NovelToon NovelToon

Baby Sitter Untuk Yayah

Baby Sitter 01

Plak!

Lagi dan lagi, pagi ini Raina sudah mendapat cap lima jari dari Rusman, suaminya. Padahal dia baru saja selesai memasak dan membereskan rumah. Rasa lelah berkutat dengan pekerjaan rumah pagi itu seolah lengkap sudah dengan perlakuan buruk sang suami.

Raina hanya diam, untuk sekedar mengeluh pun ia sudah enggan. Diam adalah pilihan terbaik baginya saat ini.

" Kenapa kamu cuma diam hah! Dasar istri nggak guna. Kamu sekarang sedang haid kan, berarti kamu gagal hamil lagi? Percuma aku nikahin kamu, sampai sekarang kamu belum hamil juga. Kamu nggk fokus buat berusaha hamil, dan malah sibuk sama anak orang lain."

" Itu pekerjaan aku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."

" Halah, alesan. Apa jangan-jangan kamu mandul lagi. Dalam keluargaku soalnya nggak ada keturunan mandul."

Mulai lagi ucapan Rusman membahas tentang itu. Dia selalu berkata demikian setiap membahas kehamilan yang belum bisa didapatkan oleh Raina.

Raina tentu sudah sangat bosan mendengarnya.

" Tck, lagian kamu sih Rus, udah ibu bilang buat jangan nikah sama dia tapi kamu nekat. Sekarang gini kan. Lihat aja tuh temen mu si Ali, dia baru nikah setahun lalu, tapi udah punya anak. Mungkin bener kali istrimu ini mandul."

Fyuuuh

Raina hanya bisa membuang nafasnya kasar. Lama kelamaan dia merasa engap ada di rumah suaminya itu. Setiap hari yang dibahas hanya kapan hamil.

" Mas, Bu, aku mau berangkat dulu."

" Kemarin kamu habis gajian kan, sini Ibu minta. Ibu mau beli vitamin."

Sreek

" Apa an ini, cuma segini. Ini kurang. Gaji kamu kan banyak. Masa iya cuma ngasih segini?"

Raina mengulurkan uang 100 ribu, namum Ningsih terlihat tidak senang. Padahal jika benar hanya untuk membeli vitamin, seharusnya cukup.

" Bu, kalau cuma buat beli vitamin itu udah cukup. Gaji aku memang lumayan, tapi sisanya udah nggak banyak. Kemarin baru aja buat bayar tagihan listrik, belanja bulanan, dan juga cicilan motor kan. Jadi ya itu sek~"

Sruuuk

" Halah bilang aja kamu pelit."

Ningsih yang enggan mendengar ucapan menantunya itu memilih pergi sambil mengambil lembaran seratus ribu yang diulurkan oleh Raina. Dia juga menabrak bahu sisi sebelah kanan dari Raina dan membuat Raina terhuyung.

Wanita itu hanya bisa memejamkan matanya sambil berusaha menahan nafas. Entah kapan suami dan keluarganya itu bisa menerima semua yang sudah dilakukannya.

" Seharusnya kamu kasih Ibu lebih banyak. Kamu harus inget, kami ini satu-satunya keluargamu. Kalau nggak ada aku, ibu dan adikku, kamu bakalan hanya lontang lantung."

Degh!

Sakit rasanya hati Raina ketika Rusman bicara demikian. Ia sangat tahu posisinya, ia sangat tahu asal usulnya. Ya, dia adalah seorang sebatang kara. Dia yatim piatu sejak kecil, hidupnya besar di panti asuhan.

Ketika menikah dengan Rusman, Raina sangat bahagia karena dia kini memiliki sebuah keluarga yang begitu dia dambakan. Tapi ternyata semua itu tidak seperti yang dipikirkannya.

Haaah

Raina menyahut tas nya yang sudah sejak tadi dia letakkan di atas meja. Tanpa perlu pergi ke kamar lagi, Raina langsung pergi berangkat bekerja. Dia juga enggan untuk sarapan.

Raina mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Ningsih, tapi Ningsih tidak memberikannya. Wanita paruh baya itu asik makan.

Lagi-lagi Raina hanya bisa menahan rasa sesak di dada. Ia memilih untuk mundur dan berpamitan kepada suaminya.

