misteri, Romantis, komedi...
...Note: Baca Harus Teliti Biar Paham!...
...Jangan Terlalu Pikirkan Judulnya Tapi Pahami Alurnya!...
...Happy Reading......
• Baca season 1 dulu ya biar tidak bingung, udah tamat kok. Judulnya, mencintai psikopat cantik.
...________...
Sore hari di bandara yang cukup ramai, seorang wanita cantik berpostur tubuh lumayan tinggi dengan kacamata hitam bersama putra kecilnya sedang mencari seseorang. Ia dan Putranya duduk bersama sambil menunggu. Ia sudah lama meninggalkan kota ini setelah melahirkan putranya dan kini kembali untuk menemui keluarga dekatnya. Putranya berumur lima tahun dan sudah lelah menunggu seseorang untuk menjemputnya kembali ke rumah.
"Mami! Kenapa Bibi belum datang juga?" Anak laki-laki itu menoleh dan bertanya kepada Ibunya. Wajahnya memiliki kharisma yang bagus dengan keimutan dan ketampanan serta kedua bola mata yang berwarna biru membuat dirinya amat menggemaskan. Bocah ini juga memiliki kecerdasaan di atas rata-rata di umurnya yang masih kecil. Wanita cantik ini tersenyum melihat putranya yang mulai jenuh menunggu.
"Sabar ya sayang, kita tunggu dia sebentar dulu." Dia berkata sambil mengelus kepala putranya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara teriakan memanggil mereka, membuat keduanya melihat ke arah sumber suara. Seorang Wanita seumuran dengannya berlari ke arah mereka. Dia adalah Vani Indriani saudara dari wanita yang telah menunggunya yaitu Sovia Indriani. Sovia hanya menggelengkan kepala melihat saudaranya yang datang untuk menjemputnya, tapi malah terlambat.
"Van, kenapa kamu baru datang? Kami sudah menunggumu cukup lama di sini," ucap Sovia.
"Hehe, maaf ya," cengir Vani.
"Wah ... pasti ini Deva kan, Vi?" tambah Vani mencubit pipi keponakannya yang semakin menggemaskan itu.
"Bibi! Sakit tahu!"
Anak laki-laki itu merengek manja sebab Vani terlalu banyak mencubitnya. Sementara Sovia hanya tertawa kecil melihat tingkah keduanya. Karena tak tahan dengan wajah imutnya, Vani pun menggendong keponakannya itu.
"Ais ... sungguh menggemaskan!"
"Bibi! Turunkan aku!" Deva memberontak dari gendongan Vani.
"Hahaha ... sudahlah sayang. Bibi Vani kangen padamu, jadi menurutlah." Sovia tertawa dan menyentuh kepala putra satu-satunya itu.
"Baikhlah! Mari kita pulang." Vani berjalan menggendong Deva dan diikuti Sovia di sampingnya.
Beberapa jam kemudian, mereka telah sampai di rumah yang sudah lima tahun Sovia tinggalkan. Terlihat dari keduanya sedang berbicara tentang pekerjaan.
"Besok? Kenapa harus buru-buru mencari pekerjaan, kalian baru saja sampai di kota ini, istirahatlah dulu beberapa hari." Vani sedikit terkejut sambil memberikan teh panas ke Sovia. Sovia mulai berpikir harus secepatnya mencari pekerjaan untuk menghidupinya serta putranya. Karena di luar negeri, Sovia hanya bekerja sebagai karyawan biasa dan Deva selalu ikut dengannya. Karena Deva, Sovia akhirnya berhenti dan pulang ke sini untuk mencari kerja yang lain dan beranggapan jika Vani bisa menjaga Deva bila dia mulai bekerja.
Sovia dengan tenang meminum teh pemberian Vani lalu berkata, "Tidak perlu, Deva suatu saat nanti akan bersekolah, dan cukup banyak biaya yang harus dibutuhkan, lagian aku rasa kamu bisa menjaganya."
"Baikhlah! Soal Deva, kamu tak perlu kuatir, aku pasti akan menjaganya." Vani menerima tawaran Sovia, dia yakin akan menjaga dan merawat Deva dengan baik.
Deva cuma bisa duduk diantara mereka dan hanya diam sambil melihat lekat-lekat wajah Bibinya yang sudah lama tak pernah dia lihat, hanya lewat video call saja tidak cukup baginya dan sekarang Deva sudah melihatnya dengan jelas.
