Suatu malam,di sebuah lorong sempit terlihat dua tubuh manusia terbaring bersimbah darah. Satu laki-laki dan satunya perempuan. Ditubuh laki-laki tersebut terdapat sebuah luka bekas tembakan. Sedangkan ditubuh si perempuan ada luka menganga di atas perut seperti luka bekas sayatan benda tajam.
Eeeuuhgghhhhh
Terdengar suara lenguhan lirih. Mata perempuan yang sedang terbaring di tempat itu perlahan mulai terbuka. Bibirnya meringis saat gerakannya membuat bagian tubuh terasa sakit dan perih.
(Ehhh, di mana ini?)
Perempuan itu kebingungan begitu membuka mata. Dia mengedarkan pandangannya melihat sekeliling. Alis matanya tampak mengerut saat mendapati seorang lelaki terbaring di tanah. Perempuan itu tampak tak peduli dengan genangan darah di sekitar tubuh lelaki tersebut. Dia hanya terus melihat tempat ini yang terlihat sangat asing.
"Awwww!" ringisnya.
Perempuan itu melihat ke arah perut kemudian menyentuhnya. Matanya membelalak lebar melihat ada luka menganga di sana.
"Bukankah seharusnya aku sudah mati dipenggal oleh Huan Rong ya? Kenapa sekarang aku masih hidup dan perutku yyang terluka. Berada di tempat apa aku sebenarnya. Kenapa tempat ini sangat aneh?"
Saat dirinya sedang kebingungan, tiba-tiba sebuah ingatan bermunculan di dalam kepalanya. Perempuan itu terlihat kesakitan.
"Liona Zhu, cepat berikan semua surat wasiat milik Kakek yang ada padamu."
"Dasar anak tidak tau di untung. Beraninya kau melakukan hal ini!"
"Liona Zhu, cepat bangun."
"Liona Zhu, dasar kau wanita murahan."
Perempuan itu memegangi kepalanya yang terasa seperti ditusuk-tusuk jarum saat ingatan itu muncul silih berganti. Wajahnya yang tadi pucat kini bertambah semakin pucat. Bibirnya juga tampak bergetar karena menahan rasa sakit yang begitu mendera badan.
"Akkhhh! Ingatan milik siapa yang muncul di kepalaku. Siapa Liona Zhu?" ucapnya setelah ingatan itu berhenti bermunculan. Dia terus memegangi kepalanya yang tak henti berdenyut. Butiran-butiran keringat tampak mengalir membasahi wajahnya.
(Bagaimana bisa ingatan milik orang lain muncul di kepalaku?" batin Liang Zhu**.)
Sambil menahan perutnya yang terluka, perempuan bernama Liang Zhu itu mencoba untuk berdiri. Tangannya bergerak meraba dinding, mencoba mencari pegangan. Dengan langkah tertatih-tatih dia akhirnya pergi meninggalkan tempat tersebut. Melupakan keberadaan lelaki yang entah seperti apa keadaannya.
"Kenapa tempat ini sangat berbeda dengan tempat tinggalku. Dimana aku sebenarnya?" gumam Liang Zhu sambil memperhatikan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya.
Liang Zhu berjalan perlahan menyusuri jalanan yang cukup gelap. Matanya tak henti memperhatikan tempat asing ini. Beberapa kali bahkan dirinya dibuat terkejut oleh benda-benda aneh yang ada di sana. Salah satunya lampu yang berbentuk aneh tampak berkelap-kelip di sepanjang jalan yang dia lewati. Liang Zhu juga dibuat takjub saat melihat sebuah alat terbuat dari besi yang memiliki roda di keempat sisinya bisa bergerak sendiri tanpa tenaga binatang. (mobil maksudnya).
Jika di tempatnya, benda seperti itu biasa di sebut kereta kuda.
"Aaaaaaaaaaa!!! Wajah siapa ini!" pekik Liang Zhu saat dirinya tidak sengaja melihat ke arah kaca sebuah bangunan. Dia kaget sekali melihat wajahnya yang berubah.
