NovelToon NovelToon

Tawanan Ranjang Duke Kejam

Bab 1: Kecelakaan

...BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM...

...ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH...

...SELAMAT DATANG DI NOVEL BARU NUAH...

...SELAMAT MEMBACA…...

Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.

Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.

Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.

Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir kaisar dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?

...----------------...

...Tawanan Ranjang Duke Kejam...

“Aku lebih mencintaimu, huooo o o…” Suara tinggi seorang bintang membuat sorak penonton menggema di bawah panggung megah itu.

“Terima kasih semuanya!” teriak lagi sang bintang dan keluar dari panggung itu. Alice—ya, dialah bintang itu.

Akting yang memukau, suara yang indah, dan semua gemerlap dunia hiburan sudah pernah dia rasakan. Dia juga disebut sebagai maniak penghargaan karena di berbagai bidang, dia berhasil meraih penghargaan, menjadi bintang iklan, model, penyanyi, pemain film, bahkan bermain sinetron pun pernah dia lakukan. Tak ada hasil kerja kerasnya yang berakhir sia-sia. Semuanya berjalan sesuai dengan kerja kerasnya.

“Kerja bagus, Alice. Apakah Anda akan langsung istirahat?” tanya seorang wanita yang merupakan asisten pribadi Alice.

“Iya, aku mau pulang dan istirahat. Bagaimana persiapan pemotretan besok?” tanya Alice pada asisten pribadinya itu.

“Semuanya sudah siap. Hati-hati di jalan,” ucap asisten pribadinya itu saat Alice memasuki mobil sport mewah keluaran terbarunya.

“Iya, kamu juga cepat istirahat.” Alice menyalakan mobilnya dan melesat membelah kota. Lampu hijau tampak menyala, Alice tancap gas tanpa sadar sebuah truk besar mengalami rem blong hingga akhirnya…

Brak!

Bukh!

Prang!

Suara tabrakan dahsyat terdengar di perempatan. Kota yang masih ramai itu langsung dibuat gaduh seketika. Alice perlahan membuka matanya, merasakan sakit yang berdenyut-denyut.

“Truk sial!” umpatnya kesal. Namun, sekelilingnya tampak gelap.

“Ya ampun, apa aku buta? Apa mataku kena pecahan kaca?” tanyanya beruntun pada dirinya sendiri.

“Tuan Putri?” Terdengar suara lembut seseorang. Alice merasakan denyutan di alisnya.

“T-tunggu, sekarang aku di mana?” tanya Alice karena dirinya mendengar suara.

Brak!

Seketika mata Alice ditutup saat silau matahari mengenai matanya. Besi kokoh tampak membentuk sangkar mengurung dirinya dan beberapa orang wanita.

“Kalian sudah bangun?” Suara seorang pria di atas kuda sambil bersiul dan tertawa.

“Berisik, bawa mereka! Malam ini mereka harus membuat senang Raja!” perintah seorang pria tua gendut dengan wajah khas dalam film fantasi.

Kenapa ini, apa aku sedang bermain film? tanya Alice pada dirinya sendiri, namun dia tidak ingat pernah memerankan wanita seperti itu.

Alice dibawa ke sebuah ruangan dan didandani sedemikian rupa. Bahkan Alice sendiri sampai malu bila harus bercermin. Kini bagian punggungnya tak tertutup kain. Di bagian depan tubuhnya hanya menggunakan kain tipis dan kain pendek menutupi bagian V-nya.

Gila! Ini tempat apa sebenarnya? tanya Alice lagi, namun dia belum berani bersuara.

Hingga terdengar seorang pelayan di luar sana yang tengah bercakap-cakap dan seketika mata Alice membulat bukan main saat sadar di mana kini dirinya berada.

“Raja Vincen sangat menyukai wanita cantik. Malam ini mereka akan menari dan pasti akan menarik perhatian Raja. Kita akan dapat upah yang besar!” ucap salah satu pelayan.

“Kau benar, bahkan Duke Corvin dari Utara juga ikut hadir.” Seketika mata Alice membulat.

Dia teringat akan kisah sebuah novel yang pernah dibacanya saat SMA. Novel romansa fantasi yang sangat populer saat itu. Novel itu berkisah tentang seorang wanita dari golongan rakyat biasa.

