"𝘜𝘮𝘶𝘳 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘩 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘦𝘸𝘢𝘴𝘢 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘶𝘢 𝘱𝘶𝘭𝘶𝘩 𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘵𝘢𝘶𝘯, 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩-𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘈𝘮𝘦𝘭𝘪𝘢. 𝘈𝘮𝘦𝘭𝘪𝘢 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩, 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘵𝘶𝘢."
Pertanyaan macam itu sudah sering dia dengar disetiap acara keluarga yang didatanginya, ditanya kapan menikah, mana calonnya, kok sendiri aja, betah amat jomblo, sampai ada yang terang-terangan mau menjodohkan dirinya dengan duda beranak.
"Kenapa enggak sekalian aja tanya kapan mati, heran deh sama manusia jaman sekarang. Kayaknya status jomblo sama belum punya anak itu aib dimata mereka gitu, giliran yang hamidun duluan, nyolong suami orang mereka enggak banyak komen. Emang apa sih enaknya nikah, bikin repot aja tau gak! belum lagi kalau suaminya patriarki, seenaknya, sayang diawal doang pas mau dapetin kalau udah dapat mah palingan-,"
𝘽𝙍𝙐𝙆!
"Astaghfirullah!" Tubuh Adelia terhuyung kedepan saat tiba-tiba mobil yang sedang dia kendarai ditabrak dari belakang.
Tidak bisa dielakan lagi, Adelia membanting stir ke kanan dimana jurang dan parit berada di hadapannya. Karena panik dan terkejut Adelia sampai tidak melihat kalau posisi yang dia ambil salah dan hampir membuat nyawanya melayang sia-sia.
"Amit-amit, gara-gara mikirin kenapa enggak ditanya kapan mati aku hampir aja mati dalam keadaan perawan." Gumamnya dengan ringisan kecil saat merasakan dahinya sakit karena terbentur stir mobil.
Dengan jantung yang bertalu-talu, dag-dig- dug tidak karuan tapi bukan karena sedang jatuh cinta melainkan terkejut hampir mati masuk jurang dan parit, Adelia bergegas keluar dari mobilnya. Dia benar-benar tidak akan terima, Adelia akan menuntut siapapun orang yang sudah membuatnya hampir mati sia-sia dalam keadaan perawan.
"Aduh Mang, ini mah beneran kecelakaan! Baru juga keluar udah nabrak orang aja. Kalau Den Azkha sampai tau bisa riweuh ini mah, mana mobil yang ditabrak hampir masuk parit lagi, pasti orangnya bakalan enggak- tuh kan udah keluar aja!" Samar-samar Adelia bisa mendengar percakapan antara dua orang manusia yang sudah membuat dirinya celaka.
Dengan langkah yakin dia mendatangi keduanya, wajah cantiknya berubah menjadi garang seperti seekor serigala lapar yang mau menerkam mangsanya.
"Kalau bawa mobil itu yang bener, Enggak lihat ada mobil didepan! Aku hampir mati masuk ke jurang, kalian mau tanggungjawab kalau aku mati huh!" Adelia memekik keras meluapkan kekesalannya yang sudah mencapai ubun-ubun. Berniat untuk menenangkan diri ke tempat random malah menjadi petaka untuknya, untung saja Tuhan masih berbaik hati padanya kalau tidak mungkin saja dirinya sudah masuk berita besok pagi.
"Aduh Neng maaf, rem nya blong enggak sengaja. Aduh gimana inih Sep, Si Aden pasti bakalan tau kalau-,"
"Ada apa ini? Kenapa Mang Asep dan Mang Ujang berhenti disini?" Belum sempat laki-laki bersarung itu menyelesaikan ucapannya orang yang mereka khawatir tiba-tiba saja datang.
Penampilannya terlihat seperti baru saja menyelesaikan pekerjaannya yang kasar, tidak rapih walaupun wajahnya yang tampan tidak bisa disembunyikan. Tubuhnya berotot keras nan tinggi dengan kulit coklat tembaga karena selalu terbakar panasnya matahari, bulu-bulu halus di wajahnya sudah terlihat menutupi ketampanan yang selalu membuat para pekerja wanita berkhayal yang tidak-tidak.
"Aden, a-anu Den, i-ini, ini mobilnya-,"
"Kamu siapa? Kamu kenal sama mereka?" Adelia yang sempat terdiam saat melihat kedatangan laki-laki bertubuh tinggi besar itu kembali beraksi, denyutan di dahinya tidak lagi dia hiraukan karena dia masih merasa kesal dan marah.