🌻
🌻
Sedangkan di waktu yang sama. Di rumah mewah, ada seorang pria tampan yang sedang mengurung putrinya di sebuah kamar. Di sampingnya ada Asisten pria yang sudah tua berdiri dari tadi. Asistennya telah bekerja cukup lama di rumah tersebut.
"Papi! Papi ngeselin!" teriak anak perempuan dari dalam kamar dan terkurung karena perbuatannya sendiri yang telah membuat Ayahnya marah. Anak perempuan itu bernama Deandra Welfin, gadis kecil serta Nona muda di keluarga Welfin, memiliki wajah imut menggemaskan dengan bola mata berwarna biru seperti milik Ayahnya. Sikapnya manja dan cerewet jika berada di dekat Ayahnya. Meski begitu, gadis kecil ini tak memiliki seorang Ibu di sampingnya.
"Papi! Dean mau bermain dengan Papii!"
"Pak Sam, tolong jaga dia baik-baik," ucap Ayahnya tersebut menyuruh Asistennya untuk lebih memperhatikan kelakuan putrinya.
"Baik, Tuan Muda." Kata Pak Sam menunduk
Sang Tuan Muda berjalan kembali ke kamar miliknya, dia bernama Raka Alendra Welfin. Sang CEO dari Perusahaan Grop Welfin sekaligus Ayah kandung dari Deandra Welfin. Raka memiliki sifat dingin dan tak peduli dengan sekitarnya serta memiliki kelebihan dapat membaca pikiran dan hal gaib lainnya. Perusahaan yang dia kerjakan sendiri kini sukses di kota (B) serta di kota lainnya berkat kemampuannya itu.
Krek!
Pintu dibuka olehnya. Langkah demi langkah, Raka berjalan ke ranjang besar miliknya, menjatuhkan tubuhnya dan mulai memikirkan seseorang dari masa lalu, seorang gadis bernama Mira Arelia yang masih hilang hingga sekarang. Raka mengepal tangannya lalu memejamkan matanya. Bermimpi suatu saat dia bisa menggenggam tangan pujaan hatinya.
Mira Arelia adalah perempuan yang dia cintai dimasa SMA namun tragedi yang tak terduga malah membuatnya hilang entah kemana, bahkan polisi saja mengatakan bahwa perempuan ini sudah meninggal dunia.
🌻
🌻
Pukul 23.45 malam, di kamar Sovia. Wanita cantik ini seperti lagi bermimpi buruk menggeliat kanan kiri terlihat gelisah. Di dalam mimpinya, Sovia seperti dilecehkan oleh seseorang yang tak bisa dilihat jelas. Sontak saja orang itu meremas kedua buah dadanya membuat ia terbangun dari mimpinya dengan keringat dingin. Nafas Sovia terdengar tak beraturan dan ketakutan akan mimpinya.
"Siapa ... siapa dia?"
Sovia tak bisa melihat jelas dan mengingat siapa pria yang tidur dengannya. Beberapa saat kemudian akhirnya Sovia bisa tenang lagi. Sovia keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar putranya lalu naik ke ranjang Deva untuk tidur bersama dengan putra kecilnya. Sovia melihat sebentar putranya, memikirkan ayahnya Deva.
"Sebenarnya siapa ayah dari anakku? Kenapa aku masih tak bisa ingat apa-pun setelah aku sadar dari koma enam tahun lalu."
Sovia mencoba mengingat dirinya di masa lalu namun tetap saja tak ada apa-pun Sovia ingat sampai sekarang. Karena dia tak bisa mengingatnya juga, Sovia kembali memejamkan mata sambil menghadap ke arah Deva dan perlahan tertidur berharap tak bermimpi lagi dan tak sabar menunggu hari esok.
🌻
🌻
Pagi telah tiba, Sovia mulai bersiap berangkat mencari pekerjaan. Sovia mencium kening putranya yang ada di samping Vani lalu menaiki motornya.
"Aku pergi dulu ya, udah telat nih, dah sayangg ...."
"Ingat! Jaga Deva untukku, Van!" tambah Sovia berteriak pada Vani sambil mengendarai motornya.
"Dahhh ... Mami!"