Saking kagetnya, tubuh lemah Liang Zhu luruh ke tanah. Bibirnya kembali mendesis menahan sakit di perut akibat guncangan saat terjatuh. Tak lama setelah itu keringat dingin kembali mengalir membasahi wajah pucatnya. Liang Zhu lalu menggeretakkan gigi menahan perih saat luka di perutnya kembali mengeluarkan darah.
"Sial, siapa yyan telah melukai perutku?" ucap Liang Zhu bertanya-tanya sendiri.
Setelah rasa sakitnya sedikit berkurang, Liang Zhu kembali menatap ke arah kaca di hadapannya. Dia menelan ludah saat menyadari kalau wajahnya sekarang sangat jauh berbeda dengan wajah yang biasa dia lihat.
"Kenapa aku jadi terlihat sangat berbeda ya. Wajah ini sangat cantik dan juga lembut. Seingatku dulu wajahku tidak secantik ini!" gumam Liang Zhu sambil meraba wajah.
Saat Liang Zhu sedang menatap wajah barunya, tiba-tiba terdengar suara bisikan seperti angin. Suara itu memanggilnya.
"Liang Zhu," ....
Liang Zhu tersentak kaget mendengarnya. Dia segera mengedarkan pandangan untuk mencari di mana sumber suara itu.
"Siapa kau!!" tanya Liang Zhu sambil terus mencari keberadaan orang yang baru saja memanggilnya. Ada sedikit rasa takut bergelayut di dalam hati karena posisinya sekarang tengah berada di tempat asing.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Namaku Liona Serra Zhu, pemilik tubuh yang sedang kau tempati sekarang."
Mata Liang Zhu terbelalak lebar ketika suara misterius itu menjelaskan siapa dirinya.
"Apa maksudmu mengatakan kalau kau pemilik tubuh ini. Jelas-jelas ini adalah tubuhku. Dasar aneh!"
"Liang Zhu, apa yang kukatakan benar adanya. Ruhmu yang saat itu masih penasaran masuk ke dalam ragaku yang kebetulan baru saja meninggal karena mencoba menolong pria yang kau lihat saat membuka mata tadi."
Liang Zhu terdiam memikirkan ucapan suara misterius tersebut. Dia lalu menatap tubuhnya lewat kaca. Sepertinya yang dikatakan suara misterius itu bukanlah kebohongan. Wajah dan tubuh ini memang sangat berbeda dengan miliknya dulu.
Tubuhnya dulu cukup kekar dan tidak lemah seperti ini.
"Apa sekarang aku sedang mengalami perjalanan waktu?" pikir Liang Zhu.
"Yang kau pikirkan benar. Kau memang berpindah waktu dari zamanmu ke zaman ini. Kau ruh yang terpilih untuk terlahir kembali. Dan sekarang tubuhku menjadi tubuh untuk kehidupan keduamu."
Kini Liang Zhu mengerti. Wajah dan tempat asing ini ternyata adalah sebuah reinkarnasi di mana kehidupan keduanya akan kembali terjadi.
"Baiklah, aku mengerti. Tapi dimana kau saat ini. Kenapa aku tidak bisa melihatmu dan hanya bisa mendengar suaramu saja?" tanya Liang Zhu.
"Aku berada di dalam pikiranmu, Liang Zhu. Kau hanya bisa mendengar suaraku saja untuk saat ini. Aku akan datang menemuimu nanti di alam mimpi."
"Alam mimpi?"
"Iya. Sekarang aku hanyalah ruh tanpa raga. Manusia tidak akan bisa melihatku. Kita hanya bisa bertemu di alam mimpi saja. Jika saatnya sudah tiba, kita akan segera bertemu. Aku tahu kau sangat ingin melihat seperti apa rupa diriku. Iya, kan?
