NovelToon NovelToon

AKU DAN CEO

PROLOG

Malam hari, terlihatlah keluarga Bagaskara yang sedang makan malam bersama di meja makan. Bagaskara adalah nama belakang dari kepala rumah tangga di dalam rumah itu. Nama nya adalah Bram Bagaskara, ia memiliki istri bernama Ninda Riana. Mereka mempunyai dua anak, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Anak pertama mereka yaitu laki-laki yang bernama Raja Bagaskara. Sedangkan anak kedua, bernama Zena Alvela Bagaskara.

Bram Bagaskara adalah orang terkaya nomor dua di ibu kota, yaitu dibawah dari Dirga Wirawan. Ia memiliki perusahaan bernama ZAB yang bergerak di bidang Pariwisata. ZAB yaitu singkatan dari Zena Alvela Bagaskaran. Saat Ninda sedang hamil anak keudanya, mereka pergi USG dan ternyata anak mereka perempuan. Mereka berencana membuat nama anak mereka Zena Alvela Bagaskara dan mereka sepakat jika perusahaan mereka sudah berdiri 100% dan menang tender terbesar maka mereka akan memberi nama perusahaan itu dengan nama ZAB.

Dan Tuhan mengabulkan doa mereka, saat Ninda melahirkan anak keduanya dan disitulah Bram memenangkan tender itu, sehingga perusahaan itu benar-benar sah dinamakan ZAB. Mereka mengira bahwa putri mereka pembawa berkah untuk keluar mereka.

"Zena, kamu sudah lulus kuliah kan?" Tutur bunda Zena memecahkan keheningan, ya siapa lagi kalau bukan Ninda.

"Sudah, Bunda," Sahut Zena masih mengunyah buah apel.

"Telan dulu yang kamu makan, baru berbicara," Celetuk kakak Zena. Yaitu Raka.

"Suka-suka lah," Zena menjawab dengan ketus.

"Iiih, dasar Adik durhaka," Raka kesal dengan adiknya.

"Biar, wleee," Zena mengejek Raka dan menjulurkan lidahnya.

"Ku tarik lidah mu nanti," Raka semakin kesal dengan tingkah adiknya seperti anak kecil.

"Kalian ini setiap hari bertengkar terus. Apa kalian tidak bisa tidak bertengkar satu hari saja?" Ayah Zena angkat bicara. Yaitu Bram.

'Tidak'

Sahut Zena dan Raka bersamaan. Sedangkan Bram hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anaknya itu.

"Sudahlah jangan bertengkar terus," Ninda menengahi perdebatan kuda anaknya.

"Kakak yang duluan, Bunda," Celetuk Zena membela dirinya.

"Sabar-sabar, kamu harus sabar ya, Raka," Kata Raka seraya mengelus dadanya.

"Huuuhh," Kata Zena.

"Zena, kamu mau kerja dimana?" Ninda bertanya pada Zena.

"Di perusahaan kita saja ya? Kamu kan waktu kuliah mengambil jurusan Manajemen bisnis. Jadi kamu bisa menjadi sekertaris Kakak mu dikantor," Imbuh Bram.

"Aku tidak mau, Ayah," Zena menjawab dengan nada manjanya.

"Zena mau cari kerja sendiri, memulai karir dari nol, tanpa bantuan kalian," Imbuh Zena pada ayah nya itu.

"Kamu kan bisa kerja di perusahaan kita, Nak. Kamu mau menjadi bawahan pun bisa," Ninda berkata lembut pada Zena.

"Aku tidak mau. Aku harus bisa mencari kerja di perusahaan lain dengan kemampuan ku sendiri. Kumohon, beri aku kesempatan," Zena memohon pada kedua orang tuanya seraya mengatupkan kedua tangannya.

"Hmm, baiklah. Ayah akan memberi mu kesempatan. Jika kamu tidak dapat pekerjaan dalam satu bulan ini, kamu harus mengikuti perintah Ayah, dan bekerja sebagai sekertaris Kakak mu di perusahaan kita," Tutur Bram kepada Zena. Ia melakukan itu karena ia takut anak nya kecapean dan kenapa-kenapa di luar sana.

"Dan satu lagi, kamu harus mencari kerja di kota J ini saja. Tidak ada kata membantah," Imbuh Bram dengan tegas.

"Siap, Ayah," Sahut Zena seraya tersenyum bahagia karena di beri kesempatan oleh ayahnya.

