NovelToon NovelToon

Mengandung Benih Pria Beristri

Bab 01

"Jadi kapan kalian akan memberikan kami cucu? " pertanyaan itu datang dari wanita paruh baya bernama nyonya gracia kepada anaknya Davidson dan sang menantu, Flora.

Davidson fernandez, berusia 32 tahun dengan berbagai bidang usaha bisnis di mana-mana mempunyai perusahaan besar yang ia rintis bersama ayahnya dan kini menjadi jajaran perusahaan paling berpengaruh nomor satu di negaranya. Memiliki kekayaan berlimpah yang tak mungkin habis tujuh turunan, berwajah tampan dan tubuh yang atletis, di lengkapi dengan istri cantik seorang supermodel terkemuka, seolah Tuhan memang melimpahkan segala kesempurnaan itu padanya. Tapi sejatinya, tak ada yang benar-benar sempurna di dunia ini, di balik semua itu David memiliki kekurangan, yakni ketidakberdayaan nya untuk memiliki buah hati.

Bukan karena dirinya mandul, bahkan dalam berbagai tes kesehatan ia di nyatakan unggul dan sangat mampu untuk membuahi rahim seorang wanita. Namun satu kesalahannya adalah memperistri seorang supermodel yang tak ingin memiliki setitik kecacatan pun dalam tubuh nya yang di jaga sedemikian rupa.

Sudah tiga tahun pernikahannya dengan Flora,perempuan berdarah blesteran Jerman, yang juga adalah putri dari rekan kerja ayahnya. Pernikahan mereka terjadi karena sebuah perjodohan tapi meski begitu David tetap memperlakukan istrinya dengan sebaik mungkin.

Namun keengganan Flora untuk mengandung anak membuat David jadi sangat kesusahan akhir- akhir ini. Apalagi kedua orang tua mereka yang selalu menyinggung cucu dalam setiap acara pertemuan di selenggarakan seperti saat ini. Ketika ibunya menyinggung lagi tentang seorang anak yang di harapkan akan tumbuh di rahim Flora, David hanya bisa menelan salivanya. bagaimana pun mereka bisa memiliki anak sedangkan setiap mereka ber*cinta Flora selalu memintanya untuk keluar di luar, dan dia akan selalu menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.

"Kau tahu kan honey, jobku sangat padat akhir- akhir, aku tak mungkin merusak tubuh indah ku dengan mengandung seorang anak, akan sangat susah untuk mengembalikannya seperti semula. " Itulah yang selalu Flora ucapkan setiap kali David mempertanyakan alasan kenapa wanita berusia 28 tahun itu selalu meminum obat kontrasepsi saat mereka hendak berhubungan.

Tak mungkin ia ucapkan alasan mereka belum juga memiliki anak sampai saat ini.Bagaimanapun masalahnya rumah tangga nya ia anggap aib yang tak boleh di sebar.

Akhirnya sampai acara pertemuan selesai, baik David maupun Flora hanya diam tanpa ada niatan menjawab pertanyaan mommy gracia pada mereka. Ini bukan pertama kali tapi bahkan mungkin kesekian ribu kalinya mereka memilih untuk tutup mulut dan mengalihkan pembicaraan setiap soal anak di bicarakan.

Sampai di parkiran, terjadi percekcokan antara David dan Flora, keduanya beradu argumen hingga masuk ke dalam mobil mewah yang di kendarai langsung oleh David.

"Mau sampai kapan seperti ini hah, jangan menghindari topik ini lagi! kau pikir hanya kau yang capek? aku juga capek Flora, setiap hari di tanya kapan punya anak? pertanyaan dari berbagai pihak dan beban harapan orang tua, kau pikir itu enggak melelahkan? ! "

"Dav, kita sudah sepakat tentang hal ini kan? aku tidak bisa keluar dari pekerjaan ku begitu saja, dunia modeling yang membuat nama ku besar sampai sejauh ini! "

"Jadi kau lebih memilih pekerjaan mu, di bandingkan keluarga mu begitu?! " amarah David jadi semakin meluap- luap.

