NovelToon NovelToon

HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI

BAB 01

...***...

Kata "Sah" menggema memenuhi udara di dalam ruangan tertutup, di sebuah hotel mewah bintang lima. Safira tersentak dari lamunannya, setitik airmata menetes di pipi, dan mendadak dadanya terasa sesak, seolah dihantam beban yang sangat berat.

Pernikahannya dengan Bastian terasa sunyi dan sepi, tanpa kehadiran sanak keluarga yang mendampinginya. Bahkan, hakim yang bertindak sebagai wali nikahnya, karena Safira memanglah seorang yatim piatu.

Akad nikah yang dilaksanakan di ruangan tertutup itu, hanya dihadiri oleh keluarga inti sang mempelai pria, dan Safira mengenakan penutup wajah, mengingat bahwa dirinya, HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI.

Safira menundukkan kepala, mencoba untuk menyembunyikan airmatanya. Dia merasa sedih, karena tidak memiliki siapa-siapa, dan tidak ada keluarga yang bisa dia andalkan.

Safira mengambil napas dalam-dalam, berusaha untuk mengendalikan perasaannya. Dia tidak ingin mengecewakan Tuan Bastian atasannya, yang kini telah sah di mata hukum dan agama sebagai suaminya.

Pak penghulu kemudian melantunkan doa agar kedua mempelai diberikan keberkahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Lalu meminta kedua mempelai untuk menandatangani buku nikah, dilanjutkan dengan penyematan cincin di jari manis masing-masing. Safira mencium takzim punggung tangan suaminya, setelah itu Bastian memegang pucuk kepala Safira.

"Assalamu'alaikum, Safira... istriku," sapa Bastian lembut dengan tersenyum teduh.

Kemudian dia membacakan doa, lalu meniupkannya di atas ubun-ubun Safira. Selanjutnya dengan gugup Bastian mengecup kening wanita yang telah menjadi istrinya itu.

"Wa-wa'alaikumsalam, T-tuan Su-suami," jawab Safira terbata.

 Safira juga merasakan hal yang sama, ketika Bastian mengecup keningnya. Begitu gugup dan merasa bersalah karena tidak seharusnya dia yang berada di posisi ini. Dia memandang Bastian dengan perasaan yang berkecamuk, membayangkan bagaimana kehidupan pernikahannya nanti.

Pak penghulu tersenyum dan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. "Selamat untuk kalian berdua, sekarang kalian telah sah menjadi suami istri. Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah, aamiin," ucapnya, kemudian pamit undur diri setelah menyelesaikan tugasnya.

Selesai melaksanakan ijab kabul kedua mempelai kemudian menghampiri kedua orangtua Bastian untuk melakukan sungkeman dan memohon doa restu.

Ketika tiba giliran Safira yang akan melakukan sungkem kepada Nyonya Hanum, selaku ibu mertuanya, serta-merta wanita yang berpenampilan elegan itu, menariknya seolah memeluk dirinya sambil berbisik,

"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan." Nyonya Hanum berbisik sambil menyeringai.

"Saya terpaksa menyetujui pernikahan ini, hanya untuk menghindarkan keluarga kami dari rasa malu. Tapi sedikitpun saya tidak akan mengucapkan terima kasih padamu, karena kamu bukanlah siapa-siapa. Camkan itu, wanita kampung!" lanjut Nyonya Hanum dengan penuh penekanan.

Safira terkesiap mendengar perkataan Nyonya Hanum yang seperti sengaja ingin menjatuhkan mentalnya. Ia begitu terpukul dan terluka oleh kata-kata yang begitu kasar dan menyakitkan. Hatinya seolah tersayat sembilu, yang membuatnya merasakan nyeri luar biasa bahkan kesulitan untuk sekedar bernapas.

 Pelupuk mata Safira mulai menggenang, tetapi ia berusaha untuk tidak mengeluarkan airmata di depan Nyonya Hanum. Dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada sosok wanita di hadapannya, yang telah menyakiti hatinya begitu dalam. Safira hanya mampu menunduk tanpa ingin bertatap mata dengan wanita yang kini telah menjadi ibu mertuanya.