Deva membalas lambaian Ibunya dengan senyum paginya. Disaat memasuki rumah, sekilas bocah itu melihat bayangan yang lewat.
"Apa yang tadi kulihat?" Deva mencari sekeliling halaman rumahnya, namun tak terlihat bayangan itu kembali. Vani mengerutkan dahi merasa heran melihat keponakannya terdiam.
"Deva, ada apa?" tanya Vani.
"Bibi! Aku melihat sesuatu di luar tadi, waktu Mami berangkat," jawab Deva apa yang dia lihat barusan. Memang bocah itu tak seperti bocah lainnya yang diluar sana.
"Apa mungkin penguntit? Tapi tak ada orang lain di sini. Mungkin dia salah lihat."
Vani berpikir jika keponakannya itu sudah salah lihat, dia pun mengajak keponakannya masuk ke rumah.
"Tidak ada apa-apa di luar sana, ayo kita masuk, Bibi akan buatkan sarapan untuk mu."
"Baikhlah, Bibi."
Deva mengikuti Bibinya. Walau begitu, pikirannya masih tertuju pada sosok yang tadi dia lihat, yakin bahwa ada yang ingin mengganggunya. Deva memang bisa melihat hal-hal seperti itu, dan itulah kenapa bocah ini takut ditinggal oleh Ibunya. Dan sekarang ada Vani yang menjaganya, jadi Deva tak perlu kuatir akan hal-hal aneh di sekitar-nya.
_____
...🌻[Beri like dan Vote]🌻...
Deva dengan raut wajahnya yang sedih sedang memikirkan siapa dan di mana ayahnya sekarang. Deva berjalan lalu duduk di samping Bibinya yang lagi sibuk menonton TV. Deva memberanikan dirinya menanyakan tentang Ayah kandungnya.
"Bibi!" panggil Deva di samping Vani.
"Hemm! Ada apa sayang?" jawab Vani tak menoleh melihatnya.
"Di mana Ayahku berada? Apakah Ayahku sudah meninggal, Bi?"
Deva bertanya pada Vani, namun jawaban yang dia terima tidak membuahkan hasil, bahkan Ibunya saja tak tahu di mana Ayahnya berada. Vani cuma terdiam sebentar lalu menjawabnya.
"Deva, maafkan Bibi ya," Vani memeluk Deva yang ingin menangis.
"Bibi juga tak tahu sayang di mana Ayahmu."
Deva lepas dari pelukan Bibinya lalu berdiri berjalan meninggalkan Vani kemudian masuk ke dalam kamar miliknya.
Krek!
Pintu dibuka perlahan oleh tangan kecilnya dengan raut wajah yang sedih berjalan ke arah tempat tidurnya.
"Huftt ...." Deva menghubuskan sebentar nafas sambil duduk di tepian tempat tidurnya. Deva memandang jendela di hadapannya dengan pandangan kosong, lalu terdengar suara dari dalam lemarinya.
Sreek!
"Siapa itu?"
Deva terkejut tak ada orang lain di kamar ini selain dirinya, dia memberanikan mendekati lemari, ketika membukanya tak ada sesuatu yang mencurigakan. Disaat Deva menutup kembali, entah dari mana terasa hembusan angin yang begitu dingin melewati dirinya.
"Kenapa terasa dingin, musim panas masih panjang, apa jangan-jangan ada yang iseng?" Deva mulai curiga jika ada yang ingin mengganggunya. Memang bocah itu bisa melihat hal-hal aneh yang tak dapat dilihat oleh orang lain di luar sana.
🌻
🌻
Dilain tempat, Sovia masih mencari lowongan kerja, namun belum juga mendapatkan kesempatan yang bagus untuknya.
"Hari ini kenapa tak ada satupun yang mau menerimaku,"
Sovia mulai putus asa.
"Baiklah, aku tak boleh menyerah begitu saja, ini hari pertamaku kembali di kota ini, aku harus semangat!" lanjut Sovia percaya diri melihat ke atas langit. Namun, Sovia kembali dengan raut wajah tak karuan. Ternyata, Sovia ditolak kembali. Sovia hampir menyerah namun disaat berjalan menuju motornya, sebuah poster jatuh tepat di hadapannya, ternyata perusahaan Welfin sedang mencari karyawan baru.