Liang Zhu menganggukkan kepala. Saat Liang Zhu sedang berbicara dengan pemilik tubuhnya, dia dikagetkan oleh sebuah suara yang berasal dari wanita paruh baya. Wanita itu berjalan cepat ke arahnya dan terlihat sangat panik.
"Astaga, apa yg terjadi padamu nak Kenapa kau bisa terluka di tempat gelap seperti ini?" tanyanya cemas.
Wanita itu lalu melepaskan kain yang melilit dilehernya untuk menutupi luka di perut Liang Zhu yang terus mengeluarkan darah. Melihat hal itupun Liang Zhu hanya diam saja sambil memperhatikan penampilan wanita tersebut. Pakaian yg dikenakan oleh wanita ini sangat aneh. Tak lama setelah itu kepala Liang Zhu tiba-tiba pusing dan penglihatannya memudar. Sebelum matanya tertutup, Liang Zhu masih sempat mendengar suara wanita ini terus memanggilnya.
Tolong aku ....
***
"Bu, siapa gadis ini?" tanya Joysean penasaran. Dia terus melirik lewat kaca spion ke arah gadis yang tidak sadarkan diri di pangkuan ibunya.
"Ibu juga tidak tahu, Joy. Ibu melihatnya duduk kebingungan di pinggir jalan dengan tubuh terluka. Saat Ibu bertanya apa yang terjadi tiba-tiba dia pingsan. Jadi Ibu langsung memintamu datang kemari untuk menolongnya," jawab sang ibu.
Joysean diam mendengar jawaban tersebut. Dia baru sampai di rumah saat ibunya menelfon dan memintanya datang secepat mungkin. Joysean mengira ibunya mengalami hal buruk karena ibunya tengah berada di luar rumah saat dia pulang. Ternyata malah orang lain.
"Kasihan sekali dia, Joy. Siapa sih orang yang tega mencelakai gadis secantik ini?" ucap ibunya Joysean seraya membelai wajah pucat gadis yang baru ditolongnya.
"Orang yang hidup di dunia saat ini semua sangat kejam, Bu. Mereka tidak akan mempedulikan pada siapa mereka ingin berbuat jahat. Mungkin saja gadis ini adalah salah satu korban kejahatan," jawab Joysean sambil terus mengemudi.
Saat pertama kali Joysean melihat gadis ini, dia sangat terkejut melihat luka-luka yan ada di tubuhnya. Wajahnya juga penuh memar dan perutnya masih mengeluarkan darah segar yang merembes dari balik lilitan kain.
"Bagaimana kalau kita bawa gadis ini pulang ke rumah kita saja. Ibu akan merawatnya!"
Joysean terkejut saat ibunya berkata ingin merawat gadis itu. Yang benar saja.
"Bu, perut gadis itu terluka. Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit saja lalu melapor pada polisi agar mereka membantu mencari keluarganya." Joysean menarik nafas panjang. Bagaimana mungkin ibunya berpikir untuk membawa orang lain tinggal bersama mereka di saat kehidupan mereka saja sedang sangat susah sekarang.
"Tetapi Ibu ingin merawatnya, Joy!"
"Ibu, dengarkan aku baik-baik. Bagaimana jika keluarga gadis ini mencarinya lalu menuduh kita telah menculiknya? Kita bisa kena masalah besar nanti."
"Tapi," ....
"Tidak ada tapi. Kita harus segera melaporkan kejadian ini pada polisi. Hidup kita sedang sulit, Ibu. Tolong jangan menambah masalah lagi. Ya?"
Saat Joysean dan ibunya sedang berdebat, Liang Zhu tengah terjebak di alam mimpi. Di sana dia bertemu dengan gadis yang bernama Liona Serra Zhu, pemilik asli dari tubuh yang Liang Zhu tempati sekarang.
alam mimpi
"Jadi kau yang bernama Liona Serra Zhu?" tanya Liang Zhu penuh selidik. Dia bicara sambil memperhatikan gadis yang tengah duduk di bawah pohon besar.