Safira mengangkat kepalanya saat Bastian memegang tangannya, lantas menggenggamnya dengan erat. Pandangan mereka bertemu, dan pria itu tersenyum menawan, tetapi Safira hanya terdiam, lalu mengalihkan pandangan pada tangannya yang berada dalam genggaman sang suami.

Bastian membantu Safira berdiri dan membawanya menuju ballroom, tempat di mana keluarga juga teman-temannya telah menunggu untuk memberikan ucapan selamat. Suasana di ballroom tampak meriah dengan tepuk tangan yang menggema ke seluruh ruangan, mengiringi langkah kedua mempelai menuju pelaminan.

Para tamu undangan bergantian memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai. Safira merasa lega karena memakai penutup wajah sebagai syarat pernikahannya, sehingga tidak ada yang mengenali dirinya. Dia tidak ingin ada yang mengetahui identitasnya, karena dia merasa HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI.

Safira berusaha untuk tetap tersenyum, dan mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang datang. Dia merasa sedikit tidak nyaman dengan semua perhatian yang diberikan kepadanya.

Di sisi lain, Bastian tampak sangat bahagia dan percaya diri. Dia tersenyum lebar dan menyambut para tamu undangan dengan antusias, sambil memeluk pinggang Safira erat. Namun Safira merasa tidak nyaman dengan pelukan tersebut. Akan tetapi, dia tidak ingin membuat Bastian merasa kecewa. Maka dari itu dia berusaha untuk tidak menunjukkan perasaannya.

"Apa kamu lelah, Fir?" tanya Bastian sambil menatap Safira dengan tatapan lembut.

Safira hanya mengangguk, sungguh ia merasakan penekanan yang sangat luar biasa. Dia bisa melihat Nyonya Hanum yang terus memberikan tatapan penuh intimidasi kepadanya, berbeda dengan Tuan Gustav yang terlihat lebih ramah.

"Ya sudah. Ayo, aku antar kamu ke kamar!" ajak Bastian kemudian.

Safira tidak menjawab, meski dia merasa bingung kamar siapa yang dimaksud. Dan dia hanya menurut ketika pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu, terus menggandeng tangannya selama perjalanan menuju ke kamar mereka.

Dan begitu sampai di dalam kamar, Safira tampak tertegun melihat tempat tidur yang dipenuhi hiasan dan kelopak bunga mawar merah.

"Ini kamar kita, kamu bisa tidur di tempat yang kamu sukai. Buatlah dirimu rileks dan jangan memikirkan apapun!" ucap Bastian penuh perhatian.

"Apa tidak sebaiknya saya beristirahat di kamar saya saja, Tuan?" tanya Safira memberanikan diri.

"Tidak, kamu sekarang adalah istriku, tanggungjawabku, dan tempatmu berada bersamaku. Tolong... menurut lah, Safira!" mohon Bastian seraya meraih tangan Safira, lalu memberikan kecupan lembut, yang membuat Safira merasakan desiran halus di dadanya.

"Dan mengenai sikap Mami, kamu jangan khawatir. Aku akan melindungimu jika beliau ingin berbuat tidak baik padamu!" tegas Bastian.

"Maafkan aku, Safira. Jika aku menggunakan kesempatan ini untuk memilikimu. Maafkan aku yang egois ini. Tidakkah kamu tahu, bahwa selama ini aku begitu mengagumimu bahkan sangat mencintaimu? Dan selagi ada kesempatan, maka aku tidak akan menyia-nyiakannya." Sayangnya kalimat itu hanya mampu Bastian ucapkan di dalam hati saja.

Bastian tidak memungkiri bahwa dia memang memendam perasaan pada sekretarisnya itu sejak lama, bahkan mungkin sejak Safira menjadi karyawan magang di perusahaannya. Seorang gadis sederhana nan bersahaja dan juga pekerja keras. Akan tetapi yang namanya jatuh cinta bisa pada siapa saja bukan?

