Malam begitu sunyi dalam rumah dinasnya. Sepeninggal Yara, Rival tinggal di rumahnya seorang diri karena Arben dan Abrian tinggal dalam pengasuhan Naya dan Randy. Rival tetap menengok dan bermain bersama anaknya setiap hari, namun.. karena tidak ingin Arben dan Abrian kekurangan kasih sayang, keluarga memutuskan untuk mengasuh kedua anak almarhumah Yara, istri Rival.
Rival meneteskan air mata merasakan kerinduan tak tertahankan. Sudah lima bulan sudah ia hidup tanpa Yara. Dinginnya hembusan angin malam menambah rasa rindu yang kian menyiksa.
Mas rindu kamu sayang.. apa kamu nggak pernah rindu sama mas? Lihatlah anakmu sudah besar, mereka mencarimu. Mas juga sangat membutuhkan mu dek. Sayang.. apa air mataku ini tidak pantas untuk menetes? Merindukan kamu yang begitu mas sayangi. Ingin rasanya mas menyusul mu, tapi anak kita butuh kehadiran ku. Tunggu mas disana ya sayang. Tetaplah cantik bidadari kesayangan ku.
Rival menghapus air matanya, meringkuk mengeratkan selimut menutupi tubuhnya. Rival menghadapkan tubuhnya pada dinding yang dingin hingga matanya terpejam dan tidur hingga pagi menjelang.
***
"Pagi ini kita akan latihan simulasi perang!!!" arahan Rival pada anggotanya.
Sejak Yara pergi, ia seperti kembali pada sosoknya yang kaku dan dingin. 'King Cobra' semakin tak tertandingi, tak ada hal yang tidak bisa di lakukan seorang King Cobra.
Latihan itu dipusatkan jauh dari pemukiman warga. Rival pun mengikuti latihan itu bersama anggotanya. Dalam pikiran Rival ia hanya ingin melampiaskan rasa rindunya pada sebuah kegiatan. Ia ingin merasa lelah untuk mengurangi rasa rindunya pada almarhumah Yara.
Senapan Rival mengarah pada satu titik hingga ia mendengar pekikan suara dari dalam sana.
"Siapa disana?????" Rival terkejut dan mendekati sumber suara.
eegghhh..
Rival membalik tubuh wanita itu, pengait jilbabnya terlepas. Gadis itu merintih kesakitan memegang dada kirinya. Satu tangan mencengkeram lengan seragam Rival. Tak hentinya Rival melihat gadis itu.
"Tolong selamatkan saya!! Saya sembunyi dari kejaran orang" Para anggota berlarian mendekati Rival. Rival segera menutup rambut gadis itu dengan jilbabnya.
"Kita bawa dulu dia. Latihan di hentikan" perintahnya.
"Siap!!!"
Rival mengangkat gadis itu menuju mobil dinas.
"Dia belum sadar bang?" tanya Lettu Oka.
"Dia pasti kaget, peluru karet juga terasa sakit. Apalagi yang tertembak seorang wanita. Lagipula dia dehidrasi karena terlalu banyak berlari" jelas Rival.
--------
Rival menunggui gadis itu. Ia sedang mendapatkan perawatan di UGD. Rival memasukan ponselnya dalam saku, seperti biasa Rival selalu memantau kondisi kedua putranya.
"Sebaiknya dia dirawat saja sampai besok, dadanya memar, seperti katamu dia juga dehidrasi. Butuh istirahat" jelas Mayor Muklas kepala rumah sakit tentara.
"Lakukan saja bang. Nanti saya yang tanggung semua" ucap Rival.
"Oohh.. kukira kalian pasangan yang sedang bertengkar. Cepatlah move on dari istri mu" saran Dokter Muklas yang berpangkat Mayor.
"Ijin Abang.. tidak ada niatan lagi" senyum Rival terkembang walau ia enggan melakukannya.
Mayor Muklas menepuk bahu Rival.
"Kita manusia hanya bisa pasrah pada ketentuan Nya" ucapnya sambil berlalu pergi.
--------
"Dok.. pasien di kamar mawar kabur" lapor seorang perawat.
Itu kamar gadis yang ku tembak tadi khan?
"Biar saya yang cari" Rival meletakkan air mineral besar di kamar mawar itu lalu pergi mencari gadis tadi.
_______
"Tidak mudah kabur dari hadapanku. Mau kemana kamu???" teguran Rival yang dingin sambil menggenggam erat tangan gadis itu.
