"Apa Abi, Menikah? tapi kenapa harus mendadak seperti ini, rasanya Hanum belum siap Abi!" ucapnya sambil memijit pelipisnya.
"Nduk, kabulkan lah permintaan Abi mu itu, sudah lama sekali Abi mengharapkan perjodohan ini dengan Kerabat dekatnya, mau ya Nduk?" bujuk Umi Syarifah.
Hanum langsung membalikan tubuhnya, tetesan air mata mulai membasahi wajah cantiknya. Bagaimana tidak, diusianya yang baru menginjak dua puluh tahun, ia harus menikah muda dengan pria yang samasekali tidak ia kenal, padahal Hanum sudah memiliki seseorang yang telah menjadi tambatan hatinya, namun itu semua harus pupus ketika kedua orangtuanya telah menjodohkannya.
Kemudian Hanun buru-buru mengusap air matanya dengan kedua ibu jarinya.
"Ayolah Nduk, anggaplah ini sebagai rasa baktimu terhadap kedua orangtuamu, Abi itu sudah mulai sakit-sakitan, apalagi sekarang Masmu sudah menikah dan menetap di Kairo, Abi semakin cemas saja denganmu Nduk, mau ya nikah sama anak dari kerabatnya Abi?" pintanya memohon.
Kemudian Hanum membalikan tubuhnya, ditatapnya wajah Abi dan juga Uminya yang terlihat sudah semakin menua, di tambah wajahnya telah di penuhi oleh garis keriput.
Hingga akhirnya Hanum pun mengambil keputusan terbaik demi bisa membahagiakan kedua orangtuanya.
"Baiklah Abi dan juga Umi, Hanum putuskan untuk menerima perjodohan ini sebagai rasa bakti Hanum terhadap Abi dan juga Umi." jawabnya datar, lalu ia pun memeluk kedua orangtuanya.
"Terimakasih Nduk, akhirnya mimpinya Abi untuk berbesan dengan Pak Cahyo bisa terlaksana, kau tahu jika calon suamimu adalah pria yang hebat dan dia adalah seorang abdi negara." tuturnya penuh sukacita
Hanum pun langsung tercekat atas perkataan dari Abinya tersebut.
"Abdi Negara?"
'Ya Rabb, padahal sedari dulu aku tidak suka dengan pria berseragam seperti itu, kebanyakan mereka itu adalah type pria yang tidak setia terhadap pasangannya.' keluhnya dalam hati.
Hanum pun jadi teringat tentang sahabatnya yang baru setahun menikah dengan seorang abdi negara, dan harus berakhir dengan perceraian, akibat tidak setianya sang suami terhadap sang istri. Dan Hanum pun takut jika sampai itu terjadi padanya.
"Namanya Aditama Putra Pradipta, putra satu-satunya dari seorang perwira polisi yang sebentar lagi akan menjabat sebagai Wakapolri di negeri ini." jawab Abi dengan penuh rasa bangga.
Namun sayangnya Hanum samasekali tidak tertarik akan jabatan mentereng calon Ayah mertuanya.
"Kalau begitu, Abi segera hubungi Pak Cahyo, bilang kalau putri kita menyetujui perjodohan ini." ujar Umi sangat antusias
Abi pun bergegas menghubungi sahabatnya,
Sedangkan Hanum lebih memilih untuk masuk ke dalam kamar tidurnya dan menguncinya dengan rapat, di dalam kamarnya, Hanum terus saja menangis sebagai cara untuk meluapkan segala kekecewaannya.
'Yaa Rabb, mengapa jalan hidupku harus seperti ini? jika memang ini sudah menjadi kehendak Mu aku ikhlas.' batinnya seraya ingin menjerit.
......................
Kediaman Komjen Cahyo Pradipta.
"Tama, ada hal penting yang ingin Papah bicarakan padamu!" ucapnya menatap serius putranya.
Mereka yang baru saja selesai makan malam, sudah tidak sabar untuk memberikan pengumuman penting ini.
"Memangnya ada hal penting apa Pah?" tanya sang Istri
"Kamu itu jangan pura-pura tidak tahu Kiran." cakapnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Wah, sepertinya ada berita bagus nih!" sambung Riyana, adik dari Tama.
