NovelToon NovelToon

Anyelir

1. Pulang

Anyelir, gadis manis berusia 25 tahun dan selalu berdandan sederhana dengan kerudungnya. Memiliki nama asli Zafira Rahma Rahadiansyah. Anyelir adalah nama sederhana dan bersahaja yang ia pilih dalam kehidupannya sekarang, sebelum kembali ke keluarganya. Perubahan nama ini ia lakukan agar tidak ada yang mengetahui asal usulnya dan dapat menerima ia apa adanya.

Dering telepon mengusik tidur Anyelir. Perlahan ia buka matanya, mengarahkan pandang ke jam di atas nakas. Masih pukul 4 pagi. Anyelir mengangkat panggilan itu tanpa memastikan siapa yang menelepon.

"Hallo, Assalamualaikum.." jawab gadis berumur 25 tahun itu.

"Wa'alaikumsalam, Zafira ini mama, Nak. Bisakah kamu pulang hari ini?" suara perempuan yang selalu ia rindukan itu dari seberang telepon.

"Ada apa ma?Apakah ada hal mendesak?" getar suara Anyelir. Sebab ia belum siap untuk kembali ke rumah yang sudah ia tinggalkan sejak dua belas tahun lalu. Sekalipun ia rindu dengan keluarganya. Mereka hanya akan berbincang melalui telepon atau mencuri-curi kesempatan dalam suatu acara. Hal ini terjadi kerena permainan dalam keluarga mereka, permainan surga dan neraka namanya. Permainan ini papanya yang menciptakan tentu saja. Namun mereka semua sangat menikmati permainan ini. Permainan ini dinamakan surga dan neraka karena sedari kecil mereka hidup dalam kelimpahan harta sehingga dapat memenuhi semua keinginan mereka tanpa harus berpikir berapa banyak uang yang mereka habiskan. Namun ketika memasuki jenjang sekolah menengah atas, mereka harus keluar dari rumah, belajar mencukupi kehidupan mereka sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya. Masalah pendidikan tentu saja papa mereka tak benar-benar melepas tanggung jawabnya. Biaya pendidikan tetap diberikan dalam bentuk beasiswa. Sehingga mereka tetap menempuh pendidikan di tempat terbaik.

"Ada yang ingin papa sampaikan Nak, tapi masalah ini harus dibicarakan di rumah." Lirih suara mama Anyelir. Anyelir tahu, ini bukan sesuatu yang biasa saja. Hingga harus memanggilnya pulang. Sebab mereka hanya akan pulang ketika telah mampu berdiri tegak dengan kaki mereka sendiri. Sejauh ini baru kakak sulung Anyelir, yang telah memperkenalkan diri sebagai anak dari Rahendra Rahadiansyah. Seorang pengusaha yang cukup disegani karena merupakan salah satu penggerak perekonomian dunia. Usaha utama mereka adalah perkebunan dan pengolahannya, di samping itu juga memiliki beberapa saham di berbagai bidang. Sebenarnya Anyelir bukanlah belum mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Tak banyak yang tahu bahwa ia adalah pemilik sebuah tempat wisata kuliner terbesar di Indonesia. Namun ia merasa belum mampu menunjukkan dirinya sebagai bagian keluarga Rahadiansyah.

" Nanti Fira kabari ya ma." Jawab Anyelir dengan lemah.

" Tolong diusahakan ya, Nak." Pinta perempuan di seberang dengan penuh pengharapan.

"Iya, Ma" jawab Anyelir sebelum mereka menutup panggilan.

***

Akhirnya setelah sepuluh tahun tak menginjakkan kaki di rumah orang tuanya, Anyelir tiba ketika hari telah petang. Maklum hari ini adalah jadwal Anyelir mengecek dan mengevaluasi kerja staf di perusahaannya.