Flora tertegun, darahnya juga ikut mendidih, mereka di tekan oleh ego masing-masing.

"Ya! apa kau puas! " Flora memakai seat beltnya dengan kasar, sementara David hanya mampu terpaku melihat nya.

"Kita buat perjanjian saja Dav, kau carilah jalan keluar apapun untuk membungkam mulut orang tua kita soal cucu, aku tak akan mencampurinya, tapi dengan catatan jangan campuri juga urusan ku dan pekerjaan ku! "

David akhirnya mengangguk, meski terlihat jelas luka di matanya. "Baiklah, jika memang itu yang kau inginkan. "

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Sementara itu di sebuah bangsal rumah sakit yang dingin, Citraleka, gadis yang baru saja menginjak usia dua puluh tahun, menatap nanar ke arah ruang rawat tempat neneknya terbaring lemah. Satu-satunya keluarga yang ia miliki setelah kedua orang tuanya tiada sejak ia berumur lima tahun, kini sedang berjuang di dalam sana antara hidup dan mati.

Citra menempelkan tangannya di jendela kaca yang membatasi dirinya dengan sang nenek. Suara detak mesin dan suara napas halus neneknya seakan bergema di dalam hatinya, seolah menandakan waktu kebersamaan mereka semakin menipis. Air mata tanpa terasa meluncur di pipi gadis cantik itu. "Nenek, Citra janji akan berusaha mencari jalan agar nenek bisa sembuh, " bisiknya dengan suara bergetar.

Ia tahu biaya pengobatan rumah sakit itu sangat mahal, apalagi neneknya memiliki riwayat penyakit komplikasi dan butuh biaya besar untuk operasi. Selama ini Citra bekerja serabutan, selain kesibukannya mengurus panti, ia bekerja apa saja yang penting halal, dari menjadi pelayan di cafe hingga menjual makanan ringan di sekolah-sekolah. Namun semua itu masih jauh dari cukup untuk menutupi biaya yang di butuhkan. Ketidakberdayaan nya membuat ia hanya bisa bekerja kasar karena ia hanya lulusan SMP dan waktu nya masih tersita karena mengurus panti.

Beberapa hari kemudian saat Citra kembali ke rumah neneknya setelah mengurus beberapa dokumen di rumah sakit, sebuah pesan bertubi-tubi masuk ke dalam ponsel nya, nama yang muncul membuat jantung nya berdebar. Davidson fernandez. Pria itu bukanlah orang yang sembarangan, dia adalah seorang pengusaha yang sukses, di kelilingi dengan kemewahan dan perhatian. Keduanya pernah bertemu di sebuah acara amal yang di selenggarakan di panti asuhan yang Citra jaga atas mandat neneknya.

Sekilas Citra mengingat kembali awal pertemuan mereka yang tanpa kesengajaan beberapa hari yang lalu itu. Davidson Fernandez adalah ceo dari Fernandez tech yang menjadi donatur tetap di panti "Kasih bunda" tempat Citra tinggal. Pria beristeri yang tiba-tiba datang ke arahnya setelah acara amal selesai, meminta nya untuk bicara empat mata yang membuat kehidupan Citra berubah seketika itu juga.

David datang dengan membawa penawaran yang tak pernah Citra duga. Lelaki yang tampak dingin dan tak tersentuh itu mengucapkan kata-kata yang cukup membuat Citra menggigit bibir nya. "Aku tahu kau sedang kebingungan untuk mencari biaya pengobatan nenek mu. Maka dari itu aku di sini ingin membuat sebuah transaksi menguntungkan untuk mu."