 Meskipun Bastian sadar bahwa perasaannya itu salah, sebab pada saat itu dia telah bertunangan dengan Farah Dilla, gadis cantik nan ceria meskipun belum ada cinta di hatinya. Bastian memang sangat menyayangi Farah, sehingga dirinya tak bisa menolak perjodohan itu. Kedua orangtua mereka bersahabat, dan sepakat menjodohkan anak-anak mereka bahkan dari mereka masih kecil.

"Tidurlah...! Aku keluar dulu, ya. Jangan membuka pintu jika ada yang mengetuknya! Aku membawa kunci sendiri. Kamu mengerti kan?" ucap Bastian.

Safira hanya mengangguk, tanpa mengucapkan sepatah kata. Setelah memastikan bahwa Bastian benar-benar sudah pergi, ia lalu menghadap ke arah cermin. Dilepasnya kain yang menutupi sebagian wajahnya dan menatap pantulan dirinya di sana.

Safira tersenyum kecut menyadari nasib dirinya saat ini. Dia bukannya tidak tahu jika atasannya itu menyimpan perasaan untuknya. Sungguh, dia sangat mengetahuinya. Oleh sebab itu, dia selalu membentengi dirinya agar tidak terjebak dalam hubungan yang rumit. Namun kini...

***

Bersambung....

*

*

*

Masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, moms mengucapkan, "Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir& dan batin."

Selamat datang di cerita receh Moms TZ. Kali ini Moms akan menyuguhkan cerita tentang poligami, menurut sudut pandang author. Dan setting cerita pada tahun sembilan puluhan, ya gaes

Semoga kalian suka dengan jalan ceritanya...

BAGI YANG TIDAK SUKA, SILAKAN SKIP DAN JANGAN MENINGGALKAN JEJAK LIKE ATAU APAPUN...!!!

KARENA JARI ANDA MENENTUKAN NASIB AUTHOR SELANJUTNYA.

JADI, TOLONG JANGAN MEMBERIKAN RATING BURUK...!!!

BAB 02

***

Beberapa waktu sebelum ijab kabul.

Pagi itu Safira tengah serius memeriksa setiap detail persiapan pernikahan bosnya, agar berjalan lancar dan tidak mengalami kendala. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh kedatangan Bastian. Safira mengernyit melihat wajah kusut dan penampilan bosnya yang tampak kacau.

"Safira, aku butuh bantuanmu. Tolong, ikut aku sebentar," titah Bastian.

"Baik, Tuan." Safira mengangguk, lalu mengikuti langkah Bastian menuju salah satu ruangan, di mana ternyata keluarga besarnya telah berkumpul, guna membahas calon pengantin pengganti untuk Bastian.

"Aku sudah memutuskan Safira lah, yang akan menjadi istri pengganti untukku," ucap Bastian tanpa keraguan dan tangannya langsung menggenggam tangan Safira serta menautkan jemari mereka.

Safira terkesiap dengan mata membelalak, mendengar ucapan tersebut, dan melayangkan protes.

"Tapi, Tuan! Kita..." Perkataan Safira langsung terpotong oleh Bastian.

"Safira Maharani, menikahlah denganku! Kumohon, tolonglah aku!" ucap Bastian Arya Winata dengan wajah sendu, memohon pada Safira sekretarisnya agar mau menjadi pengantin pengganti untuknya.

"Maaf, Tuan. Tapi kita tidak saling mencintai. Bagaimana mungkin Anda menikah dengan saya?" sahut Safira berkelit.

"Benar, Nak! Ini sangat mendesak dan Farah tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Saya mohon, menikahlah dengan putra saya Bastian! Saya yakin kamu adalah gadis yang baik, dan cinta itu pasti akan datang seiring berjalannya waktu," timpal tuan Gustav Arya Winata ayah Bastian.

"Pi...! Mami tidak setuju! Memangnya tidak ada gadis lain yang lebih baik? Dia itu hanya gadis kampung yang miskin, pasti hanya akan mengincar harta kita saja," protes Nyonya Hanum ibunda Bastian, dengan tanpa perasaan.

"Maaf, Nyonya. Saya memang gadis kampung yang miskin, tapi saya bukanlah orang yang seperti Anda tuduhkan," sahut Safira sopan berusaha menekan emosinya.