Ada gelenyar aneh di dada Anyelir. Setelah ini mampukah ia menyandang statusnya kembali sebagai putri dari Rahendra Rahadiansyah? Anyelir membunyikan klakson mobilnya dan satpam di gerbang telah siap membukakan pintu untuk Anyelir sambil membungkuk hormat.

" Assalamualaikum " sapa Anyelir sambil memasuki rumah menuju arah mama dan papanya yang sedang duduk santai sambil menonton TV.

" Wa'alaikumsalam" jawab kedua orang paruh baya itu hampir berbarengan. Anyelir menghampiri ke dua orang tuanya, mencium tangan serta memeluk dengan penuh kerinduan.

" Putriku akhirnya pulang" seru mama Anyelir dengan air mata berlinang bahagia atas kedatangan putri kecilnya yang dulu.

" Princess papa telah tumbuh dengan baik ternyata" sambung papa Anyelir dengan kerinduan yang sama.

" Pa...ma.., maaf Fira belum pantas untuk pulang"

" Kamu ingin seperti apalagi Nak? Bukankah sudah banyak aset yang kamu miliki sampai saat ini? Kamu adalah putri kecil papa yang penuh tanggung jawab dan tekad yang kuat. Kamu telah menunjukkan siapa dirimu pada dunia. Papa bangga padamu Nak."

" Mama juga sangat bangga padamu, Nak. Pulanglah! Sudah waktunya kamu kembali ke sisi kami" lanjut mama Anyelir dengan air mata yang sungguh tak bisa ia tahan.

" Papa dan mama kan tahu, banyak hal yang belum Fira selesaikan. Izinkan Fira selesaikan dulu Ma, Pa.."

" Nanti kita sambung lagi obrolan kita ya, Nak. Bersihkan dulu dirimu! Kamu pasti lelah setelah bekerja."

"Iya, Ma" kemudian Anyelir naik ke lantai dua.

Memasuki kamar masa kecil yang sangat ia rindukan. Tatanan kamar ini masih sama seperti saat terakhir Anyelir tinggalkan.

Anyelir mengambil handuk dan pakaian ganti dari lemari. Lemari ini semakin penuh sesak saja. Kebiasaan mama Anyelir tetap belanja mengisi kamar anak-anaknya walaupun mereka tak pernah pulang. Dalam beberapa menit saja Anyelir telah menyelesaikan ritual bersih-bersih sore harinya. Kemudian menunaikan ibadahnya. Sebelum selesai melipat mukenanya, dering telepon milik Anyelir memecah kesunyian. Anyelir melirik nama sang penelepon, ternyata dari Roni, asisten sekaligus sekretaris pribadinya.

" Assalamualaikum Fir, maaf mengganggu jam segini. Ada beberapa file penting yang baru saja aku kirim. Tolong segera pelajari agar dapat segera aku selesaikan, karena ini berkas pembelian perusahaan elektronik kita yang baru di Jepang."

" Baiklah. Langsung saja buat atas nama Kaisar."

" Baik." Dan telepon itu pun di tutup oleh Anyelir. Suara ketukan pintu membuat Anyelir segera menghampiri. Dan wajah Bik Asih lah yang muncul.

" Ada apa Bik?"

" Maaf, Non. Ditunggu Tuan dan Nyonya di meja makan."

" Baik, Bik. Fira akan segera turun." Fira pun segera turun ke lantai bawah untuk makan malam bersama keluarganya. Makan malam keluarga di rumah yang sudah lama sekali Anyelir rindukan. Di meja makan sudah ada orang tuanya dan kakak kesayangan Anyelir, Zuhri Mahardika Rahadiansyah.

" Kak Dika, Fira kangen." Seru Anyelir sambil menghambur ke dalam pelukan kakak sulungnya.

" Zafira Rahma Rahadiansyah, selamat datang kembali di rumah. Kakak kangen juga sama adik kecil kakak yang cerewet ini."