"Aku nggak ada biaya. Biarkan aku pergi" menunduk memohon. Wajah gadis itu begitu takut menatap Rival.
"Kamu tanggung jawab saya. Saya yang menembak kamu dan saya akan mengambil alih kamu disini!" jawab Rival sambil menarik tangan gadis itu.
"Nggak Abang.. jangan!! eeghh "
"Kamu masih sakit. Menurut lebih baik dari pada melawan saya" tegas Rival.
-------
Gadis itu berteriak kuat saat perawat memasang infus di tangannya. Rival memegang pergelangan tangan gadis itu agar gadis itu diam.
"Cepat!!!" perintah Rival pada perawat agar mempercepat pemasangan infus itu.
aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh
Teriakan gadis itu memekakan telinga Rival.
"Nggak mau bang.. sakit.. sudah.. nggak mau lagi" Rival tersentak di buatnya. Tangannya yang tadi menggenggam pergelangan tangan gadis itu menjadi terlepas. Jantung nya berdesir hebat. Teriakan itu persis sama seperti saat pertama kali Rival menyentuh Yara. Ada rasa sakit yang tidak bisa ia jabarkan. Hanya ia dan Tuhan yang tau bagaimana sakit hatinya.
"Sudah nggak apa-apa.. ini demi kebaikanmu" bujuk Rival.
--------
"Siapa namamu?" tanya Rival.
"Arshila.. namaku Zalfa Arshila "
Rival mengangguk paham.
"Panggil saya Rival. Ngomong-ngomong ada apa kamu berlari ke arah area latihan. Itu sangat berbahaya"
"Shila kabur bang! Eehh... maksud Shila Pak"
Rival tersenyum sekilas menanggapi panggilan Shila untuknya.
"Senyamannya kamu saja, nggak perlu di anggap serius. Terus kenapa kamu kabur?"
"Paman Shila ingin menjual Shila pada mucikari di club malam 'Bintang'. Pacar Shila sudah tidak ada kabar lebih dari dua bulan, mungkin pacar Shila kehilangan sinyal dalam penugasan"
"Di jual???" Terus siapa nama pacarmu itu??" tanya Rival.
"Sertu Gandhi. Apa pangkatnya sama seperti Abang?" tanya Shila polos. Rival tersenyum mendengarnya.
"Abang hanya pasukan. Tidak perlu lah urus pangkat Abang" jawab Rival. Shila mengangguk pelan.
"Terus kamu mau pergi kemana kalau posisimu tidak aman?"
"Mau keluar kota bang. Mau cari kerja"
"Kamu nggak ada sanak saudara???" interogasi Rival.
"Keluarga Shila hanya tinggal Paman.. tapi...."
"Baiklah tidak usah di lanjutkan" cegah Rival melihat air mata Shila mau tumpah.
***
"Pa.. titip anak-anak ya. tadi....."
________
________
"Abang pulang saja. Istri Abang pasti menunggu. Terima kasih banyak bantuannya. Shila tidak bisa membalas apa-apa"
Wajah Rival menjadi sendu dan murung, tapi sikap dingin sangat terasa, tidak bisa Rival tutupi sedikit pun.
"Abang keluar dulu" pamit Rival tiba-tiba.
Tak lama ada tiga orang pria masuk ke dalam kamar. Membawakan camilan untuk Shila.
"Maaf bang.. pak" sapa Shila canggung.
"Saya anak buah Kapten Rival, di minta menjaga Bu Shila di depan kamar"
"Oohh..iya.. apa Abang pulang. Saya sungguh tidak enak dengan istrinya"
"Aduh..maaf Bu Shila.. Kapten Rival itu sudah duda, putranya ada dua"
Shila menutup mulutnya dengan kedua tangannya, bingung harus mengatakan apa.
"Maaf..." ucapnya.
----------
"Istri????? Mudah-mudahan Istri tercinta ku sudah sampai ke surga Nya" gumam Rival.
"Jangan larut dalam kesendirian bang. Hidup ini penuh warna" tegur Oka ikut duduk di bangku taman bersama Rival.
"Hanya tiga setengah tahun Abang menikmati hidup bersama Yara. Wanita yang tidak pernah bahagia hidup bersama Abang. Hanya derita dan lara yang Abang berikan untuknya. Pukulan berat buat Abang yang tidak bisa menyelamatkan Yara. Bagaimana Abang bisa lupa, Hanya sesingkat itu jodoh Abang bersama Yara. Yara sudah memenuhi seluruh rongga hati Abang" sesak dalam hatinya terasa memukul ulu hati.