Gadis tersebut tersenyum ke arah Liang Zhu kemudian mengangguk. "Kemarilah. Bukankah kau sangat ingin bertemu denganku, Nona Zhu?"
Liang Zhu kemudian duduk di sebelah Liona. Dia terus memperhatikan gadis cantik yang duduk di sampingnya.
"Aku tahu hatimu terikat sebuah dendam dari masa lalu. Dan kau bersumpah ruhmu tidak akan bisa tenang sebelum menuntut balas atas kematian Liang Wei, adikmu.
Benar begitu, Nona Zhu?"
"Darimana kau tahu tentang adikku?"
"Dari ingatanmu. Aku juga tahu siapa kau di masa lalu, Jendral Liang Zhu yang terhormat," ucap Liona sambil tersenyum manis.
"Berarti aku tidak perlu lagi menjelaskan padamu siapa aku sebenarnya."
Liona tersenyum lagi mendengar suara dingin perempuan di sebelahnya. Dia lalu kembali melanjutkan pembicaraan.
"Aku akan membiarkanmu memiliki tubuh dan ingatanku, Zhu. Tapi dengan satu syarat."
"Baik, katakan apa syaratnya!" sahut Liang Zhu.
"Kau harus mengabulkan satu keinginan yang belum tercapai saat aku masih hidup."
"Apa itu?" tanya Liang Zhu penasaran.
"Semasa hidup, aku sangat suka memasak. Aku bercita-cita memiliki sebuah perusahaan dan juga restoran yang ku bangun sendiri. Namun, keluargaku menentangnya. Ibu dan kedua adik tiriku cemburu padaku. Mereka tidak mau aku lebih unggul dari mereka. Jadi setiap kali aku ketahuan belajar dan memasak, mereka semua akan menyiksaku.
Mereka bahkan menghasut dan berpura-pura baik di depan Ayahku demi agar Ayahku juga membenciku. Mereka jahat," ucap Liona sendu. Suaranya sarat akan kepedihan tertahan.
Liang Zhu terdiam mendengar cerita Liona. Dia mulai bisa memahami seperti apa kehidupan yang dijalani gadis ini semasa hidup.
"Aku ingin memintamu untuk melanjutkan keinginanku yang belum tercapai itu. Dan sebagai imbalannya, aku berjanji akan menyerahkan ragaku kalau kau bersedia melakukannya. Tolong pikirkan!"
Liang Zhu tampak memikirkan perkataan Liona. Tawaran ini terdengar sangat menarik. Karena biar bagaimanapun dia membutuhkan raga gadis ini sebagai wadah untuk ruhnya yang penasaran.
"Baiklah, aku akan melakukan apa yang kau mau!" jawab Zhu dengan senang hati menyetujui syarat yang Liona ajukan.
"Satu lagi. Selama ini keluargaku selalu memaksa untuk menyerahkan warisan milik kakek yang diwariskan untukku. Mereka begitu serakah saat tahu kalau warisan itu berjumlah sangat besar. Bahkan jauh lebih besar dari kekayaan yang mereka miliki sekarang. Dan sekarang aku akan mempercayakan warisan tersebut kepadamu. Kau bisa mengambil berkasnya di rumahku kemudian menjualnya untuk memulai membangun usaha."
Zhu tampak menimang perkataan Liona. Disini mungkin dia akan sangat membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Dan pastinya dia tidak akan mungkin menolak harta warisan yang diberikan oleh Liona. Hmmm, bolehkah dia menyebutnya sebagai jackpot?
"Di mana kau menyimpan berkas warisan itu?"
"Tempat itu akan muncul sendiri di dalam ingatanmu saat kau tiba di kamarku nanti."
Setelah Liona selesai bicara, tiba-tiba muncul sebuah cahaya putih yang sangat menyilaukan mata di depan mereka.
"Zhu, sudah waktunya kau kembali ke duniamu. Pergilah. Dan tolong penuhi keinginanku ya," ucap Liona berpesan dengan penuh harap.
