Bab 1. Pil Paracetamol yang Bukan Sembarang Pil
Kota Langit Biru, Negara Nusantara.
Di bagian timur Kota Langit Biru ada sebuah kota kecil bernama Kota Daun Hijau. Di kota itu ada sebuah bangunan sekolah swasta yang sangat megah dan juga elite, bernama SMP Merdeka 02.
Semua yang bersekolah di sini kebanyakan memiliki latar belakang yang tidak sederhana, semuanya adalah anak-anak orang kaya yang berpengaruh.
Namun ada juga dari kalangan yang biasa-biasa saja, akan tetapi memiliki prestasi dan nilai akademik yang baik.
Siang itu, setelah pulang sekolah, Rian, seorang pemuda berusia 15 tahun yang saat ini merupakan tahun ketiganya di SMP Merdeka 02, ingin segera pulang dengan cepat.
Akan tetapi, tidak disangka-sangka, di tengah perjalanan, langit mendung dan hujan turun sangat deras. Dengan cepat, dia segera berlari dengan kencang untuk tiba di rumahnya.
Untung saja, rumahnya tidak jauh dari lokasi sekolahnya. Dia buru-buru ingin sampai karena jam tiga sore nanti, dia harus segera kerja paruh waktu di sebuah kafe yang tidak jauh dari rumahnya.
Dia tinggal bersama dengan ibunya, sementara ayahnya meninggal dunia tiga tahun lalu karena penyakit jantung.
Kembali ke Rian.
Saat ini tepat pukul 23.00. Kafe tempat Rian bekerja sudah tutup dan kini akhirnya tiba waktunya untuk pulang ke rumah. Tidak ada hal aneh yang terjadi hari itu.
Setibanya di rumah, dia beristirahat seperti biasanya.
Keesokan harinya, saat bangun tidur, dia merasa tubuhnya sangat tidak nyaman. Dia merasakan rasa sakit yang merajam di seluruh tubuhnya. Bahkan, tubuhnya juga mulai menggigil dan bergetar.
“Sial, sepertinya aku demam karena kehujanan kemarin,” gerutunya.
Akan tetapi, sebagai siswa teladan yang patuh dengan aturan, dia tetap memaksakan diri untuk masuk. Apalagi ini adalah hari Senin, yang mana merupakan hari upacara bendera.
Di sekolah, Rian termasuk disegani karena selain tampan dan pintar, dia juga jago bela diri seperti karate dan boxing. Dia sering kali membela murid-murid yang lemah karena dibully.
Meskipun pada akhirnya dia harus mendapat panggilan dari BK karena sering berkelahi dengan siswa lain. Dan poinnya sudah cukup banyak. Hal ini membuat Rian juga sedikit tidak berdaya. Dia tidak ingin membuat keributan, tapi ada saja hal-hal yang membuatnya kesal dan harus bertindak. Seperti beberapa preman yang menaruh dendam padanya dan menindas beberapa siswa culun, dan jika dia tidak datang, maka anak culun tersebut yang harus menanggung akibatnya.
Mau tidak mau, akhirnya Rian bergerak untuk menolongnya.
Perlu diketahui, para preman ini adalah anak-anak orang kaya yang memiliki latar belakang yang tidak sederhana. Dan Rian hanyalah pemuda yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja, sehingga sekolah pun tidak berdaya untuk menekan kejahatan dari anak-anak orang kaya ini.
Masalahnya, anak-anak dari orang kaya ini, orang tuanya adalah donatur yang selalu mengirimkan dana sumbangan untuk kemajuan sekolah. Akhirnya, Rian yang memiliki latar belakang biasa saja dijadikan tumbal dan selalu disalahkan.
Rian sendiri sebenarnya juga sangat menyadari hal ini. Akan tetapi, jiwa kemanusiaannya tidak mungkin membiarkan orang lain menanggung akibat dari perseteruannya dengan anak-anak orang kaya yang manja dan banyak tingkah itu.