" Aku berangkat."

Tidak ada satu pun yang menjawab. Raina sungguh sudah sangat bersabar selama ini, dan rasanya dia sudah berada di batas sabarnya.

Sepanjang jalan, sembari mengendarai motor, air mata wanita itu terus jatuh membasahi pipi. Basah dan dingin menerpa wajahnya. Masker yang ia gunakan pun menjadi basah.

Isakan yang sekuat mungkin dia tahan, terasa begitu menyesakkan dada. Berkali-kali ia menyeka air matanya, namun agaknya air itu tak kunjung mau berhenti.

" Astagfirullah."

Hanya itu yang mampu Raina keluarkan dari bibirnya.

Ciiiiit

Raina memejamkan matanya sejenak, ia mengambil nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Saat ini dirinya sudah berada di depan rumah tempatnya bekerja. Rumah yang tidak kecil namun juga tidak terlalu besar, tapi bagi Raina itu terlihat seperti istana karena di dalamnya begitu banyak kehangatan. Sebelum masuk, tak lupa ia mengganti maskernya.

" Haaah, bismillah."

Dengan berjalan sedikit cepat, wanita itu segera masuk ke dalam rumah. Dan ini yang membuatnya bisa tersenyum serta rasa sesak dala dadanya berkurang.

" Sus Aiiiiiiii."

Greb

" Sayang, jangan lari begitu Nak."

" Selamat pagi, Pak."

" Ya selamat pagi Sus Raina."

Chandran Akash Dwiangga, bocah laki-laki 4 tahun ini adalah anak yang Raina asuh. Chan begitulah anak itu biasa dipanggil, ia adalah putra semata wayang dari Bagus Dwi Angga yang merupakan seroang single parents.

Sudah setahun Raina bekerja di rumah itu. Meskipun ayah Chan tidak terlalu banyak suka bicara namun pria berusia 33 tahun itu adalah pribadi yang baik.

Dari cerita yang dia dengar, Bagus adalah duda yang ditinggal meninggal sang istri. Istrinya meninggal setahun setelah Chan lahir. Untuk penyebabnya tentu tidak banyak yang tahu. Dan bagi Raina dia tidak perlu tahu itu.

" Chan sudah sarapan belum?"

" Bewum, Chan tundu Sus Ai salapannya. Sus Ai, salapan baleng yuu. Yayah kalau Yayah mau belangkat kelja ya belangkat aja. Chan uda Sus Ai."

Bagus memasang ekspresi sedih. Tentu saja itu hanya akting. Dia senang putranya itu menemukan pengasuh yang cocok. Ya Raina adalah pengasuh yang paling lama bekerja di rumah itu. Biasanya Chan hanya bertahan 3 bulan saja dengan pengasuhnya, tapi dengan Raina tidak, Chan benar-benar suka sehingga Raina termasuk paling awet disana.

" Astaga, bener-bener kamu ya. Oke Yayah kerja dulu, daaah Boy."

Bagus memeluk putranya dengan erat. Ia lalu berangkat, sedangkan Raina hanya menundukkan kepala dengan canggung.

" Nah, sekarang ayo kita sarapan."

" Siaaap."

Raina membawa Chan menuju ke dapur, ternyata sudah ada banyak makanan tersedia. Selain dirinya di rumah itu, ada pekerja lain. Satu art dan satu supir.

Meskipun mengenal melalui bekerja, namun Raina malah merasa nyaman ada bersama Bik Yah dan Pak Barjo. Mereka orang-orang yang baik yang mempu membuat hatinya terasa tenang ketimbang suami dan keluarga suaminya.

" Mbak Raina, ayo sarapan dulu."

" Terimakasih Bik Yah."

Raina tersenyum kecut, dia di rumah yang memasak namun malah jarang sekali memakannya. Sedangkan di sini, dia tidak pernah memasak namun dia mendapatkan makanan untuk mengisi perutnya.

" Sus Ai," panggil Chan lembut. Bocah kecil itu tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Raina.

" Ini kok melah. Apa atit?"

Degh!

Raina tentu terkejut. Tadi dia memang mengenakan masker, dan baru dilepasnya ketika hendak makan bersama Chan.

" Ooh ini, tadi tuh di pipi Sus ada nyamuk. Sama Sus dipukul, eh nyamuknya kabur malah pipi Sus yang sakit."

