NovelToon NovelToon

Demi Adikku Aku Rela Menikah Muda

01

Suasana di kamar rumah sakit itu sunyi senyap, hanya ada seorang gadis cantik berhijab sedang duduk terdiam,

sambil sesekali mengusap rambut seorang bocah laki-laki yang tertidur pulas, dengan alat-alat rumah sakit yang terpasang di tubuhnya.

Lisa, gadis berumur 19tahun. Berperawakan kecil, langsing, putih, cantik dan berhijab

Dia seperti mimpi di siang bolong, bagaimana tidak?

satu bulan lalu, keluarganya mengalami kecelakaan tragis di dalam bus saat, hendak pulang usai jalan-jalan bersama.

Kedua orang tuanya meninggal di tempat kejadian, sedangkan adiknya koma hingga sekarang.

Beruntungnya, Lisa hanya mengalami luka ringan saja.

Sejak kejadian itu Lisa harus menjadi tulang punggung, demi menghidupi dirinya juga membiayayi pengobatan sang adik.

Lisa yang hanya berkerja sebagai Office grils, di salah satu perusahaan di kota Jakarta. Dengan gaji yang terbilang tak banyak. Dia pun harus rela mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Lisa biasanya akan mengambil kerja sampingan, di salah satu minimarket di dekat tempat tinggalnya. jadi, pagi sampai sore dia berkerja menjadi OB, sore sampai pukul 11 malam dia menjadi kasir di minimarket.

Lelah?

Sudah pasti, dia kadang merasa kelelahan, akan tetapi inilah hidup. Siapa yang kuat dia yang bertahan, seperti itulah simbol kehidupan.

Subuh itu Lisa bangun lebih cepat, selesai mandi dan salat, dia buru-buru pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Hanya ada sisa nasi semalam dan satu telur di kulkas.

"Ah, lupa aku kan belum beli apa-apa hanya ada telur dan sedikit nasi, alhamdulilah bisa bikin nasi goreng," ucapnya seraya mengambil penggorengan lalu, mengiris bumbu dan memulai masak.

Selasai makan Lisa beranjak mencuci piring,membereskan peralatan dapur yang terpakai kemudian bersiap-siap berangkat bekerja.

Setiap hari dia harus berdesak-desakan di angkot, menempuh perjalanan 15 menit untuk bisa sampai ke tempatnya bekerja.

Yap, di sinilah Lisa sekarang berada, gedung tinggi menjulang itu tempat Lisa bekerja.

Meski Lisa hanya seorang OB di sini, akan tetapi itu tak membuatnya malu. Asalkan dia tak meminta-minta.

Lisa bergegas masuk ke dalam untuk berganti pakaian kerjanya lalu, mengambil sapu dan alat pel kemudian memulai pekerjaannya.

"Hey, Lis. Udah di sini aja kamu?" tanya seorang wanita muda dari arah belakang

Dia adalah Mona, teman sekolahnya dulu sekaligus patnernya bekerja sekarang.

"Hemm," jawab Lisa singkat

"Yaelah, Bu. jawabnya singkat banget," ujar

Mona sambil menepuk bahu Lisa. Namun, yang di tepuk hanya tertawa kecil.

"Eh, ngomong-ngomong kamu udah tau belum?" tanya Mona

"Tau apa," jawab Lisa sambil terus menyelesaikan pekerjaannya mengepel lantai ruangan demi ruangan

" Itu loh. Gosip yang beredar katanya direktur kita itu mau di ganti."

"Di ganti!" Lisa mengerutkan dahi.

"Heem, tapi kata gosip yang beredar, direktur yang sekarang itu masih muda. Anaknya pak

Adrian juga, tapi anak pertamanya" jawab Mona.

"Oh."