"Sebelumnya, Papah ingin menanyakan sesuatu padamu terlebih dahulu, apakah kau sudah memiliki calon istri?" tanyanya menatap serius ke arah putranya.
Deg!
Sontak Tama langsung terkejut, ia pun sampai tersedak, lalu Riyana buru-buru mengambilkan segelas air putih untuk Kakanya.
"Diminum kak...!" ucapnya sambil menyodorkan minuman tersebut.
Tama pun buru-buru meminumnya sampai tandas.
Melihat ekspresi putranya yang menurutnya cukup aneh, akhirnya sang Papah mulai menaruh curiga terhadapnya.
"Jika kau sudah memiliki seorang calon istri, katakanlah Tama!" Pak Cahyo terlihat kecewa.
'Bagaimana ini? Apakah aku harus selamanya bungkam atas hubunganku bersama Bella?" batinnya mulai cemas.
"Ayo jawab Aditama, kau jangan diam saja!" pintanya cukup membentak dan mendesak.
Tama pun sampai menelan Saliva nya.
"Tidak Pah, Tama belum memiliki seorang calon istri!" jawabnya berbohong.
'Sebaiknya aku tidak mengatakan masalah hubunganku dengan Bella, kalau saja Papah tahu Bella itu putri dari musuh bebuyutannya, selamanya aku tidak akan bisa bertemu lagi dengannya, dan aku tidak akan sanggup.' batinnya mulai merajuk.
Seketika senyum cerah terbit di bibir Papahnya.
"Syukurlah kalau kau belum memiliki calon istri, itu artinya kau bisa Papah jodohkan dengan putri kerabatnya Papah!"
Sontak Tama langsung tercekat, kedua pupil matanya sampai membesar.
"Apa Pah, di jodohkan? Apa Papah tidak salah berkata seperti itu? Come on lah Pah, sudah tidak zaman di jodoh-jodohkan seperti ini, kesannya aku seperti pria yang tidak laku!" protesnya sambil melipat kedua tangannya di atas dadanya.
"Terserah kau mau berkata apa Tama, Papah tidak peduli, kau harus mau Papah jodohkan dengan putri dari kerabatnya Papah, titik." jawab telak Pak Cahyo.
Tama pun hanya bisa menghela nafasnya secara kasar, ia tidak pernah menyangka jika Papahnya akan menjodohkan dirinya.
"Terima saja Tama, calon istrimu ini adalah wanita solehah dan juga wanita terhormat, dulu kalian pernah saling mengenal saat mondok di pesantrennya Abi Zakaria." cakap Ibu Kiran dan telah membuat Tama berfikir.
"Pondok pesantren? Jadi Papah dan juga Mamah ingin menjodohkan aku dengan seorang santri? ayolah Pah, Mah! Masa iya kalian menjodohkan aku dengan wanita kampungan."
"Jaga ucapanmu Tama, perkataanmu itu tidak mencerminkan dirimu sebagai seorang abdi negara." bentaknya geram.
Tama pun langsung terdiam membisu, sepertinya ia sudah kehabisan kata-kata.
"Pokoknya keputusan Papah tidak bisa di ganggu gugat, bulan depan kalian akan melangsungkan pernikahan, ingat Tama bahwa usiamu sudah tidak muda lagi untuk terus melajang, karena kau sudah menginjak kepala tiga!"
"Terserah Papah, atur saja sesuka hatimu Pah! Karena aku tidak punya wewenang untuk menolak permintaan dari Papah, selama ini aku selalu patuh akan perintahmu!" cetusnya pasrah, dan lebih memilih untuk meninggalkan kedua orangtuanya yang belum selesai berbicara padanya.
"Anak itu, benar-benar menyebalkan!" gerutunya sambil tangan di kepal
"Sabar Pah, berilah waktu kepada putra kita, walau bagaimanapun ini adalah keputusan besar dan menyangkut masa depannya." sahut Bu Kiran.
Sedangkan Riana, lebih memilih untuk pergi menemui kakaknya yang sedang termenung di taman belakang, tempat biasanya Tama menyendiri.