"Shila tidak mengerti permasalahan Abang. Pantaskah Abang bersikap dingin padanya?" tegur Oka.
"Abang masih belum bisa menormalkan hati berbicara dengan wanita lain, sebab Yara sangat pencemburu dan dalam hal itu, Abang sudah berusaha terbiasa menjaga hati" jawab Rival.
"Sebaiknya kita kembali saja ke kamar bang! Shila pasti juga bingung dengan situasi ini"
"Ayo!!"
***
"Eehhmm.. maaf.. saya tidak sengaja" Rival menutup kembali pintu kamar rawat Shila dengan cepat membuat Oka ikut mundur bersama Rival.
"Ada apa bang?" Tanya Oka.
"Nanti saja. Perawat sedang mengompres memar di dada Shila" jawab Rival.
"Abang menang donk sudah ngintip" ledek Oka.
"Nggak kelihatan" bisik Rival.
"Hmm.. Ternyata Abang pengen yang terekspos secara langsung?"
"Cckk.. Abang nggak minat lihat barang lain selain istri Abang" jawabnya sambil duduk termenung.
"Jangan benci bang.. nanti bisa jadi cinta" kata Oka.
"Persetan dengan cinta. Abang cinta setengah mati dengan istri Abang tapi Allah lebih cinta sama istri Abang"
"Saya juga pernah kehilangan seperti Abang. Saya tau rasanya bang. Hanya saja kisah saya tidak seberat Abang. Masih tahap tunangan setelah Lima tahun pacaran bang" sendu Oka.
Kedua anak buah Rival melihat kesedihan terpampang nyata dari raut wajah Danki mereka.
"Dalam hati kadang Abang yakin mampu membesarkan kedua anak Abang sendiri tapi nyatanya kedua anak Abang masih sama mertua Abang. Kalau pulang Abang sudah lelah, sekarang nggak ada lagi yang mengurus Abang. Memasak makanan, siapkan pakaian Abang.. yang paling sakit ini kalau malam. Tidur sendirian, otak nggak ingin mikir ke arah sana, tapi naluri dan perasaan butuh perhatian"
"Siapa didalam Val?" tanya Randy.
"Namanya Shila pa" jawab Rival. Randy menghela napas panjang, menepuk pundak Rival.
---------
Randy masuk ke dalam rawat Shila. Gadis itu menunduk melihat Randy.
"Sama siapa kamu disini?" tanya Randy.
"Ikut saya ya besok! Tidak akan ada yang mengganggumu lagi. Mama almarhumah Yara.. istri Rival, memintamu ikut bersama kami"
***
Randy berada satu mobil dengan Shila karena Rival masih ada pekerjaan dan akan melihat keadaan anak-anaknya setelah ini.
Sampai di rumah, Shila langsung menunduk mencium tangan Naya. Naya pun memeluk haru mengusap punggung Shila.
"Semoga kamu betah bersama kami nak" Yara menggandeng Shila masuk. Shila melihat seorang bayi kecil menangis kencang. Mungkin ia lapar. Tanpa di sadari, Shila mengangkat bayi lucu itu dan memberinya dot. Bayi mungil itu diam dalam gendongan Shila. Shila mencium sayang bayi itu.
"Namanya siapa Bu?" tanya Shila.
"Kalau kamu mau, kamu bisa memanggilku mama. Si kecil itu namanya Abrian" jawab Naya.
Abrian menyusu dengan kuat. Tangan mungilnya memegangi bibir Shila dan terus menatap ke arahnya. Shila begitu terharu.
Rival ternyata sejak tadi sudah melihat pemandangan itu, ia bersandar pada dinding, mengusap rambut dan wajahnya. Sakit sekali harus menerima kenyataan bahwa anaknya tidak memiliki seorang ibu lagi. Perasaanya meronta meminta pertolongan. Matanya merah membendung air mata yang menyesakan dada.
"Abrian tenang bersama Shila, papa dan mama akan membiarkan nya disini"
"Kita belum mengenal Shila pa" protes Rival.
"Bayi itu bersih dan suci Val, kalau ia mampu menerima kehadiran 'ibu', pasti ia akan merasa nyaman seperti Abrian sekarang" Randy membuka perasaan Rival perlahan.
"Arben dan Abrian tidak butuh ibu baru. Aku sanggup membesarkannya sendiri pa" jawab Rival yang tau arah pembicaraan Randy.