"Kok oh doang sih, Lis. Tanya kek, ganteng engga? Ih, kamu mah engga asik." Mona mengerucutkan bibirnya tanda sebal

"Hahahaha terus hubungan sama aku apa Mon? Mau dia ganteng apa engga bukan urusan aku?" Lisa tertawa terbahak-bahak, lalu berkata kembali "Sudah-sudah cepat ganti baju sana, nanti ketahuan pak dion tau rasa kamu."

"Astagfirullah, aku lupa. Ya udah, Lis aku ke dalam dulu yah. Jangan sedih di tinggal aku sebantar doang," ucap Mona sambil berlalu

"Ada-ada aja itu anak." ujar Lisa

Akhirnya waktu makan siangpun tiba, Lisa dan mona buru-buru pergi ke kantin kantor karena biasanya kantin akan sangat penuh jika waktu makan siang tiba.

"Lis, kamu mau makan apa?" tanya Mona.

"Aku, somay aja deh, Mon,"jawabnya

"kok somay doang, minumnya apa?"

"aku bawa kok," ujarnya sambil memperlihatkan sebotol minum di tangannya.

"ya udah, aku pesenin ya?" Mona berlalu mengahampiri kedai somay yang agak jauh dari tempatnya duduk.

" Mang somaynya 2 ya, es teh manisnya 1," ujar Mona pada tukang somay.

"Eh, neng Mona makin cakep aja nih," goda mang Asep yang memang sudah terbiasa bercanda dengan Mona dan Lisa.

"Ih, mang Asep mah bisa aja, Mona lagi tanggal tua nih engga bisa nyawer mang Asep," jawabnya sambil memperlihatkan uang 5ribuan 4 lembar di tangannya.

"Hahah, engga usah di sawerlah amang mah neng, cukup di senyumin aja juga udah seneng." jawab mang Asep sambil tertawa

"Nih, neng somay sama teh-nya," lanjutnya

"Makasih mamang ganteng" Mona langsung mengambil nampan dari tangan mang Asep, tak lupa membayarnya kemudian berlalu ke tempat duduknya.

"Ngelamun aja kamu, nih makan," ucap Mona memberikan 1 piring somay pada lisa

"Makasih." Lisa tersenyum

"Kamu kenapa, Lis? Ada masalah cerita sama aku kali aja aku bisa kasih solusi?" tanya Mona.

Lisa menghentikan kegiatan makannya, lalu menatap mona seraya berkata

"Aku udah bingung, Mon. Biaya rumah sakit semakin membengkak ,tapi Egi belum sadar juga," keluhnya dengan wajah lesu.

"Kamu yang sabar ya, Lis, Allah sedang mencintaimu dengan cara ini."

Mona memang teman yang paling bisa mengerti Lisa, mereka berteman sejak SD sampai sekarang bekerja pun sama-sama. Jadi tak heran jika Mona banyak tau tentang Lisa.

"Udah yuk, keburu jam 1 nanti di marahin," ajak Lisa

"Lah bentar napa, Lis. Belum habis nih, kan sayang hehe," jawab Mona yang langsung buru-buru menghabiskan makanannya.

Tak butuh waktu lama, akhirnya 1 piring somay dan segelas es teh sudah berpindah tempat ke perut Mona.

"Ayo," ajak Mona yang langsung menggandeng tangan Lisa untuk, kembali mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.

Di perusahaan mereka bekerja displin adalah suatu keharusan, itu berlaku untuk semua karyawan tidak terkecuali direktur perusahaan juga.

Tidak ada perlakuan khusus, siapa yang melanggar maka wajib mendapatkan peringatan. Maka dari itu hampir selalu karyawan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk mentaati peraturan perusahaan yang sudah di tetapkan.

Selesai bekerja Lisa langsung bersiap-siap untuk pergi ke tempat perkerjaan sampingannya. Lisa harus cepat-cepat karena kalau tidak pasti lisa akan ketinggalan bus.

Hampir 15 menit perjalanan Lisa sampai di sebuah minimarket dekat rumahnya.

"Assalamualaikum," ujarnya begitu mendorong pintu minimarket.