"Pasti kamu tidak akan dapat pekerjaan yang bagus. Anak manja seperti mu mana bisa bekerja keras dan mandiri," Celetuk Raka dengan tampang sinis.

"Ayah, Bunda. Lihatlah Kakak mengejekku," Zena mengadu pada Bram dan Ninda.

"Raka, kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Seharusnya kamu suport Adikmu, bukan malah berbicara seperti itu," Ninda menasehati putra sulungnya.

"Iya, aku minta maaf," Sahut Raka. Zena hanya diam saja.

"Kamu tidak mau memaafkan ku?" Tanya Raka pada Zena. Karena ia tidak mendapatkan jawaban dari adiknya itu.

"Aku memaafkan mu, jika kakak mau membelikan ku es krim. Bagaimana?" Tanya Zena kepada Raka.

"Aku tidak mau," Raka berkata ketus.

"Dasar kakak pelit. Aku tidak akan memaafkan mu," Ucap Zena marah. Lalu ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Iya iya, kita nanti beli es krim. Jadi, jangan marah lagi, ok," Raka mengalah demi adik perempuan manjanya.

"Ok, aku setuju. Terimakasih Kakak," Zena memeluk kakak laki-laki tersayangnya. Yang selalu menuruti keinginannya sejak kecil sampai sekarang.

*****

Zena Alvela Bagaskara adalah anak bungsu dari Bram dan Ninda. Zena yaitu adik kesayangan Raka, ia selalu di manjakan oleh Raka dan kedua orang tuanya. Apa yang diinginkan Zena, pasti dikabulkan oleh Raka dan kedua orang tuanya. Zena memiliki sifat manja, mudah marah, keras kepala, tetapi ia memiliki sifat baik juga. Perawakannya Cantik, tidak terlalu tinggi, langsing, kulitnya kuning langsat, berambut panjang hitam.

Raka Bagaskara adalah Kakak dari Zena Alvela Bagaskara. Raka adalah CEO dari perusahaan ZAB. Ia bekerja di kantor ZAB yang ada di kota J. Ia menggantikan posisi ayahnya karena ayahnya sudah tua dan tidak sanggup menjadi CEO lagi. Raka memiliki sifat baik, dewasa, cuek (Tidak berlaku untuk adik nya), bertanggung jawab, memiliki jiwa pemimpin. Perawakannya tinggi, body Sixpack, hitam manis. Raka sangat menyayangi keluarga nya, terutama adik satu-satunya itu, yaitu Zena Alvela Bagaskara. Baginya keluarganya adalah semangat nya.

Bram Bagaskara adalah suami Ninda dan Ayah dari Raka dan Zena. Bram adalah pemilik perusahaan terbesar nomor dua di ibu kota. Nama perusahaannya adalah ZAB. Sifat yang dimiliki Bram yaitu baik, ramah, penyayang, memiliki jiwa pemimpin. Perawakannya tinggi, kulit hitam manis.

Ninda Riana adalah istri Bram, dan Bunda dari Raka dan Zena. Sifat yang dimiliki yaitu baik, ramah, lemah-lembut. Perawakannya cantik, kulit kuning langsat, sedikit pendek.

*****

Sore hari, Raka menepati janjinya pada adik kesayangannya itu. Mereka pergi ke supermarket dekat dengan rumahnya untuk membeli es krim kesukaan adiknya. Sesampai supermarket, Zena langsung menuju tempat dimana es krim itu berada.

"Kakak, aku pilih es krim dulu ya!" Zena berkata pada Raka seraya tersenyum bahagia.

"Iya. Kakak mau mencari minyak rambut Kakak dulu. Nanti kalau kamu sudah selesai, cari Kakak ya. Kalau tidak mau, kamu tunggu saja disini," Kata Raka. Kemudian Zena mengangguk. Lalu, Raka pergi mencari minyak rambut yang akan dibelinya.

"Aku pilih mana ya?" Zena berbicara pada diri sendiri. Matanya mengabsen satu persatu es krim itu.

"Aduh, aku bingung. Semuanya enak-enak," Gerutu Zena seraya menautkan alisnya.

"Kakak mana lagi, kok belum balik juga. Aku bingung ini pilih es krimnya," Zena semakin kesal.

"Lebih baik aku ambil saja setiap jenis es krim. Toh Kakak yang bayar, heheh," Zena mengeluarkan ide cemerlangnya.

