NovelToon NovelToon

Godaan Mahasiswi Nakal

Mahasiswi Nakal

"Ahkhh.. sakit Mr. Gabriel! Pelan-pelan hiks."  Suara gadis terdengar nyaring, memenuhi ruangan kelas.

Saking sakitnya, ia memukul-mukul dosennya agar lebih bergerak perlahan.

"Diam." Suara dingin menggelegar, membuat bulu kuduk gadis itu naik. "Sebentar lagi aku selesai, Ivy."

Dasi ditarik oleh dosennya, kedua tangan gadis itu kemudian diikat oleh dasi hitam bergaris.

"Tolong.. sakit.. ampun Mr. Gabriel! Sakit banget.." Rengek wanita itu lagi, "Kenapa aku diikat..?"

Dosen pria itu berdecak, "Diamlah, itu karna kamu terus memukulku."

"Hwaa sakit soalnya! Pelan-pelan Mr. Gabriel.. Jangan ditekan.."  Tangisnya pecah dan ia terus merengek.

"Sabar, tahan sebentar. Lagian suruh siapa kamu lari-lari ditangga, kan jadi jatuh. " Dengus Dosen itu, berusaha mengobati luka mahasiswinya.

"Kan aku mau ngejar Mr.Gabriel, cium dulu dong Mister biar sembuh nih."

Wanita itu mengerucutkan bibirnya dan mendekat pada dosennya.

Cup!

Seketika ciuman terjadi dengan tergesa, membuat gadis itu kebingungan. Setelah selesai, gadis itu bingung setengah mati.

"KOK DICIUM BENERAN SIH MR. GABRIEL?!!

Dosennya itu meraih dagu si wanita seraya menatapnya tajam, "Loh kan kamu yang minta duluan, kok di gas takut?"

Bagaimana bisa begini? Kisah ini dimulai dari sini..

...****************...

-LONDON-

Ivy Anneliese Parker, seorang primadona di kampus bergengsi. Berparas cantik, body goals, dan paling menawan.  Tingginya 162 CM dan Ivy  sangat menyukai anjing laut.

Ivy termasuk anggota cheerleader kampus yang terkenal dan memiliki banyak fans pria.

Ivy dengan rambut hitamnya yang lurus dan lembut, sekali mengibaskan rambut semua orang akan terpana padanya.

"Ivy!!"

"Ya Tuhan cantik banget, Ivy buka pesanku!"

"Ivy, kamu wangi banget astaga.."

Sorak sorai fansnya selalu menyertai jalannya. Kepercayan diri Ivy begitu tinggi, Ivy yakin dia adalah gadis yang disukai semua orang.

Kepribadiannya yang ceria, membuat Ivy disukai oleh banyak orang dan yang paling utama, dia adalah anak tunggal ketua yayasan yang menaungi kampusya.

"Papa mau Hp apel yang baru dong~" Ivy tidak pernah berhenti mengikuti tren.

"Beli aja sayangku, beli tokonya juga papa sanggup kasih." Ivy adalah anak satu-satunya yang dimanja kedua orang tuanya.

"Ih makasih.. Ivy jadi sayang sama papa~"

Kehidupan Ivy begitu sempurna, ia juga memiliki banyak teman baik san asik. Ivy menjalani hidupnya dengan tenang dan selalu disertai energi positif.

Tetapi pada semua hal positif yang ada di sekelilingnya, Ivy memiliki satu masalah.

Ada satu orang yang sangat ia tidak sukai.

BRAK!

Suara meja yang digebrak menggelegar di di dalam ruangan, mata legam nan tajam itu menatap Ivy dengan kesal.

"Apakah kamu bisa serius Nona Ivy?" Suaranya tajam dan selalu mmengganggu ketenangan Ivy.

Dia Mr. Gabriel, dosen killer kampus ini yang ditakuti banyak mahasiswa.

Cara berpakaiannya selalu rapih, rambut hitam rapih dengan kacamata kotak yang selalu melekat pada wajahnya. Dia pria yang sangat tinggi dan terlihat berwibawa, tingginya sekitar 192 CM.

Kabarnya Mr. Gabriel itu cuek, ia tidak suka didekati siapapun apalagi wanita.

Dia akan memperlakukan buruk siapapun yang menentang dan mendekatinya.

Ivy tidak senang padanya, ia juga sering merengek ke papanya agar tidak dapat mengikuti kelas Mr. Gabriel tapi, papanya tidak bisa menyetujui itu.

"Kamu telat lagi Nona Ivy." Suara dingin itu selalu merusak moodnya.