"Waalaikumsalam. Eh, udah datang kamu Lis?." tanya Farah, wanita 2 tahun lebih tua dari Lisa yang tak lain patner kerjanya di sini.

Sebenarnya karena Farahlah Lisa bisa bekerja di sini, Farah yang menawarkan pekerjaan sampingan ini pada Lisa.

Kebetulan Farah juga tetangga dekat Lisa. Jadi, ia tahu, jika Lisa sedang membutuhkan pekerjaan tambahan.

"Iya, Mba. maaf agak telat. Tadi jalanan agak macet," sesal Lisa

"Engga apa-apa, Mba juga baru selesai rekap nih, ya udah kamu siap-siap gih. Mba mau pulang, kasian ibu engga ada teman sendirian," suruh farah

"Iya, mba. Lisa ke belakang dulu ya."

Lisa berlalu meninggalkan Farah, bersiap mengganti pakaiannya.

Jikka di bilang lelah, sungguh ini sangat melelahkan. setelah seharian bekerja Lisa juga harus menjalani pekerjaan sampingannya. Tapi, jika ingat bagaimana kondisi adiknya, rasa lelah ini hilang seketika.

"sampai kapan kamu tertid**ur, Dek," gumam Lisa di hati.

...****************...

Mohon maaf ya kak karena ini novel pertamaku jadi masih banyak kesalahan

Mohon kritik dan sarannya ya🤗😊

sebenernya sih ini bukan novel pertama,aku dulu sering nulis tapi baru kali ini berani nulis lewat aplikasi😂

maafken author ya🙏

Selamat membaca😍

02

Disebuah rumah megah, seorang wanita dan lelaki paruh baya tengah duduk bersantai di ruang tamu.

"Pah, kok Rendy lama banget ya?" Wanita itu mulai membuka suara setelah menyeruput teh nya.

"Sabar, Mah mungkin jalanan lagi macet," jawab sang suami

Mereka itu Adrian Wijaya Kusuma dan Ratna Wijaya Kusuma. Orang tua dari Rendy Wijaya Kusuma, juga adiknya Dira Wijaya Kusuma.

Rendy, anak pertama mereka adalah seorang lelaki berusia 30tahun, berperawakan tinggi putih ganteng dan pinter. Sudah pernah membina rumah tangga, tapi pernikahannya hanya bertahan 6bulan saja. Karena, istrinya meninggal saat kecelakaan naas satu bulan lalu.

Saat itu Rendy dan istrinya hendak pergi makan malam tapi, naas di perjalanan mobil yang Rendy tumpangi di tabrak oleh bus yang sedang oleng. Hingga kecelakaan itu tak bisa terlekaan.

Sang istri sempat di larikan ke rumah sakit tapi, Allah berkehendak lain. Istrinya meninggal sesaat sampai di rumah sakit, sedangkan Rendy mengalami luka ringan dan mendapatkan perawatan selama seminggu di rumah sakit.

Hingga sampai sekarang Rendy belum sepenuhnya menerima kepergian sang istri, dia lebih sering berdiam diri di kamar dari pada berkumpul bersama keluarga.

Berbeda dengan kakaknya, Dira wanita periang ceria dan hangat. Usianya baru 18tahun, Dira memiliki perawakan cantik, kulit putih, langsing dan tinggi.

Dira kini sedang menempuh pendidikan di belanda mengambil jurusan tata busana, Dira bercita-cita menjadi perancang busana hebat di masa datang nanti.

Dari luar terdengar deru mesin mobil keluarlah dua orang lelaki muda tampan, terlihat raut kelelahan di wajah mereka.

Yap, meraka tak lain Rendy juga asisten sekaligus sahabatnya Rey Adiyanto.

"Rey, lo cepet pulang istrihat sana!" perintah Rendy pada sahabatnya itu.

"Oke, Ren besok jangan lupa ada meeting sama klien penting jam 10 pagi, tuh alarm setel yang bener biar kedengeran," ledek Rey, pasalnya bos nya ini sering hampir telat bangun kalau tidak Rey ingatkan.