Liang Zhu mengangguk kemudian berjalan ke arah sinar itu. Dia melihat ke arah Liona sebelum melangkah masuk ke dalam cahaya tersebut.
Liang Zhu
Liang Zhu mengerjap perlahan saat sinar matahari menembus matanya. Dia lalu menatap heran ke sekeliling ruangan yang menjadi tempatnya berada sekarang.
"Nak, kau sudah sadar?"
Liang Zhu menoleh ke arah sumber suara.
Di sebelahnya duduk seorang wanita yang wajahnya sedikit asing dan sedikit familiar. Kalau tidak salah mengingat, wanita ini adalah wanita yang semalam dia lihat sebelum jatuh pingsan.
"Kau siapa?" tanya Liang Zhu. Kepalanya pusing dan bagian bawah tubuhnya terasa sangat ngilu. Dia tida kalau semalam perutnya terluka.
Menggunakan sisa tenaga yang ada, Liang Zhu berusaha bangun kemudian menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Dia penasaran darimana rasa ngilu itu berasal. Dan begitu menaikkan baju, kedua alisnya langsung mengerut saat mendapati ada bekas jahitan yang cukup panjang di bagian perut. Saat itu barulah Liang Zhu ingat kalau semalam dia terluka parah.
"Hati-hati. Luka jahitan itu masih baru dan tubuhmu sangat lemah sekarang!"
"Kau siapa?" tanya Zhu lagi.
"Kau bisa memanggilku Bibi Mauren. Namamu sendiri siapa, Nak?"
"Liang Z... Liona. Namaku Liona Serra Zhu."
Untung saja Liang Zhu tidak lupa dengan nama pemilik tubuh ini. Tapi jujur, rasanya sungguh aneh saat menyebutkan nama orang lain sebagai dirinya.
Bibi Mauren kemudian tersenyum. Dia menarik turun baju Liona kemudian menyelimutinya kembali.
"Di mana aku sekarang?" tanya Zhu alias Liona.
"Semalam kau tidak sadarkan diri, jadi Bibi membawamu kemari. Kau tidak keberatan, bukan?"
"Tidak."
"Kalau begitu sekarang kau makan dulu ya. Bibi sudah memasak bubur untukmu. Tubuhmu butuh banyak asupan makanan sekarang karena semalam kau kehilangan banyak darah," ucap Mauren penuh perhatian.
Zhu hanya diam mendengarkan ucapan Bibi Mauren. Dia menerima suapan bubur dari tangan wanita ini sambil terus menatapnya. Sedangkan wanita yang ditatap olehnya hanya tersenyum sambil terus menyuapkan bubur sampai habis.
***
Joysean memperhatikan ibunya yang begitu perhatian pada gadis yang baru saja bangun dari tidurnya. Saat ini dirinya sedang mengintip melalui celah pintu kamar yg sedikit terbuka. Tak lama setelahnya bibir Joysean tampak menyunggingkan senyum melihat sang ibu yang begitu telaten menyuapkan makanan pada gadis berwajah datar tersebut.
"Sudah lama aku tidak melihat Ibu tersenyum seperti ini. Hmm," ucap Joysean sebelum beranjak dari posisinya. Dia lalu berjalan menuju ruang tamu.
Tadi malam ibunya bersikeras ingin membawa gadis itu pulang ke rumah. Joysean menolak, tapi sang ibu tetap bersikeukeuh. Bukan tak mau menolongnya, tapi dia tidak memiliki uang sama sekali untuk membayar pengobatannya. Makanya Joysean menyarankan agar membawa gadis itu ke rumah sakit lalu meminta polisi untuk mencari tahu di mana rumahnya. Tetapi sang ibu menolak dengan keras ide tersebut. Bahkan rela menjadikan cincin peninggalan ayahnya sebagai jaminan untuk membayar dokter.
"Hahhhhh, semangat, Joysean.