" Sudah dulu ya kangen-kangenannya. Ayo kita makan dulu. Nanti keburu dingin makanannya." Potong Nadia melihat kedua anaknya yang sedang saling melepas rindu. Dan mereka pun segera duduk manis, kemudian memulai acara makan malam keluarga tanpa suara.

***

Acara malam itu dilanjutkan dengan senda gurau orang tua dan anak yang sudah lama tidak bertemu. Anyelir dan Dika bergurau seperti anak kecil dan seperti lupa bahwa mereka adalah dua orang dewasa yang sangat disegani bawahannya.

Anyelir memutuskan untuk bermalam di rumah orang tuanya hingga dua hari kemudian. Urusan pekerjaan ia wakilkan kepada Roni. Anyelir sangat percaya dengan Roni, karena Roni telah bersamanya sejak sekolah dahulu. Anyelir sangat yakin bahwa Roni adalah orang yang tidak akan pernah mengkhianatinya. Selama Anyelir pulang, orang tuanya masih belum menyinggung masalah pokok memintanya pulang. Hal ini yang membuat Anyelir bingung. Mungkin mereka hanya kangen saja, begitu pikir Anyelir. Anyelir memutuskan besok ia akan kembali ke rumahnya, karena putra kecilnya, Sidiq sudah mulai rewel. Sebelum sempat Anyelir menarik selimutnya untuk tidur. Suara ketukan di pintu membuat Anyelir mengurungkan niat tidur awalnya dan bergegas membuka pintu. Ia dapati papa dan mamanya yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang gelisah.

" Fira, boleh kami bicara?" Tanya papa Anyelir.

tbc..

*****Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan. Salam kenal dari penulis pemula ini ya. Semoga suka dengan cerita kecil saya yang jauh dari kata sempurna ini.

Selamat mengikuti 😀😀***

2. Sebuah Permintaan

" Fira, boleh kami bicara?" Tanya papa Anyelir.

" Oh ya, Pa. Masuk aja" gugup Anyelir membayangkan apa yang hendak disampaikan kedua orang tuanya.

"Maafkan kami ya Nak, selama ini telah memaksamu dewasa sebelum waktunya dan membuat kamu kekurangan di luar sana." Ucap lirih Rahendra.

"Papa, Mama. Tolong jangan menyalahkan diri dengan apa yang Fira alami di luaran sana. Fira sangat tahu maksud papa dan mama membuat kakak dan Fira melakukan ini semua. Sebab papa dan mama tidak ingin kami terlena dengan semua yang kita miliki sehingga kami tidak bersyukur. Fira malah berterima kasih kepada papa dan mama. Karena dengan ini Fira tumbuh menjadi pribadi kuat dan penuh tekad." Jawab Anyelir dengan penuh kesungguhan.

" Kamu adalah putri kecil kami yang terlalu membawa permainan ini ke dalam hati, sampai-sampai kamu benar-benar tak mampir ke rumah. Padahal kakak-kakakmu dulu tetap pulang jika uang mereka menipis."

" Bagaimana Fira akan kehabisan uang jika mama selalu mengisi rekening Fira setiap bulan. Jadi Fira tetap merasa Fira belum mampu menjadi anak papa dan mama yang seutuhnya."

" Apalagi yang kurang Nak, bukankah usahamu bahkan melebihi milik orang lain?"

" PF (Paradise Foods of Nusantara), Fira bangun dari uang yang selalu mama kirim setiap bulan, beberapa aset dan saham di beberapa perusahaan itu hanya hadiah yang diberikan kakak-kakak. Jadi Fira belum punya apapun Pa..Ma.." sambung Fira meyakinkan kedua orang tuanya.