"Ya, ya bawel lo udah kaya emak-emak arisan,"

"Ha ha ha, kalau gue emak-emak arisan. Lo juga sama dong, kan kita barengan," timpalnya sambil ketawa terbahak-bahak.

"Sialan, Lo buruan balik sana, atau mau gue potong tuh gaji!" ancam Rendy sambil berlalu ke dalam rumah.

"Woy, santai bro," jawab Rey langsung bergegas masuk mobil, menginjak rem dalam-dalam dan berlalu meninggalkan rumah mewah itu.

Dalam pikiran Rey, engga kebayang kalau gajinya di potong, bisa-bisa dia engga bisa membeli action figur kesukaannya itu.

"Hadeh si bos lagi pms kali, ya" batin Rey.

Sedangkan itu Rendy masuk seraya mengucapkan.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam," jawab kedua orang tuanya.

"Kamu baru pulang, Ren?" tanya bu Ratna

"Iya, Ma. Rendy masuk kamar dulu ya, badan Rendy rasanya remuk banget, seharian banyak kerjaan yang harus Rendy lakukan,"

"Ya udah, sana mandi terus turun ke bawah kita makan malam,"

"Iya, Ma," jawab Rendy bergegas menaiki satu persatu tangga menuju kamarnya di atas,

Sampai di kamar Rendy langsung ke kamar mandi membersihkan badannya yang lengket dengan keringat,

"Ah, lega rasanya." Rendy membaringkan tubuh lelahnya di kasur big size miliknya

matanya menatap langit kamarnya, pikirannya melayang menerawang jauh ke masa dulu.

Masa dimana sang istri masih menemaninya. Mungkin dulu memang Rendy di jodohkan dengan Kayla istrinya, tapi Rendy lama-lama bisa menerima Kayla dengan baik.

Hingga akhirnya kejadian naas itu memisahkan mereka berdua. Rasa tak percaya masih menancap dalam di hatinya, bagaimana semua begitu cepat berlalu.

Masa-masa indah yang singkat dengan sang istri masih terlihat jelas di pikirannya.

"Andai kamu masih di sini, Sayang. Mungkin aku tak sesedih ini tapi, semua sudah takdir tak ada yang bisa melawan kehendak Allah. Semoga kamu bahagia di sana,"

Tak terasa air mata lolos begitu saja di pipi nya. Hingga satu ketukan pintu mampu membuyarkan pikirannya.

"Sebentar" ucapnya sambil bangun dari tempat tidur membukakan pintu.

"Maaf, Tuan muda. Saya di suruh Nyonya untuk memberitahu Tuan muda kalau, makan malam sudah siap" ucap bi Iyah, pembantu rumah ini yang sudah bekerja sebelum Rendy lahir.

"Baik, Bi Terima kasih,"

"Sama-sama, Tuan. Kalau begitu bibi permisi ke bawah dulu."

"Iya, bi," jawab Renndy lalu menutup pintu kamar nya berjalan menuju ruang makan di bawah.

"Selamat malam, mah, pah," sapanya.

"Malam, Boy," jawab sang ayah.

"Boy, gimana rasanya bekerja di kantor papah?."

"Alhamdulilah, pah. Rendy senang 'kok," sahut Rendy sambil menarik kursi dan duduk di sebelah sang ibunda yang sedang mengambilkan makanan.

"Makan yang banyak, badanmu kurus sekali sekarang." ibu Ratna memerhatikan sang anak yang makin hari serasa semakin kurus.

"Ya, mah. Rendy biasa aja 'kok mungkin karena Rendy sering melewatkan makan siang, banyak sekali pekerjaan yang harus Rendy selesaikan akhir-akhir ini!" bantahnya

"Kamu itu selalu aja ada alasan, kamu bisa sakit kalau kaya gini,"

"Sudahlah, mah. Biarkan Rendy makan kalau mamah ngomong terus, kapan Rendy makannya." pak Adrian menyauti ocehan istrinya yang sedari tadi tak berhenti

"Ya, pah. Ayo makan," sahut bu Ratna

Tak terdengar lagi obrolan di antara mereka, hanya dengtingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring menemani suasana makan malam itu.