Meskipun begitu, para guru juga tidak terlalu keras padanya. Mereka juga sangat mengetahui apa yang terjadi. Selain itu, Rian juga anak yang sangat cerdas dan selalu membanggakan pihak sekolah dengan berbagai macam prestasi. Sehingga para guru, bahkan kepala sekolah, tidak terbesit pikiran sedikit pun untuk mengeluarkannya.
Kembali Ke Cerita.
Pagi itu, Rian berjalan dengan gontai. Tubuhnya sedikit gemetar dan menggigil karena dia benar-benar merasakan bahwa dia tidak enak badan. Di saat yang sama, dia merasa kepalanya sangat pusing dan dunia seolah berputar.
Benar saja, tepat saat upacara bendera berlangsung, rasa sakit itu semakin intens, apalagi panas matahari cukup menyengat.
“Sial! Sepertinya tubuhku benar-benar tidak mampu bertahan kali ini,” gerutunya dalam hati.
Tubuhnya yang kelelahan ditambah demam tinggi mengakibatkan dirinya yang selalu berdiri kokoh bagaikan pilar batu saat upacara berlangsung perlahan-lahan memejamkan matanya, dan dengan suara “bruk”, dia pun tumbang.
Teman-temannya yang melihat itu sangat terkejut dan dengan sigap mereka segera menggotong Rian dan membawanya ke UKS.
Di UKS, Rian segera diberikan perawatan pertama. Petugas mengambilkan segelas air putih dan memberikan pil paracetamol untuk meredakan demamnya. Setidaknya itulah pertolongan pertama yang harus dilakukan.
Rian yang badannya lemas saat mengambil air putih, tangannya gemetar. Tanpa sadar, dia menyenggol pil paracetamol yang tergeletak di atas meja. Pil itu pun akhirnya terjatuh. Namun sebelum itu benar-benar jatuh ke lantai, tiba-tiba terjadi fenomena yang mengejutkan. Udara di sekitar seolah bergetar dan saat itu terjadilah distorsi ruang.
Distorsi itu menyebabkan waktu berhenti di seluruh dunia. Tiba-tiba, celah ruang pun terbuka, dan dari retakan ruang itu muncul sesosok pemuda yang sangat tampan dengan jubah berwarna emas yang terlihat sangat megah, seolah seperti bangsawan dari dunia lain. Dan faktanya, itu memang benar-benar berasal dari dunia lain. Dia adalah seorang Kaisar Sihir bernama Julian Vortis.
Dia terlibat pertarungan sengit dengan kelompok penyihir kegelapan yang mengincar jantungnya untuk diekstraksi agar mereka menjadi abadi.
Ada catatan kuno yang menyatakan bahwa seorang penyihir yang sudah mencapai ranah Kaisar Sihir dengan elemen cahaya yang memiliki kekuatan Bintang 9 akan memiliki potensi untuk menjadi abadi. Dan jika orang lain ingin mencapai keabadian, maka orang itu bisa mengekstrak jantung Kaisar Sihir yang memiliki elemen cahaya tersebut.
Kebetulan, Julian Vortis adalah seorang penyihir berbakat dengan elemen cahaya yang telah mencapai ranah Kaisar Sihir Bintang 9 level 9.
Pertarungan sengit pun akhirnya pecah. Akan tetapi, karena dia dikeroyok dengan begitu banyak penyihir kegelapan, akhirnya dia melarikan diri dengan susah payah membuka celah ruang dengan kekuatan terakhirnya, dan akhirnya berakhir di tempat ini, sebuah dunia asing yang tidak ia kenali.
Namun, dia harus membayar dengan harga yang mahal. Jiwanya terluka parah dan hampir musnah karena memaksakan diri menerobos ruang.
Lalu tiba-tiba matanya menatap sebuah pil dengan bentuk agak aneh, akan tetapi juga terlihat sedikit familiar, karena terlihat seperti energi untuk meningkatkan kekuatan tubuh, sama seperti di dunianya. Dengan mata berbinar dan harapan tinggi, semoga dia dapat menemukan pewaris yang tepat, dia segera menyalurkan seluruh kekuatannya ke dalam pil tersebut.
