Malam itu, Clara sangat totalitas dalam penampilannya. Bagaimana tidak, ini akan menjadi malam yang tak terlupakan baginya bersama Cole, sang kekasih. Di acara spesial ini, Clara memilih untuk mengenakan gaun merah dengan sedikit aksesoris mutiara-mutiara di bagian leher. Ia memadukan gaun itu dengan sepatu high heels warna silver, serta perhiasan serta jam tangan di pergelangan tangannya.
Gaun merah tanpa lengan itu membentuk lekuk tubuh wanita berusia 24 tahun ini. Clara yakin ia pasti tidak hanya menarik perhatian Cole, tetapi juga pasang mata pria lainnya.
Mungkin sudah sekitar setahunan hubungan manis antara Cole dan Clara tidak sehangat akhir-akhir ini. Pertengkaran demi pertengkaran tentang masalah hutang Cole ke beberapa rekannya menjadi penyebab ia bersikap dingin pada Clara. Terhitung sejak Clara menolak untuk membayar hutang yang Cole lakukan, sikap dingin itulah yang dia terima.
Namun akhir-akhir ini, Clara menilai Cole yang dingin dan cuek mulai memperbaiki diri untuk lebih peduli terhadap dirinya. Suasana di tempat tinggal mereka mulai kembali dipenuhi cinta. Kini ia akan makan malam bersama Cole setelah sekian lama tak lagi berkencan.
"Apa sudah siap, sayang?" tanya pria berambut coklat keemasan, saat menemui sang kekasih di ujung kamar. Clara berhenti berkaca, ia tersenyum tipis dan mengangguk.
Riasan tipis di wajah Clara sudah terlalu cukup untuknya. Cole terpukau dengan kecantikan Clara. Wanita yang sudah ia kenal selama 7 tahun itu telah tumbuh menjadi wanita dewasa yang memikat.
"Kamu cantik sekali sayang," Cole berbisik dan memuji pacarnya itu sampai tersipu. Matanya tak bisa berbohong menilai penampilan Clara yang elegan.
"Terima kasih," balas Clara.
"Nggak salah aku membelikanmu gaun ini. Apakah sebaiknya kita berangkat nanti saja? Aku nggak tahan melihatmu sekarang," rayu Cole dengan nada sangat rendah. Membuat bulu kuduk Clara merinding.
Clara menggeleng pelan. "Kita lakukan setelah makan malam nanti, aku sudah lapar."
Cole tampak tak puas dengan jawaban Clara. Ia mendorong Clara sampai bersandar ke tembok dan menatap wajah pacarnya itu penuh intimidasi. Hembusan napas Cole menyentuh tengkuk Clara, membuat gairahnya tiba-tiba ikut bangkit.
"Ayolah, sebentar saja. Aku janji nggak akan merusak tatanan rambut dan riasanmu."
Clara merasakan adanya kekuatan yang kuat ketika Cole mendorong dan mengunci tangannya hanya dengan satu tangan. Jika sudah seperti itu, tandanya Cole benar-benar ingin dan tidak menerima penolakan.
"Tapi, ini sudah waktunya makan malam. Aku sudah lapar," tolak Clara. Cole tidak peduli. Ia mengangkat tubuh Clara yang ramping itu ke atas meja dan menyibakkan gaun sang kekasih. Ia menurunkan celananya, dan berusaha menyalurkan keinginannya kepada Clara.
Clara tak bisa memberontak. Pakaian dalamnya sudah tertanggal entah di mana. Dia hanya pasrah menerima dorongan demi dorongan yang Cole lakukan padanya. Meski ia juga menikmatinya, namun rasanya itu hanya sesaat dan tidak seenak yang dibayangkan. Clara merasa perlakuan ini hanya sepihak saja. Namun Clara tidak berani membantah, ia lebih sayang tangan dan kakinya. Ketimbang diberi memar, lebih menyenangkan diberi cinta seperti ini.
Hanya sekitar 15 menit Cole meluapkan hasratnya, ia membuat penampilan Clara sedikit berantakan. Namun, tidak ada ucapan terima kasih atau apa pun itu setelah Cole melakukannya pada Clara.
Clara merasa seperti dicampakkan, namun ia tidak bisa berbohong bahwa Cole telah membuatnya merasakan kebahagiaan sesaat.
"Benahi dulu riasanmu, kita langsung berangkat," kata Cole dingin. Clara mengangguk, ia merapikan rambutnya dan memperbaiki rambut dan lipstiknya.
**
Sesampainya di sebuah restoran, Clara bersama Cole duduk di tempat yang telah mereka pesan setelah melakukan reservasi. Clara dan Cole menunjukkan kepada publik bahwa mereka adalah pasangan yang sempurna.
Clara memiliki paras cantik dan imut seperti barbie. Sementara Cole memiliki garis rahang yang tegas sehingga memperlihatkan wajah tampannya.
"Cole, terima kasih sudah mengajakku ke sini," kata Clara memuji kekasihnya.
"Ya, sama-sama. Aku bekerja keras untuk mengajakmu ke restoran mahal ini. Aku senang kamu menyukainya," ujar Cole.