Setelah itu ia mengambil satu persatu jenis es krim dan memasukannya ke keranjang. Setelah ia rasa semua jenis es krim, ia pun mencari kakaknya yang katanya masih mencari minyak rambut. Zena berjalan dengan pandangan kesana kemari menelusuri super market itu.

'Bruk'

Zena menabrak seseorang bertubuh tinggi tegap, hingga ia terduduk dilantai. Sedangkan yang ditabrak masih berdiri tegap.

*

*

*

*

*

Like, coment, vote

Bersambung...

Pertemuan tidak diharapkan

Sedangkan es krim yang dibawa oleh Zena tumpah dari keranjangnya.

"Au, sakit," Zena meringis kesakitan.

"Kalau jalan lihat-lihat dong, kamu tidak punya mata ya?" Tanya laki-laki itu ketus pada Zena. Siapa lagi kalau bukan Bian sang CEO dari perusahaan terkenal nomor satu di ibu kota.

"Maafkan aku, aku tidak sengaja. Aku tadi mencari Kakakku," Tutur Zena sedikit takut. Ia masih duduk di lantai supermarket itu. Lalu ia memungut satu persatu es krimnya. Tetapi ia tidak melihat sedikitpun pria yang ia tabrak.

"Hey, aku berbicara pada mu. Kenapa kamu malah memungut es krim yang tidak ada gunanya itu!!" Bian marah karena pada Zena. Zena masih tidak menggubris ucapan Bian, ia masih setia memungut Es Krimnya. Bian pun jongkok, melihat Zena.

"Hey gadis, apakah kamu tuli?" Bian bertanya pada Zena dengan nada kesal.

'Plak'

Zena menampar pipi Bian. Zena menampar Bian karena ucapan Bian menyakitkan hatinya.

"Apa yang kamu lakukan?" Bian bertanya dengan nada marah. Ia memegang pipi kirinya yang di tampar oleh Zena.

"Menamparmu. Kamu memang pantas mendapatkannya. Dasar laki-laki tidak punya hati," Celetuk Zena. Ia kesal pada Bian. Lalu ia berdiri dan berjalan meninggalkan Bian.

"Kamu, dasar perempuan gila!! Berani-beraninya kamu menyentuhku dan menamparku, awas saja kamu," Bian berteriak pada Zena. Zena hanya diam saja dan lanjut berjalan mencari kakak nya itu.

"Argh, pasti badanku akan merah-merah," Batin Bian semakin kesal.

*****

Bian Yudha Wirawan adalah putra tunggal dari Dirga Wirawan dan Siska Wirawan. Bian adalah seorang CEO di perusahaan terkenal nomor satu yaitu perusahaan BYW, Ia menempati kantor pusat BYW di kota J. yang bergerak di bidang Pertambangan dan Properti. Bian adalah pewaris perusahaan BYW yaitu perusahaan Papa nya. Bian adalah lulusan S3 dari Universitas Negeri yang berada di luar kota tiga tahun yang lalu. Ia lulus dengan nilai Cum Laude, ia mendapatkan itu karena ia cerdas dan ia kuliah disana karena Beasiswa (Bukan berarti orang tuanya tidak mampu). Bian memiliki sifat Cuek, Arogan, irit bicara, memiliki jiwa pemimpin yang tinggi, disiplin adalah nomor satu, penyayang (untuk kedua orang tuanya dan juga orang yang benar-benar ia sukai). Perawakannya yaitu Tampan bak aktor korea terkenal, tinggi, kulit kuning langsat, badan besar dan Sixpack.

Dirga Wirawan adalah suami Siska, dan Papa nya Bian. Dirga memiliki sifat ramah, mudah bergaul. Perawakannya Tampan, tinggi, kulit kuning langsat, badan besar.

Siska Cintya adalah istri Dirga, dan Mama dari Bian. Siska memiliki sifat mudah senyum, cerewet, kalau berbicara ceplas-ceplos . Perawakannya cantik, tidak terlalu tinggi, kulit kuning langsat.

*****

"Kakak, lama sekali. Dari tadi aku mencari mu," Zena kesal pada kakak nya. Ternyata ia sudah menemukan Raka.

"Heheh, maaf," Kata Raka.

"Eh, kamu membeli semua es krim itu?" Tanya Raka pada adiknya. Raka sedikit bingung karena adiknya membawa banyak jenis es krim.