"Alhamdulillah, Rendy sudah selesai, kalau gitu Rendy masuk kamar dulu ya, mah, pah." pamitnya.

Rendy memang selalu seperti ini, dia sangat sopan pada orang tuanya, saat di jodohkan dulu pun Redy menerima saja karena Rendy yakin pilihan oranh tua adalah yang terbaik

"Ya, Boy" saut papahnya.

Setelah Rendy menghilang dari meja makan, bu Ratna kembali bersuara

"Pah, mamah kasian banget sama Rendy. sekarang dia jadi pendiam, jarang berbicara selain dengan kita dan Rey temannya. kok, mamah takut ya, engga ada yang mau sama Rendy," keluh si istri yang baru selesai dari dapur.

Bu Ratna memang nyonya tapi, dia tak pernah segan-segan mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci piring. Sedangkan,, Bi Iyah hanya bertugas membersihkan rumah sekali-kali memasak jika nyonya sedang kurang sehat.

"Hus, mamah kalau ngomong suka ngelantur yah, mau gimana lagi mah, namanya orang di tinggal mati pasti sedih. Apalagi mereka di pisahkan pas Rendy udah mulai nerima Kayla,"

"Pah, gimana kalau Rendy mamah carikan istri lagi, gimana menurut papa?"

"Papah 'sih ikut aja, mah. Gimana baiknya tapi, alangkah baiknya jangan sekarang, biarkan Rendy sendiri dulu. Mungkin dengan berjalannya waktu dia bisa sedikit melupakan istrinya,"

"Ya, mamah ngerti. Mamah juga harus cari dulu yang cocok sama Rendy, pah."

Perbincangan malam itu terus berlanjut sampai waktunya tidur, kedua orang tua paruh baya saling mengungkapkan pikirannya masing-masing.

"Ya udah, nanti kita bicarakan sama Rendy, sekarang kita tidur sudah malam, mah." ajak si suami yang langsung memejamkan matanya menuju alam mimpi.

Berharap, semoga putranya itu bisa menerima keputusan kedua orang tuanya.

...****************...

BERSAMBUNG

author minta maaf ya kalau ceritanya kurang menarik🙏

mohon kritik dan sarannya kak🤗

selamat membaca

03

Satu bulan berlalu Lisa masih menjalani aktivitasnya seperti biasa. Banting tulang demi mencukupi kebutuhannya juga, sambil mencicil biaya rumah sakit yang tidaklah murah. Untung saja pihak rumah sakit mau sedikit berbaik hati memperbolehkan Lisa mencicil tunggakannya. Meskipun, semakin hari semakin besar nominalnya tapi setidaknya Lisa berusaha semampunya.

Terkadang untuk menekan pengeluaran Lisa hanya makan nasi, di pagi dan malam hari saja. Siang nya dia hanya memakan roti yang dia peroleh dari minimarket tempat dia berkerja. Jika, sudah akan mendekati kadaluarsa, biasanya pihak minimarket membagikan pada karyawannya.

"Lumayan buat ganjel perut," pikir Lisa.

Siang itu cuaca sangat panas, matahari benar-benar menyemburkan seluruh energi panasnya di setiap pelosok bumi. Di sebuah bangku kecil tepat di bawah pohon besar terlihat seorang wanita sedang mengipas-ngipaskan tangannya agar ada sedikit angin yang terasa.

"Haduh, hari ini 'kok cuacanya wow banget, udah kaya di panggang dah," ujar Lisa lalu meneguk air putih di botol minumnya.Tak lupa memakan segigit demi segigit roti bekalnya.