"Kak Tama, kau sedang merokok?" tanya sang Adik.
"Hemmm...kau jangan protes kalau aku sedang merokok, cuma ini satu-satunya cara untuk menghilangkan stress."jawabnya sambil kembali menghisap rokok miliknya.
"Kak Tama stress gara-gara keputusan Papah dan Mamah?"
"Hemmmm...!" jawabnya singkat.
"yang sabar kak, kita sebagai anaknya Papah dan juga Mamah, tidak bisa menentang keinginan mereka, apalagi watak Papah begitu keras!"
"Mas mu sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, menolak permintaan mereka pun percuma, tidak ada gunanya Ana, sebaiknya kau masuk ke dalam, udara di sini cukup dingin, nanti kau bisa masuk angin!" perintahnya yang mengkhawatirkan adiknya karena memiliki kondisi tubuh yang lemah.
"Baiklah kak, tapi kak Tama baik-baik saja kan?"
"Mas mu ini selalu baik-baik saja, sudah sana gih masuk ke dalam!" perintahnya kembali.
Riana pun mengikuti perintah dari kakaknya.
Setelah kepergian Riana, Tama kembali melamun.
'Sebaiknya aku ikuti semua kemauan Papah, untuk sementara waktu aku akan menjaga jarak dengan Bella, setelah keadaannya kondusif, aku akan segera menikahinya, meskipun aku di jodohkan dengan wanita lain, tapi aku tetap akan menepati janjiku padamu, Bella.' batinnya bersungguh-sungguh.
Bersambung...
⭐⭐⭐⭐⭐
Seminggu setelah Komjen Cahyo Pradipta mengumumkan soal rencana perjodohan putranya dengan putri dari sahabatnya, tepatnya hari ini mereka akan mengadakan acara lamaran, mengingat rumah sang sahabat berada di luar kota, ia pun beberapa kali mengingatkan putranya agar bisa mengambil cuti selama dua hari, dan tentunya Tama menuruti semua kemauan Papahnya.
"Tama putraku, ingat pesan Papah, jangan pernah sedikitpun kau mengecewakanku, kau tahu apa konsekuensinya jika kau sampai melanggarnya?" ucapnya terkesan seperti mengancam.
Tama hanya bisa menghela nafasnya secara kasar.
'Pah, kau ini Papahku atau atasanku? Perintahmu seolah menganggap aku hanyalah bawahanmu semata.' keluhnya dalam hati.
"Papah tenang saja, Tama janji tidak akan mengecewakan Papah, jadi Papah tidak usah khawatir." jawabnya datar.
Pak Cahyo pun tersenyum senang, saat putranya berkata seperti itu, begitu pun dengan istrinya.
Sedangkan Riana, ia malah merasa kasihan terhadap kakaknya yang seolah mendapatkan tekanan dari sang Papah.
................
Pondok Pesantren Darussalam
Hari ini adalah hari yang biasanya sangat di tunggu-tunggu oleh pasangan yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan, yakni acara lamaran yang di laksanakan secara sederhana di lingkungan pondok pesantren milik Abi Zakaria.
Hanum sendiri malah tetap sibuk mengajar ilmu tajwid kepada anak-anak yang usianya di bawah sepuluh tahun.
Dari lubuk hatinya yang paling dalam, entah mengapa tidak ada rasa bahagia sedikitpun di dalam benaknya, acara lamaran kali ini benar-benar tidak ia harapkan samasekali.
"Num, kok kamu masih mengajar sih? Bukannya siap-siap gih sana!" ucap Ayu, teman satu profesi Hanum sekaligus sahabat dekatnya.
"Memangnya gak boleh kalau aku masih ingin mengajar di sini?" tanya balik Hanum.
"bukannya gak boleh Num, hari ini kan hari bahagiamu, kau akan di lamar oleh kang Mas mu loh!"
Hanum malah menghela nafasnya sejenak
"suatu pernikahan yang samasekali tidak aku harapkan Yu!"
"hush, kamu gak boleh ngomong kaya gitu, apa kau masih menyukai Gus Adam?"