Dia juga melihat seorang pemuda yang saat ini sedang diam tak bergerak. Saat memandang pemuda tersebut, ada semacam aura berwarna putih yang keluar dari dalam tubuhnya. Melihat itu, Julian tersenyum puas. Aura itu adalah aura yang menandakan bahwa pemuda tersebut merupakan sosok yang baik hati dan bijaksana.
Akhirnya dia bisa bernapas lega. Dengan kekuatan terakhirnya, dia berusaha mengembunkan jejak jiwanya yang terakhir ke dalam pil tersebut, berharap jika sosok pemuda yang ada di depannya menelan pil tersebut, maka jiwanya dan jiwa pemuda tersebut akan terhubung, dan saat itulah dia akan memberikan bimbingan terakhir dan mewariskan semua kekuatan yang dimilikinya.
Setelah dia melakukan semuanya, dia tersenyum.
“Aku berharap kau bisa menggunakan kekuatan ini dengan bijak, Nak…”
Setelah itu, sosoknya benar-benar lenyap dan masuk ke dalam pil tersebut.
Sepertinya semua hal yang terjadi begitu sangat lama dan lambat, akan tetapi sebenarnya itu sangat cepat, hanya beberapa detik saja. Sehingga fenomena yang janggal ini tidak dirasakan oleh siapa pun.
Melihat pil paracetamol yang hendak dia telan jatuh, Rian kembali menggerutu.
“Ah, sial! Pilnya malah jatuh ke lantai,” ucapnya dengan kesal.
Tidak lama kemudian, datang seorang gadis yang merupakan petugas UKS yang masuk. Melihat Rian kesulitan untuk mengambil obat yang terjatuh di lantai, secara refleks dia segera datang membantunya mengambilkan obat tersebut dan memberikannya kepada Rian. Bahkan dia juga membantu Rian untuk meminumnya.
“Terima kasih, Rey,” ucap Rian dengan lembut.
Ternyata gadis tersebut sudah sangat Rian kenal dengan akrab. Namanya adalah Reyna. Kebetulan mereka adalah teman satu kelas.
Mendengar itu, Reyna menjawab,
“Ya, sama-sama. Aku tak menyangka jika Banteng Liar sepertimu ternyata juga bisa tumbang,” ucapnya dengan nada mengejek.
Seketika wajah Rian langsung berubah gelap. Dengan nada sedikit kesal, dia berkata,
“Bukankah sudah aku katakan berkali-kali, jangan panggil aku Banteng Liar. Itu sama sekali tidak cocok dengan wajahku yang tampan, imut, dan menggemaskan ini,” ucapnya dengan nada sombong.
“Cih… Kamu percaya diri sekali! Sudahlah… Lebih baik kamu istirahat biar cepat sembuh,” balas Reyna dengan ekspresi rumit yang terlihat menyimpan banyak misteri. Namun dalam sekejap, ekspresinya berubah kembali menjadi normal.
Diam-diam, Reyna sebenarnya menyimpan perasaan kepada Rian. Akan tetapi, dia sendiri juga mengetahui seperti apa kehidupan Rian. Dan perbedaan antara latar belakang keluarganya dan dia juga sangat berbeda. Dia berasal dari keluarga kaya, yang mana keluarganya juga sangat memandang status dan kedudukan, dan selalu menekankan kepada dirinya agar berteman dengan orang yang selevel.
Reyna sendiri sebenarnya sangat muak dengan aturan seperti itu. Di matanya, semua manusia itu sama. Sama-sama makan nasi, sama-sama bisa menangis saat sedih, dan sama-sama bisa mengeluarkan darah saat terluka. Kenapa juga harus dibeda-bedakan?
Lagipula, manusia adalah makhluk sosial yang harus terus menjalin hubungan satu sama lain. Selama orang tersebut memiliki sifat yang baik, maka tidak perlu memberikan batasan. Setidaknya begitulah pikirannya.