"Kasih sayang ayah beda, Belaian seorang ibu tetap di butuhkan anak-anakmu Val. Lagipula harus ada yang mengurusmu" Randy melihat Rival sudah semakin kurus dan berantakan. Kumisnya saja bahkan tidak ia pedulikan. Rambut hanya sesuka hati ia cukur.
"Aku mau main dengan Ben pa" Rival meninggalkan Randy begitu saja. Randy memaklumi perasaan anak mantunya itu.
--------
Lihatlah dek.. papamu bahkan menyuruh mas menikah lagi. Sampai kapanpun mas akan selalu sayang kamu. Tidak ingin yang lain lagi.
"Papa nangis?" tanya Arben.
"Nggak sayang"
"Nggak boleh nangis. Harus kuat. Mama Ben bobok lama dalam tanah, Ben nggak nangis" Arben masuk ke dalam rumah mengambil mainannya lagi. Rival menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya.
"Mas nggak tahan merasakan semua ini dek" gumam Rival lalu menumpahkan tangisnya disana. Ingin hatinya menjerit, tapi tidak mampu ia lakukan.
Di dalam sana Naya melihat kerapuhan Rival yang berusaha menguatkan perasaannya sendiri.
"Pa.. Kapan Rival bisa kembali seperti dulu?"
"Papa akan buat Rival hidup kembali. Demi cucu kita" jawab Randy.
"Papa ikhlas??" tanya Yara sambil melirik Shila yang sedang menidurkan Abrian di ruang keluarga.
"Cucu kita segalanya ma" Naya mengusap dada Randy, ia pun mengembangkan senyum keikhlasan.
***
"Bu.. saya pamit mau ke minimarket"
Naya membenahi letak lipatan kerudung Shila.
"Kamu anak mama ( senyum Naya pada Shila ). Biar Rival mengantarmu!"
"Jangan ma, biar Shila sendiri saja. Abang sedang asyik bermain dengan Arben" tolak Shila.
"Ini sudah malam. Tidak baik gadis keluar malam sendirian. Memangnya kamu mau cari apa?" tanya Naya.
"Pembalut ma, perut Shila sakit sekali!" bisik Shila.
"Tunggu disini!!" Naya berjalan mendekati Rival yang sedang bermain dengan Arben dan Randy.
"Val, bisa antar Shila ke minimarket?"
Rival hanya menunjukkan wajah malas di hadapan Naya.
"Shila sedang haid. Apa kamu tega membiarkan nya kesakitan?" tanya Naya. Rival masih saja diam di tempat.
"Yaaa..biar papa yang antar ma, sekali-kali jalan dengan gadis Khan nggak apa-apa" keluh Randy.
"Biar Rival yang antar pa" Rival mengambil kunci motornya.
"Ayo!!" ajak Rival tanpa menatap Shila sama sekali.
Naya dan Randy berpandangan saling melempar senyum.
***
"Abang tunggu di luar"
"Iya bang" lirih Shila sambil masuk ke dalam minimarket.
______
Eeegghhh
"Ada apa?" tanya Rival dingin.
"Perutku sakit sekali bang"
Rival memberikan jaketnya pada Shila.
"Naik!!!!" Rival tidak berkata apa-apa tapi langsung mengajak Shila ke pedagang wedang ronde di pusat kota.
"Kamu minum ini" Rival memberikan minuman itu tanpa melihat ke arah Shila.
"Terima kasih bang"
Rival duduk di sebelah Shila sambil memainkan ponsel memantau group kompi.
Tak lama setelah Shila menghabiskan minuman nya.. Shila berhenti sebentar merasakan derasnya hari pertama haid, perutnya juga sangat sakit.
"Ada apa lagi????" kesal Shila.
"Sakit sekali bang!!!" Shila duduk kembali di kursinya.
"Istrinya sakit pak?" tegur ibu penjual wedang ronde.
Rival tersenyum memaksa.
"Haid Bu"
"Biasa tamu bulanan kadang menyiksa. Semoga cepat di beri momongan"
deg..de..deg..
"Aamiin" jawab Rival lirih tapi masih terdengar oleh Shila.
Maaf sayang.. dulu aku mengaminkan doa untuk kita. Sekarang aku tak tau mengaminkan doa untuk siapa.
"Masih sakit tidak?" tanya Rival.
"Masih bang" Shila merasa tidak enak.
"Abang tunggu sampai sakitmu reda" jawab Rival.
.
.
Shila masuk ke dalam rumah. Randy dan Naya bahkan sudah tidur. Rival menyempatkan melihat Arben yang sedang tidur sendiri sebab Abrian tidur bersama Naya di kamarnya.