"Apa itu? "

"Berikan aku seorang anak, maka aku akan membiayai pengobatan nenekmu. "

Pikiran tentang penawaran itu terus berputar dalam benaknya hingga sekarang, ia tak habis pikir bagaimana bisa seorang pria beristeri yang mempunyai image yang baik bisa mengucapkan kata-kata seperti itu dengan mudah.

Setelah hari itu sudah hampir sebulan berlalu dan Citra belum memberikan jawaban, bukannya ia tak tergiur dengan tawaran itu tapi Citra masih memikirkan isu moral tentang hubungan terlarang, tentang kesetiaan dan yang terpenting tentang cinta. Selama ini Citra bertahan hidup dengan keyakinan bahwa cinta sejati akan datang pada waktunya. Menjadi simpanan berarti tak pernah terlintas sama sekali di pikiran citra apalagi sampai membayangkan nya.

(Ayo bertemu, kita perlu bicara .) Itulah pesan akhir yang ia baca setelah pesan sebelumnya dari laki-laki itu yang selalu ia abaikan.

Citra mengetik balasan.

(Baiklah.)

Lalu setelah itu ia mengembuskan napas panjang. "Mungkin ini yang terbaik, " pikirnya. Setidaknya sang nenek akan mendapatkan pengobatan yang di butuhkan, tak ada yang ia pikirkan lagi selain itu sekarang dan seharusnya hal itu cukup untuk menjadikan Citra kuat. Tetapi saat menyetujui permintaan untuk bertemu dari pria itu, Citra tak menyadari bahwa ia sedang memasuki dunia yang jauh lebih rumit dan berbahaya daripada yang ia bayangkan.

*****

Bismillah karya baru, tolong ramaikan ya guys😇

See you next chapter 💋

Bab 02

Ketika akhirnya Citra berhadapan lagi dengan Davidson di sebuah kafe, jantung nya berdegup kencang. Pria itu jauh lebih tampan dari pada yang ia ingat, dengan garis wajah sempurna dan tatapan tajamnya yang bisa menjatuhkan siapapun. Begitu betahnya mereka dalam keheningan panjang sampai akhirnya David berdeham pelan.

"Kita tak bisa terus berdiam seperti orang bisu. "

Citra mengangkat wajah, ragu. "Tuan silakan bicara lebih dulu. "

"Baiklah." pria itu menyandarkan punggung ke sandaran kursi dengan gaya angkuh yang mampu membuat orang lumpuh."Langsung saja ke intinya. Aku sudah memberikan mu waktu untuk berpikir selama hampir satu bulan ini, jadi apa jawaban mu? "

"Sebelumnya, saya ingin bertanya apa alasan tuan menawarkan kesepakatan ini? "

Alis David terangkat sebelah, berani juga wanita ini, pikir nya.

"Simpel saja, aku menginginkan seorang anak dan kau bisa memberikannya, lalu kau membutuhkan biaya pengobatan nenek mu dan aku bisa menyanggupi nya, sesimpel itu. "

"Tapi... kenapa harus saya tuan? "

"Perlukah kau menanyakan alasannya lagi? " tatapan pria itu dingin seperti balok es yang siap menghantam nya.

"Maaf." Citra sontak menundukkan pandangan. "Satu pertanyaan lagi, hanya satu. "

"Apa? "

"Istri tuan... apakah tidak marah? maksud saya, sebelum saya menyetujui kesepakatan ini saya tak ingin menyakiti hati siapapun, apalagi kami sama- sama wanita, jadi saya tahu persis bagaimana rasanya... "

"Tidak! " satu kata yang keluar dari mulut Dev sontak membuat ribuan kata yang ingin di ucapkan Citra terhenti seketika.

"Justru dia yang menyuruh ku untuk melakukan ini. " imbuh pria itu.

"Apa? " Citra kaget lalu dengan perlahan mulai berani untuk menatap pria itu. Hanya ada kegamangan di sana juga kesepian yang entah kenapa bisa Citra rasakan.