Namun Reyna juga menyadari jika dia tidak ingin membuat Rian menjadi susah. Akhirnya, dia hanya bisa memendam perasaannya sendiri dalam diam. Dia juga tahu bahwa selama ini Rian selalu bekerja paruh waktu. Itu karena mereka sudah merupakan sahabat yang sangat dekat, sehingga Rian pun tak sungkan untuk menceritakan kesehariannya pada Reyna.
Bagi Rian sendiri, Reyna adalah gadis yang baik. Dia tidak sombong seperti yang lainnya dan selalu berpikiran terbuka. Sehingga wajar jika dirinya disukai banyak orang, bahkan termasuk dirinya juga sebenarnya. Akan tetapi, dia tahu diri dan memahami statusnya sendiri, sehingga dia juga hanya bisa mengaguminya dalam diam.
Kembali Ke Cerita.
Setelah menelan pil paracetamol, akhirnya mata Rian terpejam dan dia pun tertidur dengan pulas. Dalam tidur yang panjang tersebut, dia mengalami sebuah mimpi aneh. Tiba-tiba, dia merasakan kesadarannya ada di sebuah tempat yang luas, dipenuhi oleh warna putih.
Ya, sejauh mata memandang hanya ada warna putih. Hal ini membuatnya tercengang setengah mati sampai tak bisa berkata-kata.
“Hah! Di mana aku? Tempat macam apa ini?” serunya penuh keterkejutan.
Bab 2. Mimpi Bertemu dengan Kaisar Sihir
Rian terkejut, matanya menatap sekeliling dengan penuh keraguan. Di mana ini? Apakah dia sudah mati?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggelayuti pikirannya. Ini adalah pertama kali baginya melihat ruangan putih sejauh mata memandang.
Apakah ini alam kebangkitan setelah kematian? Seketika ketakutan dan rasa panik menghinggapi pikirannya. Saat dia didera oleh kekalutan, tiba-tiba terdengar suara yang menggema dari segala arah.
“Selamat datang di ruangan dimensiku, anak muda.”
Siapa itu? Siapa yang berbicara? Rian mulai ketakutan. Matanya menatap sekeliling dengan sangat waspada. Ini adalah pertama kalinya dia merasa takut. Padahal sebelumnya, jika masalah berkelahi, dia tidak pernah takut sedikit pun.
Tetapi, jika berhadapan dengan sosok yang bukan manusia, dia masih merasa takut setengah mati. Apalagi jika sosok itu berwajah jelek, berdiri dibungkus kain kafan dan berjalannya dengan melompat-lompat.
Atau, jika tidak, wanita misterius dengan rambut panjang acak-acakan, berbaju putih, melayang dengan tawa melengking, dia pasti akan langsung bergidik ngeri.
Saat sedang memperhatikan sekitar dengan waspada, tiba-tiba di depannya ada sebuah cahaya yang sangat terang. Kemudian cahaya itu mengumpulkan sesosok pemuda dengan wajah yang sangat tampan, berpakaian dengan jubah emas yang sangat mempesona. Akan tetapi, sosoknya hanya terwujud setengah badan bagian atas, sedangkan bagian bawahnya itu benar-benar melayang.
“Siapa kau? Apakah... apakah kau... roh gentayangan?”
Mendengar apa yang dikatakan oleh Rian, sosok itu sangat marah. Karena telah masuk ke dalam pikiran Rian, sosok itu secara otomatis mempelajari semua bahasa yang ada di dunia Rian. Dunia yang Rian tinggali disebut Planet Bumi. Dunia yang sangat jauh berbeda dengan planet asalnya. Dan di sini tidak ada "mana", yang ada adalah sebuah energi yang hampir mirip, yang disebut energi Qi.
Salah satu titik lain adalah Julian Vortis.
Kembali Ke Cerita.
“Dasar bocah tidak sopan. Aku bukan roh gentayangan...” ucapnya menghela napas.
“Sebelumnya, biarkan aku memperkenalkan diriku. Namaku adalah Julian Vortis, seorang Kaisar Sihir Cahaya Bintang Sembilan dari dunia lain, atau lebih tepatnya, planet lain.”