Seketika Hanum langsung diam membisu dan enggan berkomentar apapun, entah kenapa mendengar nama Gus Adam, hatinya begitu sakit.
Kini keluarga sang calon suami telah tiba di Pondok Pesantren Darussalam. Kedatangan mereka di sambut hangat oleh keluarga besar Abi Zakaria.
"Assalamualaikum Kyai Zakaria!" sapa Pak Cahyo dan juga Istrinya.
"Waalaikumsalam Komjen Cahyo Pradipta sahabatku, Alhamdulillah kau dan keluargamu tiba di sini dengan selamat. " jawab Abi Zakaria.
Kemudian Tama dan juga Riana turun dari dalam mobil, dan keduanya langsung mencium tangan Abi Zakaria secara takzim, Tama pun masih ingat akan sosok Abi Zakaria yang pernah menjadi gurunya saat dirinya mondok selama tiga tahun di sini, sebelum dirinya melanjutkan sekolah Akademi polisi.
"Masya Allah, apa ini Aditama Putra Pradipta, putramu yang pernah mondok di sini, Pak Cahyo?"
"Betul sekali Kyai Zakaria, ini adalah Tama, putra kebanggaanku." jawabnya sambil merangkul putranya.
"Wah, putramu tampan dan juga gagah! Pantas kau begitu bangga padanya!" jawabnya
"Dan ini pasti Riana? Kau dan Hanum itu seumuran, dulu waktu kecil kalian selalu bermain bersama, apakah kau masih ingat?" tanya Abi Zakaria kepada Riana.
"Masih Abi, tapi cuma sedikit yang Ana ingat!" jawabnya langsung tertunduk.
"Tidak apa-apa Nduk, itu wajar kok, karena sudah sepuluh tahun kalian tidak pernah bertemu lagi."sambung umi Syarifah yang langsung menggandeng tangan Riana untuk segera masuk ke dalam.
Sedangkan Pak Cahyo beserta istrinya sudah berada di dalam rumah lebih dulu bersama Abi.
Tama mengedarkan pandangannya ke arah sekitar pondok pesantren, ia jadi teringat saat dirinya mondok di tempat ini, baginya di tempat ini ia merasa jenuh.
"Apakah wanita yang akan di jodohkan oleh Papahku itu si wanita yang banyak jerawatnya? Aish...aku yakin jika saat ini pun wajahnya masih sama seperti dulu, sebaiknya aku tidak usah melihat tampangnya, sudah kebayang seperti apa!" keluhnya sambil membuang nafasnya secara kasar, rasanya ia seperti mimpi buruk di jodohkan dengan wanita itu.
Dan akhirnya Tama memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
"Umi, kenapa Hanum masih belum pulang juga? Apa dia tidak serius dengan perjodohan ini?" Kali ini Abi Zakaria tampak kecewa dengan putri bungsunya.
"Sabar Abi, mungkin sebentar lagi Hanum pulang!" balas Umi Syarifah
Dan benar saja, Hanum pun akhirnya tiba di pekarangan rumahnya, ia tampak gugup saat melihat sebuah mobil berwarna putih dengan plat kota B.
"Itu pasti dia, Ya Allah.. kuatkan lah hatiku ini!" ucapnya bermonolog.
Kini Hanum mencoba untuk bisa tenang, ia terus saja mengelus dadanya sambil menghela nafasnya.
Langkahnya kini tertuju ke arah pintu masuk ruang tamu.
"Assalamualaikum..!" sapa Hanum
"Waalaikumsalam!" jawab seisi ruang tamu secara serempak, semua mata tertuju padanya. Sedangkan Tama sepertinya ia enggan menoleh, dirinya malah fokus dengan benda pipih miliknya.
Hanum sempat melirik ke arah Tama yang tidak merespon dan malah sibuk sendiri, Hanum pun sempat kesal di buatnya.
"Jadi ini Hanum ya?" tanya Pak Cahyo dengan bola matanya yang berbinar.
"Benar Pak!" jawabnya tertunduk malu, lalu Hanum mencium punggung tangan calon Papah dan ibu mertuanya.
"Wah, Hanum pake cadar ya! Pasti aslinya sangat cantik!" puji Bu Kiran.