"Iya, aku beli semua. Kan Kakak yang bayar," Zena berkata tanpa dosa.

"Tapi itu banyak sekali Zen. Untuk apa es krim sebanyak itu?" Tanya Raka sedikit kesal pada adiknya yang seperti anak kecil.

"Pokoknya aku mau ini semua. Lagi pula uang Kakak kan banyak, tidak akan habis untuk membeli es krim ini," Sahut Zena dengan gampangnya.

"Tapi Zen. Itu sangat berlebihan," Raka berkata lembut pada adiknya.

"Kalau Kakak tidak mau belikan, aku aduhin ke Ayah dan Bunda," Kata Zena kesal pada kakaknya. Raka hanya menghela nafasnya, lalu ia menuruti kemauan adiknya yaitu membeli es krim yang telah di pilih oleh Zena.

Raka dan Zena pergi ke kasir untuk membayar belanjaan mereka berdua. Sang pelayan kasir pun menghitung semua belanjaan mereka.

"Semuanya Rp400.000,00, Kak," Kata Kasir kepada Raka. Raka pun memberi kartu kredit nya pada kasir.

Setelah selesai, Raka dan Zena menaiki mobil lalu pulang kerumah mereka.

*****

Disisi lain, yaitu di rumah Bian Yudha Wirawan. Ia masuk kedalam rumah dengan raut wajah sangat kesal.

"Bian, kamu baru pulang?" Siska bertanya pada Bian, anak tunggalnya.

"Iya," Sahut Bian dengan singkat.

"Kenapa wajah mu di tekuk seperti itu?" Imbuh Dirga kepada putranya itu.

"Aku lagi kesal pada seseorang," Sahut Bian.

"Pa, Ma. Aku masuk kamar dulu. Aku lelah habis pulang kerja," Sambung Bian. Lalu kedua orang tua nya pun mengiyakannya. Kemudian Bian masuk ke kamar nya yang berada di lantai dua.

"Kenapa tuh anak? Tidak bisanya dia se kesal itu," Dirga berkata pada istrinya.

"Entah. Mama pun tidak tahu, Pa. Kesambet kali," Celetuk Siska.

"Huss, kamu ini sembarangan saja bicara nya," Imbuh Dirga. Ia menggelengkan kepalanya karena ucapan istri tersayangnya itu.

"Maaf, heheh," Siska berkata, lalu tertawa. Diega hanya biasa saja, ia sudah tahu dengan tingkah istrinya yang terkadang jahil.

*****

Didalam kamar, Bian menggerutu sendiri dan langsung membuka jas, dasi dan kemejanya.

"Argh, dasar gadis gila. Pasti badanku merah," Gerutu Bian sangat kesal. Ia membuka satu persatu kancing baju kemejanya. Saat kancing itu terbuka, betapa terkejutnya ia.

"Loh, kenapa badanku tidak ada bintik merah. Biasanya jika disentuh perempuan pasti badanku akan bintik-bintik merah," Bian berkata pada diri sendiri. Ia masih berkaca di cermin. Dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Siapa gadis itu. Kenapa saat gadis itu menyentuhku, tetapi tidak menimbulkan reaksi pada fobia ku. Biasanya jika aku bersentuhan secara langsung dengan perempuan, pasti fobia ku akan timbul," Imbuhnya lagi.

"Apakah ia gadis yang aku cari sejak 5 tahun ini?" Tanya Bian pada diri sendiri. Banyak pertanyaan yang ada dalam pikirannya.

*****

Flash Back On

Lima tahun yang lalu. Malam hari, saat Brian sedang mabuk dan hendak bunuh diri karena frustasi akibat fobia nya itu, ia tidak sengaja dipertemukan dengan gadis SMA yang telah menolongnya, sehingga ia tidak jadi bunuh diri.

"Kenapa aku mempunyai penyakit seperti ini, kenapa engkau memberiku penyakit seperti ini, Ya Tuhan," Tutur Bian yang sedang mabuk. Ia menyetir mobilnya menuju rumah. Tetapi saat melintasi jembatan, ia memberhentikan mobilnya. Lalu berjalan keluar.

"Aku tidak bisa hidup jika seperti ini terus, aku harus mati sekarang. Selamat tinggal semuanya," Bian berkata ngelantur lalu ingin menjatuhkan dirinya ke jembatan itu. Tiba-tiba ada yang menariknya dan tersandar di pinggir penghalang jembatan.