Dia diketahui memiliki kekuatan suci dan akhirnya menjadi Saintes di Kuil Dewa. Namun, pertemuannya dengan Raja yang menyukai kecantikan membuat Saintes itu menjadi ratunya karena wajahnya yang amat cantik.

Alhasil, demi menyingkirkan para pesaingnya, Saintes itu tak segan menyingkirkan mereka dengan cara yang keren begitulah di mata pembaca dan juga cerdas.

“Haaa, yang benar saja.” Alice menghela napas kasar. Kini dirinya di sini, dengan rambut pirang keemasan, mata emas, dan kulit putih berkilau bagaikan berlian. Ini adalah putri dari negara musuh yang menjadi tawanan perang.

Di masa depan, Alice yang kini berada di tubuh Putri Alice akan menjadi selir kesayangan Raja. Namun setelah kedatangan protagonis, dirinya akan disiksa, dihujat, bahkan ending-nya dia akan mati di tangan protagonis.

“Aku tak terima!” Alice menggertak pada dirinya sendiri. Takdir macam apa kini yang menimpa hidupnya?

Mana bisa Alice berdiam diri saat tahu bagaimana akhir kisah dari novel itu, dan akhir kisah tentang dirinya? Alice menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau jadi tumbal dan dibunuh oleh protagonis.

Selama ini aku selalu hidup menjadi pemeran utamanya. Aku tak terima bila posisiku diambil alih oleh wanita dari negeri fantasi seperti ini! umpat Alice lagi. Dia harus mencari cara agar lepas dari Raja itu.

Titik masalah pertama adalah: dia harus menghindari pertemuan dirinya dan sang Raja. Dia tak mau jadi selir Raja, dan dia juga tidak boleh bertemu dengan protagonis dengan cara apa pun juga.

Bila di sini ada protagonis lain, maka Alice harus menjadi pemeran utama di tempat yang berbeda. Setidaknya, bekerja sama dengan protagonis bukanlah ide yang buruk. Namun masalahnya saat ini, dia harus mencari cara agar Raja tidak tertarik padanya.

“Kalian semua, cepat!” ucap seorang pelayan membawa mereka semua menuju ke sebuah ruangan.

Oke, jadi sekarang aku harus menari? tanya Alice pada dirinya sendiri. Alice yang memang memiliki berbagai kemampuan di bidang menari akan cukup mudah, namun dia harus mencari tumbal untuk pelariannya. Yang jelas, dia tidak mau jadi wanitanya sang Raja.

Suara gemerincik gelang kaki Alice terdengar. Wajahnya tertutup cadar tipis, rambut panjang keemasannya tampak indah melambai.

“Tuan Putri, lebih baik Anda melarikan diri,” bisik salah satu teman Alice mungkin di sana.

“Melarikan diri?” tanya balik Alice. Gila saja, penjagaan seketat itu, bagaimana caranya dia bisa melarikan diri dari sana?

“Tidak, saya akan bersama kalian. Kalian adalah para saudari saya dari negeri saya yang hancur. Bagaimana mungkin saya meninggalkan kalian semua?” Alice berusaha memberikan kesan baik agar mereka tidak membencinya.

Sebagai aktris papan atas, citra dan nama baik adalah modal utama dalam melakukan segala sesuatu. Dengan hati yang tulus dan penyampaian yang halus, siapa yang tidak akan tersentuh?

...INFO GIVE AWAY...

Seperti Novel-novel Nuah sebelumnya, give away dalam novel Nuah ada dua jenis.

Give away mingguan, khusus untuk pembaca teraktif. hadiahnya 10.000 poin Noveltoon.

Give away bulanan, khusus untuk pembaca dengan jumlah dukungan terbanyak dalam karya onging Nuah. Hadiahnya, untuk wilayah pulau Jawa adalah paket berupa barang atau pulsa, untuk luar pulau Jawa just pulsa, sando dana, gopay, atau token listrik.

Masing masing pemenang bisa mendapatkan berulang, namun dalam setiap kategori hanya ada satu pemenang. Pemenang mingguan di umumkan setiap malam Senin.

Bab 2: Memilih Pria Kejam

Benar saja, para wanita itu tampak terharu. Mereka akhirnya memasuki sebuah ruangan, di tengahnya ada bundaran seperti panggung. Di sekelilingnya ada banyak wanita penggoda dan juga para bangsawan yang haus akan kepuasan duniawi dan hasrat.