" Terserah kamu Nak jika tetap belum mau dinyatakan telah mampu menjadi bagian dari keluarga ini, tapi papa dan mama tetap merasa bahwa kamu telah berhasil. Ya mungkin PF kamu bangun dari uang yang dikirimkan mama setiap bulan. Yang ingin papa tanyakan, apakah ada anak dari pengusaha manapun, di usia yang masih terbilang muda memikirkan untuk menggunakan uang jajan mereka untuk membangun usaha dengan menekan kebutuhan pribadinya yang dirasa tidak penting. Diusia kamu, mereka akan lebih senang menghambur-hamburkan uang mengejar mode. Tapi putri papa dan mama melewatkan itu semua demi mencapai tujuannya. Itu sudah mencapaian yang luar biasa Fira."

" Dan jangan Fira mengira, mama dan papa tidak tahu apa yang sedang kamu bangun di Sumatra"

Kata terakhir dari mamanya membuat Anyelir tidak mampu lagi berkata-kata. Anyelir memang sedang membangun sebuah tempat yang mengutamakan keasrian alam. Anyelir ingin membangun kerajaan kecilnya sendiri dan dengan aturannya sendiri. untuk mewujudkan mimpi itu, sejak lima tahun yang lalu Anyelir membeli sedikit demi sedikit tanah di sebuah desa kecil di sana. Jauh dari kota, sehingga memperolehnya dengan harga murah. Hampir seluruh tanah milik warga desa itu sekarang milik Anyelir. Tanah-tanah itu diperoleh Anyelir dengan cara membeli langsung atau barter dengan tempat lain yang lebih menguntungkan pemilik sebelumnya, karena Anyelir tidak ingin mengambil keuntungan dari orang lain. Tanah itu sekarang sudah terkumpul dua ribu hektar. Anyelir mendesain tempat itu dengan penuh perhitungan untung ruginya untuk alam, bahkan Anyelir tetap membiarkan sebagian sebagai hutan alam tanpa sentuhan.

" Fira, papa ada sedikit permintaan yang sangat berharga untukmu. Apakah kamu mau memberikannya untuk papa dan mama Nak?"

" Apa itu Pa?"

" Apakah kamu ingat Diandra, putra pertama Om Ja'far Pramudyarajasa?" Anyelir terdiam seakan tahu maksud dari pertanyaan papanya.

" Tolonglah dia Nak. Seminggu yang lalu Om Ja'far meminta tolong papa untuk merekomendasikan seorang gadis untuk dinikahkan dengan Diandra. Setelah setahun lalu dia ditinggalkan tunangannya. Diandra benar-benar berubah menjadi pribadi yang yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, dia hanya menghabiskan waktunya keluar masuk club. Hidupnya sudah tidak teratur dan terarah. Bahkan perusaan yang dia pegang berada di ambang kebangkrutan seandainya tidak diambil alih oleh papanya." Jelas Rahendra dengan suara lemah.

" Padahal, papa tahu pasti seperti apa dia dulu. Seorang pemuda sekaligus pimpinan yang patut diapresiasi, bahkan dunia sudah mulai mengakuu prestasinya. Tapi sekarang, dia seperti tak bernyawa dan tak bertujuan."

" Kenapa papa ingin Fira yang melakukannya Pa? Fira hanya ingin menikah dengan orang yang Fira cintai dan juga mencintai Fira. Siapapun itu dirinya. Lagipula Fira bukan dokter atau psikiater"

" Tapi kamu punya kemampuan itu Nak, buktinya begitu banyak orang yang begitu nyaman berada di sekitarmu. Begitu mudahnya orang mengikuti apa maumu. Apa itu bukan sebuah kelebihan? Bahkan mereka yang belum pernah mengenalmu, ketika kamu inginkan menjadi anakmu, apa ada yang menolak? Jadi papa sangat yakin kamu mampu Nak. Papa mohon kali ini tolong bantulah teman papa. Papa hanya percaya pada Nak. Papa selalu percaya bahwa kamu tidak akan mungkin memanfaatkan kesedihan orang lain untuk kebahagiaanmu sendiri. Papa mohon Nak." Pinta Rahendra pada Anyelir dengan penuh pengharapan dan permohonan.