Arben menggeliat minta susu. Rival menuju dapur bermaksud membuatkan Arben susu.
"Seberapa takarannya?" gumam Rival.
"Sini Shila yang buat bang!" Rival terus memperhatikan Shila.
"Kamu nggak tidur?" tanya Rival.
"Anak rewel mana bisa tidur bang" jawab Shila. Shila terhenyak kaget dengan ucapannya sendiri.
"Maaf bang. maksud Shila, ada anak menangis mana bisa Shila membiarkannya"
Rival terus menatap Shila membuat Shila merasa tidak nyaman. Rival akhirnya tersadar dari kelakuannya.
Astagfirullah.. Yara pasti marah aku memandang wanita lain.
"Kalian belum tidur?" tanya Naya tiba-tiba.
"Mama cari apa? biar Shila bantu" ucap Shila menepis salah tingkah nya.
"Mau buat susu Abrian" jawab Naya.
"Sini biar Abrian sama Shila, Abang kasih susu ini ke Arben" entah kenapa senyum Shila membuat Rival menurut tanpa perlawanan.
-------
Dari dalam kamar Rival bisa melihat Abrian tidur nyenyak dalam gendongan Shila. Arben sudah nyenyak kembali, Rival menemui Shila yang sedang duduk di ruang tamu.
"Maaf, anak-anak Abang menyusahkanmu"
"Shila ikhlas bang"
***
Hari ini waktunya Abrian imunisasi. Naya sedang tidak enak badan sedangkan Randy belum pulang dari luar kota.
"Biar Shila saja yang bawa Abrian imunisasi ma" kata Shila.
"Apa kamu bisa?"
"Bisa donk ma" senyum Shila.
"Biar di antar papanya ya?" tawar Naya.
"Nggak usah ma, Abang pasti sibuk sekali"
---------
"Abrian mana ma?" tanya Rival pada Naya.
"Imunisasi sama Shila" jawab Naya.
"Dimana ma?"
"Posyandu merak"
-------
Rival melihat Shila dari jauh sedang mengobrol bersama ibu-ibu yang lain. Dari jendela posyandu yang terbuka, Rival bisqa melihat Shila menciumi pipi Abrian yang menangis karena baru di imunisasi. Shila keluar sambil mengusap punggung Abrian.
"Kenapa nggak bilang Abang"
"Abang!! maaf bang.. Shila nggak mau ganggu kerja Abang" jawabnya menunduk.
"Lain kali bilang sama Abang"
--------
Rival mengubek dapur Naya hingga terlihat berantakan. Ia mencari dimana letak kopi
"Abang mau bikin kopi?" tegur Shila.
"Iya" jawab Rival singkat.
"Biar Shila bikin buat Abang"
Shila mengambil cangkir di hadapan Rival.
"Jangan bertingkah seolah kamu ini istri Abang" ucap keras Rival lalu pergi dari hadapan Shila. Shila hanya menghela nafas panjang sambil tetap membuatkan kopi untuk Rival.
"Shila tidak ingin bertingkah seolah Shila ini istri Abang. Shila numpang disini bang. Bukankah sudah seharusnya Shila melayani Abang sebagai majikan Shila" ucapan menohok Shila membuat Rival merasa tidak nyaman.
"Abang tidak pernah menganggapmu pembantu Abang. Abang akan pulangkan kamu ke asalmu" tegas Rival.
Shila berlutut di hadapan Rival.
"Jangan pulangkan Shila bang. Shila takut pulang kesana" ucap Shila memohon.
" Lalu untuk apa kamu menyusahkan diri untuk merawat anak Abang???" nada keras Rival mengagetkan Shila.
"Maaf Shila memanfaatkan papa dan mama juga Abang. Shila hanya ingin berlindung dari paman Shila. Tak masalah jika Shila merawat anak Abang"
"Abang akan selesaikan masalahmu. Tapi secepatnya kamu harus kembali ke asalmu" tegas Rival.
"Kenapa Val? Kamu takut jatuh cinta sama Shila??" tanya Randy yang tiba-tiba saja pulang.
"Tidak akan semudah itu jatuh cinta pa, Aku tidak akan mencintai wanita lain selain istriku" Rival pergi menuju taman belakang rumah Randy.
"Keras kepala. Kerasnya batu karang akan terkikis juga oleh air laut" gumam Randy.