" Ooh ditu, uugh pasti sakit ni. Besok besok janan dipukul ya. Nanti pipi Sus jadi atit."

Raina mengangguk, ia sekuat hati menahan air matanya untuk tidak luruh. Rasanya begitu menyenangkan dikhawatirkan seperti ini meskipun itu oleh anak kecil sekalipun.

" Terimakasih Chan, terimakasih karena buat hati Sus senang."

TBC

Baby Sitter 02

" Rus, mending kamu cerain aja itu istrimu. Masa udah nikah 3 tahun tapi belum juga punya anak. Ibu malu tau nggak setiap hari ditanyain sama para tetangga. Kapan nih punya cucu? Istrinya Rusman udah hamil belum?"

" Iya Mas, sama loh aku juga sering ditanyain sama para tetangga kalau aku lagi mau berangkat ke kuliah. Eh Ida, mbak iparmu udah hamil belum? Padahal udah lama lho nikahnya tapi belum hamil-hamil juga? Gitu Mas, terus mereka pada banding-bandingin sama Bang Ali yang baru nikah malah udah punya anak duluan."

Rusman hanya diam ketika ibu dan adiknya bicara demikian. Sebenarnya pun dia sering ditanya juga ketika berada di tempat kerja.

Rusman bekerja di sebuah pabrik di kawasan industri. Pernikahan Rusman tentu diketahui oleh rekan-rekannya, sehingga tak jarang mereka bertanya tentang anak.

Awalnya Rusman tidak peduli, namun lama-lama ia merasa terganggu juga. Terlebih jika ada rekannya yang menikah belakangan namun langsung dikasih anak. Itu semakin membuat Rusman merasa tidak senang.

" Nggak semudah itu Bu, lagian aku juga masih butuh Raina. Kalau aku cerai sama dia, nanti siapa yang bantu keuangan rumah? Cicilan motor, biaya kuliah Ida, dan lain-lain. Gaji aku sendiri nggak bisa buat nge-cover semuanya."

Ningsih seketika langsung terdiam, dia mengetahui fakta tentang hal tersebut. Dengan jaman yang serba mahal, tentu saja gaji Rusman yang hanya karyawan pabrik tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka bertiga.

Meskipun rumah yang mereka tempati adalah rumah sendiri yakni peninggalan ayah Rusman, namun kebutuhan lain tentu juga besar.

Apalagi kuliah Ida, biaya yang tidak sedikit itu sulit untuk dicukupi oleh Rusman seorang diri.

" Haah, ya sudah. Sabar-sabar aja kalau gitu alesannya. Padahal Ibu kan pengen banget punya cucu, Rus. Suka ngiri lihat tetangga yang seusia Ibu udah gendong cucu."

Rusman tidak ingin membahasnya, dia memilih untuk pergi berangkat bekerja.

" Lho Mas, bukannya shift siang? Kok masih pagi udah mau berangkat aja."

" Mau ke tempat temen dulu."

Ida hanya ber-oh ria. Dia pun juga harus segera berangkat karena jam pertama mata kuliahnya dimulai pukul 09.00 ini.

" Bu, minta uang dong."

" Haah, uang melulu sih kamu."

Ida hanya tersenyum, ya untuk saat ini dia memang hanya bisa meminta uang kepada ibunya itu. Sebenarnya tadi Ida ingin meminta pada Raina, tapi karena ada keributan pagi tadi, membuatnya urung melakukannya.

Memang apa yang dikatakan oleh kakaknya itu benar, jika Rusman bercerai dengan Raina maka semua akan kesulitan. Ida pun tahu tentang akan hal itu, hanya saja dia memang tidak merasa cocok dengan kakak iparnya tersebut. Ida merasa bahwa Raina seperti orang yang tidak menyenangkan.

" Haah, nggak tahu lah. Sebenernya dari pertama lihat dia aku udah nggak suka. Kayak gimana gitu orangnya, aku nggak bisa deskripsiin. Tapi ya karena dia bisa dimintain duit, jadi aman lah ya."

*

*

*

Tok tok tok

Cekleek

" Mas, lho tumben ini pagi-pagi ke sini."

" Iya aku shift siang."

" Ooh masuk."