Ivy duduk dikelas dengan malas, ia juga sama sekali tidak memperhatikan kelas Mr. Gabriel dan bermain ponselnya.

Sampai kelas berakhir, semuanya sedang beres-beres.

'Asik bisa pulang nih, sumpek banget daritadi di kelas ini'  Batin Ivy senang.

"Nona Ivy jangan keluar dulu." Ucap Mr. Gabriel dingin.

'Duh apalagi ini, malesin banget'  Ucap Ivy dalam hati.

Ivy memutar bola matanya malas dan mendegus. Setelah semuanya keluar kelas dan menyisakan mereka berdua, Mr. Gabriel lalu mengambil beberapa buku tebal dan menyerahkannya pada Ivy.

"Apa ini Mr. Gabriel? Jam kelas kan sudah selesai, kenapa Mister memberi ini?" Tanya Ivy dengan tidak sabar dan nada ketus.

"Baca dan rangkum isi dari buku-buku itu." Mr. Gabriel mengucapkan kalimat itu seolah tidak bisa dibantah.

"Kenapa begini? Mr. Gabriel tidak berhak seperti ini, jam kelas sudah selesai." Ivy tidak peduli, ia tidak ingin terjebak dengan dosen menyebalkannya ini.

Ivy ingin segera keluar dari ruangan ini, ia beranjak dan memakai tasnya.

"DUDUK!" Bentak Mr. Gabrial yang langsung membuat Ivy terdiam.

Ketegangan ini membuat bulu kuduk Ivy merinding, ia bahkan enggan sekali melihat wajah Mr. Gabriel.

'Dia kenapa sih aneh banget'  Batin Ivy jengkel.

"Aku sudah bilang rangkum isi buku itu, tinggal ikuti perintahku apa susahnya?" Mr. Gabriel menghela nafasnya, ia terlihat kesal dan kembali menatap Ivy tajam.

"Kamu memang mahasiswi nakal, kamu memang pantas dihukum." Tegasnya lagi dan langsung membuat Ivy berdiri tidak terima.

"Menghukum?" Kata-kata itu mengundang gelak tawa dari Ivy, "Mr. Gabriel tidak berhak melakukan itu! Orang tuaku saja tidak pernah menghukumku."

Mr. Gabriel tidak bergeming, tatapanya menunjukan bahwa ia tidak akan berhenti saat ini.

Hal itu membuat Ivy semakin tidak tahan, "Mr. Gabriel pasti tau kalau orang tuaku pemilik yayasan yang menaungi kampus ini."

Ivy lalu mengeluarkan ponselnya dan menunjukan kontak otang tuanya pada Mr. Gabriel.

"Aku akan bilang ke orang tua-ku, Mr. Gabirel siap-siap saja dipecat!" Ucap Ivy dengan lantang.

Mr. Gabriel hanya terkekeh dan menyilangkan tangan di dada, menunggu hal yang terjadi selanjutnya.

Ivy menelpon papanya dan segera diangkat, "Papa~  Mr. Gabriel mengurungku di kelas dan menyuruhku merangkum isi dari buku-buku besar yang banyak. Tolong aku papa.. aku tersiksa disini.." Mohon Ivy pada ayahnya seperti biasa.

"Ah nak.. hal itu.. maaf papa nggak bisa bantu."

"Hah? Kenapa tidak bisa Pa?" Ivy menaikkan nadanya.

"Itu permintaan mama kamu, Mr. Gabriel emang disuruh untuk mendidikmu. Kamu nurut aja ya sama Mr. Gabriel."

Ivy yang masih melongo, menatap Mr. Gabriel dengan ragu.

Mr. Gabiel yang sudah menduga akhirannya segera mendekat dan mengambil ponsel Ivy.

"Seperti kata orang tuamu, turuti perintahku." Ucap Mr. Gabriel lagi, menegaskan dengan suara yang dingin.

Alis Ivy mengernyit, seumur hidupnya ia tidak pernah kalah dari orang lain dan pada dosen yang menyebalkannya ini, Ivy juga tidak ingin kalah.

Ivy ingin pergi dan tidak ingin mengikuti perintahnya.

"Kembalikan ponselku, Mr. Gabriel." Pinta Ivy dengan ketus.

"Selama bersamaku, ponsel ini akan disita. Kamu harus fokus dan menuruti semua perintahku."

Tatapannya yang tajam itu memuakkan, Ivy ingin sekali menghajar wajah songongnya itu.

Mr. Gabriel mendekat dan menatap Ivy penuh kemenangan, "Kamu tidak bisa merengek padaku Nona Ivy."

Mr. Gabriel segera berbalik badan dengan santai. "Kerjakan yang kusuruh, kamu tidak boleh keluar kelas sampai semuanya selesai."