Kemudian mengalirlah cerita Julian tentang dirinya yang bertarung habis-habisan dengan penyihir kegelapan hingga berakhir di planetnya dengan membuka celah ruang secara paksa dan berakhir dengan melukai jiwanya dengan parah. Dia juga berkata jika saat ini usianya adalah 8.000 tahun.
Untungnya saat itu dia melihat sebuah kapsul berwarna putih dan memasukkan semua kekuatannya serta mengembunkan jiwa terakhirnya ke dalam kapsul tersebut, berharap akan ada orang yang melihatnya dan menelannya. Dengan begitu, mereka bisa terkoneksi satu sama lain. Karena dia akan memberikan warisannya kepada siapa pun yang menelan pil itu. Dan kebetulan Rian-lah yang menelannya.
Artinya, Rian adalah satu-satunya pewarisnya sebelum dia benar-benar lenyap.
“Hah? Kapsul? Apakah yang dia maksud pil paracetamol? Konyol sekali!” pikirnya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Julian, Rian memiringkan kepalanya. Lalu dia dengan ekspresi heran menatap sosok yang melayang di depannya.
“Maaf, apakah kamu sakit? Apakah kepalamu terbentur sesuatu sehingga membuatmu menjadi gila? Kaisar Sihir? Dunia lain? Ngomong kosong macam apa ini?” ucap Rian, seolah merasa sosok yang ada di depannya benar-benar sangat konyol. Akan tetapi, dia merasa cerita itu cukup menghiburnya.
Melihat sosok pemuda yang di depannya benar-benar tidak mempercayainya, akhirnya Julian hanya bisa menghela napas. Mau tak mau, dia harus menunjukkan beberapa sihirnya di depan anak ini agar dia percaya.
Akhirnya, dia pun mengucapkan beberapa mantra kuno dari dunianya.
“Per potentiam lucis, levita corpus tuum!”
(“Dengan kekuatan cahaya, melayanglah tubuhmu.”)
Tiba-tiba, tubuh Rian benar-benar terangkat ke udara. Dan ini benar-benar membuatnya terkejut sekaligus panik.
“Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba tubuhku melayang?” ucapnya, dengan mata terbelalak dipenuhi ketidakpercayaan. Ketika ketakutan pun menyelimuti dirinya, dia merasa merinding karena saat ini tubuhnya semakin melayang tinggi.
Kira-kira saat ini tubuhnya melayang sekitar tujuh meter. Jika dia benar-benar jatuh dari ketinggian ini, bukankah seluruh tubuhnya akan patah dan dia akan mati? Membayangkan dirinya mati benar-benar membuatnya ngeri.
“Eh... mati... tunggu, apakah artinya aku sudah mati? Benar-benar mati?” pikirnya.
Saat dia sedang berpikir, tiba-tiba tekanan yang semula mengangkatnya hilang dan lenyap begitu saja, dan secara otomatis tubuhnya langsung terhempas ke bawah dengan kecepatan tinggi.
"WUSH!"
"AAAH!"
"BRUAK!"
Tubuhnya langsung terjatuh dengan keras, seluruh tulang-tulangnya patah, dan dia merasakan rasa sakit yang luar biasa menyelimuti tubuhnya. Akan tetapi, sebelum dia mengerang, hanya selang satu detik, tiba-tiba cahaya keemasan yang begitu terang menyelimuti tubuhnya, dan dalam sekejap, seluruh tulangnya yang patah benar-benar kembali ke posisinya dan disembuhkan tepat di bawah tatapan matanya.
“Apa yang terjadi? Apakah aku benar-benar sembuh? Bukankah aku jatuh dari ketinggian dan seluruh tulangku patah? Kenapa sekarang aku tidak merasakan apa pun?”
Kemudian, dengan penuh keterkejutan, tatapan matanya beralih ke arah Julian yang berbentuk roh dan sudah melayang di depannya.
Rian sama sekali tidak takut, karena wujud Julian sama sekali tidak menyeramkan. Dia bahkan merasa iri dan rendah diri dengan ketampanan pihak lain.