"Apa kamu gila, Tuan??" Zena bertanya dengan suara tinggi.

"Siapa kamu, kenapa kamu ikut campur?" Tanya Bian yang setengah sadar akibat mabuk.

"Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Kukatakan padamu, jangan bunuh diri, itu hal yang tidak baik. Jika ada masalah maka cari lah jalan keluarnya bukan mala ingin bunuh diri seperti ini," Tutur Zena kesal pada Brian.

"Hey gadis kecil, kenapa kamu malah menasehati ku. Apakah kamu tidak takut denganku?" Tanya Bian pada Zena. Tangan Bian membelai wajah mungil Zena.

"Aku tidak takut dengan mu. Kalau kamu macam-macam, aku tinggal berteriak saja," Sahut Zena enteng. Lalu menepis tangan Bian yang membelai pipinya.

"Gadis yang pemberani," Kata Bian seraya tersenyum lalu ia berdiri. Tiba-tiba dunia seperti berputar-putar, Badannya tumbang dan menimpa Zena.

"Auuuh, sakit. Badanmu berat sekali, Tuan. Berdirilah dengan benar!" Zena berkata kepada Brian. Bian pun membenarkan tubuhnya lalu duduk di tepian terotoar jembatan.

"Hmm. Bisakah kamu mengambil ponselku di saku jas ku dan menghubungi asistenku bernama Han? " Tanya Bian pada Zena. Matanya terpejam karena pusing. Lalu Zena pun mengiyakannya.

Dengan sigap, Zena mengambil ponsel Bian yang berada di saku jas nya. Lalu mencari kontak Han di ponsel itu. Beberapa menit ia menemukannya, lalu menghubungi asisten Han. Kemudian menunjukkan dimana Bian berada.

30 menit kemudian, asisten Han pun datang dari rumah nya ke jembatan itu dengan menggunakan mobil. Ia pun turun dari mobilnya, lalu menghampiri Bian yaitu bos nya.

"Tuan, apa yang anda lakukan. Kenapa mabuk seperti ini," Han bertanya pada Bian. Sedangkan Bian hanya diam saja.

"Maaf, Tuan Han. Tuan mu ini tadi ingin bunuh diri. Lalu aku menolongnya," Tutur Zena kepada asisten Han.

"Terimakasih, Nona," Sahut Han.

"Kamu masih sekolah?" Tanya Han kepada Zena.

"Iya, tuan. Aku masih sekolah, aku kelas 3 SMA di sekolah Bina Karya," Sahut Zena seraya tersenyum. Han pun mengangguk. Han belum sempat menanyakan nama Zena, tetapi Zena sudah berpamitan pulang.

"Kalau begitu, saya pulang duluan. Karena hari sudah malam," Zena berpamitan pada Han.

"Apakah saya perlu mengantar mu, Nona?" Tanya Han dengan lembut kepada Zena.

"Tidak perlu, Tuan. Kamu antarkan saja Tuan mu ini ke rumahnya. Lagi pula, rumah saya dekat, hanya 15 menit dari sini jika naik motor," Kata Zena pada Han.

"Kalau begitu, saya permisi dulu!" Kata zena. Lalu asisten Han mengangguk.

Zena pun menggunakan helm nya dan menaiki motor metik nya itu, lalu melajukan motornya ke rumahnya. Sedangkan asisten Han membawa Bian pulang kerumah orang tua Bian.

Keesokan harinya, Di pagi hari, Bian sudah bangun. Ia mengingat kejadian semalam. Ia membuka bajunya ternyata tidak ada bintik merah di badannya. Sama sekali tidak ada sedikitpun. Lalu ia menanyakan pada Han sang asisten pribadinya melalui ponselnya.

"Han, kamu tahu gadis yang menolongku semalam?" Tanya Bian dari ujung ponsel.

"Saya tidak tahu nama gadis itu. Hanya saja, gadis itu tinggal di dekat jembatan itu. Katanya jaraknya hanya 15 menit jika menggunakan motor. Dan gadis itu juga sekolah di SMA Bina Karya, ia masih kelas 3 SMA," Sahut Han kepada Bian.

"Kalau begitu, cari tahu tentang gadis itu!" Perintah Bian kepada Han.

"Untuk apa, tuan Bian?" Tanya Han dari seberang ponsel.