"Mereka adalah pegawai saya, sebenarnya apa yang sudah terjadi kenapa mobilnya-,"
"Oh bagus, berarti kamu bossnya ya! Mereka, mereka hampir membuatku masuk kedalam jurang, mobilnya menabrak mobilku dari belakang kamu harus tanggungjawab sebagai boss!" Pekik Adelia tidak memperdulikan apapun, dia hanya meluapkan semua perasaannya yang sejak tadi tidak karuan ditambah lagi dengan kejadian yang membuatnya hampir jantungan.
Kedua mata bulatnya mendelik menatap pada laki-laki dewasa bertubuh tinggi dan berotot yang hanya berkedip pelan terlihat bingung tapi bukan bingung, laki-laki itu malah menatapnya dengan intens seakan tengah mencari sesuatu.
"Tanggungjawab, tentu kamu enggak perlu khawatir aku akan bertanggungjawab, tenang saja Bapakku penghulu kok." Ucapnya dengan nada tenang, entah sadar atau tidak Adelia juga tidak tahu. Apakah mungkin laki-laki ini sedang mabuk atau ngelindur habis bangun tidur sampai berbicara tidak jelas seperti ini.
Dirinya hanya ingin mendapatkan ganti rugi lalu apa urusannya dengan Bapaknya yang penghulu? disini Adelia sedang mencari keadilan bukan mencari suami.
Enggak waras!
Berulang kali Adelia menggaruk pipinya yang gatal karena digigit oleh nyamuk, hampir satu jam lewat tiga puluh menit dia duduk diatas batu di tepi jalan menunggu jemputan dari temannya yang tadi dihubunginya.
Sayangnya sudah cukup lama Adelia menunggu jemputan tidak kunjung datang, dia malah mengalami gatal-gatal karena digigit nyamuk. Mobil miliknya tidak bisa di kendarai karena kerusakan dibagian depan juga belakang, kepala Adelia rasanya mau pecah saat melihat kondisi mobil kesayangannya sekarang.
"Den, sampai kapan kita ikut nunggu disini?" Tanya Mang Asep yang terpaksa ikut menunggu bersama Azkha menemani perempuan cantik yang baru saja mereka tabrak mobilnya dari belakang.
Tidak sengaja memang tapi kalau sampai mereka tidak bertanggungjawab bahkan lari itu namanya bukan laki-laki sejati.
"Sampai dia mau saya antar pulang Mang, Mamang lihat tadi kan kalau saya mau ngantar dia pulang daripada nunggu temannya tapi dia enggak mau." Sahut Azkha yang duduk tidak jauh dari posisi Adelia, laki-laki bertubuh besar itu terus saja menatap Adelia dengan lekat.
Entah mengapa pertama kali Azkha melihat perempuan muda itu ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya, tidak seperti biasanya. Selama ini Azkha merasa dirinya biasa saja kala berinteraksi dengan para perempuan, entah itu muda ataupun matang seusianya tapi untuk kali ini berbeda.
Caranya berbicara, marah-marah dengan mata melotot, bibirnya yang tipis dan merah itu terus saja bergerak saat mengomel semua itu membuat Azkha panas sepanas cabai setan yang baru di panennya hari ini.
"Aaiihhh... Lulu kemana sih? Giliran dibutuhin susah banget dihubungin. Dia enggak tau apa temennya ini lagi kesusahan," Ujar Adelia dengan segala kekesalan yang sedang dia rasakan.
Adelia kembali duduk di batu, matanya yang lelah menatap matahari yang saat ini mulai merangkak naik diatas langit. Suasana disini begitu panas juga sejuk terlebih dirinya tengah berteduh di bawah pohon jati yang lumayan rimbun.
Berharap saja tidak ada ulat yang jatuh.
Tidak jauh darinya Azkha terlihat menyunggingkan senyuman, pria berkulit coklat tembaga itu bangkit berniat untuk mendekati perempuan galak yang masih belum jinak tersebut. Azkha sepertinya mau mengambil resiko kalau nanti perempuan ini melemparnya dengan sandal atau kayu karena kesal.
"Mau aku antar pulang saja? Kayaknya teman kamu kejebak macet bakalan lama sampainya. Urusan mobil biar aku yang urus, mobil kamu bisa kamu ambil setelah selesai diperbaiki nanti." Ucap Azkha saat posisinya sudah dekat dengan Adelia.
laki-laki matang itu tersenyum tipis, begitu ramah dan manis. Tapi sayangnya Adelia tidak suka melihat senyumannya, dia masih kesal dengan kejadian tadi.