“Bukankah itu sudah jelas? Bukankah sebelumnya aku bilang jika aku adalah Kaisar Sihir Cahaya? Kamu saja yang tidak percaya, jadi aku hanya membuktikan apa yang kukatakan dengan tindakan langsung. Sepertinya dirimu lebih menyukai bukti nyata daripada hanya sekadar kata-kata.”
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Julian, akhirnya Rian benar-benar percaya jika sosok yang ada di depannya ini benar-benar seorang Kaisar Sihir Cahaya berusia 8.000 tahun.
Dia juga bisa melihat bagaimana cahaya keemasan menyelimuti tubuhnya dan menyembuhkan seluruh tulang-tulangnya yang patah, yang mana hal ini benar-benar tidak bisa dijelaskan secara logika.
Setelah menarik napas dalam-dalam, tatapan Rian menjadi tegas.
“Jika yang kau katakan memang benar, berarti kau adalah Kaisar Sihir yang sangat ceroboh. Bagaimana jika pil itu ditelan oleh orang secara acak yang memiliki niat jahat? Bukankah dia akan menyebabkan kehancuran dan kekacauan?”
Mendengar itu, Julian hanya terkekeh.
“Nak, apa yang kau tahu? Tentu saja aku tidak melakukan hal ini secara acak. Sebelumnya, aku sudah melihat dirimu. Dan dengan kekuatanku, aku bisa melihat jika tubuhmu memancarkan aura berwarna putih bersih yang menandakan jika kau memiliki jiwa yang murni.”
“Jika itu keruh dan penuh kejahatan, maka auranya akan berwarna hitam pekat. Aku ini adalah seorang Kaisar Sihir yang penuh dengan pertimbangan. Namun aku cukup puas dengan kritik yang kau berikan. Ini menandakan jika dirimu adalah seseorang yang menjunjung tinggi keadilan.”
Rian tidak tahu bagaimana harus menanggapi, karena pada dasarnya dia hanya berpikir secara insting dan sesuai dengan kebiasaannya.
Kemudian, tiba-tiba Julian kembali berkata.
“Nak, waktuku tidak banyak, dan wujud ini adalah pecahan jiwaku yang terakhir. Aku akan menyatukan jiwaku dengan jiwamu, sehingga kau mewarisi elemen cahaya milikku, sekaligus mewarisi seluruh kekuatanku.”
Bab 3. Warisan Kaisar Sihir
“Nak, waktuku tidak banyak, dan wujud ini adalah pecahan jiwaku yang terakhir. Aku akan menyatukan jiwaku dengan jiwamu, sehingga kau mewarisi elemen cahaya milikku, sekaligus mewarisi seluruh kekuatanku.”
“Hanya satu harapan terakhirku padamu. Gunakan kekuatan ini dengan bijak. Jadilah cahaya di tengah-tengah kegelapan. Jadilah simbol harapan bagi seluruh kehidupan.”
“Lindungilah mereka yang lemah dan tertindas, dan hancurkan mereka semua yang angkuh, sombong, dan menganggap diri mereka lebih tinggi dari yang lainnya. Hancurkan semua kejahatan yang ada di dunia ini, dan jadilah penyeimbang dunia.”
Saat Julian akan bertindak, tiba-tiba Rian berkata.
“Tunggu...”
“Ada apa, Nak? Aku tidak punya banyak waktu.”
“Karena engkau sudah mewariskan semua kekuatan ini kepadaku, aku berjanji tidak akan mengecewakanmu. Namun sebelum kau benar-benar menyatukan jiwamu dengan jiwaku, biarkan aku memberikan penghormatan terakhir padamu sebanyak tiga kali.”
“Biarkan aku menganggapmu sebagai ayah angkatku. Setidaknya hal sederhana inilah yang harus aku lakukan saat ini untuk berbakti kepadamu. Ayahku yang sebenarnya telah meninggal karena penyakit jantung.”
Tanpa menunggu jawaban dari Julian, Rian segera berlutut dan bersujud sebanyak tiga kali di depannya.