"Kamu tidak akan pergi kemana-mana. Maafkan Rival, sebenarnya Rival itu baik, hanya belum bisa mengendalikan perasaan saja" Randy menenangkan Shila yang takut dengan sikap Rival.
"Shila ngerti pa" senyum getir Shila
***
"Val.. tidak perlu sekeras itu dengan Shila. Sebagai seorang pria papa tau rasanya sendirian. Yara sudah tidak ada lagi. Tidak ada salahnya kamu membuka hati untuk wanita lain"
"Shila maksud papa????" tanya Rival langsung pada pokoknya.
"Papa dan mama tidak masalah mengasuh anakmu dan Yara. Mereka tetap darah papa juga. Tapi anak sekecil itu butuh perhatian juga Val, butuh pelukan hangat seorang ibu. Apalagi Arben anakmu yang nakal itu. Kamu coba beradaptasi dengan Shila. Sekarang apa keputusan mu"
"Rival bawa dia ke asrama pa"
"Apa kamu sudah gila????? Komandan membawa wanita dalam rumah?????" tanya Randy.
"Papa yang memintaku adaptasi dengan Shila, Bagaimana aku bisa pendekatan kalau aku tidak melakukannya?"
"Terserah kamu saja. Hati-hati dengan keputusan mu"
"Aku akan tanggung jawab dengan semua yang aku lakukan pa" tegas Rival
***
"Sayang.. hari ini mas akan membawa wanita lain ke rumah kita? Apa kamu ikhlas sayang?" tanya Rival di makam Yara.
"Mas harap kamu tidak mencemburui Shila, karena mas tidak akan tahan menerima amarahmu" senyum Rival.
"Mas Rindu kamu, Mudah-mudahan mas kuat menjalani hidup ini ya sayang. Mas pamit dulu. I love you"
***
"Saya bawa Shila ke asrama" lapor Rival ke pos depan.
"Siap.." tidak ada yang menegur Rival dan para anggota hanya berpositif thinking dengan Dankinya karena mereka tau, Danki mereka bisa di andalkan.
-------
"Kamu tinggal disini. Abang tinggal di rumah transit di depan sana!" tunjuk Rival pada sebuah rumah yang terlihat jelas dari rumah Rival lalu bergegas bermain dengan Arben.
Shila melihat rumah Rival yang begitu berantakan. Hanya foto pernikahan Rival dan Yara tertancap di dinding. Shila mengamati wajah cantik Yara.
"Pantas Abang begitu mencintai mbak Yara. Mungkin kalau aku seorang pria aku juga akan jatuh cinta pada wajah cantiknya" gumam Shila.
"Paras wajah bisa terhapus waktu, tapi Yara adalah pilihan Abang, hanya Yara yang Abang inginkan" Rival segera berlalu mencari mainan Arben di dalam gudang.
Shila tidak menghiraukan ucapan Rival karena ia memang sudah tau Rival sangat mencintai Yara.
***
Shila menidurkan Abrian dalam boxnya. Selama satu bulan ini anak-anak Rival dalam asuhan Shila semakin gemuk saja, apalagi si kecil Arben yang begitu dekat dengan Shila.
Malam ini Shila memasak ayam goreng dan sayur bayam. Memang sederhana tapi Arben sangat suka. Belum lagi Abrian begitu lahap makan MPASI buatan Shila sendiri.
Rival pulang kerja memang malam untuk hari ini. Perutnya sudah sangat kelaparan, badannya lelah tak terkira. Rival melepas sepatunya dan bersandar pada dinding di ruang dapurnya. Tak tau apa yang membawanya pulang ke tempat Shila daripada pulang ke rumah transit.
Shila mengambil sepatu Rival dan menyimpannya di rak sepatu juga membereskan tas kecil Rival dan menggantungnya di dinding.
Shila menyodorkan segelas teh hangat, ia tau Rival sangat dingin dan jarang bicara padanya. Hari ini Rival tidak menolak perhatian yang Shila berikan untuknya.
"Terima kasih" ucap tulis Rival.
"Sama-sama bang. Abang mau makan?" tanya Shila.
"Iya boleh.. Abang lapar" jujur Rival.
Rival memakan masakan Shila dengan lahap, entah ia yang begitu kelaparan atau masakan Shila memang sangat enak, yang jelas ia merasakan perhatian yang sudah lama tidak ia rasakan.
"Abang.. bisa Shila titip Abrian sebentar"
"Mau kemana kamu?" tanya Rival.
"Mandi bang.. Shila belum mandi" jawabnya tertunduk malu.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!