" Seandainya pun Fira mau, apa papa yakin anak Om Ja'far akan setuju?" Kata Anyelir dengan menghirup nafas panjang, seolah mencari kekuatan dari setiap udara yang masuk ke dalam paru-parunya.

" Akan papa rundingkan dahulu dengan Om Ja'far tentang itu, yang penting kamu sudah setuju. Terimakasih ya Nak. Papa takut sekali perusahaan yang Om Ja'far bangun dari nol akan hancur jika Diandra menikah dengan orang yang salah. Karena perusahaan itu adalah cita-cita dan hidup Om Ja'far. Papa tahu betul apa yang sudah beliau lalui dalam membangun perusahaan itu hingga seperti sekarang. Sedangkan beliau sudah tidak muda dan bugar seperti dulu lagi."

Anyelir mendengarkan cerita papanya dalam diam. Ada yang tiba-tiba sesak di dadanya dan bertambah di pundaknya. Anyelir cuma bisa berdoa dan berharap semoga ini menjadi jalan ibadah yang lain untuknya.

**tbc

Mohon maaf jika part ini terlalu pendek. 🙏🙏

Sampai jumpa next episode. Up semaunya😀😀😀😀**

3. Diandra

Seorang lelaki bernama Diandra Syauqi Pramudyarajasa, sedang meneguk wine langsung dari botolnya. Entah botol keberapa yang sudah ia kosongkan sejak semalam. Pakaian kotor, sampah sisa makanan ringan, beberapa box kosong sisa makanan cepat saji juga masih berserak sejak seminggu yang lalu. Apartemen yang biasanya begitu rapi dan bersih, beberapa bulan ini sudah seperti sarang tikus atau malah seperti tempat pembuangan sampah. Mungkin jika ibunya tidak mengirimkan beberapa orang untuk membersihkannya ketika anaknya pergi, tempat itu benar-benar tidak layak untuk disebut sebagai tempat tinggal, sebagai bagian dari hunian mewah yang tidak semua orang bisa memilikinya. Namun sejak seminggu lalu, Diandra tidak mengizinkan siapapun masuk ke apartemennya, walau apapun kepentingannya. Semakin hari, Diandra semakin menjadi sosok yang tidak memperdulikan apapun yang ada di sekelilingnya. Bahkan perusahaan yang selama ini dia pegang dan perhatikan seperti hidupnya, dibiarkan terbengkalai dan nyaris bangkrut. Untung saja, ayahnya segera mengambil alih agar perusahaan masih tetap berdiri walau tak sekokoh biasanya. Hal ini bermula ketika perempuan yang telah dicintainya sejak lima tahun lalu meninggalkannya untuk lelaki lain yang lebih kaya. Diandra merasa benar-benar dikhianati. Padahal mereka sudah merencanakan pertunangan dan pernikahan mereka. Tapi sebelum semua itu terealisasi, Rachel sudah lebih dulu memilih pergi dari sisinya.

***

Suara ketukan pintu tidak sedikitpun mengusik Diandra yang sudah kehilangan kesadarannya sebagai akibat dari minuman yang sedari tadi dia teguk. Merasa tak mendapat respon, akhirnya sang pengetuk pintu memasukkan beberapa digit angka untuk membuka pintu apartemen itu. Seorang perempuan paruh baya masuk dengan kesedihan dan keprihatinan yang mendalam melihat anak lelaki kebanggaannya dalam keadaan seperti mayat hidup, kehilangan gairah dan semangatnya.

" Diandra.." panggil perempuan itu dengan penuh kelembutan. Tetapi yang dipanggil masih tetap diam, tak merespon sapaan ibunya.

" Diandra.. sayang, sudah makan Nak?" Selina terus mencoba mengajak bicara anaknya. Tetapi masih belum ada reaksi apapun dari Diandra.