David perlahan mengendurkan dasinya. "Cepatlah buat keputusan mu nona Citraleka, aku tak punya banyak waktu dan nenek mu juga tak akan sembuh dengan hanya mengandalkan berbagai macam pertanyaan dari mu. "

Citra merasa gelagapan seketika, tanpa sadar mata coklat beningnya bersibobrok langsung dengan mata hitam kelam bak jelaga milik pria itu.

"Jadi, bagaimana keputusan mu? "

Citra perlahan mengangguk, meskipun masih ada sisa keraguan yang merayap di hatinya. "Saya setuju. " Hening sejenak. Tatapan gadis berkulit putih susu itu tampak sarat penuh luka. "Tapi... saya memiliki satu syarat. "

Alis David mengernyit. "Syarat apa? "

"Tolong jadikan saya istri. "

David sempat tertegun sejenak, rahangnya mengeras. "Kau menyadari syarat apa yang kau ajukan itu? "

"Saya sangat tahu tuan. Anda, menginginkan seorang anak, jika hasil dari program bayi tabung saya bisa--"

"Aku ingin anak yang langsung di buahi dari rahimmu! " David menekankan perkataan nya.

Citra tercekat. "Itu berarti saya semakin yakin untuk mengajukan syarat itu. Jadikan saya istri anda tuan, maka kesepakatan ini bisa terlaksana. "

Citra tak ingin anaknya lahir karena sebuah perbuatan haram tanpa ikatan yang sah. Meski nanti mungkin anaknya itu akan di ambil dan di miliki sepenuhnya oleh David.

Sang pria menarik napas panjang, mengetuk- ngetukkan jari di atas meja lalu kembali memfokuskan pandangan.

"Baiklah, aku rubah kesepakatannya. Jadilah istri sirih ku selama satu tahun citra dan berikan aku seorang anak. Maka sebagai imbalannya aku membiayai pengobatan nenekmu. "

Citra sedikit menghela napas lega, ia pikir lelaki itu akan marah dengan permintaan lancangnya.

"Baiklah, saya setuju. "

Citra memejamkan mata, setitik air mata jatuh di pipi mulusnya.

"Nenek... maafkan aku. " lirih nya dari relung hati yang paling dalam.

David hanya menyimak dalam diam, pria itu menelisik wajah citra, bentuk wajah oval dengan hidung mungil tak terlalu mancung, bulu mata lentik dengan alis seolah sudah terstruktur rapi, dan bibir ranum yang mungil namun penuh, David menelan ludahnya ketika menyadari tatapannya terlalu lama pada bibir gadis itu hingga akhirnya memalingkan wajahnya sendiri.

Ketika citra membuka mata kembali, ia menyadari David yang membuang muka, dia pikir sang pria ilfil dengannya yang tiba-tiba menangis, hingga citra lekas mengusap air matanya dengan kasar.

"Maaf tuan, bukan maksud saya menunjukkan kelemahan saya di depan tuan. "

David hanya mendengkus pelan. "Bukan masalah. "

Pertemuan mereka berakhir sampai di sana. Sebelum pergi David berpesan agar mereka bertemu lagi besok di tempat yang sama, setelah pria itu membuat surat perjanjian yang di butuhkan untuk mengikat kesepakatan itu. Di sepanjang pulang, citra terus merenungkan pertemuan singkat mereka, dan keputusan yang ia ambil, meskipun tidak terkesan terburu-buru tapi tetap saja citra merasakan hatinya yang janggal setelah mengucapkan kata setuju namun mengingat kembali perkataan David memang benar adanya, neneknya tidak akan sembuh dengan hanya mengandalkan omong kosongnya saja, dan pria itu pastilah orang yang sibuk dan tak memiliki banyak waktu, Citra hanya berharap keputusan yang ia ambil itu tidak akan merugikan pihak mana pun.

Ketika sampai di depan pintu rumahnya, Citra di kejutkan dengan tepukan halus di punggung nya dari seseorang di belakang.