"Hey Lis sendirian aja" sapa seorang lelaki dari belakang bangku. Lisa menoleh melihat siapa yang menyapanya barusan.

"Eh, pak Dion. Iya, nih, Pak," sahut Lisa.

"Loh Mona mana, biasanya kalian kemana-mana berdua. udah kaya lem dan prangko tak terpisahkan,"

Pak Dion mendekati Lisa lalu, duduk di sampingnya.

"Oh. Mona ke kantin pak biasa sama gebetannya." Lisa cengengesan memperlihatkan deretan gigi putihnya.Tak heran jika Lisa dan pak Dion bisa seakrab ini Pasalnya, dulu saat Lisa melamar pekerjaan di sini, Dion lah yang membantu nya hingga akhirnya Lisa bisa di terima sampai sekarang.

"Terus kenapa kamu di sini bukannya ke kantin, kan ini jam makan siang, Lis?" tanya Dion.

"Lisa udah makan ' kok, Pak." Lisa memperlihatkan roti di tangannya yang baru 3kali dia gigit.

"Haduh, Lisa mana kenyang cuman makan roti doang,kan kerjaan kamu menguras tenaga lis." Dion sedikit khawatir dengan gadis di hadapannya sekarang. Sebenarnya Dion menyimpan rasa pada Lisa, tapi Dion belum berani mengatakannya. Karena, takut jika dia di tolak Lisa akan menjauh darinya. Jadi, untuk sekarang lebih baik seperti ini saja dulu.

"Tenang aja, Pak.Lisa mah kuat, sekuat baja!" bantah Lisa.

Dion menghela nafas, tidak habis pikir dengan jawaban gadis mungil ini.

"Ya sudah, saya masuk kantor dulu, jangan ngelamun di sini entar kamu kesambet,"

"Ha ha ha, Pak Dion bisa aja"

Dion pergi berlalu meninggalkan Lisa sendirian, Lisa kembali meneruskan aktivitasnya memakan sisa roti di tangannya.Tapi baru saja 2 gigitan, dering ponsel menghentikan nya kembali

"Haduh, engga bisa apa neleponnya entar gitu ganggu orang makan aja! kesal Lisa.

"Assalamualaikum." suara wanita di sebrang sana terdengar sangat lembut.

"Waalaikumsalam," jawab Lisa.

"Apa ini mba Lisa Anggraini?"

"Iya betul saya sendiri, ada yang bisa saya bantu, Mba?"

"Kami dari pihak rumah sakit, Mba,"

"Ada apa ya, Mba?" matanya kini sedikit sayu, pikirannya melayang apa terjadi sesuatu pada adik tercintanya itu.

"Begin Mba, ini soal perkembangan adik Mba. Dokter Dika ingin bertemu Mba, untuk membahasnya. Bisa Mba ke rumah sakit sore ini? tanyanya lembut.

"Oh, baik, Mba. InsyaAllah saya akan datang terima kasih informasinya,"

"Sama-sama, Mba. Kalau begitu, maaf mengganggu waktunya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." ujarnya sedikit lesu

Kini nafsu makannya hilang seketika, pikirannya menerka-nerka apa yang hendak dokter Dika bicarakan.

Apa adiknya tak ada kesempatan untuk bangun kembali? semua hanya Allah yang tau, biarlah takdir yang menentukan nasib adiknya. Lisa hanya berusaha semampunya untuk memperjuangkan kehidupan adiknya itu.

Lisa kembali mengambil hp nya lalu, mencari kontak seseorang.

"Assalamualaikum," sapa Lisa.

"Waalaikumsalam, iya, Lis ada apa?" suara Farah dari gagang telepon terdengar sedikit pelan.

"Maaf, Mba bolehkah Lisa datang sedikit terlambat. Lisa dapat telepon dari rumah sakit. Dokter Dika ingin bicara soal perkembangan Egi?"

"Oh engga apa Lis. Tenang aja, kalau sudah selesai nanti langsung ke sini aja ya," jawabnya.