"Mami setuju atau tidak, aku akan tetap menikahi Safira! Hanya dia yang pantas mendampingiku. Aku sudah mengenalnya, dan tahu bagaimana dirinya," tegas Bastian.

Pria itu lantas melepaskan genggaman jemarinya dan berjongkok dengan kedua lutut tertekuk di lantai seraya menangkupkan kedua telapak tangannya.

"Aku Bastian Arya Winata, dengan kesungguhan hati memintamu, Safira Maharani. Menikahlah denganku dan jangan menolakku! Tolong, selamatkan keluargaku dari rasa malu ini!"

Semua kerabat yang berada di dalam ruangan itu terdiam, menyaksikan apa yang Bastian lakukan, menjadikan suasana terasa hening dan penuh ketegangan.

Belum sempat Safira mengemukakan pendapatnya, Nyonya Hanum langsung menentang dan memberikan tatapan menghunus pada gadis yang dianggapnya tidak sepadan dengan keluarga mereka yang berdarah biru.

"Apa-apaan kamu, Bastian! Mami tetap tidak setuju...! Dari sekian banyak gadis, kenapa kamu justru memilihnya? Dia hanyalah wanita miskin dan tidak sederajat dengan kita!" Nyonya Hanum tetap kekeuh menentang keputusan Bastian.

Namun, Bastian tidak mau kalah, ini adalah hidupnya, dan mungkin inilah saatnya dia harus bersikap egois. "Keputusanku sudah bulat, dan aku akan tetap menikah dengan Safira!"

***

Safira meremat dadanya dengan kuat, berharap bisa mengurai rasa sesak yang seakan menumpuk dalam rongga dadanya. Setetes airmata lolos dari mata indahnya.

"Ingat Fira, dirimu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI. Kamu harus membentengi hatimu, agar jangan pernah kamu berikan seutuhnya pada pria yang belum tentu akan menjadi jodohmu selamanya!" Safira mendoktrin dirinya sendiri

Ini adalah kedua kalinya ia mendapatkan penolakan bahkan penghinaan dari keluarga yang berbeda, hanya karena dirinya yatim piatu. Dan luka itu belumlah kering sepenuhnya, tetapi kini seolah tersiram dengan air garam. Terasa pedih juga sangat menyakitkan.

"Jangan pernah kamu berharap lebih, jika tidak ingin tersakiti. Kamu hanya cukup menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri yang baik, dan jangan pernah menuntut apapun. Ingatlah posisimu di mana, Safira!" Sambil memeluk dirinya sendiri, Safira menatap nanar bayangannya di cermin.

Dia pun kembali teringat akan perkataan Nyonya Hanum yang sampai kapanpun tidak akan menganggap dirinya sebagai menantu. Safira menghela nafasnya dalam-dalam, dan membuangnya kasar, ditepuk-tepuk dadanya pelan mencoba melepaskan beban mental yang terasa sangat menekan jiwanya.

Dilepasnya mahkota kecil yang menghiasi kepalanya lalu membuka hijabnya. Diambilnya handuk dan piyama dari dalam tas, entah siapa yang sudah membawanya ke kamar itu. Kemudian ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tak membutuhkan waktu lama Safira keluar dari kamar mandi. Kini dia berniat untuk menunaikan sholat yang tadi belum sempat dia tunaikan. Selepas sholat, Safira kembali duduk di depan cermin, membersihkan wajahnya dari sisa make up, lalu mengoleskan serum dan krem malam di wajahnya.

Safira kemudian mendekat ke arah sofa yang berada di pojok kamar, dan merebahkan tubuhnya di sana. Sekejap saja dirinya sudah terlelap dalam mimpi, entah mimpi buruk ataukah mimpi indah.

***

Sementara itu, Bastian duduk termenung sendirian di roof top hotel dengan sebatang nikotin sebagai teman melamunnya. Teman-teman dan juga rekanan bisnisnya sudah meninggalkan acara sejak tadi.

"Apa yang kau lakukan di sini Bastian, kenapa tidak ke kamar dan menemani istrimu?" tanya Tuan Gustav Arya Winata yang tiba-tiba datang.

Pria paruh baya itu diam-diam mengamati setiap gerak-gerik putra semata wayangnya.