Ivy tidak mau terjebak dengan dosennya ini, Ivy tidak sudi. Bagaimana caranya menjauh? Ivy ingin membuat Mr. Gabriel menyerah padanya.

"Ya, aku tidak akan merengek pada Mr. Gabriel," ucap Ivy yang langsung menarik lengan Mr. Gabriel.

Mr. Gabriel seketika berbalik, ia kini berhadapan dengan Ivy. Sepersekian detik berikutnya, gadis itu mulai jinjit dan mencīüm bíbìr Mr. Gabriel.

Mr. Gabriel kaget setengah mati, bíbir lémbùt dan harum parfum Ivy menyeruak Indera penciumannya.

Kewaspaan Mr. Gabriel berkurang, di saat itu Ivy memanfaatkan kesempatan untuk mengambil ponselnya dari tangan Mr. Gabriel.

'Aku harus pergi dari sini..'

Setelah hal itu selesai, Ivy mendorong Mr. Gabriel yang mendadak ling lung.

Ivy segera mengambil tasnya dan pergi meninggalkan kelas. Sebelum ia benar-benar pergi, Ivy menatap Mr. Gabriel dengan bangga.

"Bye Mr. Gabriel," ucapnya santai seraya mengeluarkan jari tengah pada dosennya itu.

Setelah semua itu, Mr. Gabriel  kehilangan tenaga di kakinya. Mr. Gabiel hampir ambruk, ia menutup bibirnya, nafasnya memberat dengan wajah yang sangat merah.

"Ciuman pertamaku.." Deru nafas Mr. Gabriel menjadi tidak lancar, jantungnya berdetak kencang dan ia masih belum bisa menerima semua hal yang terjadi tiba-tiba.

Apalagi hal tadi adalah yang prtama baginya. Perasaan campur aduk menyelimutinya, ia jijik tapi di saat bersamaan, Mr. Gabriel masih terbayang  hal tadi..

"Gadis sialan, kamu benar-benar nakal ya." Mr. Gabriel segera berbalik dan berlari keluar kelas.

Mr. Gabriel menatap sekeliling dan Ivy benar-benar sudah kabur tanpa meninggalkan jejak.

"Jadi kau ingin membuatku menyerah ya, kamu tidak akan bisa melakukanya padaku Nona Ivy."

Mr. Gabriel terkekeh, ini akan sulit tapi dia juga tidak akan menyerah.

Lepas Pakaianmu

Ivy berlari secepat kilat menuju mobilnya, wajahnya memerah, setengah malu, setengah bingung.

Sesampainya di dalam mobil, Ivy menjedukkan kepalanya ke setir dengan frustrasi.

"Haduh... good job, Ivy," gumamnya, setengah mencemooh dirinya sendiri.

"Hal bodoh kali ini nyium dosen sendiri, dan yang mulainya juga aku!" Ia mengacak-acak rambutnya sendiri, merasa malu sekaligus lega.

Setidaknya, ia berhasil kabur dari Mr. Gabriel, dosennya killer yang menyebalkan itu.

"Pokoknya, aku harus pulang sekarang." Ivy menyalakan mobilnya dengan tteka untuk bicara pada orang tuanya.

Sesampainya di rumah, Ivy langsung menggebrak pintu.

BRAK!! 

"Papa! Mama!" Teriaknya, nada suaranya penuh keluhan.

Papanya, yang sudah hafal anak gadis semata wayangnya sedang marah, buru-buru mendekatinya dengan senyum kecil.

"Nak, udah pulang ya.. mau ice cream?" Tawarnya lembut, mencoba meredakan badai yang terlihat jelas di wajah Ivy.

"NO, PAPA!" Ivy balas berteriak. Wajahnya merengut seperti anak kecil yang tidak mendapatkan mainan.

"Papa tega banget kasih aku ke Mr. Macan Gabriel! Papa kan tau kalau aku nggak suka dia!"

Papanya hanya bisa meringis, mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Nak, tenang ya. Itu kan suruhan mama."

"Papa kan bisa bujuk Mama! Pokoknya aku nggak mau ketemu dia lagi! Nanti aku gak sayang lagi sama Papa." Kecam Ivy sambil menyilangkan tangannya di dada.

Papanya meringis mendengar itu seakan tidak ingin kehilangan kasih sayang putrinya. "I-iya nak, nanti papa bicara sama mama ya, demi kenyamanan Ivy."

Namun, percakapan mereka mendadak terhenti ketika sebuah suara dingin dan ketus menyela.

"Bicara apa?"