Di depan sana ada juga seorang pria muda, di kedua sisinya ada dua wanita cantik yang tengah menyuapinya anggur. Tangan pria itu tampak beberapa kali mer*emas bagian bok*ong wanita di sampingnya.

‘Ya Tuhan, tolong aku!’ bisik Alice dalam hati kecilnya. Ini bukan akting yang bisa di-cut dan bisa istirahat. Kini, bila dia salah satu gerakan saja, habis sudah riwayatnya.

‘Aku memang selalu juara dalam melakukan adegan apa pun,’ Alice berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Suara musik terdengar, mata Alice mulai melihat sekeliling hingga dia akhirnya menemukan seorang pria sangat tampan. Namun tak ada wanita di sampingnya. Dibandingkan wanita, justru ada dua kesatria yang tampak sangat menakutkan.

Rambut hitam seperti malam, dengan mata yang indah bagaikan bintang yang bersinar. Alice kini tahu siapa pria itu. Dia menatap sekeliling, di mana momen menari akhirnya dimulai.

Alice mengikuti gerakan penari lainnya dengan lihai. Meski dia tidak tahu gerakan apa itu, namun dia menirukannya dengan sempurna. Alice berputar cantik saat dirinya berada di tengah, dia menari bagaikan bunga yang mekar dan begitu cantiknya.

Semua mata tertuju pada Alice. Alice menyeringai. Dia berjalan dengan anggun bagai kupu-kupu yang hinggap pada bunga amat ringan dan memesona, langkahnya yang berirama seperti melodi yang membuat para pria mabuk di sana ingin memilikinya.

‘Menjijikkan!’ umpat Alice dalam hati, namun di balik cadar tipisnya dia masih berusaha tersenyum hingga akhirnya dia sampai di depan kursi pria yang sejak awal duduk sendiri.

Alice menggodanya, meletakkan tangan kecilnya di atas tangan besar pria itu. Tak ada penolakan darinya, Alice tersenyum dan mendekatkan wajahnya.

“Tolong saya,” bisik Alice. Pria itu menatap Alice datar dan dingin.

Alice kembali tersenyum dan melepaskan penutup wajahnya. Sontak, kecantikan bagai bidadari itu membuat semua orang ingin memiliki Alice.

“Duduk!” Satu kata keluar dari bibir pria itu. Alice tersenyum, menurut, dan duduk di samping pria itu.

“Wah, saudaraku, tampaknya Anda mendapatkan barang yang kami incar,” ucap sang Raja dengan maksud berbahaya dalam ucapannya.

“Saya menginginkannya,” ucap pria itu yang langsung berdiri dan mengangkat Alice seperti karung beras. Alice melongo saat tubuhnya diangkat begitu saja, dan akhirnya meninggalkan ruangan dengan selamat.

“Duduk!” perintah pria itu. Kini mereka sudah berada di dalam kereta kuda. Pria itu melepaskan jubah besar yang dikenakannya dan melemparkannya pada Alice.

“Apa yang bisa kau berikan sebagai kompensasi atas menolongmu malam ini?” tanya pria itu dingin. Alice mengenakan jubah itu dan tersenyum.

“Tentu saja, saya seorang wanita. Jadi, saya dapat melakukan apa yang sesuai dengan kodrat saya,” jawab Alice. Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Aku adalah orang yang memenggal kepala orang tuamu.” Alice seketika gemetar mendengar itu, namun dia kembali berusaha tenang.

“Mereka pantas mendapatkannya. Saya berharap, apa pun nama tanah kami kini, rakyat kami akan tetap hidup dan memiliki mimpi serta masa depan yang lebih cerah,” ucap Alice tersenyum kecut. Pria itu menatap wajah Alice dalam-dalam.

“Saya tak menyangka akan ada ucapan yang membuat saya terkejut,” ucap pria itu.

“Saya Lucien Von Corvin. Wilayah saya ada di utara kerajaan,” ucap Lucien. Alice mengangguk.

“Saya Alice Evermoor.” Lucien mengangguk dan menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi.

Kebisuan akhirnya tercipta hingga seorang kesatria menyampaikan bahwa mereka telah tiba di kediaman Corvin di ibu kota kerajaan. Lucien mengangguk dan keluar dari kereta kuda itu sendirian.