Saat mendengar kata cadar, Tama baru tersadar jika calon istrinya sudah berada di hadapannya saat ini, ia sempat menoleh sejenak, lalu membuang pandangannya ke arah lain.
'Sudah ku duga, ternyata si wanita jerawatan ini sengaja memakai cadar untuk menutupi wajahnya yang jelek!' ucapnya dalam hati.
Sedangkan Hanum hanya cukup sekali melihat wajah calon suaminya, ternyata calon suaminya adalah pria yang dulu sering mengatai dirinya si wanita jelek, sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Acara lamaran pun di mulai dengan sangat sederhana, cukup di hadiri oleh kedua orangtua masing-masing mempelai wanita dan laki-laki, dan sisanya hanya ada sebagian keluarga dari Abi Zakaria yang ikut menyaksikan acara lamaran tersebut, dan sudah di putuskan jika tiga Minggu lagi mereka akan segera melangsungkan pernikahan.
Dan kedua calon pengantin harus mempersiapkan untuk sidang BP4R yakni sidang badan pembantu penasihat perkawinan perceraian dan rujuk yang wajib di ikuti oleh anggota Polri dan juga calon pengantinnya. Sidang ini juga di sebut sebagai nikah kantor.
Dan mau tidak mau, baik Tama dan juga Hanum harus siap, mengingat menikah dengan seorang abdi negara itu tidaklah mudah, banyak proses yang harus mereka jalani.
Kini Hanum telah resmi di lamar oleh Kombes Aditama Putra Pradipta yang saat ini bertugas di Mabes Polri direktorat reserse kriminal umum.
"Alhamdulillah akhirnya acara lamaran ini berjalan dengan lancar, Hanum calon menantuku, setelah kau dan putraku menikah,kalian akan tinggal di rumah kami, anggaplah rumah kami seperti rumahmu di sini!" ucap Komjen Cahyo yang terlihat sangat bahagia karena keinginannya hampir saja terwujud.
Mendengar Hanum dan dirinya akan tinggal satu atap bersama kedua orangtuanya, Tama mulai mengajukan protes.
"Maaf Pah, tapi Tama sudah menyiapkan rumah untuk nanti kita tempati bersama, Tama hanya ingin mandiri dan tidak bergantung terhadap orang tua maupun mertua!" jawabnya tegas.
Sontak pak Cahyo dan istrinya tersenyum bahagia."Baguslah Putraku, itu artinya kau adalah suami yang bertanggung jawab, Papah berdoa semoga pernikahan kalian langgeng sampai kakek dan nenek ya!" ucapnya penuh harap.
Tama pun langsung terdiam.
'Maaf Pah, sepertinya Tama tidak bisa menjamin semua itu, karena Tama juga harus menepati janji dengan wanita lain.' ujarnya dalam hati.
Bersambung...
⭐⭐⭐⭐⭐⭐
Akhirnya hari yang ditunggu pun telah tiba, yakni dimana Hanum telah melepas masa lajangnya diusia dua puluh tahun, sedangkan Aditama saat ini berusia tiga puluh tahun, sungguh perbedaan usia yang cukup jauh.
Hanum tampak cantik mengenakan gaun berwarna putih, senada dengan kerudung yang ia kenakan, sedangkan Aditama mengenakan jas berwarna hitam, keduanya terlihat begitu serasi, banyak para tamu undangan yang penasaran akan sosok istri dari Kombes Aditama Putra Pradipta yang mengenakan cadar, ada yang memujinya namun ada juga yang mencibirnya.
Aditama sendiri yang cukup diidolakan oleh kaum hawa, dan saat tahu dirinya akan menikah, banyak yang patah hati karenanya.
Acara prosesi ijab kabul pun berjalan dengan lancar dan juga sakral, namun sayangnya tidak ada senyuman kebahagiaan diantara keduanya.
'Mengapa aku merasa sedih dengan pernikahan ini? Yaa Rabb...tolong lapangkan lah hatiku ini untuk bisa menerima semua takdir darimu!' tangisnya dalam hati.