Ivy menoleh dengan kaget, lalu langsung merengut. Dia Mama Ivy berdiri di depan pintu, wajahnya penuh otoritas.

Mama Ivy adalah wanita galak nomor satu di hidupnya, bahkan melebihi Mr. Gabriel.

Hari ini, Mama Ivy rela pulang lebih awal dari pekerjaannya hanya untuk menghadapi drama Ivy.

"Mama! Mama nggak tau, kan, Ivy sengsara banget gara-gara dia! Dia nggak biarin aku pulang, HP-ku dia ambil seenaknya!"

Mama Ivy mengangkat alisnya dengan santai. "Bagus dong, biar kamu belajar disiplin."

Ivy menghempaskan nafasnya dengan kesal. "Ah, sebel! Mama gak pernah ngerti"

Ivy langsung berlari ke atas tanpa menunggu respons lebih lanjut, menutup pintu kamarnya dengan keras.

Beberapa saat Ivy turun lagi membawa koper dan boneka anjing laut kesayangannya.

"Aku mau minggat!" Ucapnya dengan lantang, mencoba  menarik perhatian orang tuanya.

Papanya langsung bereaksi, "Anakku.. kenapa begini.."

Namun, tidak ada respons dari Ibu Ivy. Hal itu membuat Ivy makin kesal.

"Mama tega!" Ivy merengutkan bibirnya, merasa usahanya sia-sia. "Aku minggat beneran, loh ma!"

Ivy membalikkan badan namun sesaat ia kembali berbalik, "Aku minggat loh ini." Beberapa langkah Ivy membalikkan badannya lagi.

"Aku minggat beneran ya!"

Mama Ivy tetap diam, sementara Papanya mulai menangis pelan. "Nak, jangan pergi..." Bisiknya.

Ivy akhirnya menghela nafas panjang, merasa diabaikan . Dengan ekspresi kesal, ia keluar dari rumah sambil membawa barang bawaannya.

"Aku minggat! Pokoknya aku nggak akan pulang sampai papa dan mama nurutin permintaan aku!" Katanya keras-keras sebelum menutup pintu dengan dramatis.

"IVY!!" Teriak ayahnya, mencoba mengejar, tapi mama Ivy menahan tangannya.

"Sudahlah, nanti juga dia balik lagi," kata mama Ivy sambil tersenyum tipis.

"Keluarga ini emang hobinya ngedrama." Celetuk mamanya lagi.

***

Ivy mengemudikan mobilnya dengan ekspresi penuh tekad. Di kursi sebelah, hanya ada tas kecil dan ponselnya.

"Nggak apa-apa bawa baju sedikit, aku tinggal beli baju lagi," gumamnya. Ivy sudah memutuskan.

Jika keluarganya ingin membawa dosen iblis ke kehidupannya, ia akan membuktikan bahwa ia bisa hidup mandiri.

Setelah beberapa kali melintasi jalan-jalan utama kota, Ivy berhenti di depan sebuah apartemen mewah yang menjulang tinggi.

Lobby-nya megah dengan lampu gantung berkilauan, persis seperti tempat yang ia idamkan. Ia melangkah masuk dengan penuh percaya diri.

"Saya mau booking unit di sini setahun," katanya anggun kepada resepsionis.

"Baik, Nona. Silakan pilih jenis unitnya," jawab resepsionis dengan ramah.

Dengan santai, Ivy mengeluarkan kartu hitamnya, kartu kredit eksklusif yang biasa ia gunakan tanpa batas.

Ivy menyerahkan kartu itu dengan senyuman penuh kemenangan.

'Lihat aja, Ma. Ivy bisa hidup sendiri!' Batinnya percaya diri.

Namun, senyum Ivy memudar ketika resepsionis berkata ragu, "Maaf, Nona Ivy. Kartu ini tidak bisa digunakan."

"APA?!" Ivy langsung merebut kartunya kembali, menekannya lagi ke mesin pembayaran. "Coba lagi!"

Setelah beberapa kali percobaan, resepsionis menunjukkan layar mesin pembayaran.

[ Kartu Debit Anda terblokir ]

"NOOOO!!" Ivy menjerit, terduduk lemas di lantai lobby. Wajahnya memucat, kepalanya mulai pusing.

"Sekarang aku jadi... gelandangan," gumamnya dengan suara parau. "Apa aku harus tidur di kardus?"

Setelah beberapa saat terisak dan menarik perhatian orang-orang di lobby, Ivy akhirnya menyerah. Dengan langkah berat, ia kembali ke rumahnya.

---

Di rumah, Papa Ivy sudah menunggunya dengan cemas di ruang tamu bersama Mamanya.