"Duarrr! "

Gadis itu sontak terlonjak kaget, dan ketika ia menengok ke arah suara bariton yang ia kenali itu, ternyata sudah berdiri seorang pemuda dengan senyuman lebar yang mampu membuat siapapun wanita yang melihat nya akan langsung terjatuh dengan senyum memikat nya itu, terkecuali citra yang sudah menganggap sang pria seperti saudara nya sendiri.

"Arthur, kau mengagetkan ku saja. " seru citra sambil mengusap dadanya karena terkejut.

Yang di salahkan justru hanya terkekeh tanpa dosa. "Hahaha, maaf ya. Habis nya sepanjang kau jalan kau terus saja melamun dan aku melihat nya jadi mengagetkan mu deh. " lalu pria itu sedikit berbisik. "Takut kau kesambet, " katanya kemudian yang membuat citra memekik dan memberikan hadiah pukulan di pundak nya.

"Dasar! " citra tertawa pelan, hanya bersama Arthur dia bisa tertawa lepas seperti ini. Arthur adalah sahabatnya sejak SMP, dia adalah anak walikota tempat nya tinggal saat ini. Meski memiliki status sosial dan latar belakang yang berbeda namun Arthur tidak pernah gengsi untuk berteman dengan nya, pria itu juga tidak segan- segan untuk membantu nya merawat anak- anak panti dan sangat dekat dengan mereka.

Selama ini, citra amat sangat bersyukur dengan kehadiran Arthur sebagai sahabat nya, yang selalu menemani nya di setiap keadaan.

"Memangnya kau melamuni apa sih? aku lihat wajahmu lesu sekali? " Arthur bertanya setelah mereka masuk kedalam rumah. Bagi lelaki itu, rumah citra sudah ia anggap seperti rumah nya sendiri saking seringnya dia bertandang ke rumah ini, bahkan sebelum nenek citra sakit parah dan hanya bisa di rawat di rumah sakit.

Citra awalnya ingin menceritakan permasalahannya namun mengingat kembali, ayah Arthur yang tiba-tiba datang ke rumah nya kemarin dan memperingati nya agar tidak dekat- dekat dengan putranya itu membuat citra tidak jadi bercerita pada Arthur.

Citra menatap Arthur lalu hanya menggeleng pelan. "Enggak apa- apa, " katanya kemudian.

Arthur hanya mengangguk tanpa bertanya lagi, sebenarnya sudah sejak dulu ia memendam perasaan untuk Citra, namun ayah nya melarang keras adanya hubungan cinta antara dia dengan gadis lembut itu dengan alasan mereka tidak sepadan hingga membuat Arthur hanya bisa memendam perasaan cinta nya itu dalam diam sambil terus memastikan Citra dalam keadaan baik- baik saja. Bagi Arthur selama citra bahagia dia sudah cukup senang.

****

See you next chapter💋

Bab 03

"Tanda tangani surat kontrak ini. Aku akan menyiapkan yang lainnya setelah kau membubuhkan tanda tangan di sini, " seru David mengulurkan sebuah surat ke hadapan Citra. Seperti yang di bilang pria itu, mereka bertemu lagi hari ini di tempat yang sama.

Citra menariknya pelan, membawa kertas kontrak itu ke depan matanya, lalu ia membubuhi tanda tangan di tempat namanya setelah membacanya sekilas. Ia tak mau repot- repot untuk membaca isi kontrak itu, toh isinya juga pasti menguntungkan pria itu.

"Lalu apakah setelah ini nenek saya akan segera mendapatkan perawatan nya? "

David bukannya langsung menjawab malah mendengkus geli. "Jangan terlalu formal, kita bukannya sedang wawancara. Pakai aku- kamu saja biar nyaman. "

Citra sedikit terhenyak lantas mengangguk. "maaf."