Kini para tamu undangan satu persatu mulai naik ke atas pelaminan, mereka mengucapkan selamat atas pernikahan kepada kedua mempelai, dan banyak yang mendoakan agar mereka segera di berikan momongan, mendengar hal itu keduanya malah terlihat kaku dan juga gugup
Lalu tamu berikutnya adalah Damar, sahabat dekat Aditama.
"Selamat ya Pak Kombes, akhirnya anda menikah juga, predikat bujang lapuk yang selama ini melekat pada dirimu kini telah musnah!" ujarnya sambil menepuk bahu Aditama.
"ya..ya..ya, sekarang gelar itu aku serahkan padamu dengan duka cita, selamat menikmati menjadi seorang bujang lapuk!" ejek Tama tidak mau kalah
Hanum yang mendengar candaan suami dan temannya, ia malah tertawa pelan.
Tama pun menyadari hal itu, dan ia menatap sinis ke arah istrinya.
'Cih, kenapa rasanya aku tidak suka dengan wanita ini? Sedari dulu aku memang tidak tertarik, kenapa juga Papah mesti menjodohkan aku dengan wanita si buruk rupa ini!' keluhnya dalam hati.
Setelah acara resepsi pernikahan selesai, kini keduanya sudah berada di dalam kamar Hotel yang sengaja di pesan oleh Pak Cahyo, karena baik orang tuanya Aditama dan juga Hanum, mereka sudah tidak sabar untuk segera menimang cucu dari pasangan pengantin ini.
Hanum sempat termenung karena kakaknya tidak bisa datang akibat adanya konflik di daerah perbatasan Mesir, dan memaksanya untuk tidak bisa datang ke acara pernikahannya, padahal Hanum begitu mengharapkannya.
" Kyai Zakaria apakah anda senang karena akhirnya kita telah menjadi besan?" tanya Cahyo sambil duduk santai di teras balkon depan kamarnya.
"Sangat senang sekali Pak Cahyo, ini adalah impian kita yang sudah berpuluh tahun lamanya, dan baru hari ini bisa tercapai." jawab Abi Zakaria.
"Baguslah, anda jangan buru-buru balik ke kampung ya, aku ingin mengajak dirimu dan juga istrimu jalan-jalan, pokoknya kau jangan menolak keinginanku!" pintanya sedikit memaksa.
"Baiklah Pak Cahyo, kali ini aku akan mengabulkan permintaanmu, mumpung aku dan istriku masih berada disini." jawabnya sambil menyeruput kopi hitam miliknya.
Sedangkan di dalam kamar pengantin, hanya ada sepasang suami istri yang masing-masing keduanya merasa sangat asing.
Hanum sedari tadi hanya duduk termenung sambil menatap ke arah jendela kamar yang menjulang begitu luasnya, sehingga pemandangan gedung pencakar langit yang di hiasi oleh lampu terlihat begitu indah.
Sedangkan Aditama malah sibuk dengan benda pipihnya, ia pun enggan untuk menegur sang istri.
Saat Hanum membuka cadar serta kerudungnya, lalu ia mencoba melintas di depan suaminya yang masih fokus duduk di atas ranjang tempat tidur sambil memainkan benda pipih miliknya, Tama pun sempat gagal fokus karena menurutnya ada sesuatu yang berbeda dari istrinya ketika ia melirik sebentar ke arah istrinya.
Saat Hanum masuk ke dalam kamar mandi, Tama kemudian menoleh ke arah Hanum lalu menatapnya dengan lekat, ia hanya bisa melihat punggung istrinya dengan rambut yang tergerai.
'Cih, kenapa juga aku menjadi penasaran akan tampang dari wanita itu? Aish...kenapa malah jadi begini!' gerutunya dalam hati
Selama Hanum di dalam kamar mandi, rupanya Tama sedang asik mengetik pesan untuk seseorang.
Hanum yang berada di dalam kamar mandi saat ini, ia merasa sangat gugup, seluruh tubuhnya gemetar hebat.
"Kenapa aku bisa gugup begini? Padahal jelas-jelas Suamiku tidak tertarik samasekali padaku, bahkan untuk menoleh melihat wajahku saja rasanya ia begitu enggan? Mungkin ia pikir jika aku masih sama seperti dulu, wanita si buruk rupa!" kali ini Hanum terus saja mengoceh pada dirinya sendiri di depan pantulan cermin, lalu ia mencoba membasuh wajahnya dengan keran air di atas wastafel.