"Oh, Papi. Aku lagi ingin sendiri, Pi," jawab Bastian tanpa menoleh. Matanya menatap langit malam yang hanya ada cahaya redup sang rembulan, dengan pandangan menerawang jauh.

"Adakah yang mengganggu pikiranmu, Bas?" tanya sang ayah dengan hati-hati.

Bastian menarik napas berat, lalu menggeleng pelan. "Entahlah, Pi. Aku khawatir jika Mami akan melakukan sesuatu di luar kendali, melihat sikapnya yang begitu keras menolak Safira."

"Untuk urusan mamimu, biar Papi yang menangani. Kamu cukup fokus pada keluarga kecilmu. Kalau bisa jauhkan dia dari jangkauan mamimu dan bangunlah istanamu sendiri," kata Tuan Gustav.

"Mengenai Farah, Papi sudah mengerahkan orang-orang kepercayaan papi untuk mencari keberadaannya, dan membawanya pulang," sambungnya kemudian.

"Lalu bagaimana nasib Safira nantinya, Pi? Apa dia harus menjadi korban, hanya karena keegoisan kita? Aku tidak sanggup, Pi. Dia gadis yang baik, dan aku...aku tak sanggup jika harus menyakitinya." Bastian berkata dengan suara bergetar seakan ada sesuatu yang tersembunyi di dasar hatinya.

"Papi tahu, maka dari itu segeralah kembali ke kamar kalian, kasihan istrimu sendirian!" perintah Tuan Gustav.

"Baiklah, kalau begitu aku ke kamar dulu. Selamat malam, Pi." Bastian segera berlalu.

Tuan Gustav menatap putranya sambil tersenyum penuh arti, seolah mengetahui apa yang dirasakan putranya saat ini. "Papi tahu kamu mencintai sekretarismu itu, Bas. Makanya kamu begitu bersikeras menggunakan kesempatan ini untuk menikahinya."

***

Setiba di kamar, Bastian melihat Safira telah tertidur pulas di sofa. Didekati sekretarisnya itu yang sekarang telah sah menjadi istrinya.

"Maafkan aku Fira, kamu adalah gadis yang baik. Sebenarnya aku tidak tega menarikmu dalam masalah ini. Tapi aku pun tidak mau sembarangan menikahi wanita lain yang aku tidak mengenalnya." Bastian menatap wajah damai Safira yang ada di hadapannya.

"Ketahuilah, Fira. Bahwa selama ini diam-diam aku sangat mengagumimu. Aku merasakan jantungku berdebar kencang saat berada di dekatmu dan sering merasa salah tingkah. Mungkin tanpa kusadari aku telah jatuh pada pesonamu. Perasaan itu begitu kuat mengikatku, dan aku tak bisa berpaling darimu. Aku benar-benar telah jatuh cinta padamu, Fira," sambungnya.

Perlahan dengan tangan gemetar, Bastian memberanikan diri membuka handuk kecil yang membelit rambut Safira.

"MasyaAllah...!" Bastian begitu terpesona pada keindahan yang ada di depan matanya.

***

Bersambung...

*

*

*

Sekali lagi pembaca yang budiman,,,

TOLONG...JIKA TIDAK SUKA CUKUP TINGGALKAN...

PLEASE...!!! JANGAN MENINGGALKAN JEJAK JELEK, YANG MEMBUAT AUTHOR MERASA DOWN.

Berkarya tidaklah mudah, jadi author sangat berterima kasih atas pengertiannya...🙏🙏🙏

BAB 03

...***...

"MasyaAllah...!" Bastian begitu terpukau akan keindahan rambut lebat dan hitam berkilau milik Safira. Karena memang Safira selalu merawatnya meski dirinya berhijab. Lalu Bastian mengulurkan tangannya menyentuh surai lurus sebahu itu dengan lembut.

"Inikah yang kamu sembunyikan di balik hijabmu selama ini, Fira? Ini sungguh sangat cantik. Dan ternyata, aku memang tidak salah bila mengagumimu. Bahkan rasa kagum ini lambat laun tumbuh menjadi cinta yang begitu subur di hatiku." Bastian mencium rambut Safira yang masih tercium bau shampo itu dengan penuh perasaan, lantas beralih pada kening dan menciumnya lama sekali, seolah menyalurkan perasaannya.