"Ya ampun, ternyata perusahaan yang dikatakan oleh Vani rupanya sedang kekurangan karyawan, lebih baik aku segera ke sana."
Perasaannya lega dan segera menuju perusahaan itu dengan motornya. Sesampainya di sana, Sovia takjub dengan gedung besar di hadapannya.
"Wow ... sungguh mewah, jika aku berkerja di sini, maka kehidupanku bisa berubah dan cukup untuk membiayai putraku nanti,"
"Siapa ya pemilik gedung ini, pasti sangat beruntung menjadi salah satu anggota keluarga dari perusahaan ini." Sovia bergumam dan masih melihat gedung tinggi di hadapannya.
Sovia masih terdiam menatap perusahaan itu. Tanpa waktu lama, Sovia segera berjalan masuk dan tak disangka begitu banyak orang yang datang melamar ke perusahaan Welfin.
"Sungguh ramai di sini, bagaimana aku bisa diterima jika seperti ini."
Sovia berusaha maju untuk memberikan berkas-berkas miliknya. Sedangkan, wanita-wanita di sampingnya sibuk bergosip tentang penampilan Sovia yang biasa-biasa saja.
"Haha ... lihat dia, dia pasti tidak bakal diterima dengan penampilannya seperti itu, aku yakin dia pasti akan ditolak secara langsung." Wanita berambut pendek itu menertawainnya diam-diam.
"Tentu saja, perusahaan ini terbilang sangat bagus untuk memilih karyawan yang lebih berkualitas," jelas wanita yang lain-Nya.
Namun, Sovia tak peduli, ia tetap sabar mendengar ucapan mereka.
"Hem ... lebih baik tak usah mendengarnya, aku harus fokus dan siap menunggu laporan selanjutnya."
Sovia berdiri tak sabar, berdoa dan terus berdoa agar dia dapat diterima di perusahaan itu.
🌻
🌻
Sementara di waktu yang sama, Raka sang Presdir mulai bersiap berangkat ke perusahaan. Terlihat Putrinya menarik tangannya ingin ikut dengan ayahnya itu.
"Papi, Papi! Pasti mau ke kantor, kan?" tanya gadis kecil itu.
"Dean, ikut yah ... Piih!" lanjutnya merengek manja menarik tangan ayahnya. Karena tak tega melihat wajah putrinya yang imut dan manis, Raka pun mengizinkannya.
"Baikhlah, tapi jangan seperti kemarin!" tegas Raka menaikkan jari telunjuknya.
"Tentu tidak, Dean janji!" Dean mengangkat dua jarinya sambil tersenyum manis. Raka berjalan keluar diikuti putrinya dan Pak Sam. Mereka menaiki mobil dan menuju ke perusahaan milik-nya.
"Yesss! Berhasil, hehe." Dean senang telah berhasil ikut dengan ayahnya, akan tetapi Raka dapat mendengar apa yang dipikirkan oleh putrinya. Raka dengan sikap coolnya menyuruh Pak Sam berputar kembali.
"Pak Sam, putar balik!" pinta Raka pada Pak Sam yang sedang mengemudi mobil. Dean tentu kaget mendengar perkataan Ayahnya. Dean mulai menangis sejadi-jadinya sambil mengucek kedua matanya.
"Huaaa Papii! Dean mau ikut ... Dean tidak mau di rumah, hikss ...." tangis Dean manja.
"Baikhlah, tapi ingat! Jangan berbuat rusuh setelah kita tiba di sana!"
Raka menyetujuinya. Dean cuma mengangguk melihat Ayahnya. Seberapa pun Dean berusaha, Ayahnya pasti akan tahu apa yang dirinya pikirkan. Dean memang anak kandung Raka, namun kemampuan Ayahnya ternyata tak diturunkan untuknya.
Hal ini sudah ketentuan dari turun-temurun bahwa anak yang sudah lahir akan diberikan kelebihan yang sama dan itu cuma akan diberikan kepada salah satu dari anak mereka. Dan itu sangat jelas karena paman Raka sendiri atau bisa dibilang kakak dari Ibunya Raka memang memiliki kelebihan tersebut. Dan Ibunya Raka tak memilikinya seperti halnya Dean.