Begitu melihat Ivy datang, ia langsung berlari menghampiri, memeluknya erat.

"Nak! Kamu nggak apa-apa, kan?"

Namun, suasana berubah ketika Ivy melihat Mamanya. Di sana, Mama Ivy duduk dengan santai, menyesap teh dengan tenang.

Ivy menatap Mamanya penuh emosi.

"Mama!" Teriak Ivy.

Ibu Ivy hanya mendongak pelan, "Papa terlalu lama memanjakanmu, Ivy. Mulai sekarang, ikuti aturan yang mama buat."

Ia menggebrak meja, meletakkan selembar kertas penuh dengan daftar aturan yang membuat Ivy melongo.

Peraturan IVY

Nilai Ivy harus bagus, A semua

Ivy tidak boleh minum-minum sembarangan

Berhenti mengandalkan uang untuk menyelesaikan masalah

Tidak boleh boros

Uang saku dan akomodasi diatur mama

Menurut pada Mr.Gabriel

Mendapat gelar cumclaude

Ivy membacanya dengan tertegun, merasa seperti dihukum di sekolah.

"Ok kalau itu mau mama tapi.. dari sekian banyaknya orang kenapa harus Mr.Gabriel, Ma..?" Tanya Ivy resah.

"Udah berkali-kali mama kasih kamu guru private dan pengasuh semuanya gak ada yang betah. Cuman Mr.Gabriel aja yang cocok buat kamu." Jawab mamanya tegas.

"Mama serius? Aku nggak bisa hidup kayak gini! Papa tolong aku!" Ia menatap papanya dengan mata memelas.

Papanya mendekat, mencoba menghibur. "Nak, tenang ya. Ini buat kebaikanmu." Papanya tidak bisa apa-apa di depan Mama Ivy.

Ivy ambruk ke sofa dengan ekspresi putus asa. "Aku nggak sanggup! Ini penyiksaan, kehidupan bebasku yang malang.."

Papanya mendekat dan berbisik, "Nanti papa diem-diem kasih uang, ya."

"Beneran, Pa?!" Ivy langsung semangat lagi. Tapi kebahagiaannya lenyap seketika ketika Mama Ivy menyela dengan suara tajam.

"Papa juga ATM-nya udah mama blokir. Jangan coba-coba kasihan sama anak itu!"

"NOOOO!!" Kali ini, giliran Ayah Ivy yang ambruk di lantai dengan wajah putus asa.

Mama Ivy hanya tertawa kecil sambil kembali menikmati tehnya.

"Ivy, mulai sekarang kamu harus berubah jadi orang yang benar. Kalau semua aturan ini berhasil kamu lalui, kamu akan bebas kembali."

Ivy mendengus, wajahnya penuh kesal.

"Kalau begitu jadinya, hidupku nggak akan pernah sama lagi..." Gumamnya sebelum melangkah ke kamar dengan langkah berat.

***

Hidup Ivy berubah drastis sejak mamanya mengambil alih kendali penuh atas keuangannya.

Dengan uang saku terbatas setiap minggu, Ivy terpaksa menahan keinginannya untuk berbelanja barang-barang mewah.

Namun, yang paling menyiksa adalah keberadaan Mr. Gabriel, dosen killer yang disuruh langsung oleh ibunya untuk mendidik Ivy.

Ivy sering bolos dari kelas Mr. Gabriel, berharap bisa bebas darinya. Tapi ibunya selalu tau, entah bagaimana.

"Kalau kamu bolos kelas Mr.Gabriel lagi, mama sita HP kamu!" Tegas ibunya suatu malam.

"Jangan, Ma.. ampun.. jangan HP, ya!" Rengek Ivy, memeluk ponselnya erat-erat seperti barang paling berharga di dunia.

Akhirnya, Ivy menyerah dan kembali masuk kelas Mr. Gabriel. Namun, kali ini, ia punya rencana baru.

Jika ia tidak bisa lari dari Mr. Gabriel, maka ia harus membuat dosen itu menyerah sendiri.

"Udah banyak guru private dan pengasuh yang nyerah sama aku.. Mr. Gabriel juga bisa kusingkirkan!" Gumam Ivy penuh tekad.

Keesokan harinya, Ivy masuk kelas Mr. Gabriel dengan penampilan yang mengejutkan semua orang.

Ivy sengaja datang terlambat, mengenakan rok jeans mini dan tank top pink yang mencolok, memperlihatkan belahánnya dengan sangat jelas.

Di tangan kirinya, ia membawa permen karet yang ia tiup sembarangan, membuat bunyi pop.