Rusman tersenyum lebar saat si tuan rumah memintanya masuk ke dalam rumah. Ia lalu menghempaskan tubuhnya di sebuah sofa panjang. Rasanya begitu nyaman saat dia berada di rumah ini. Seolah rasa kesal dan sumpeknya di rumahnya tadi sirna sudah.

" Minum dulu nih, kayaknya mah capek bener."

" Haaah, capek badan sih nggak ya. Tapi capek hati sama pikiran. Tapi thanks ya, entah kenapa kamu selalu buat rasa capek ku hilang."

Wajah si tuan rumah bersemu merah ketika Rusman bicara demikian.

" Suci, ditambah susu enak kali nih kopi."

" Yaah susu nya habis, Mas. Aku belum beli. Adanya, yang lain. Mau?"

Rusman tersenyum lebar, perkataan mereka itu tentu sudah tahu ujungnya kemana.

Suci yang awalnya duduk di depan Rusman kini langsung berpindah di sisi pria tersebut. Tanpa aba-aba, Rusma langsung mengusap paha Suci. Dan seketika meraup bibir wanita tersebut.

Baju yang digunakan oleh Suci saat ini sungguh memudahkan akses bagi Rusman. Tanpa harus membuka semuanya, dia sudah bisa menjelajahi tubuh wanita itu.

" M-mas jangan di sini."

Rusman mengangguk paham, Suci bangun dan berjalan menuju ke kamar diikuti oleh Rusman. Mereka lalu melanjutkan apa yang tadi sudah dimulai. Tanpa harus pemanasan lagi, mereka seolah sudah tidak sabar ke menu utama.

" Eughh Mas!"

" Haah enak sayang, Suci kamu sungguh mantap. Kamu beda banget sama Raina."

" Eughh Mas, jangan bawa nama istrimu saat kamu bersamaku."

Keduanya terengah bersama. Tidak peduli hari masih terang, mereka melakukan perbuatan tercela itu di sana dan menikmati seolah tidak lagi ada rasa khawatir ataupun was-was.

Suci Hapsari, wanita berusia 24 tahun adalah rekan kerja Rusman beda divisi. Jika Rusman bekerja sebagai operator produksi makan Suci bekerja di bagian administrasi. Dan hari ini adalah jatah off dari wanita itu. Makanya Rusman bisa menemui Suci di rumahnya.

Mereka menjalin hubungan selama 6 bulan ini. Dimana hubungan mereka menjadi intens kurang lebih 3 bulan ini.

" Mas, apa kamu nggak mau nikahin aku aja? Katanya kamu pengen banget punya anak dan istrimu belum juga bisa kasih anak."

" Ya, aku lagi mikirin ini Ci. Aku lagi mikir begitu, kasih aku waktu ya Ci. Sebulan ini lah."

Mereka segera kembali berpakaian dan kembali ke ruang tamu. Suci juga langsung membuka pintunya.

Ternyata dia masih memiliki rasa takut. Takut kalau sewaktu-waktu ada yang memergoki mereka.

Padahal tadi ketika melakukannya mereka berdua sama sekali tidak punya rasa takut. Nafsuu yang membelenggu mengalahkan kewarasan keduanya.

" Ya udah kalau gitu, Mas. Aku tunggu ya. Aku tunggu keputusan dari kamu. Aku nggak mau cuma kayak gini terus. Aku pengen kita punya hubungan resmi, bukannya main kucing-kucingan."

" Iya sayang, aku ngerti. Sabar dulu ya. Aku juga maunya kita sama-sama. Aku juga udah capek ngadepin Raina yang lama kelamaan kayak batu."

Suci menganggukkan kepalanya cepat. Dia yang sudah lama menyukai Rusman itu tentu tidak ingin melepaskan pria tersebut.

" Jangan lama-lama ya, Mas. Aku kan juga pengen kayak yang lain. Bisa jalan-jalan berdua, nikmati waktu berdua tanpa takut ketahuan. Selama ini kan kita nggak bisa tuh nunjukkin hubungan kita. Di pabrik kita juga cuma diem-dieman. Ketemu di luar juga nggak bisa."

" Iya iya Suci ku sayang. Aku bakalan ngusahain kok. Aku juga mau kita bisa sama-sama secepatnya."