“Tutup mata kalian!” perintahnya. Semua menunduk pada akhirnya dan Lucien mempersilakan Alice turun dari kereta kuda.

Suara gelang kakinya masih terdengar. Langkahnya tampak merdu dan anggun memecah kesunyian malam itu. Lucien membawa Alice ke sebuah kamar di lantai dua kediaman itu.

“Mulai sekarang Anda akan tinggal di sini,” ucap Lucien. Dia melepaskan sepatunya.

“A-apakah saya akan tinggal bersama Anda?” tanya Alice gugup. Demi apa pun, dia tak menginginkan ini.

“Ya, bukankah Anda sendiri yang mengatakannya?” Alice tampak bingung. Memang apa yang tadi ia katakan?

“M-maksud Anda?” Alice sangat ketakutan. Dari dua kehidupannya, dia tidak pernah melakukan hal seperti itu. Dia adalah wanita yang amat menjaga kesuciannya.

“Hah, jangan berpikiran yang tidak penting. Bersihkan tubuh Anda dan istirahat,” ucap Lucien dan melepaskan satu demi satu aksesori dari tubuhnya.

Alice menurut dan masuk ke dalam kamar mandi seperti yang ditunjukkan oleh Lucien. Dia mandi dengan bersih dan berdoa dengan banyak karena berharap malam itu dirinya akan tetap baik-baik saja.

“Nona, ini pakaian Anda.” Seorang pelayan wanita yang tampak sudah cukup tua masuk dan Alice sedikit terkejut, namun dia akhirnya mengangguk.

Alice mengenakan pakaian yang nyaman dan bersih itu. Dia tersenyum dan melangkah keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah.

“Tidurlah,” perintah lagi Lucien. Alice menurut dan tidur lebih dulu.

“Status saya sekarang sebagai tawanan, berarti Anda adalah tuan saya, bukan?” tanya Alice mulai lelah dan mengantuk.

“Tidak, Anda istirahat saja,” ucap lagi Lucien. Alice akhirnya tertidur dengan pulas.

.

.

.

Pagi akhirnya tiba. Alice terbangun saat suara burung bernyanyi di jendela kamarnya. Alice tersenyum dan tersadar kini ada pria yang tidur di sampingnya.

Mata Alice terbelalak, namun akhirnya tersenyum. Nyatanya, Lucien tidak sekejam yang pernah diceritakan dalam novel. Kenyataannya, dia adalah pria baik namun penuh perhitungan.

“Nona, Anda sudah bangun?” Wanita tua yang semalam tampak tersenyum sedang menyiapkan gaun dan pakaian untuk Alice dan juga Lucien.

“Terima kasih. Bolehkah saya sedikit bertanya mengenai kediaman yang saya tempati saat ini?” tanya Alice dengan sopan. Wanita itu tersenyum dan membantu Alice bangkit dari pembaringannya dan turun.

“Kediaman ini adalah milik keluarga Corvin. Tuan kami adalah Lucien Von Corvin,” ucap pelayan tua itu dengan sopan juga.

“Apakah ada keluarga lain di sini? Ah, maksud saya keluarga Tuan?” tanya Alice lagi. Wanita tua itu tampak sedikit menunduk dan kemudian mengangkat lagi wajahnya.

“Nona, mungkin Anda berasal dari tempat yang jauh dan tidak mengetahui ini. Namun sejak beliau lahir, beliau tidak memiliki siapa pun. Ibunda Tuan meninggal saat melahirkan beliau, sedangkan ayah beliau meninggal sejak usia kandungan Nyonya masih beberapa minggu,” jelasnya. Alice sedikit terenyuh, mungkin inilah alasan kesepian dari sang Duke.

Padahal, Alice dulu sangat menyukai novel berjudul Saintes In Love ini, namun bila ditelisik ternyata begitu banyak kekurangan dalam novel ini. Bahkan alasan kesepian sang Duke Corvin pun tak dijelaskan.

Bab 3: Mendahulukan Kebutuhan

Hanya dijelaskan bila seorang Duke dari Utara, dari wilayah Corvin, sangat menyukai perang. Dia adalah Duke yang kesepian dan menjadikan mayat sebagai temannya.

Duke Corvin tersesat dalam belenggu pembunuhan, dewa memerintahkan Saintes untuk membasmi calon iblis itu dan menegakkan keadilan.