Akhirnya Raka telah tiba, ia melihat begitu banyak orang yang ingin bekerja di perusahaannya. Namun, Raka tidak peduli dengan mereka dan tetap berjalan menuju lift bersama putrinya. Para Wanita yang melihat Raka, mereka histeris kagum melihat ketampanan dari Presdirnya itu.
"Wahh ... dia ganteng bangetttt!"
Sedangkan Sovia yang sibuk berpikir, apakah dia akan di terima atau tidak, malah melewati kesempatan untuk melihat Raka.
Kini Raka telah berada di kursi miliknya, menanyakan pada Pak Sam tentang siapa Karyawan yang akan terpilih.
"Bagaimana?"
"Semua berkas ada di sini, Tuan muda tinggal memilihnya saja." jawab Pak Sam.
"Hem! Baiklah, aku lihat terlebih dahulu."
Raka duduk santai di ruangannya, kini ia mulai melihat-lihat berkas yang ada di atas meja. "Ternyata begitu banyak yang mendaftar." Raka yang sibuk membuka satu persatu dokumen sontak matanya tertuju pada sebuah lembaran.
"Diaaa?"
...***...
...Jangan lupa, Like, Komen, Dan Vote!!...
...🌻[Beri like dan vote]🌻...
"Diaa?"
Raka terkejut melihat sebuah foto yang terpasang disatu dokumen para pendaftaran baru. Raka segera menyuruh Pak Sam memanggil sekretaris-nya yaitu Intan Melvina.
"Pak Sam, suruh Intan kemari!"
"Baik, Tuan Muda." ucap Pak Sam mengerti.
Pak Sam berjalan meninggalkan ruangan. Sedangkan, Dean cuma bisa duduk terdiam di sofa dan sibuk memperhatikan Ayahnya, kini Dean mulai merasa jenuh tak bisa bermain.
Raka mengambil secarik foto lama pada dompetnya dan membanding kan dua foto yang ada di tangannya.
"Mira, ini kah dirimu? Jika dilihat-lihat kalian begitu mirip, hanya rambut dan mata kalian yang berbeda." Raka masih melirik dua foto di tangannya.
"Arghh!"
Raka merasa kesal pikirannya mulai bertanya-tanya. Tak memakan waktu lama, akhirnya Intan pun datang juga dan mulai bertanya mengapa dirinya dipanggil. Dengan sedikit merayu Raka, Intan mendekatinya tetapi Raka tak peduli sama sekali dengan kehadirannya.
Dean yang melihat Wanita itu merayu ayahnya merasa muak dengan tingkah-nya. Dia hanya bisa berkata dalam hatinya "Ih, kenapa sih wanita itu!" Kesal Dean menatap sinis wanita di dekat Ayahnya.
"Ada apa ya, Presdir?" tanya Intan tersenyum.
"Suruh semuanya pergi dari perusahaan ini, dan suruh dia masuk kemari!" Raka melihat Intan sambil menunjuk foto wanita di depan-nya.
"Baiklah, saya permisi dulu ...." Intan pun mengerti lalu berjalan keluar. Ketika baru di depan pintu, Raka memanggil-nya kembali.
"Tunggu Intan!" Tahan Raka.
"Ada apa, Presdir?" Intan berjalan kembali ke arah meja Presdir Raka.
"Temani Dean bermain, awasi dia dan jangan sampai berbuat onar!"
Raka menyuruh Intan membawa Dean bersamanya. Namun Dean tak menginginkan hal itu, Dean tetap bersikeras ingin bersama dengan Ayahnya.
"Tidak! Dean maunya main sama Papih." rengek Dean manja.
"Papi sibuk! Dean bermainlah dengannya." Tolak Raka dingin.
"Hemm, ya sudah! Dean keluar saja!" Ketus gadis imut itu. Dean merasa kesal dengan sikap cuek Ayahnya.
"Dasar Ayah Ngeselin! Tidak suka! Tidak suka!"
Dean mengumpat dalam hatinya merasa kesal lalu menoleh melihat ke ayahnya. Dean tau sendiri tanpa berbicara apapun pada ayahnya, Raka pasti sudah mendengar isi hatinya. Dean lalu keluar dari ruangan dengan kesal. Sedangkan Raka, hanya bisa menyentuh kepalanya mendengar unek-unek dari putrinya itu.