Setetes air jatuh dari mata elangnya, mengenai kening Safira dan Bastian segera menghapusnya.

"Maafkan aku, Fira." Kemudian Bastian segera berdiri dan berlalu meninggalkan istrinya dengan perasaan sesak memenuhi rongga dadanya.

Safira membuka mata indahnya, yang sudah penuh oleh genangan airmata, ketika suara langkah kaki Bastian telah menjauh. Namun ia tetap diam di tempatnya merebahkan diri. Airmata pun meluncur deras tanpa bisa ia tahan lagi.

 Safira mendengar semua curhatan Bastian, setiap kata yang pria itu ucapkan membuatnya berada dalam dilema.

Ditariknya nafas yang terasa berat, untuk menetralisir gejolak di dalam dadanya. Safira terisak dalam diam, membayangkan kenyataan hidup yang akan ia jalani nantinya.

°

Bastian melipir ke balkon kamarnya, untuk menenangkan gelenyar aneh yang menjalar ke sekujur tubuhnya. Dia pria dewasa, tentu tidak bodoh dengan hal demikian, meskipun belum pernah ia melakukannya.

Bastian meremas kuat rambutnya, merasa frustasi sambil menengadahkan kepalanya ke atas. Ingatannya kembali pada kejadian pagi hari tadi sebelum ijab kabul dilaksanakan.

Flashback on

Pagi subuh hari terjadi kegaduhan di salah satu kamar hotel tempat menginap sang calon mempelai wanita. Saat itu MUA yang bertugas merias mempelai wanita melaporkan bahwa kamar dalam keadaan kosong.

Bastian yang mendapat laporan langsung menuju lokasi, untuk mencari tahu kebenarannya. Dan ternyata benar, kamar tersebut memang masih rapi, bahkan kamar mandi pun tampak kering.

Bastian dengan cepat meraih telepon dan menghubungi rumah Farah sang mempelai wanita, tetapi mendapat jawaban dari asisten rumahtangga, jika Farah belum sampai di rumah dari tadi malam.

Tak kehilangan akal Bastian menelpon rumah sakit tempat Farah bekerja sebagai dokter, tetapi pihak rumah sakit justru mengatakan jika Dokter Farah telah meninggalkan rumah sakit usai menyelesaikan operasi.

Bastian lalu mendudukkan diri di kursi sambil memijit pelipisnya. Kepalanya mendadak pusing dengan pikiran berkecamuk. Bagaimana tidak pusing beberapa jam lagi akan dilangsungkan akad nikah mereka, tetapi hingga saat ini belum ada kabar dan entah berada di mana.

Maka pagi itu juga dilakukan pencarian terhadap Farah. Bahkan Tuan Gustav mengerahkan anak buahnya serta menyewa detektif swasta untuk mencari calon menantu mereka.

Semua orang terlihat cemas, terutama Nyonya Hanum, ibunda Bastian. Beliau tampak sangat terguncang, bahkan tak kuasa menahan tangisnya. Calon menantu kesayanganya, tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi, tanpa kabar berita.

Hingga menjelang siang belum ada tanda jejak ditemukannya Farah Dilla sang mempelai wanita, sedangkan pernikahan tak mungkin dibatalkan. Pak penghulu bahkan sudah tiba di tempat acara sejak pagi tadi dan tidak bisa menunggu lebih lama.

Di tengah pikiran Bastian yang kacau, bayangan Safira tiba-tiba terlintas di dalam benaknya. Maka ia pun segera mendekati seorang gadis yang saat itu tengah sibuk memeriksa tempat berlangsungnya acara, untuk memastikan pernikahan berjalan dengan lancar lagi sempurna, karena gadis itu yang bertugas sebagai penanggungjawab.

"Safira, aku butuh bantuanmu. Tolong, ikut aku sebentar!" titah Bastian.

"Baik, Tuan." Safira mengangguk, lalu mengikuti langkah Bastian menuju salah satu ruangan, di mana ternyata keluarga besarnya telah berkumpul guna membahas calon pengantin pengganti untuk Bastian.