Begitulah yang tertera dalam novel, hingga aksi heroik dari Saintes itu menjadi bagian dari adegan paling digandrungi pembaca kala itu.

“Terima kasih atas penjelasan Anda, semoga Tuan berkenan saya membantunya berpakaian nanti,” ucap Alice berusaha tenang. Wanita tua itu mengangguk dan akhirnya keluar dari kamar.

Alice berjalan menuju kamar mandi, sedangkan saat itu Lucian sudah terbangun dan mendengarkan percakapan itu. Ada perasaan aneh menggelitik dalam dadanya, selama ini sangat jarang orang yang ingin dekat dengannya dengan cara seperti itu.

Alice adalah gadis yang menari, pikirnya. Dia tersenyum dan duduk di tepi ranjang hingga akhirnya Alice keluar dari kamar mandi dan tersenyum ke arah Lucian.

“Adakah yang dapat saya bantu, Tuan?” tanya Alice berusaha sabar, dan semoga nyawanya tak melayang di tonggak antagonis ini.

“Jangan memanggilku Tuan, Anda bukan pelayan di sini.” Alice berpikir mendengar ucapan Lucian barusan.

“Benar, saya seorang budak. Adakah panggilan yang Anda inginkan?” tanya lagi Alice. Dia harus benar-benar menyimpan banyak cadangan kesabaran dalam hatinya.

“Ah, sudahlah. Panggil namaku saja,” jawab Lucian sembari berlalu ke kamar mandi. Sedangkan Alice kini terdiam, kakinya terpaku seolah tak dapat bergerak saat Lucian masuk ke dalam kamar mandi.

“Apa maksudnya?” bingung Alice. Namun sesuai dengan keinginan Lucian, sekarang dia akan memanggil Lucian dengan nama saja.

Setelah mandi, Lucian dibantu Alice menggunakan pakaiannya. “Mulai sekarang, jangan pernah keluar dari kamar ini apa pun yang terjadi, kecuali aku sendiri yang memintanya,” ucap Lucian. Alice bengong.

“Lucian, apakah saya juga tidak bisa hanya jalan-jalan di koridor atau di taman? Saya berjanji tak akan melarikan diri,” ucap Alice memohon. Lucian menghela napas kasar.

“Apa pun alasannya, Anda harus tetap di sini. Apa pun yang kau butuhkan, sampaikan saja kepada kesatria yang berjaga di depan pintu,” tambah lagi Lucian lalu keluar dari kamar itu. Alice menghela napas kasar.

Kesal, ya memang sangat menjengkelkan. Bagaimana nantinya Alice kabur dari tempat itu? Bila keluar dari kamar saja tidak boleh? Sungguh terlalu.

Sarapan tiba tepat waktu, begitu pun makan siang dan makan malam. Selama waktu seharian penuh, Alice hanya rebahan, melakukan olahraga kecil, dan melakukan yoga untuk menenangkan otaknya.

Dia juga sempat tertidur namun kembali bangun. Malam kian larut dan akhirnya Alice kembali tertidur pulas. Dan saat pagi hari, Alice kembali mendapati Lucian sudah tidur di sampingnya.

“Dia tampan, hidungnya mancung, alisnya indah, bulu matanya lentik,” bisik Alice, menyentuh rambut hitam Lucian yang tampak menawan.

“Sudah puas?” Mata Lucian terbuka, dan sontak saja seperti seorang pencuri yang tertangkap basah. Alice langsung bangun dari tidurnya dan beranjak menuju kamar mandi.

“Feet, manis sekali,” ucap Lucian setelah melihat tingkah Alice. Setelahnya, dua orang kesatria mengetuk pintu kamar itu.

“Tuan, meja kerja dan segala perlengkapan Anda sudah ada di depan pintu,” ucap salah satu kesatria itu.

“Masukkan saja ke dalam, letakkan di sana.” Lucian menunjuk ke arah sebuah tempat kosong di kamar itu.

“Lucian, baju saya basah, hmmm... bolehkah saya meminjam baju Anda?” Alice terdengar dari kamar mandi.

“Keluar!” ucap Lucian pada para kesatrianya. Semua langsung keluar dari kamar itu.

“Lucian, saya agak kedinginan,” ucap lagi Alice. Lucian menghela napas dan mengambil handuk.