Kau pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Semangat!"
Jari-jari tangan Joysean segera berselancar di atas laptop. Dia ingin segera memiliki pekerjaan yang layak supaya bisa keluar dari jerat kemiskinan ini. Joysean tak sanggup harus melihat sang ibu menderita hidup bersamanya.
"Kau sedang apa, Joy?"
Joysean menoleh, tersenyum saat mendapati sang ibu sudah berdiri disampingnya. Dengan gerakan yang sangat lembut dia menarik tangan wanita mulia ini untuk duduk bersamanya.
"Aku sedang mencari pekerjaan, Bu. Bagaimana keadaan gadis itu?"
Mauren tampak semringah saat Joysean menanyakan soal gadis yang mereka tolong. Matanya berbinar-binar, seperti menemukan peti harta karun yang sangat luar biasa banyak.
"Namanya Liona Serra Zhu. Keadaannya sudah membaik sekarang," jawab Mauren. Senyum sama sekali tak lepas dari bibirnya ketika menyebut nama Liona.
"Kenapa Ibu terlihat begitu senang? Memang apa menariknya gadis itu?" tanya Joysean penasaran.
"Ibu menyukainya, Joy. Sekarang kau pergilah ke kamar. Tanyakan pada Liona apakah dia memiliki keluarga atau tidak."
"Kenapa Ibu menyuruhku menanyakan hal seperti itu padanya. Kalau dia tersinggung bagaimana?"
"Karena Ibu ingin mengangkatnya menjadi anak. Ibu sangat menyukai Liona, Joy. Tolong ya,"
Mulut Joysean ternganga lebar mendengar keinginan sang ibu. Jika semalam dia terkejut karena ibunya ingin merawat gadis itu, sekarang dia semakin terkejut saat ibunya mengatakan ingin menjadikan gadis itu sebagai anak. Luar biasa. Benar-benar sangat luar biasa.
"Sudah sana cepat. Ibu akan menunggu di sini," ucap Mauren sambil mendorong tubuh Joysean agar beranjak ke kamar. Dia sudah tak sabar.
Tak kuasa menolak keinginan sang ibu, dengan langkah gontai Joysean berjalan menuju kamar kemudian mengetuk pintunya. Sebelum masuk, dia menyempatkan diri untuk menoleh ke arah sang ibu yang tengah duduk sambil menatapnya.
(Haihh, ada-ada saja permintaannya.)
"Boleh aku masuk?"
Gadis yang tengah melamun di ranjang hanya mengangguk saja saat Joysean meminta izin masuk ke dalam kamar. Sikapnya dingin.
"Bagaimana keadaanmu? Apa perutmu masih sakit?" tanya Joysean berbasa-basi sebelum mendudukkan bokongnya ke kursi.
"Siapa kau?"
Tubuh Joysean langsung merinding saat mendengar suara gadis bernama Liona ini. Sungguh, baru sekali ini dia melihat ada manusia yang wajah dan nada suaranya terlihat begitu dingin seperti es batu.
"Aku Joysean. Aku yang membawamu kemari bersama ibuku,"
Gadis itu menatap Joysean lama.
(Kenapa dia menatapku seperti itu ya. Apa jangan-jangan ada yang aneh di wajahku?)
"Terima kasih,"
Joysean melongo saat gadis itu mengucapkan terima kasih dengan suara yang begitu datar. Dia lalu mengedipkan matanya beberapa kali sebelum membalas ucapannya.
"Ehh, i-iya."
Mereka berdua lalu terdiam. Diam-diam Joysean memperhatikan Liona, mencoba menerka sekiranya darimana gadis ini berasal. Dan jika dinilai dari postur tubuh dan penampilannya, sepertinya gadis ini berasal dari keluarga berada.
"Namaku Liona Serra Zhu. Kau bisa memanggilku Liona. Aku putri tertua keluarga Zhu."
(Hah?? Bagaimana gadis ini bisa tahu kalau aku sedang memikirkan dirinya?)