Setelah itu Hanum memutuskan untuk mandi dengan air hangat karena badannya terasa begitu lengket.
Saat Hanum keluar dari dalam kamar mandi, dan handuk kecil masih melilit di atas kepalanya untuk menutupi rambutnya yang masih basah, ia kembali menatap wajah suaminya yang tetap fokus dengan benda pipihnya.
'Ya ampun Mas, sedari tadi kau masih saja anteng dengan ponselmu itu, sampai-sampai kehadiranku kau abaikan seperti ini! Sabar Hanum, ini adalah ujian.' keluhnya dalam hati.
Kemudian tanpa menoleh sedikitpun ke arah Hanum, tiba-tiba saja Tama beranjak dari atas tempat tidurnya, kemudian ia mencoba untuk membuka handel pintu kamar.
"M mas Tama mau kemana?" tegur Hanum sambil menatap nanar ke arah Suaminya.
Dengan arah pandangan fokus ke arah depan pintu kamar, akhirnya Tama pun menjawab pertanyaan dari sang istri.
"Bukan urusanmu, yang jelas aku merasa sumpek berada di dalam kamar ini, tidurlah dan jangan menunggu kepulanganku!" jawabnya dengan sikapnya yang dingin, sekilas ia mencoba melirik ke arah istrinya yang sedang diam mematung di samping ranjang tempat tidur, dan setelah itu Tama bergegas pergi begitu saja dan menutup pelan pintu kamar.
Entah kenapa Hanum merasa tidak nyaman akan situasinya malam ini, baginya sikap suaminya di malam pengantin cukup membuatnya kecewa, padahal Hanum hanya ingin bisa lebih tahu banyak tentang suaminya, ia berniat ingin mengobrol dengan Tama, namun pada kenyataannya Tama seolah menghindarinya.
Sambil berjalan cepat, rupanya Tama pergi menuju suatu tempat, yakni kolam renang di dalam Hotel.
Tama mencoba mengitari sekitar area kolam renang yang sudah terlihat sepi dan tak ada satupun pengunjung di dalamnya.
"Mas Tama, aku kangen!" ucap seorang wanita yang tiba-tiba saja memeluk Tama dari arah belakang. sontak Tama pun tersenyum lebar, ia tahu siapa wanita yang saat ini berada di dekatnya, kemudian ia berusaha membalikan tubuhnya.
"Bella..!" ucapnya sambil menatap lekat wajah wanita tersebut.
"Kau jahat, kenapa kamu malah menikah dengan wanita itu!" keluhnya sambil memukul dadanya yang bidang.
"Maafkan aku Bella, aku kan pernah menjelaskan semuanya padamu, jika apa yang aku lakukan ini demi bisa menutupi hubungan kita, dan kau tidak usah takut, meskipun aku sudah menikahi wanita itu, aku tetap akan menepati janjiku padamu, kau akan aku nikahi minggu depan, tapi menikah secara siri!" jawabnya cukup khawatir akan jawaban dari sang kekasih hati.
"Aku tidak peduli akan hal itu, mau menikah dengan cara seperti apa, asalkan kau selalu berada di sisiku, itu sudah lebih dari cukup, Mas! Aku sangat mencintaimu." jawab Bella dengan wajahnya yang sudah merona
"Aku pun sangat mencintaimu Bella, sebaiknya kita pergi dari sini, aku takut ada orang lain yang memergoki kita saat ini, dan aku tidak ingin sampai hal itu terjadi." ajaknya sambil menengok ke kanan dan ke kiri.
Bella pun mengangguk cepat, tadinya sempat khawatir jika Tama akan melakukan malam pertama dengan istri sahnya, namun pada kenyataanya ia telah berhasil membawanya pergi.
'Siapapun tidak akan pernah aku biarkan kau dimiliki oleh wanita lain, kau hanyalah milikku seorang.' ujarnya dalam hati.
Bersambung...
⭐⭐⭐⭐⭐⭐
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!