"Iya, Mba. makasih,"

"Iya, sama-sama."

"Ya udah, Mba. Lisa mau bekerja kembali. sekali lagi mohon maaf, ya, Mba! sesal lisa.

"Tenang aja, kaya sama siapa aja kamu nih."

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

Lisa memasukan ponsel milik nya ke dalam saku celannya lalu, bergegas masuk ke dalam kantor kembali. Dia harus tetap kuat meski sebenarnya hatinya sungguh sangat khawatir.

Seusai bekerja Lisa langsung berlari menaiki bus untuk ke rumah sakit, perjalanannya kali ini sangat melelahkan, suasana jalanan yang macet, belum keadaan bus yang desak-desakan karena memang jam pulang kerja. Setelah menempuh perjalanan 20 menit akhirnya Lisa sampai ke tempat tujuan. Lisa langsung masuk ke dalam rumah sakit dan menuju bagian resepsionis.

"Maaf, Mba. Dokter Dika nya ada?"tanya Lisa. ramah.

"Oh, ada, Mba. Sudah buat janji sebelumnya?."

"Sudah, Mba," sahut Lisa.

"Mari, saya antarkan ke ruangannya mba." wanita muda itu menuntun Lisa menuju lorong-lorong rumah sakit,menuju ruangan sang dokter.

"Ini, Mba langsung masuk aja dokter Dika nya ada di dalam,"

"Baik, Mba. Terima kasih." Lisa tersenyum.

"Sama-sama, saya permisi ya, Mba!" pamitnya.

"Baik."

Lisa mengambil gagang pintu lalu memutarnya seraya berkata.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam" jawab seorang lelaki dewasa. ya, dia adalah dokter Dika.

"Silakan masuk Lis, duduk dulu."

"Baik, Dok." Lisa menarik kursi di depannya, kini mereka duduk saling berhadapan.

"Ada apa ya, Dok?" tanya Lisa.

"Gini, Lis. Adik kamu ini sepertinya harus di rawat di luar negri karena, kalau di sini kami belum memiliki alat yang sangat canggi," jelas dokter Dika.

"Apalagi kondisinya ini sangatlah drop, sudah hampir 2 bulan belum ada tanda-tanda dia akan bangun," lanjutnya.

Lisa mengambil nafas dalam-dalam lalu, mengembuskannya

"Tapi, Dok. Saya tidak punya uang untuk membiayayinya. Ini saja tunggakan saya masih sangat banyak." Lisa menuduk, dia tidak tau harus berbuat apa.

"Maafkan saya Lisa karena, tidak bisa membantu banyak. Saya hanya memberi

informasi tentang bagaimana keadaan adik kamu. tapi, jika kamu keberatan tidak apa-apa tapi, kecil kemungkinan Egi bisa bangun kembali." Dokter itu berhenti sebentar

"Tapi, kalau kamu sudah siap biayanya nanti kamu bisa melakukannya. Saya tahu kamu ingin yang terbaik untuk adikmu,"

"Iya, Dok,"

"Hanya itu saja yang akan saya sampaikan lisa. Oh, ya ini resep obat yang harus kamu tebus untuk minggu ini." dokter Dika menyerahkan secarik kertas.

"Baik, Dok. Terima kasih, kalau begitu saya permisi dulu." Lisa beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari tempat itu.

Kini pikirannya kacau balau, apa yang harus dia lakukan. Dia sangat ingin membawa adiknya itu berobat ke luar negri. Tapi apalah daya keadaan lah yang tak memungkin.Tak terasa bulir air mata menetes lolos dari mata indahnya, dia berjalan tak tentu arah.

BRUK

hingga tanpa sadar, Lisa menambar seseorang di hadapannya.

"Maafkan saya tuan"

...****************...

BERSAMBUNG

minta pendapatnya dong kira-kira visualnya siapa ya yang cocok buat pemeran novel ini?😁😂

author belum kepikiran masing menimbang-nimbang🙈

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!