Selina membenahi posisi tidur Diandra di atas sofa. Mengganjal kepala anaknya yang hampir terjuntai ke lantai dengan bantal. Kemudian Selina mencoba membereskan semua kekacauan yang ada di sana. Tak berselang lama, Bi Siti dengan dua orang rekannya datang membantu sambil membawa beberapa bahan makanan, buah-buahan, sayur, daging, dan kelengkapan lainnya untuk mengisi kulkas. Selina dibantu Bi Siti memasak untuk makan siang , sedang dua orang yang datang bersama Bi Siti langsung membereskan dan membersihkan tempat itu.

***

Diandra terbangun dari efek mabuknya tepat ketika hari menjelang sore. Dengan kepala yang masih berat dan tubuh sempoyongan, Diandra beranjak ke kamar untuk membersihkan diri. Air dingin yang menyiram tubuh dan kepala Diandra memberikan sedikit kesegaran. Seakan membawa lelahnya ikut luruh bersama air yang mengalir.

Diandra meraih pakaian dari lemari kemudian melempar handuk sembarangan. Tak berapa lama Diandra telah rapi dengan celana jeans dan kemeja yang digulung sebatas siku. Menyisir rambutnya sembarangan serta menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.

Tanpa mengetuk pintu, Selina masuk ke kamar anaknya itu. Memungut pakaian kotor dan handuk basah yang di teronggok di lantai.

" Diandra, anak ibu. Mau kemana jam segini sudah rapi?" Tanya Selina sambil memegang bahu Diandra.

" Ibu.." ucap Diandra tak mampu menutupi keterkejutannya.

" Iya.. ibu Nak" jawab Selina.

" Ibu kapan datang?" Tanya Diandra bingung.

" Pertanyaan apa itu Nak? Ibu sudah dari tadi pagi datang, saat kamu tak sadarkan diri di atas sofa." Lirih Selina tak mampu menahan air mata. Melihat hal itu, Diandra benar-benar merasa bersalah.

" Maafkan Diandra ibu, Diandra menjadi anak yang selalu membuat ibu bersedih. Diandra masih belum bisa menerima keputusan Rachel untuk pergi." Kata Diandra

" Tapi jalan yang kamu pilih keliru Nak. Semua ini memang sudah kehendak sang pencipta. Bukannya seharusnya kamu bersyukur Rachel pergi sebelum kalian menikah. Hal ini menunjukkan bahwa Rachel bukan jodoh yang tepat untukmu Nak."

" Rachel itu segalanya buat Diandra Bu. Diandra pengen tua bareng sama dia."

" Ibu cuma bisa ngingetin Nak. Masih banyak perempuan lain yang baik di luar sana."

" Tapi tidak akan sama dengan Rachel Bu."

" Terserah kamu mau berpikir apa Nak. Tapi yang jelas, masih banyak perempuan yang pasti lebih baik dari Rachel. Percaya sama ibu ya Nak" kata Selina sambil menepuk-nepuk bahu anaknya seakan mencoba memberikan kekuatan.

" Ayo makan dulu ya Nak. Nanti setelah makan temani ibu ke rumah seseorang." Tanpa persetujuan Selina menarik pelan tangan Diandra menuju meja makan. Sementara Diandra tak sanggup untuk menolaknya karena memang perutnya sudah begitu perih belum terisi makanan sejak semalam.

" Memang mau kemana kita Bu?" Tanya Diandra sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

" Ke rumah teman ibu. Ibu sudah lama tidak bertemu mereka, nanti kita ke sana sama Ayah. Sekarang ayah masih rapat, mungkin sebentar lagi akan menyusul kita ke sini."

" Kenapa bukan ibu sama ayah aja yang pergi? Diandra dah janji sama Vito buat ke club Bu." Diandra mencoba menolak ajakan ibunya.