Liona tersenyum tipis saat mendengar isi pikiran Joysean. Saat terbangun, tiba-tiba saja dirinya bisa membaca isi pikiran orang lain. Dan fakta ini sempat membuat Liona kaget sekali.
"Kau tidak bekerja?" tanya Liona.
"Ahh, tidak. Sekarang aku sedang dalam posisi mencari pekerjaan karena aku baru saja di pecat," jawab Joysean lesu. Memang benar semalam dirinya baru saja diberhentikan paksa dari pekerjaannya. Entah apa sebabnya, Joysean tak tahu pasti. Yang jelas dia selalu saja dipecat saat baru beberapa hari bekerja. Sungguh nasib yang sangat sial sekali.
"Kenapa dipecat?"
"Entahlah, aku sendiri bingung mengapa itu bisa terjadi. Sepertinya ada orang yang sengaja ingin membuat hidupku menderita. Mungkin."
Setelah bicara seperti itu pikiran Joysean melayang memikirkan kehidupannya yang dulu mewah sebelum sang paman datang dan merampas semuanya. Pamannya bahkan dengan tega memblacklist nama Joysean dari dunia bisnis. Membuatnya jadi ditolak oleh semua perusahaan yang ada di kota ini.
Apa kau bisa menjalankan sebuah perusahaan?"
Liona yang mendengar semua isi pikiran Joysean tiba-tiba memiliki ide untuk mengajaknya bekerjasama. Sepertinya pria ini cukup pintar sampai membuat pamannya sendiri takut lalu membuat namanya masuk ke dalam daftar hitam.
"Aku bisa, tapi itu tidak mungkin," jawab Joysean lirih.
"Kenapa tidak mungkin. Aku tahu kau bukan orang bodoh!" sahut Liona ketus. Dia benci sekali pada orang yang sudah merasa gagal sebelum mencoba. Itu pengecut.
"Darimana kau tahu kalau aku bukan orang bodoh?!"
"Kau tidak perlu tahu darimana aku mengetahuinya. Kau hanya perlu menjawab bisa atau tidak menjalankan sebuah perusahaan!"
"Tentu saja aku bisa. Perusahaanku dulu sangat maju sebelum diambil alih oleh pamanku!" teriak Joysean jengkel. Tajam sekali mulut gadis ini. Astaga.
"Baguslah. Tunggu aku pulih, aku akan mengajakmu membangun kerajaan bisnis yang jauh lebih besar dari perusahaanmu dulu."
"Darimana kau mendapatkan modal untuk membangun perusahaan, Liona? Aku tidak bisa membantu kalau soal uang."
"Aku tidak butuh uangmu Aku hanya perlu otakmu untuk bekerjasama denganku!"
Sekali lagi Joysean dibuat kaget mendengar kata-kata Liona. Entah berasal dari planet mana gadis ini sehingga bisa berkata begitu ketus dan dingin dengan wajah yang begitu datar.
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Liona sambil memicingkan matanya ke arah Joysean. Rasanya gondok melihat keraguan yang muncul di wajah pria ini.
"Aku percaya. Lalu kapan kita akan memulai membangun perusahaan itu?"
Meski sedikit ragu, Joysean memilih untuk mempercayai perkataan Liona. Melihatnya begitu percaya diri, Joysean merasa kalau gadis ini memiliki sesuatu yang sangat besar yang mana tidak dia ketahui.
"Tunggu aku sembuh dan mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku. Kau mulailah mempersiapkan diri untuk bisnis besar kita!" Liona sambil menyeringai. Baiklah, petualangan dimulai.
Tengkuk Joysean meremang hebat saat tak sengaja melihat seringai di bibir Liona. Seketika dia sadar kalau gadis ini bukanlah gadis biasa seperti yang dia pikirkan. Dan sepertinya Joysean harus sedikit hati-hati saat bicara dengannya. Untuk jaga-jaga. Hmmm.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!