Kalau saja mobil milik anak buah laki-laki ini tidak-, tunggu? Kenapa rasanya di dalam pakaian ada yang bergerak-gerak, rasanya tidak nyaman dan geli.
Adelia seketika bangkit, dia kembali merasakan pergerakan tersebut. Kedua matanya melotot karena takut dan geli, dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang selain terdiam.
"Kenapa? Kamu baik-baik saja kan, apa kepala kamu sakit gara-gara tadi? Ayo kita ke dokter, kamu harus diperiksa!" Azkha yang melihat keanehan diwajah Adelia berusaha untuk bertanya dan membujuk.
Tapi perempuan cantik bermata bulat itu sama sekali tidak merespon selain melotot dengan ringisan seperti ketakutan.
"Kamu kenapa, ada yang sakit?" Tanya Azkha lagi, kali ini dia semakin mendekat pada Adelia untuk memastikan kalau perempuan muda itu baik-baik saja.
"Kamu-,"
"Ada yang masuk ke baju aku! Itu pasti ulat, aaaakkkhhhh.... buang buang buang!" Adelia memekik keras seraya melompat tidak beraturan kearah laki-laki yang tidak jauh darinya. Karena reflek juga ketakutan yang sedang dialaminya Adelia tidak sadar kalau dia malah memeluk tubuh besar Azkha, bahkan sampai melompat naik kala merasakan gerakan geli yang mulai terasa gatal di area punggung juga pinggangnya yang terlihat karena kaos pas bodi yang dikenakannya terangkat saat dia memeluk kencang leher laki-laki matang didekatnya.
Azkha sendiri yang memang tidak menyangka akan mendapatkan pelukan dibuat terkejut hampir saja terjungkal kebelakang kalau saja refleknya tidak bagus. Kedua matanya berkedip cepat, berusaha mencerna apa yang sedang terjadi saat ini.
Dia dipeluk erat oleh perempuan yang baru dikenalnya sampai menggendong perempuan tersebut dihadapan banyak pasang mata, Azkha yakin setelah ini akan ada banyak gosip yang beredar tunggu saja.
Adelia masih belum tenang dengan segala kegatalan yang dirasakannya, walaupun sudah diberikan minyak kayu putih oleh salah seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat di tempat itu tapi rasa gatal dan sedikit panas di area punggung hingga pinggangnya masih terasa.
Dengan terpaksa pula Adelia harus pulang diantarkan oleh pria bertubuh besar tinggi yang reflek dipeluknya tadi, bahkan sampai menggendongnya. Sungguh kejadian itu membuat Adelia malu bukan kepalang, rasa gatal dan panas yang ada ditubuhnya dikalahkan oleh rasa malu yang tak berujung.
Bisa-bisanya dia nemplok bagaikan cicak pada seorang pria yang baru diomelinya!
"Kita sudah sampai, yang mana rumah kamu?" Lamunan Adelia terpecah saat mendengar suara orang di depannya.
Adelia yang pulang diantar naik motor oleh Azkha terlihat tidak bersemangat sama sekali padahal sekarang dia sudah berada di kawasan perumahan orang tuanya.
"Makasih udah nganterin pulang, Mas. Aku enggak punya rumah disini, yang punya orang tua aku." Cetus Adelia seraya turun dari motor Matic milik Azkha.
Pria matang berjambang tipis itu terlihat menyunggingkan senyuman kecil, dia tidak menyahuti ucapan perempuan muda yang saat ini masih terus saja menampilkan ekspresi wajah masam.
"Boleh minta nomor hape kamu?" Ucapan Azkha kali ini berhasil mengalihkan perhatian Adelia yang sedari tadi terus saja menatap ke arah pagar sebuah rumah berlantai dua yang dia yakini adalah rumah perempuan itu.
"Bukan maksud apa-apa, aku butuh buat ngehubungin kamu nanti kalau mobilnya sudah selesai diperbaiki." Azkha cepat menambahkan saat melihat lirikan mata Adelia mengintimidasinya, perempuan muda ini pasti sedang berpikir yang macam-macam tentangnya tadi.
Tidak bisakah perempuan cantik ini berpositif thingking padanya sedikit saja, apa karena penampilannya yang berantakan hingga Adelia selalu berpikiran buruk terhadapnya? Apa sebegitu mengerikan tampilannya sekarang?