Seluruh ruangan langsung terdiam. Mahasiswa lain menatap Ivy dengan mulut menganga, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Pagi, Mr. Gabriel," sapa Ivy santai, dengan senyum penuh provokasi. "Aku bawa apel, Mister."

Mr. Gabriel, yang sedang menulis di papan tulis, berhenti sejenak. Ia menatap Ivy dengan ekspresi tajam, rahangnya mengepal menahan amarah.

Dengan langkah lambat namun penuh tekanan, Ivy mendekat ke meja dosennya. Ia meletakkan apel di atas meja, seakan menantang pria itu untuk bereaksi.

"Dinikmati ya, Mister. Apelnya lembut banget~" Ucap Ivy dengan nada menggoda.

Ivy kemudian menambahkan dengan suara lebih pelan, cukup untuk didengar Mr. Gabriel, "Lembutnya... sama kayak bibir aku."

Mr. Gabriel, yang wajahnya mulai memerah karena campuran emosi, langsung menarik tangan Ivy.

"Nona Ivy, ikut aku sekarang," katanya dingin, suaranya rendah tapi penuh wibawa.

Ivy tersenyum kecil, puas karena berhasil membuat dosen itu kehilangan kesabarannya.

Namun, ia tidak menyangka bahwa Mr. Gabriel akan menggiringnya langsung ke ruang kantor pribadinya.

Sesampainya di ruangan itu, Mr. Gabriel menutup pintu dengan suara keras, membuat Ivy sedikit terkejut.

Mr. Gabriel menatap Ivy tajam, matanya penuh dengan amarah yang terkendali.

Mereka saling berhadapan saat ini, "Ganti pakaian kamu sekarang!" Pertegas Mr.Gabriel memasang wajah tidak senangnya.

"Ok Pak, aku ganti ya.." Ivy mendadak menaîkkán tanktop pinknya itu secara mendadak.

'Anak ini..'  Mr.Gabriel membatin resah.

Sandera

Sikap Ivy membuat Mr. Gabriel jengkel.

Khawatir keadaannya semakin bahaya, Mr. Gabriel tiba-tiba mendekat dan menarik pengelangan tangan Ivy dengan kuat.

"Nona Ivy," panggil Mr. Gabriel dengan suara rendah.  "Ganti bajumu yang pantas dan ikut kelasku dengan benar."

Ivy mengangkat alis, tidak gentar meski merasa cengkeraman pria itu di pergelangan tangannya terlalu erat.

Ivy meringis sakit, namun tetap menatap balik dosennya dengan berani.

Ivy tidak mau kalah.

"Mister sendiri yang menyuruhku ganti baju tapi sekarang malah menahan tanganku." Tegurnya tegas, matanya tajam menatap pria itu.

Cengkeraman Mr. Gabriel semakin kuat, membuat Ivy merasakan sakit di pergelangan tangannya.

"Jangan main-main denganku, Nona Ivy," ujar Mr. Gabriel dengan suara yang dingin.

"Aku tidak main-main, Mister. Lepaskan tanganku!"

Ivy mencoba menarik tangannya, tapi Mr. Gabriel justru semakin mendekat, mendesaknya hingga ke dinding. Matanya menatap Ivy lekat, penuh amarah dan rasa frustrasi.

"Nona Ivy," gumamnya perlahan namun penuh tekanan.

"Kalau kamu tidak mau mendengarkan, aku tidak akan melepaskanmu." Mr. Gabriel memperkuat cengkramannya.

"Aw! Sakit Mister, lepas!"

Sakit mulai menyebar di pergelangan tangannya, membuat Ivy hampir kehabisan akal. Namun otaknya berputar cepat.

Ivy menatap wajah Mr. Gabriel yang merah padam, memperhatikan gerak-geriknya yang mulai tidak tenang.

Sebuah ide nekat terlintas lagi di benaknya.

Dengan gerakan cepat, Ivy menarik tangannya sehingga Mr. Gabriel sedikit condong ke arahnya.

Lalu, sebelum pria itu sempat bereaksi, Ivy mengecup pipinya dengan singkat.

CUP!

Kecupan itu menghentikan semuanya.

Mr. Gabriel melepas cengkeramannya dengan wajah terkejut.

Tangannya perlahan menyentuh pipi yang baru saja dikecup oleh Ivy.

Untuk pertama kalinya, pria yang selalu tampak dingin itu kehilangan kendali, matanya membulat, dan wajahnya semakin memerah.

Ivy memanfaatkan momen itu untuk menjulurkan lidah, mengejeknya dengan senyum penuh kemenangan.

"Ternyata Mr. Gabriel lemah," ejeknya sambil berusaha melangkah pergi.