Lain di mulut lain pula di hati. Meskipun Rusman bicara demikian kepada Suci, namun dia tetap belum bisa melepas Raina sepenuhnya. Entah apa yang ada dikepala pria itu. Dia ingin bersama Suci, namun hatinya belum siap melepaskan Raina.

TBC

Baby Sitter 03

" Mbak, bagi duit dong. Besok harus bayar uang kuliah."

Baru saja menginjakkan kaki di rumah, Raina sudah ditodong oleh adik iparnya. Lagi-lagi meminta uang. Dalam satu minggu ini sudah berapa kali Ida ataupun Ningsih meminta uang padanya.

"Aku sekarang nggak ada, Da."

"Laah terus aku gimana dong, aku bisa di DO kalau nggak bayar."

Ida memekik, ekspresi wajahnya kesal bercampur akan menangis. Gadis itu bahkan menghentak-hentakkan kakinya. Merengek, ya seperti itu lah yang dilakukan oleh adik ipar Raina sekarang ini.

"Apaan sih ini, magrib-magrib ribut!"

"Bu, aku kalau di DO gimana. Aku harus bayar uang kuliah. Mbak Raina katanya nggak punya."

Raina membuang nafasnya kasar. Di bukannya sama sekali tidak punya uang, tapi dia juga butuh memiliki simpanan uang untuk dirinya sendiri.

Tiga tahun menjadi bagian dari keluarga ini, semua ia lakukan sendiri. Hanya untuk sekedar membeli makanan yang dia sukai saja rasanya begitu sulit. Maka dari itu Raina menyisihkan uangnya dan ia simpan tanpa sepengetahuan suaminya. Uang yang dari Rusman full diberikan kepada ibunya. Dengan dalih Raina bisa mencari uang sendiri, dan ibunya memang merupakan tanggungannya, Raina pun selama ini mengalah.

" Masa sih kamu nggak punya, jangan bohong. Gajimu kan gede. Masa iya kerja jadi baby sitter di lingkup orang gedongan nggak punya uang, padahal baru seminggu gajian."

" Bu, aku beneran nggak ada. Kan uang aku juga tahu kemana saja keluarnya. Kenapa Ida nggak minta ke Mas Rusman aja. Selama ini kan gaji dia semua ke Ibu dan Ida, aku sama sekali nggak pernah dikasih kalau Mas Rusman gajian."

Plak!

" Berani ya kamu ngelawan sekarang. Dasar anak nggak jelas asal-usulnya. Gini nih kalau orang hidup nggak punya orang tua."

Tes

Air mata Raina luruh. Bukan sakit karena mendapat tamparan, air mata Raina terjun bebas membasahi pipi karena ucapan dari Ningsih yang begitu menyakiti hatinya.

Jika boleh meminta, dia pun tidak ingin dilahirkan jika harus hidup terlunta-lunta. Dia juga tidak mau lahir tanpa memiliki orang tua, sungguh dia tidak mau.

" Terserah apa yang mau ibu katakan. Yang jelas, aku sama sekali nggak punya uang. Ida mau di DO atau tidak, itu bukan urusanku sama sekali."

Dengan langkah cepat, Raina masuk ke dalam kamar melewati Ningsih yang terlihat masih sangat marah.

" Dasar wanita sialan, menantu kurang ajar! Beraninya bicara seperti itu kamu hah! Pantas dulu aku nggak setuju Rusman nikah sama kamu, pada akhirnya sekarang kelihatan aslinya juga kamu."

Sesampainya dia di laman kamar, Raina menutup kedua telinganya dengan tangan. Ia mencoba untuk tidak mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Ningsih. Akan tetapi tetap saja itu sulit. Suara Ningsih begitu menggema.

Hiks hiks hiks

Aaaaaah hiks hiks

" Ya Allah, aku capek."

Tangis Raina semakin keras. Dia bahkan menarik paksa jilbabnya lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Sungguh, dia tidak ingin menjalani hidup seperti ini untuk selamanya. Dia tidak mau hidup tanpa ada satu pun orang yang memihaknya.

Drtzzzz

Ponsel Raina berbunyi, awalnya dia ingin mengacuhkannya namun saat melihat siapa yang menelpon, mau tidak mau dia angkat juga.

" Iya waalaikum salam, ada apa ya Pak."