“Pakai ini dulu.” Lucian memasukkan tangan kanannya saja ke dalam kamar mandi. Alice akhirnya mengenakan handuk yang Lucian berikan.

“Gunakan selimut untuk menghangatkan tubuh Anda. Tunggu pelayan membawakan baju untuk Anda.” Lucian menyusun buku-buku di rak buku yang baru saja dimasukkan para kesatria.

“Ini akan menjadi ruang kerja Anda juga, Lucian?” tanya Alice. Lucian menganggukkan kepalanya.

Kebisuan menyelimuti keduanya hingga pelayan tiba untuk memberikan pakaian. Lucian sejenak menatap wajah Alice yang anggun, memesona, dan begitu menawan.

Alice adalah harta karun tak ternilai yang dimiliki oleh Lucian saat ini. Dia merasa tak ingin kehilangan Alice. Dan perasaan itu datang tanpa sebab, seolah dia memang sudah menantikan momen pertemuan dirinya dan Alice.

“Hari ini, kita akan membeli pakaian untukmu sebelum kita memasuki wilayah Utara minggu depan,” ucap Lucian pada akhirnya. Alice terdiam sejenak.

Menghindar bertemu dengan pemeran utama wanita adalah jalan terbaik menuju kesuksesan yang sesungguhnya. Bila ingin jadi pemeran utama dalam sebuah drama, maka lihatlah potensi diri sendiri, mampu atau tidak?

Alice menggunakan Lucian sebagai tempat pelariannya. Alice membutuhkan kekuatan untuk dapat menopangnya dalam situasi seperti ini.

“Baik, namun bolehkah saya bertanya? Wilayah Utara itu seperti apa?” tanya Alice lagi. Lucian mengangkat wajahnya hingga mata mereka bertemu.

“Seperti gunung es tanpa ujung. Namun Anda tenang saja, di sana tak sedingin yang Anda perkirakan.” Lucian berusaha menenangkan Alice dengan kalimat yang berbentrokan, namun semuanya seolah baik-baik saja.

.

.

.

Siang hari akhirnya tiba dan Lucian kini sudah bersiap bersama dengan Alice di sampingnya. Alice memperhatikan kediaman yang layaknya kastil tua itu.

Dari berbagai segi, kediaman itu memang terkesan tua namun cukup terawat, jadi masih nyaman untuk ditinggali. Alice keluar dari kediaman itu bersama dengan Lucian.

“Beli saja apa yang Anda butuhkan, saya akan memastikan bila saya dapat membayarnya,” tambah Lucian lagi. Alice terdiam sejenak, mulai mengingat informasi mengenai Lucian dari dalam novel.

Selain dikatakan sebagai Duke yang kesepian, Duke Corvin juga terkenal akan kemiskinannya. Wilayah Utara yang dipenuhi salju dan pajak yang rendah akibat rakyat yang juga tak dapat mengolah sumber makanan mereka sendiri.

Alice paham dengan ucapan Lucian barusan. Dia ingin memastikan bila dirinya mampu membayarnya. Pada dasarnya, dia memang tidak mampu bergaya ala bangsawan lainnya.

“Lucian, bila memang wilayah Utara dingin, bukankah saya hanya membutuhkan mantel saja? Tak perlu gaun yang mahal.” Alice berusaha menerima pilihannya. Dia kini tak ingin membebani Lucian lebih banyak lagi.

Sudah selamat sampai sekarang saja adalah sebuah mukjizat besar baginya. Alice tak ingin membuat Lucian merasa bila membawa Alice adalah kutukan baginya.

“Apa itu akan sesuai dengan gaya hidup Anda?” tanya Lucian lagi. Alice tertegun. Gaya hidup? Mungkinkah maksudnya gaya hidup seorang putri?

“Saya tidak pernah mendahulukan kemauan dibandingkan kebutuhan.” Alice tersenyum. Ya, itu adalah gaya hidupnya di zaman modern.

Seingin apa pun pada sesuatu, tak akan menghalanginya untuk mendapatkan kebutuhan terlebih dahulu dan memilih mengesampingkan keinginan pribadi.

Itu adalah bentuk yang sulit dimiliki manusia, namun itu juga yang mampu membawa Alice menjadi sosok yang sangat terkenal di zaman modern.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!