"Jangan banyak tanya, lakukan saja perintah ku," Kata Bian. Lalu Han pun mengiyakannya.

Akan tetapi keesokan harinya Zena Alvela pindah sekolah, karena Zena dan keluarganya harus pindah ke kota lain. Sebab ayahnya Zena harus mengurus perusahaan cabang yang sedang di landa masalah. Mau tidak mau Zena pun mengikuti keputusan ayahnya. Mereka meninggalkan rumah mereka yang ada di kota J. Mereka tinggal di kota lain selama satu tahun dan sampai Zena Lulus SMA. Kemudian mereka kembali ke Kota J dan tinggal di rumah mereka yang dulu.

Lalu Bian pun tidak bisa menemukan gadis yang ia cari. Bian dan Han datang ke sekolah itu ternyata gadis yang mereka cari tidak ada yang mirip dengan gadis yang mereka cari.

Satu minggu kemudian ia harus balik ke luar kota untuk berkuliah. Karena ia di kota J hanya liburan saja sebab ia libur kuliah.

*****

Han adalah asisten pribadi Bian. Sejak Bian masih kelas tiga dan masih di Bangku Sekolah Dasar, Han sudah bekerja sebagai asisten pribadi Bian. Han adalah orang kepercayaan keluarga Wirawan. Usia asisten Han hampir menyerupai kedua orang tua Bian. Hanya saja, enam tahun lebih muda Han dari kedua orang tua Bian. Han juga sudah memiliki istri dan satu anak perempuan dan satu anak laki-laki.

*

*

*

*

*

Like, coment, vote

Bersambung...

Mencari Keberadaan

Flash Back Off

Masih dirumah keluarga Wirawan. Bian menghubungi asisten pribadinya untuk menyelidiki siapa gadis yang menabraknya tadi di supermarket.

"Halo, asisten Han," Kata Bian kepada Han, dengan menggunakan Ponsel nya.

"Iya, Tuan Bian. Ada apa?" Han bertanya pada bian di sebrang sana.

"Apakah kamu sudah menemukan informasi tentang gadis 5 tahun yang lalu yang telah menolongku itu?" Tanya Bian to the point.

"Belum, Tuan Bian," Sahut Han pada bos nya.

"Sekarang lupakan gadis itu. Aku sudah menemukan gadis lain yang saat menyentuhku, badanku tidak keluar bintik merah," Tutur Bian kepada Han.

"Jadi, Tuan?" Tanya Han tidak paham.

"Cari informasi tentang gadis itu!" Perintah Bian kepada Han. Lalu ia memberi tahu ciri-ciri Zena kepada Bian.

"Baik, Tuan," Sahut Han. Lalu Bian mematikan sambungan telephon nya.

*****

Satu bulan sudah berlalu, Han belum menemukan gadis yang dikatakan oleh Bian. Tetapi Han terus mencari keberadaan dan informasi tentang gadis itu, siapa lagi kalau bukan Zena.

Malam hari, di kediaman keluarga Bagaskara. Seperti biasanya, Keluarga itu makan malam bersama di meja makan.

"Ayah, Bunda. Aku punya kabar bagus untuk kalian," Zena berkata kepada kedua orang tuanya.

"Kabar apa, Putriku," Sahut Ninda yaitu bundanya Zena.

"Aku sudah dapat pekerjaan, sebagai sekertaris di perusahaan BYW, dan aku akan kerja mulai hari senin," Imbuh Zena seraya tersenyum bahagia.

"Wah, bagus sekali, Putriku," Sahut Ninda pada Zena.

"Iya, BYW itu kan perusahaan terkenal dan terbesar nomor satu di kota J ini. Katanya orang yang melamar kerja di sana sering di tolak mentah-mentah, dan mereka susah untuk diajak bekerja sama. Lalu, Kenapa kamu bisa diterima?" Bram angkat bicara. Dan ia sempat bingung dengan yang diucapkan oleh putrinya.

"Entah lah, aku pun tidak tahu. Aku iseng aja melamar di perusahaan itu. Ternyata aku diterima di kantornya sebagai sekertaris. Mungkin sudah rezeki ku," Sahut Zena. Lalu, Bram dan Ninda mengangguk

"Bagus lah, aku jadi tidak selalu dekat dengan mu," Celetuk Raka ketus kepada Zena.

"Siapa juga yang ingin dekat dengan Kakak," Imbuh Zena tidak kalah ketus.