Namun langkahnya terhenti ketika tangan Mr. Gabriel kembali menariknya, kali ini dengan lebih hati-hati, tetapi tetap penuh kekuatan.

Mr. Gabriel mendorong Ivy ke dinding, membuat gadis itu terjebak di antara tembok dingin dan tubuh tinggi dosennya.

"Nona Ivy," gumamnya, suaranya serak dan dalam, "Jangan terlalu berlebihan padaku, aku tidak menyukainya." Tegasnya lagi.

Ivy jusru tersenyum mendengarnya, ini memang rencananya agar Mr. Gabriel menyerah.

Ivy menatap dosennya, senyumnya tak pudar meskipun jantungnya berdebar keras.

"Kenapa, Mr. Gabriel? Wajahmu merah, loh. Lagi gugup, ya?" Godanya, mencoba menyembunyikan ketegangannya di balik tawa kecil.

Mr. Gabriel menatap Ivy dengan tajam, namun kegugupannya jelas terlihat. Ia menggeram pelan, menggenggam tangan Ivy yang masih di dekat dadanya.

"Jangan menguji emosiku. Kalau kamu berani melakukan hal seperti itu lagi-"

Ivy memotongnya dengan senyum jahil. "Mau aku cium lagi, Pak?"

Kata-kata itu membuat Mr. Gabriel membeku, wajahnya semakin merah. Ia tidak pernah menghadapi gadis seberani ini sebelumnya.

Namun di balik amarah dan rasa malu yang menggelitik, ada debaran di dadanya yang tak bisa ia kendalikan.

...****************...

Ruang priadi Mr. Gabriel yang sepi mendadak terasa semakin sempit ketika aroma lembut parfum Ivy tercium oleh Mr. Gabriel.

Wewangian itu menyebar pelan, membuat fokusnya goyah.

Ucapan Ivy sebelumnya terus terngiang di benaknya, menciptakan gelombang emosi yang sulit ia kendalikan.

Mr. Gabriel berusaha mempertahankan ketegasan, tapi matanya tanpa sadar menuruni wajah Ivy, berhenti di bibir gadis itu yang berwarna pink alami.

Ingatannya terlempar kembali ke ciuman pertama yang Ivy berikan kemarin—sesuatu yang seharusnya ia lupakan, tapi justru terus menghantui pikirannya.

Mr. Gabriel menelan ludah dengan susah payah, matanya masih terpaku.

Ivy, yang memperhatikan perubahan sikap dosennya, tersenyum kecil, penuh kemenangan.

Ivy tau, ia sedang bermain dengan api, tapi ia tidak peduli.

Dengan gerakan tiba-tiba, tangannya yang kecil menarik dasi Mr. Gabriel, mendekatkan wajah mereka hingga hanya beberapa inci saja yang memisahkan.

"Bilang dong, kalau Mr. Gabriel menginginkannya," bisiknya penuh godaan, senyumnya semakin melebar.

Mr. Gabriel hanya bisa memandangnya, terdiam dalam kebekuan yang entah kenapa membuat tubuhnya terasa panas.

Sebelum ia sempat memproses apa yang terjadi, Ivy bergerak lagi. Cîumán itu terjadi lagi bahkan lebih lama dari sebelumnya.

Momen itu berlalu secepat kilat. Ivy melepaskan dasi pria itu dengan cekatan dan melangkah mundur, senyumnya kembali terukir penuh kepuasan.

"Bye~" Ucap Ivy riang seraya memakai tas di bahu, dan berbalik melangkah keluar.

Ivy meninggalkan Mr. Gabriel yang masih terjebak dalam kebisuannya.

Suara pintu tertutup membangunkan Mr. Gabriel dari keterkejutannya. Ia menggeram pelan, merasa dadanya sesak oleh panas yang tak bisa ia jelaskan.

Tangannya bergerak ke dasi yang masih melonggar, menariknya dengan gerakan frustrasi.

"Haa sial..." gumamnya seraya melepas kacamata yang sudah terasa tak nyaman.

Mr. Gabriel mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba mengusir sensasi terbakar yang terus merayapi tubuhnya.

Namun, sesuatu yang lain menarik perhatiannya. Ketika ia menunduk dan melihat ke bawah, wajahnya semakin memerah.

"Astaga... tidak sekarang," gerutunya pelan, menyadari apa yang terjadi pada dirinya.

Sesuatu telah bangkit. 

Debaran jantungnya tidak kunjung mereda, dan wajah Ivy dengan senyuman jahil itu terus membayangi pikirannya.

Mr. Gabriel tau gadis itu sengaja bermain-main dengannya, tapi efeknya terlalu kuat.