"Bagaimana, aku bisa memiliki putri seperti dia, aku bahkan tak tahu siapa Ibunya. Apalagi seingatku tak pernah tidur dengan wanita lain." desis Raka lalu kembali melihat dua foto tersebut.
🌻
🌻
Mereka yang telah lama menunggu di tempat pendaftaran dengan harapan akan diterima malah dikagetkan dengan perkataan Intan.
"Pendaftaran telah ditutup, harap kalian meninggalkan tempat ini!" seru Intan tegas menyuruh orang-orang pergi.
Semua orang yang mendengarnya terkejut tak disangka pendaftaran ditutup begitu cepat. Terasa kecewa mendengarnya, mereka pun pergi. Namun, tidak untuk Sovia. Disaat berbalik, Intan malah memanggilnya.
"Hei Kamu! Kamu diterima." panggil Intan mendekati Sovia.
Sovia tentu terkejut tak disangka dirinya diterima. Seketika wanita-wanita di samping Sovia merasa sirik dengannya.
"Kamu pergilah ke ruangan Presdir sekarang, dia sudah menungggumu di sana," Intan menyuruh Sovia segera menemui Presdirnya sendiri.
"Ha? Menemuinya langsung?" tanya Sovia semakin terkejut.
"Tentu pergilah, jangan buat dia menunggu." Intan merasa sedikit jengkel dengan sikap Sovia.
"Baiklah, saya permisi dulu." Sovia berjalan menaiki lift dan Dean yang dari tadi di samping Intan ternyata memperhatikan Sovia.
"Aduh, gimana nih, masa harus diintrogasi langsung oleh Presdir sendiri." Sovia merasa sedikit takut di dalam lift.
Lama menunggu, Raka kini merasa kesal, ini pertama kali baginya menunggu terlalu lama. Sibuk memikirkan dua foto wanita di tangannya. Akhirnya suara pintu diketuk, seseorang datang dan masuklah wanita yang dia panggil.
"Permisi pak, perkenalkan saya Sovia Indriani, saya karyawan baru di sini."
Sovia sedikit gugup melihat pria yang sedang duduk membelakanginya. Raka perlahan berbalik dan sedikit terkejut, ternyata wanita di hadapannya memang begitu mirip dengan Mira. Raka tak peduli dengan ucapan Sovia dan malah langsung berdiri lalu berjalan perlahan mendekati Sovia ingin memastikannya lebih dekat lagi.
Ketika memasuki ruangan itu, Sovia memang merasa kagum, ternyata Presdirnya tidak seperti yang dikatakan Vani. Kalau Presdir di perusahaan ini adalah seorang Pria tua yang jelek.
"Ehh ... ternyata presdirnya masih muda, ganteng juga. Tunggu dulu! Apa yang kupikirkan!"
Sovia menggelengkan kepalanya. Raka masih berjalan mendekati Sovia membuat wanita itu heran melihatnya.
"Ehhh ... kenapa dia berjalan kesini. Oh tidak! Ini terlalu dekat."
Sovia berjalan mundur dan terus mundur, pikirannya kini tertuju pada perkataan Vani jika Presdir di sini memiliki sifat cabul.
...Bughh!...
Raka memojokkan sovia pada dinding di belakangnya. Raka mulai menatap lekat-lekat wajah serta mata Sovia. Wajah mereka terlalu dekat hingga membuat wajah Sovia memerah merona.
"Eh ... apa dia ingin menciumku?" gumam Sovia dalam hati.
Karena posisi mereka yang tak seharusnya, hal itu membuat Sovia jadi salah tingkah. Wajahnya terlalu dekat dengan pria tampan di depannya itu.
Raka mulai mencoba membaca pikiran Wanita itu, namun ternyata tak ada apapun yang bisa dia dengar.
"Kenapa aku tak bisa membaca pikirannya, Ah! Sungguh aku susah untuk mengenalinya."
Raka kesal dan masih menatap Sovia. Raka kuatir jika Sovia datang menyamar sebagai Mira agar bisa dekat dengannya. Begitu lama mereka saling bertatapan hingga terdengarlah seseorang di samping mereka, ternyata itu putrinya Raka.
Dean langsung terkejut dengan apa yang dia lihat sekarang. Dean terdiam mematung melihat dua orang dewasa saling menatap satu sama lain dengan jarak begitu dekat.
...****...
...Jangan lupa, Like, Komen, Dan Vote...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!