"Sudah, jangan bertengkar," Ninda menengahi perdebatan kakak beradik itu.

"Ayah, Bunda. Aku melamar kerja tidak menggunakan nama belakang Ayah, dan ijazah ku, ku scan dan ku tutupi nama belakang ku," Zena berkata pada kedua orang tuanya.

"Kenapa seperti itu?" Tanya Bram. Ia terkejut dengan ucapan anaknya.

"Aku tidak ingin mereka tahu bahwa aku anak kalian, kalau mereka tahu pasti mereka akan menerima ku dengan mudah," Sahut Zena santai.

"Dan ternyata aku di terima," Ia lanjut berkata kepada kedua orng tuanya.

"Dasar anak keras kepala," Celetuk Raka.

"Bodoh amat, yang penting aku di terima kerja wleee," Zena mengejek kakaknya.

"Yasudah, terserah kamu saja. Tetapi, jika ada sesuatu yang terjadi padamu, maka beri tahu kami. Agar kami bisa membantu," Bram berkata pada putri nya.

"Ayah, bolehkah aku tinggal di Apartemen saja?" Zena bertanya pada ayahnya.

'Tidak'

Bram, Ninda dan Raka menyahut bersamaan.

"Kami tidak boleh tinggal di apartemen, titik," Kata Bram sedikit kesal dengan putrinya itu.

"Tapi..," Sahut Zena.

"Tidak ada tapi-tapian. Kalau kamu membantah maka kamu harus bekerja di perusahaan kita!!" Bram membentak putrinya. Ninda dan Raka terdiam dan terkejut. Karena baru sekali ini Bram membentak Zena.

"Kenapa Ayah membentak ku? , aku kan hanya bertanya," Sahut Zena dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu semakin melunjak. Kamu tahu itu," Bram semakin marah kepada Zena. Ia semakin meninggikan suaranya.

"Ayah jahat, aku benci Ayah," Zena menangis dan menyahut apa yang dikatakan ayahnya. Lalu ia berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Mau kemana kamu, Ayah belum selesai bicara," Bram berteriak. Tetapi Zena tidak memperdulikan ucapan ayahnya.

"Suamiku, apa yang kamu lakukan. Zena hanya bertanya padamu," Ninda berkata pada Bram. Ia sedikit kesal.

"Aku hanya tidak ingin Zena semakin melunjak seperti itu," Sahut Bram kepada istrinya.

"Dia seperti itu karena kita terlalu memanjakannya. Dan sekarang dia melakukan semua ini agar dia tidak manja lagi, tetapi kamu malah membentaknya," Tutur Ninda.

"Benar yang dikatakan Bunda. Tidak seharusnya Ayah membentaknya. Kalau Ayah tidak suka jika Zena tinggal di Apartemen, maka seharusnya Ayah berkata baik-baik. Bukan dengan membentaknya dan memarahinya. Ayah kan tahu, Zena itu masih baru lulus kuliah. Pemikirannya belum terlalu dewasa kali," Imbuh Raka. Bram hanya terdiam dengan ucapan putra nya. Ia baru sadar apa yang dikatakan putra dan istrinya nya itu benar

"Maaf, aku khilaf," Sahut Bram lirih.

"Tidak perlu minta maaf pada kami. Tetapi minta maaflah pada Zena," Ninda berkata pada suaminya dengan lembut. Bram pun mengangguk.

Bram pun langsung menuju kamar Zena yang berada di lantai dua. Ia pun masuk kekamar putri semata wayangnya.

"Putriku, maafkan Ayah," Bram meminta maaf kepada Zena.

"Ayah tadi Khilaf, Nak," Kata Bram.

"Aku benci Ayah, hiks hiks," Zena menangis sesenggukan. Ia menutup tubuhnya dengan selimut.

"Maafkan, Ayah. Ayah hanya tidak ingin kamu tinggal di Apartemen. Jika kamu tinggal di Apartemen maka kamu tidak ada yang jaga disana. Ayah tidak setuju kamu keluar dari rumah ini," Bram membujuk putrinya. Lalu ia membuka selimut Zena.

"Te-tetapi Ayah ti-tidak harus membentak ku, aku kan ha-hanya bertanya," Ucap Zena terbata-bata.

"Maafkan Ayah. Ayah berjanji tidak akan membentak mu lagi," Bram berjanji pada putri nya itu.