Dengan nafas berat, Mr. Gabriel bersandar ke kursi, berusaha menenangkan diri.

Beberapa saat.. 

Mr. Gabriel melirik arlojinya. Kelasnya sudah selesai, dan pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tadi.

“Aku di sini bersamanya sampai kelas selesai,” gumamnya pelan. Lalu di sisi lain, ia melihat sesuatu di atas lantai.

"Apa itu..? Bentuknya seperti anjing laut."

Sementara itu, di tempat lain, Ivy mencuci mulutnya dengan ekspresi kesal.

“Hah! Emang dia aja yang nggak suka? Aku juga nggak suka sama dia,” gumamnya ketus, mengingat hal iseng yang ia lakukan tadi.

Ingin segera kabur, mendadak langkahnya terhenti ketika ia melihat seseorang dari kejauhan.

Senyumnya langsung menghilang, dan ia berusaha menghindar dengan gesit.

“Aduh, kok dia ada di sini juga?” Gumam Ivy, gelisah. Ia segera bersembunyi di balik tembok, mengintip sebentar untuk memastikan bahwa orang itu sudah pergi.

Dia adalah mantan Ivy yang juga populer. Saat ini Ivy sedang tidak ingin berurusan dengannya.

Namun saat Ivy berbalik, wajah yang tak kalah mengejutkan muncul di hadapannya.

“Hwa!"

'Loh.. Mr. Gabriel nyamper aku kesini? Duh gagal kabur deh'  Seru Ivy dalam hati, kesal saat melihat Mr. Gabriel berdiri santai di depannya.

“Ini milikmu?” Tanyanya, menunjukkan gantungan kunci berbentuk boneka anjing laut kecil.

Ivy melirik tasnya sesaat, "Kok bisa lepas sih...” Gumamnya pelan, merasa sebal tapi tak bisa mengabaikan gantungan kunci kesayangannya.

Namun, perhatian Mr. Gabriel segera beralih ke pergelangan tangan Ivy yang memerah.

Tanpa banyak bicara, Mr. Gabriel menatap Ivy dengan pandangan serius. “Nona Ivy, ikuti aku.”

“Apalagi, Mister? Jam kelasnya kan sudah selesai,” jawab Ivy, mencoba menghindar.

Mr. Gabriel hanya mengangkat gantungan kunci itu dengan santai. “Ikut dulu. Baru ini aku kasih.”

Ivy mendengus pelan, merasa kesal tapi tak punya pilihan.

'Dasar nyebelin banget'  Gerutunya dalam hati sambil mengikuti langkah dosennya.

'Jangan-jangan aku disuruh belajar lagi?! Aduh, nggak mau banget! Pokoknya harus cari cara buat kabur lagi..' Batin Ivy.

Setelah beberapa saat, mereka sampai di sebuah tempat duduk kosong dekat ruangan pribadinya.

Mr. Gabriel masuk ke dalam sesaat lalu ia keluar lagi sambil membawa kotak P3K dari tasnya dan mulai mengobati tangan Ivy tanpa berkata-kata.

Ivy hanya bisa terdiam, merasa geli sekaligus canggung dengan perhatian mendadak ini.

'Kok dia jadi perhatian kaya gini sih?'  Pikirnya sambil melirik gantungan kunci yang diletakkan di samping kotak P3K.

“Maaf, tadi aku keterlaluan,” kata Mr. Gabriel singkat sambil menempelkan perban pada tangan Ivy.

Ivy mengerjapkan mata, terkejut dengan nada tulusnya. “Eh... iya, tidak apa-apa,” jawabnya gugup, lebih karena tidak tau harus merespons apa.

Ketika selesai, Mr. Gabriel menatap Ivy dengan serius. “Jangan seperti ini lagi, Ivy. Kalau kamu menurut, semuanya akan lebih mudah.”

Ivy tidak merespon, ia justru banyak mengumpat di dalam hatinya setelah mendengarkan itu.

Setelah berkata demikian, Mr. Gabriel menutup kotak P3K dengan tenang dan bangkit berdiri.

Mr. Gabriel masuk lagi ke ruang pribadinya untuk menaruh kotak tersebut.

Setelah Mr. Gabriel selesai dan kembali, Ivy sudah tidak ada di tempat.

Gantungan kunci yang ia jadikan sandera pun menghilang dan pasti sudah dibawa Ivy kabur.

Mr. Gabriel menghela nafas panjang, memijat pelipisnya dengan frustrasi.

“Anak ini... benar-benar tidak bisa diperlakukan baik,” gumamnya, setengah kesal, setengah tak habis pikir dengan kelakuan mahasiswinya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!