Mendengar itu, Julian merasakan tubuhnya bergetar. Tanpa sadar, matanya berkaca-kaca. Entah sudah berapa lama,mungkin ratusan hingga ribuan tahun, dia bahkan sudah lupa kapan terakhir kali dia meneteskan air mata. Dan sekarang, pemuda yang ada di depannya benar-benar sukses membuatnya kembali menjatuhkan air mata.
Seketika, emosi yang rumit menyelimuti hatinya, namun itu adalah emosi yang menyenangkan. Dan entah kenapa, dia merasa jika hidupnya selama ini tidak sia-sia.
Bukan hanya menemukan pewaris, tapi dia juga menemukan anak angkat yang begitu baik dan berbudi luhur. Sekarang, dia benar-benar bisa mati dengan tenang tanpa penyesalan sedikit pun.
“Hahaha! Anak baik, anak baik,” ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak dan menepuk pundak Rian, membantunya untuk bangkit berdiri.
“Baiklah kalau begitu, mulai sekarang kamu adalah anak angkatku. Dan nama belakangmu adalah Vortis. Pertemuan ini mungkin terlalu singkat bagi kita berdua. Akan tetapi, kau harus tahu, jika kau adalah satu-satunya anak angkatku yang paling aku banggakan dan akan selalu begitu sampai kapan pun.”
Tidak lama kemudian, tubuh Julian benar-benar terpecah menjadi butiran-butiran cahaya yang tak terhitung jumlahnya dan meresap masuk ke dalam tubuh Rian.
Saat sosok Julian pergi, Rian merasakan perasaan hampa yang benar-benar membuat hatinya terasa kosong. Entah kenapa, ada rasa sakit yang tak terlihat menyeruak begitu saja. Rasanya begitu menusuk. Ini adalah perasaan familiar yang dirasakannya saat ayahnya meninggal karena serangan jantung.
Tidak lama kemudian, Rian mulai merasakan perubahan besar dalam tubuhnya. Tiba-tiba, rasa sakitnya begitu hebat mulai menusuk kepalanya, dan berbagai macam informasi terkait mantra sihir yang tak terhitung jumlahnya mulai masuk ke dalam kepalanya seperti gelombang pasang.
Di saat yang sama, tubuhnya mulai memancarkan cahaya keemasan, dan tanpa disadari, di punggungnya mulai terukir simbol tato gambar dua sayap malaikat.
Cahaya keemasan itu merupakan elemen cahaya warisan dari Julian. Saat elemen cahaya itu meresap masuk ke dalam tubuhnya, itu benar-benar membawa perubahan besar pada fisiknya. Elemen cahaya itu meresap ke dalam daging, tulang, otot, dan setiap jaringan sel-sel yang ada di dalam tubuhnya.
Dalam sekejap mata, transformasi besar-besaran pun dimulai. Tubuhnya menjadi lebih kuat berkali-kali lipat. Tulangnya menjadi sangat keras, seperti baja. Setiap inci tubuhnya mengandung kekuatan cahaya yang dapat menetralisir dan menyembuhkan jenis penyakit dan luka apa pun dalam batas tertentu.
Kekuatan jiwanya juga menjadi lebih kuat. Tak cukup sampai di situ, lima panca indranya juga menjadi lebih peka. Baik itu pendengaran, penglihatan, penciuman, dan yang lainnya, semuanya ditingkatkan menjadi berkali-kali lipat.
Kini, dirinya bukan lagi manusia biasa, tetapi manusia yang mewarisi elemen cahaya. Dan tato gambar dua sayap di punggungnya menandakan jika Sang Maha Pencipta Alam Semesta telah memberikan berkah Ras Malaikat kepadanya.
Sekaligus menandakan jika takdir telah memilihnya untuk menjadi sosok yang akan berdiri di puncak dunia. Tidak, bukan hanya di puncak dunia, tetapi berdiri di puncak alam semesta. Kehadirannya akan membawa perubahan besar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan.
Kembali ke cerita.
Bersamaan dengan segala perubahan yang terjadi pada dirinya, kesadarannya pun kembali ditarik ke dunia nyata. Perlahan-lahan, mata Rian pun terbuka. Dan dia benar-benar bangun dari tidurnya.