"Baiklah, Ayah," Sahut Zena. Lalu, Bram memeluk putrinya itu.

"Yasudah, kamu tidur ya!" Perintah Bram pada putrinya. Zena pun mengangguk.

Kemudian, Bram mematikan lampu kamar Zena dan hanya tersisa hanya lampu tidur saja, lalu keluar dari kamar putrinya. Lalu Zena pun tidur.

*****

Senin, hari ini adalah hari pertama Zena bekerja di perusahaan BYW Grub. Ia pagi-pagi sudah bersiap untuk berangkat kerja.

"Pagi semua...," Teriak Zena yang sedang menuruni anak tangga.

"Pagi, sayang. Sini sarapan dulu!" Perintah Ninda kepada Zena.

"Ciee, sepertinya ada yang bersemangat ini," Raka menggoda adiknya.

"Iya dong, Kak. Ini kan hari pertama ku bekerja," Sahut Zena. Lalu ia duduk di kursi sebelah kakaknya.

"Selamat ya, Zen. Semoga bos mu tidak galak dan tidak tua," Imbuh Raka menyemangati adiknya.

"Iya, Kak," Sahut Zena.

"Tapi, kalau Bos ku itu tua... bagaimana ya. Aku takut juga," Celetuk Zena. Ia bergidig ngeri.

"Hahah, kamu rasakan lah sendiri. Salah siapa tidak mengikuti ucapan Ayah," Bram mengejek Zena.

"Ihhh, Ayah. Bukan nya mendoakan Anaknya. Malah mengejek seperti itu," Zena mendengus kesal.

"Maaf, maaf. Ayah doakan, kamu mendapatkan Bos yang tampan dan baik hati," Kata Bram seraya tersenyum pada putrinya.

"Terimakasih, Ayah," Sahut Zena.

"Zena, ini makan dulu rotinya, lalu minum susu. Jangan bicara saja, nanti kamu telat," Tutur Ninda, lalu ia memberikan dua potong roti lapis dan segelas susu putih untuk putrinya.

"Terimakasih, Bunda ku yang baik," Sahut Zena. Lalu ia memakan roti itu dan meminum susu..

Beberapa menit, acara sarapan pagi Mereka pun selesai.

"Zen, kamu mau berangkat bareng Kakak?" Tanya Bian pada adik manja nya itu.

"Tidak Kak, aku diantar sopir saja. Lagi pula kita kan beda arah," Sahut Zena. Raka pun mengangguk.

Lalu Raka dan Zena berangkat kerja. Zena pergi kekantor diantar oleh sopir pribadi kelurga Bagaskara. sedangkan Raka menggunakan mobilnya sendiri.

"Aduh, jalanan macet lagi. Aku bisa terlambat," Gerutu Zena sedikit kesal. Karena jalanan sangat macet. Dan jarak rumah nya menuju kantor sedikit jauh. Sehingga memakan waktu lama.

*****

Empat puluh lima menit kemudian, Zena pun sampai ke kantor itu. Ia agak telat 5 menit.

"Aduh, bagaimana ini. Bisa-bisa Bos ku marah. Hari pertama kerja lagi," Gerutu Zena seraya berjalan kedalam kantor. Ia datang ke tempat resepsionis kantor.

"Ada apa, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya resepsionis itu dengan ramah.

"Saya sekertaris baru, Mbak," Sahut Zena lebih ramah dan mengembangkan senyumannya.

"Ooh, mbak ini yang bernama Zena Alvela ya?. Perkenalkan nama saya Dinda. panggil saja Dinda. Semoga kita bisa berteman," Dinda bertanya pada Zena. Lalu mengulurkan tangannya.

"Iya, Dinda," Sahut Zena. Mereka saling berjabat tangan.

"Astaga," Celetuk Zena seraya menepuk dahinya. Ia lupa sudah telat.

"Din, dimana ruang CEO? Tanya Zena terburu-buru.

"Ruang CEO ada di lantai empat belas. Lantai paling atas. Nanti ada tulisan CEO di depan pintunya," Sahut Dinda. Zena pun mengangguk paham

Zena pun buru-buru meninggalkan Dinda, ia berlari ke arah Lift lalu memencet angka empat belas. Lalu ia masuk ke dalam Lift. Syukurnya, tidak ada orang lain yang menaiki lift itu. Jadi, ia cepat sampai ke lantai paling atas.

*

*

*

*

*

Like, coment, vote

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!