David berdeham sekilas untuk mengusir kecanggungan yang ada. "Soal nenek mu, kau tak perlu khawatir setelah ini dia pasti akan di pindahkan ke rumah sakit yang lebih besar, dengan perlengkapan yang memadai dan pastinya ruang VVIP. "

Citra merasa lega mendengar nya. "Baiklah kalau begitu. "

Mereka lalu keluar dari kafe tersebut. "Perlu ku antar? " tanya David.

Citra menggeleng pelan. "Tidak perlu tuan, saya-- maksudnya aku bisa pergi sendiri. "

"Baiklah kalau begitu, " David melihat jam di pergelangan tangannya sekilas. "aku pergi. Hati-hati, " ucapnya pada gadis bermata coklat itu.

Citra menganggukkan kepala. Lantas ia hanya berdiri memperhatikan punggung lebar sang pria yang mulai menjauh.

Setelah dari pertemuan mereka, Citra kembali ke rumah sakit. Di ruangan, ia menghampiri brankar tempat sang nenek masih terbaring dengan bantuan alat- alat medis di tubuh nya.

Citra mendekat, ia kemudian duduk di samping ranjang wanita yang telah menggantikan peran orang tuanya selama ini. Di kecup nya lembut tangan keriput itu.

"Nenek, setelah kita akan pindah ke tempat yang baru. Rumah sakit yang lebih besar agar nenek bisa di rawat dengan maksimal, " bisiknya lembut sambil mengusap rambut perak wanita berumur itu. Wajah sang nenek yang tampak damai seketika menentramkan hati Citra yang sebelumnya penuh gemuruh.

"Setelah ini nenek akan sembuh dan kita bisa sama- sama lagi. " tanpa terasa air mata citra menitik, di kecup nya sekali lagi punggung tangan sang nenek dengan sayang.

Di sisi lain, David kembali ke mansion tempat nya tinggal. Rumah bak istana yang ia bangun dari hasil darah dan keringat nya selama ini. Di depan pintu besar, Pak Joseph kepala pelayan yang sudah berumur senja, menantinya dengan senyuman sopan, namun tak ada batang hidung Flora, istrinya di sana.

Diam- diam ia menghela napas lelah, sudah tiga tahun lebih pernikahannya dengan Flora namun wanita itu tak kunjung berubah, jika bukan karena jalinan bisnis di antara kedua keluarga mungkin sudah sejak dulu dia menceraikan Flora.

"Di mana nyonya? "

"Nyonya ada di kamarnya tuan. " jawab pak Joseph sambil membantu David melepas jas kerjanya.

"Dari mana saja dia? "

Pak Joseph sedikit ragu untuk menjawab nya. "Beliau seharian tidak ada di rumah dan baru pulang sekarang. "

David memijit kerutan jidatnya, lelah. "Baiklah, siapkan aku air panas. "

"Baik tuan. "

Saat tiba di dalam kamar, David mendapati Flora sedang mematutkan diri di depan cermin, tubuh nya yang sintal di balut dengan dress mini berwarna maroon, bagian atasnya yang ketat membuat dua buah dadanya terekspos jelas. Tampak wanita berusia 28 tahun itu sedang memoles lipstik di bibir seksinya.

David menggeleng pelan. "Mau kemana lagi kau? dengan pakaian semini itu? " tukas David dengan sorot mengintimidasi.

Flora yang melihat bayangan suaminya dikaca seketika menoleh. "Oh kau sudah pulang. Aku akan pergi ke pesta ulang tahun vita sekalian arisan di sana, " ujarnya riang.

"Kau sudah pergi seharian ini dan mau pergi lagi? " David menuding tajam. Bukan sekali dua kali Flora seperti ini bahkan pernah istrinya itu tak pulang berhari- hari demi untuk memuaskan gengsi teman- teman sosialita nya.