“Hah? Apa yang terjadi?”
Beberapa saat kemudian, kesadarannya pun kembali sepenuhnya. Seketika, dia sadar jika semua yang dialaminya tadi hanyalah mimpi.
“Oh, ternyata semuanya hanya mimpi,” ucapnya sambil tersenyum kecut. Akan tetapi, saat matanya menatap langit-langit dengan tajam, seketika keterkejutan yang luar biasa melintas di matanya. Dia bisa melihat jika langit-langit itu terasa begitu dekat. Tidak, matanya seolah melakukan zoom berkali-kali lipat, yang membuat segala yang ada di depannya terlihat begitu dekat dan jelas.
Matanya seolah bisa menembus langit-langit itu dan menguraikan segala hal yang ada di hadapannya inci demi inci.
Dia bahkan bisa melihat beberapa ekor nyamuk yang terbang. Dia bisa melihat bagaimana bentuk kaki nyamuk, sayap nyamuk, matanya, dan seluruh penampilannya. Ternyata penampilannya begitu jelek, tidak ada ganteng-gantengnya sama sekali.
Detik berikutnya, pendengarannya juga semakin tajam. Dia bahkan bisa mendengar suara dari jarak yang begitu jauh. Saat dia semakin menajamkan pendengarannya, jarak maksimal yang bisa dia dengar adalah 500 meter.
Sontak saja ini membuatnya bersemangat. Tanpa sadar, dia langsung terduduk dari kasur tempatnya berbaring.
“Apakah semua ini benar-benar nyata? Apakah aku benar-benar mewarisi kekuatan dari Ayah Angkat? Luar biasa,” ucapnya.
Lalu, semakin lama, saat dia mulai terbiasa, matanya mulai dapat melihat aliran energi di sekitarnya. Dan saat dia berpikir untuk menyerap energi tersebut, tiba-tiba tubuhnya memancarkan semacam daya tarik yang langsung menyerap energi tersebut ke dalam tubuhnya.
“Ini... Apakah... Apakah aku benar-benar bisa menyerap energi ini hanya dengan berpikir? Dan secara otomatis tubuhku langsung meresponsnya. Gila! Sungguh luar biasa!”
Dia tahu jika ini adalah energi Qi, informasi ini langsung dia dapatkan dari pengetahuan Julian.
Kemudian setelah itu dia mengepalkan tangannya erat-erat dan berkata,
“Ayah angkat, aku bersumpah akan menggunakan kekuatan ini sebaik-baiknya dan akan memenuhi semua harapanmu. Aku, Rian Suhendra Vortis, bersumpah tidak akan pernah mengecewakanmu.”
Setelah mengatakan itu, dia mulai duduk bermeditasi di atas kasurnya. Dengan pikiran, dia kembali menyerap energi Qi yang ada di sekitarnya. Hingga akhirnya dia bisa mengembunkan satu titik esensi cahaya. Setengah jam kemudian, dia berhasil mengembunkan satu titik. Totalnya dua titik.
Lalu, satu setengah jam kemudian, dia berhasil mengembunkan lima titik. Jadi, total dia berhasil mengembunkan sekitar tujuh titik esensi cahaya.
Berdasarkan ingatan yang dia dapatkan dari Julian, untuk mencapai Bintang 1 Level 1, dia harus mengembunkan sekitar 100 titik esensi cahaya. Dan kini dia masih mengembunkan 7, berarti masih kurang 93 titik lagi, yang artinya PR-nya masih banyak. Dan perjalanannya untuk menjadi kuat masih sangat jauh.
Namun, apa pun yang terjadi, Rian tidak akan menyerah. Dia sudah menyadari, jika dia benar-benar menguasai kekuatan ini dan mencapai puncak seperti yang dicapai oleh Julian, ayah angkatnya, Kaisar Sihir Cahaya Bintang 9, maka dia akan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Dengan begitu, dia bisa menentukan takdirnya sendiri, tanpa diintimidasi dan ditindas oleh orang lain, seperti yang selama ini selalu ia rasakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!