"Aku sudah memutuskan Safira lah, yang akan menjadi istri pengganti untukku," ucap Bastian tanpa keraguan dan tangannya langsung menggenggam tangan Safira serta menautkan jemari mereka.

Safira terkesiap dengan mata membelalak, mendengar ucapan tersebut, dan melayangkan protes.

Flashback end.

"Maafkan aku, Fira. Aku tahu ini salah, tapi tidak bolehkan jika aku egois? Aku mencintaimu, dan aku tidak bisa menahan perasaanku lebih lama. Tolong... maafkan aku!" Tubuh Bastian merosot ke bawah, dan dia menumpahkan segala resah yang menghimpit dadanya dengan menggigit bibirnya kuat-kuat agar tangisnya tak menimbulkan suara.

°

Fajar menyingsing di ufuk timur, pertanda pagi mulai menjelang. Safira terbangun dari tidur nyenyaknya, dan dia sempat terhenyak dengan kening berkerut saat menyadari bahwa dirinya berada di atas tempat tidur. Akan tetapi, ia hanya mengangkat kedua bahunya, lalu berjalan perlahan menuju kamar mandi.

Safira berniat mandi pagi untuk menyegarkan jiwa dan raganya, agar selalu berada dalam kewarasan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk di depannya nanti, termasuk hal tak terduga yang mungkin saja dilakukan Nyonya Hanum.

Selesai mandi, Safira terpaksa keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk sebatas lutut saja, karena ternyata dirinya lupa membawa pakaian ganti.

Namun sebelum keluar, ia menatap ke sekeliling kamar memastikan tidak ada orang di dalam ruangan tersebut. Yakin bahwa hanya dia sendirian di kamar itu, Safira segera keluar dari kamar mandi, lalu mengambil baju dan perlengkapan lainnya untuk dirinya pakai. Maka dengan santainya Safira melepaskan handuk yang membungkus tubuhnya dengan posisi membelakangi ranjang, lalu memakai pakaiannya.

Sementara itu, Bastian baru saja membuka matanya dan menyadari Safira tidak ada di sampingnya. Dia segera bangun, tetapi seketika matanya membelalak penuh kekaguman, menyaksikan pemandangan pagi hari yang sangat menyilaukan matanya.

Sesosok tubuh yang ramping dengan kulit halus kuning langsat terpampang nyata di depan mata, membuat dirinya susah payah menelan saliva.

Bastian tidak memungkiri tubuhnya langsung bereaksi, sehingga hampir saja dia tidak dapat mengendalikan dirinya. Dan sialnya tenggorokannya tiba-tiba terasa kering sehingga membuat dirinya terbatuk-batuk.

"Uhuk uhuk uhuk"

"Astaghfirullah al'adzim." Safira tersentak kaget, dengan serta merta meraih handuknya kembali dan memakainya.

"T-Tu-an...S-sejak kapan Anda ada di sini?" Safira bertanya dengan wajah pias, menahan rasa malu. Ingin rasanya ia menghilang dari dalam kamar itu.

"Aku...sejak semalam, aku bahkan tidur di sini," sahut Bastian santai, dia mencoba menetralisir debaran jantungnya.

"Hahhh...jadi?" Safira membekap mulutnya sendiri, tidak jadi melanjutkan ucapannya, dan menggelengkan kepalanya ribut.

"Ya... aku melihat semuanya. Tapi sayangnya hanya dari belakang saja. Itupun sudah membuat tubuhku bereaksi. Bagaimana jadinya jika aku melihatnya dari depan?" Bastian turun dari ranjang dan berjalan mendekat ke arah Safira.

"A-apa yang akan Anda lakukan, Tuan?" Safira tampak panik seraya memeluk dirinya sendiri dengan sikap waspada.

"Kita sudah sah menjadi suami istri, Fira. Aku rasa sudah sewajarnya jika kita melakukannya, bukan?“ bisik Bastian yang membuat wajah Safira menegang seketika.

Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya...?

***

Bersambung....

Bila berkenan silakan tekan permintaan update....😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!