"Jangan mulai lagi Dav, aku tak ingin berdebat, " pungkas Flora, wanita itu nampak jengah, David berdecih dia pun sama muaknya. Tiga tahun ini tak ada peran seorang istri yang di jalankan Flora dengan benar, mereka bahkan berhubungan di atas kasur bisa di hitung jari, dan Flora selalu menggunakan kontrasepsi dengan alasan tak siap untuk mengandung karena itu akan membuat tubuh indahnya rusak, apalagi pekerjaannya sebagai model menuntut nya untuk selalu tampil sempurna.

Meski begitu ada hati yang selalu patah, yaitu David, suaminya sendiri. Flora bahkan tidak tahu bagaimana kecewa nya David pada wanita itu. Padahal keluarga besar mereka sudah menantikan adanya anak namun Flora belum siap untuk hal itu hingga David untuk mencari solusi nya di luar sana dan Flora pun juga menyetujui nya.

"Kita sudah sepakat soal hal ini kan sayang? kau bisa mencari wanita manapun di luar sana asal dia bersih dan masih perawan untuk mengandung anak kita. Tapi dengan catatan kau tidak boleh mencampuri urusan pertemanan dan pekerjaan ku. Bukankah kau sudah menyetujui nya? "

David menghela napas kasar. "Ya... aku tahu."

Flora mengulas senyum, setelah dia menyelesaikan riasannya wanita itu kemudian bangkit dan mencatel tas seharga ratusan juta ke pundaknya.

"Apa kau sudah menemukan wanita itu? " ia bertanya seraya menghampiri David lalu merangkul mesra leher sang suami.

David mengangguk, mengesampingkan segala ego ia masih berusaha bersikap santai saat ini meski jelas darahnya mendidih karena menahan amarah.

"Sudah." David menjawab singkat, sambil memalingkan wajahnya. Ia merasa mulai jengah dengan uluran tangan Flora.

"Oh benarkah? bagaimana penampilan nya? "

Bukan sikap, tapi yang pertama kali di tanyakan Flora adalah penampilan, karena dia adalah wanita yang tak ingin kalah dari segi apapun. "Ku harap dia kumal dan jelek. Ingat sayang, aku tak ingin jika wanita itu lebih cantik dari ku. "

Terdiam sejenak, memikirkan sesuatu. David lantas membuka suara lagi untuk menjawab.

"Dia wanita yang sehat dan masih perawan. Jika kau berpikir kita akan melakukan program bayi tabung untuk mendapatkan anak melaluinya, maka kau salah. Aku akan menyentuh nya secara langsung, " ujar David, berharap dengan mengatakan itu ada setitik kecemburuan dalam diri Flora lalu membatalkan ide ini dan bersedia untuk mengandung anak mereka. Karena jujur di dalam lubuk hati David ia menginginkan anak yang langsung dari rahim istrinya.

Namun reaksi yang di berikan Flora justru tak sesuai ekspetasi nya. Perempuan berbadan sintal itu justru tertawa.

"Oh sayang, lakukan lah sesuka mu saja, tenang aku tak akan marah. Selama itu berguna dan kita bisa memberikan anak untuk memenuhi keinginan dua keluarga, maka aku setuju. Jangan pikirkan perasaan ku, aku rela, " ujar Flora, dengan nadanya yang santai.

David menggeram tertahan, kedua tangannya terkepal erat. Bukan, bukan seperti ini yang ia harapkan dari reaksi Flora. Apa benar-benar wanita ini istrinya?

"Jangan marah sayang, kau tahu kan aku tak ingin mengandung. Makanya aku rela kalau melakukan opsi itu. " Flora mengusap wajah David.

Lalu sekilas ia melirik jam di pergelangan tangannya yang berharga puluhan juta itu.

"Oh astaga, aku hampir telat. Teman-teman ku pasti sudah menunggu. "

Cup! Flora melayangkan kecupan singkat di pipi sang suami lalu berlenggok pergi meninggalkan suaminya itu yang masih dalam keadaan marah.

*****

See you next chapter 💋

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!