Memang sih sudah dua minggu ini Azkha tidak merawat diri, bahkan jambangnya saja dia biarkan tumbuh sedikit tebal saking sibuknya dengan panen cabai periode ini. Uangnya banyak tapi penampilannya tidak terurus, sepertinya Azkha memang benar-benar butuh pendamping hidup sekarang. Walaupun memang usianya tidak lagi muda terlampau matang hampir meletek tapi kalau dilihat dari wajah dan bentuk tubuhnya Azkha masih terlihat seperti pria tiga puluh tahunan padahal usianya sudah hampir kepala empat.
Sedikit insecure saat dia menyukai seorang perempuan yang usianya lebih muda darinya, Azkha takut kalau dirinya yang hampir lansia ini tidak bisa lagi membuat pasangannya-
"Boleh, sini hapenya!" Azkha tersentak dari lamunannya, dia mengalihkan pandangannya pada Adelia yang sudah mengulurkan tangannya.
Dengan sedikit gugup Azkha memberikan ponsel miliknya, ponsel yang baru saja dia beli minggu lepas karena ponsel lamanya masuk kedalam irigasi saat dia menyiram tanaman cabai.
Kasian!
Adelia terlihat lincah mengutak-atik layar ponsel mahal yang ada ditangannya, dahinya sedikit berkerut saat melihat benda tersebut. Pria besar ini memiliki ponsel yang sama dengannya, bukan ipong seperti kebanyakan orang tapi merk dari Korea selatan.
Satu hati enggak sih?
Entah mengapa Adelia malah berpikiran seperti itu, tapi dengan cepat dia menepis segala macam pikirannya yang tidak singkron.
"𝘐𝘩 𝘢𝘱𝘢𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘩!" Batinnya seraya mengusap tengkuknya yang benar-benar merinding.
"Nih udah, namanya sama nomornya udah ada disitu. Kalau mobilnya udah selesai diperbaikin hubungin aja." Ucap Adelia seraya kembali menyerahkan ponsel yang harganya bisa mencapai puluhan juta tersebut.
"𝘏𝘶𝘩𝘩𝘩𝘩... 𝘱𝘦𝘯𝘢𝘮𝘱𝘪𝘭𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘪𝘬𝘪𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘣𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘪𝘬𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘦𝘳𝘪𝘵, 𝘥𝘪𝘢 𝘬𝘳𝘦𝘥𝘪𝘵 𝘢𝘱𝘢 𝘤𝘢𝘴𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘭𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢?"
Barang yang mana maksudnya Del, jangan bikin orang overthinking lah!
Nyatanya Adelia tidak berhenti sampai disitu, dia terus saja memindai pria matang yang sedang menatap layar ponselnya memastikan kalau nomor yang dirinya masukan benar tidak hoax.
Tanpa banyak bicara lagi Adelia mulai melangkah meninggalkan Azkha yang terdiam diatas motornya, Perempuan bertubuh langsing dengan tinggi sesampai itu memasuki sebuah rumah bertingkat dua yang tadi Azkha yakini sebagai tempat tinggalnya dan ternyata dugaan pria matang itu benar.
Adelia tidak lagi menoleh ke belakang untuk sekedar memastikan apakah orang yang mengantarkannya pulang masih ada disana atau tidak, berbeda dengan Azkha pria itu terus saja memperhatikan Adelia hingga tubuh mungil perempuan muda itu tertelan pintu gerbang.
Tapi Azkha masih bisa melihat siluetnya dari celah-celah pintu gerbang, bahkan saat ada seseorang yang datang menghampiri Adelia dengan tergesa-gesa Azkha bisa melihatnya dengan jelas.
Entah apa yang sedang mereka bicarakan Azkha tidak bisa mendengarnya dengan jelas, tapi dia bisa melihat kalau Adelia tengah beradu mulut dengan orang tersebut hingga suara keras tamparan yang dilayangkan salah satu dari mereka terdengar oleh Azkha.
Cukup keras pasti rasanya sakit!
"Tau diri sedikit kamu Adelia! kamu harus tau posisi kamu siapa disini jangan seenaknya!" Bahkan suara teriakan dari arah gerbang bisa Azkha dengar sekarang tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain memperhatikan melalui celah-celah.
Bukannya Azkha tidak mau menolong Adelia tapi kalau dia ikut campur tanpa tahu masalahnya bisa dianggap kurang ajar, lagi pula siapa dirinya bagi perempuan itu? Mereka kenal saja baru tadi, mungkin kalau keduanya saling kenal dan dekat atau malah sebagai sepasang kekasih Azkha tidak akan segan mendatangi orang itu dan membalas tamparannya dengan tinjuan keras.
"Semoga kamu baik-baik saja ya, aku pulang." Ucap Azkha dengan lesu, dia berharap perempuan muda itu cepat menghubunginya agar dia bisa tahu keadaannya nanti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!