" Tolong berhenti dengan kekeliruanmu itu Nak. Sayangi juga tubuhmu. Kalau setiap malam kamu keluar masuk club. Mabuk. Bahkan tidur dengan orang yang tidak halal untukmu. Bukannya kamu juga sedang menyeret ibu dan ayah semakin mendekati api neraka Nak?" Selina tak mampu menahan air mata yang semakin menderas. Meletakkan sendok dan garpu di atas piring, tak lagi berselera untuk menyuapkan sisa makanan di atas piring. Meneguk segelas air dan melangkah ke sofa.

" Ibu, maafkan Diandra. Tolong habiskan dulu makanannya. Diandra gak mau kalau ibu nanti sakit." Pinta Diandra dengan rasa bersalah. Meninggalkan makanannya dan duduk di dekat kaki ibunya.

" Mungkin lebih baik ibu sakit dan segera dipanggil Allah Nak. Daripada ibu harus menyaksikan anak kesayangan ibu, kebanggaan ibu, terus masuk dalam dosa dan kemaksiatan. Coba setiap kamu akan melakukannya, kamu ingat ada ayah dan ibu. Ada adik perempuanmu. Apa kamu tidak marah dan kecewa jika adikmu yang dipermainkan oleh orang lain. Ibu lebih baik mati Nak." Tutur perempuan itu dengan air mata yang terus membanjir tanpa henti.

Diandra merasa sesak sebab semua perkataan ibunya benar- benar menusuk hatinya. Diandra belum siap jika ibunya pergi. Diandra merasa menjadi orang yang gagal dan kalah.

" Maafkan Diandra ibu. Maafkan.." hanya kata itu yang mampu Diandra ucapkan. Sambil mengingat semua kesalahan dan dosa yang telah membuatnya menjadi orang yang berbeda.

" Ibu akan memaafkanmu, jika kamu kembali menjadi putra ibu yang dulu, yang selalu menjalani hidupnya dengan optimis dan melakukan segala sesuatu dengan tepat. Bukan lelaki lemah yang selalu berteman dengan alkohol dan wanita malam. Ibu hanya ingin itu Nak."

" Diandra juga ingin begitu Bu, tapi Diandra masih belum bisa melupakan Rachel, Bu. Diandra juga gak tahu bagaimana cara melupakannya." Diandra merasa bingung dengan keadaannya.

" Menikahlah Nak. Tunjukkan kepada Rachel kamu kuat dan mampu terus melangkah tanpa dia. Jangan pernah menunjukkan kelemahanmu." Tutur Selina sambil menangkup wajah anaknya dengan kedua tangan. Sambil mencoba meyakinkan Diandra.

Diandra benar-benar terkejut dengan perkataan ibunya.

" Diandra gak bisa Bu. Diandra belum menemukan perempuan yang seperti Rachel. Perempuan yang ingin Diandra nikahi."

" Biarkan ibu yang pilihkan Nak."

" Diandra gak mau Bu. Diandra ingin mencari pendamping hidup Diandra sendiri Bu. Tolonglah Bu" rengek Diandra frustasi.

" Baiklah Nak. Pilihlah, pilihlah perempuan yang ingin kau nikahi atau teruskan lah apa yang sedang kau lakukan saat ini. Dan lihatlah kematian ibumu ini besok." Kata Selina sambil menghapus air matanya dan melangkah keluar. Tanpa berpikir Diandra langsung mengejar ibunya. Bersujud di kaki perempuan yang telah melahirkannya itu.

" Baiklah Ibu. Baiklah Diandra akan menikah dengan siapapun yang ibu pilihkan. Tapi Diandra mohon tetaplah hidup dan bahagia untuk Diandra ibu. Diandra mohon.." ucap Diandra sambil menangis sesegukan. Menahan semua perasaan yang bercampur aduk di dalam dadanya.

" Kalau begitu segeralah berganti pakaian. Rapikan wajahmu yang berantakan itu. Ibu tunggu di sini." Kata Selina sambil melangkah duduk kembali ke sofa, yang dibalas Diandra dengan anggukan.

tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!