" Sus, maaf sekali. Aku beneran minta maaf, tapi malam ini juga aku harus kembali ke kantor. Apa bisa Sus kembali ke rumah? Kedua orang tua ku sekarang juga sedang tidak ada di rumah jadi aku nggak bisa nitipin Chan ke mereka. Jadi bisakah~"

" Oh bisa Pak, tidak masalah. Saya akan ke sana. Sampaikan saja ke Chan kalau saya akan menemaninya malam ini."

Seperti sebuah oase, Raina senang sekali mendapat telpon dari majikannya. Setiap ia merasakan sedih seperti ini, Chan merupakan pelipur lara di hatinya.

" Terimakasih kalau gitu ya Sus."

Raina langsung berganti pakaian. Dia tidak perlu memakai seragamnya malam ini, dan secara cepat keluar lagi dari kamarnya.

" Heh, mau kemana lagi kamu hah!"

" Aku ada lembur buat jaga Chan. Ayahnya lagi dinas luar kota. Aku pergi dulu."

Tanpa menolehkan wajahnya ke arah sang ibu mertua, Raina pergi begitu saja. Ia memakai helmnya lalu menyalakan motornya.

Brummm

Raina sepeti terburu-buru, dia benar-benar ingin segera pergi meninggalkan rumah itu malam ini juga.

" Haah, rasanya lega banget. Kadang aku ngerasa, apa lebih baik hidup sendiri seperti dulu. Karena nyatanya punya keluarga tidak seindah yang aku bayangin."

Sepanjang jalan menuju ke rumah Bagus dan Chan, Raina memikirkan segala hal tentang pernikahan dan juga kehidupannya bersama keluarga suaminya. Terbesit keinginan untuk berpisah. Rasanya dia sungguh sudah tidak sanggup menghadapi kehidupan pernikahan yang tiap hari selalu diwarnai pertengkaran.

" Apa benar cerai adalah jalan terbaik?"

Sreeet

gredeeek

" Ah pas banget, kamu udah sampai. Chan baru aja selesai makan. Tapi dia belum mau tidur, tolong ya Sus. Aku soalnya buru-buru banget."

" Baik Pak."

Bagus menaiki sendiri mobilnya, dia memang enggan memaki supir. Supir yang ada di rumah hanya ia khususkan untuk dia pergi bersama Chan. Atau juga kalau Raina dan Bik Yah butuh pergi untuk keperluan Chan.

" Mbak Ai, padahal baru aja sampai rumah kan pasti. Maaf ya Mbak, soalnya kalau cuma sama Bibi, Den Chan nggak mau."

" Nggak apa-apa Bik, ya udah aku nemuin Chan dulu ya."

" Mbak, kalau mau makan langsung ke dapur ya. Tadi Bapak bilang Mbak Ai suruh makan dulu."

Raina mengangguk, ia lalu menemui Chan yang sedang main di kamar.

" Halo ganteng."

" Sus Aiiii, uh Yayah peldi kelja ladi. Chan nda suka deh kalau Yayah kebanyakan kelja."

Raina hanya tersenyum, terkadang pekerjaan memang tidak bisa ditebak. Seperti dirinya sekarang ini, tiba-tiba harus kembali ke rumah sang majikan.

" Doain Yayah aja ya biar kerjaannya cepet selesai."

Chan mengangguk, bocah itu lalu kembai sibuk dengan mainan-mainannya. Raina hanya menatap Chan penuh dengan rasa haru. Ia kemudian memegang perutnya sendiri.

" Apakah kalau aku benar-benar hamil, Mas Rusman akan berubah? Apakah Ibu juga akan menerimaku dengan baik. Apakah kalau aku punya anak, kehidupan ku akan berubah?"

Raina bicara pada dirinya sendiri. Wanita mana yang sudah menikah, tidak menginginkan anak. Dia juga sama dengan yang lainnya, ingin merasakan gerakan bayi dalam perutnya. Dia juga ingin seperti yang lain ingin mendengarkan tangis bayi nya sendiri.

" Ya Allah, apakah aku memang tidak bisa hamil atau memang belum saja?"

Kemelut dalam kepala Raina semakin besar. Ia menjadi berkecil hati dan beranggapan mungkin saja ucapan Ningsih benar bahwa dirinya mandul.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!