Tak lama kemudian, pesanan makan mereka datang. Clara pun tak sabar menyantap makanannya, mengingat perutnya sudah keroncongan. Steak itu sangat memanjakan lidah Clara yang sangat jarang makan makanan mewah. Clara tersenyum lebar saat mengunyah daging itu di mulutnya.
"Cole, ini sangat lezat!" kata Clara pada kekasihnya.
"Kalau kamu ingin tambah, bilang saja. Aku ingin memanjakanmu, sayang," kata Cole romantis. Clara terbuai akan ucapan manis kekasihnya itu.
Setelah menghabiskan steaknya, kini Clara mencoba kudapan hidangan penutup. Namun, di tengah kencan mereka berdua, dua orang pria berusia 40-an datang menghampiri tempat di mana Clara dan Cole duduk.
Kedua pria itu berpakaian sangat rapi, setara seperti bos muda. Mereka melirik Clara yang kelewat cantik. Sementara Clara kebingungan karena mereka menyorotinya seolah ingin menerkamnya.
"Hei, Hans! Bagaimana kabarmu?" sapa Cole menyadari kehadiran dua pria bertubuh kekar dan tegap itu.
"Cole, senang akhirnya bisa bertemu denganmu."
"Silahkan duduk bersamaku. Nggak apa-apa kan, Clara? Kalau mereka duduk gabung kita?" tanya Cole kepada kekasihnya. Clara tak punya pilihan. Ia pun mengangguk meski hatinya enggan menerima.
Ini malam kencannya dengan Cole, Clara sebenarnya ingin berduaan dengan pacarnya. Namun, tampaknya kedua teman Cole ini lebih penting darinya.
"Perkenalkan, ini Clara. Wanita yang kuceritakan pada kalian," kata Cole memperkenalkan Clara.
Clara tersenyum pahit karena tampaknya perkenalan itu tidak penting. Sementara kedua pria yang menatap Clara tajam sejak awal bertemu manggut-manggut. Bahkan mereka mengamati Clara dari ujung kepala hinga ujung kaki.
"Hai, Clara. Aku Hans, dan ini William."
"Salam kenal." Clara hanya membalasnya singkat. Ia bahkan tidak peduli siapa mereka, Clara berharap dua pria itu segera pergi dan meninggalkan Clara bersama Cole. Namun, kedua pria itu saling lirik ke arah Cole. Mereka tersenyum puas
"Kami menyukainya, dia sesuai dengan keinginan kami. Bukan begitu, Will?" ujar Hans kepada Cole, membuat Clara tidak mengerti percakapan apa yang mereka maksud.
"Nah, kan. Kubilang juga apa, ini barang bagus. Sesuai dengan video yang kutunjukkan ke kalian," kata Cole bangga, ia terkekeh bersama dua pria berusia matang tersebut.
"Baiklah. Kalian nikmati saja waktu bersama, aku akan meninggalkan dia di sini bersama kalian. Dia milik kalian," kata Cole tiba-tiba. Tubuh Cole beranjak dari kursinya, membuat Clara bingung karena ia terlihat hendak dicampakkan.
"Milik kalian?" mendengar kalimat itu, Clara terkejut. Mengapa Cole mengatakan itu kepada kedua pria matang tersebut?
"Cole, kamu mau ke mana?"
"Clara, tolong temani dua temanku ini sebentar ya. Aku ada urusan sebentar." kata Cole menenangkan Clara. Namun, firasat Clara semakin tak enak. Bagaimana bisa Cole tega meninggalkannya bersama dua pria asing ini? Sepenting apa urusannya?
"Tapi, Cole. Kenapa aku harus bersama mereka? aku bisa menunggumu sendirian," kata Clara menarik tangan Cole ketakutan.
"Jangan takut. Mereka temanku. Aku hanya ada urusan sebentar saja." Cole masih terus berusaha membuat Clara tinggal bersama dua pria asing tersebut.
"Ta-tapi Cole, aku..."
"Clara! Tetap di sini, temani mereka sebentar selagi aku ada urusan."
"Mereka bukan penagih hutang, kan? Apa aku disandera untuk dijadikan jaminan?" Clara mengatakan itu di depan dua pria asing tersebut. Cole menutup mulut Clara agar bungkam.
"Ssstt! Jangan bahas tentang itu di sini!"
"Maka jelaskan padaku, siapa mereka? Kenapa aku harus menemani mereka?"
"Sudahlah! Duduk manis di situ! Jangan buat mereka kecewa. Aku ada urusan, hanya sebentar!" Cole mendorong Clara sampai wanita itu terduduk. Sementara Cole pergi, Clara memasang wajah masam. Ia tak nyaman dengan tatapan kedua pria tersebut.
"Apa hidangannya enak, Nona?" tanya salah satu pria tersebut. Clara tidak menjawab, ia merasa tak perlu. Karena tidak ada jawaban, salah satu dari pria itu duduk di samping Clara sambil merangkul pundak wanita itu.
"Jangan diam saja. Mari kita bersenang-senang," kata pria itu merayu Clara. Sontak Clara melepaskan tangan nakal pria asing tersebut. Ini semakin tidak benar.
"Jangan macam-macam pada saya. Saya sedang bersama pacar saya," kata Clara mengancam. Namun, kedua pria itu justru terkekeh.
"Pacar? Bukankah kamu salah satu talent-nya Cole, ya?"
"Apa maksud Anda? Saya pacarnya."
"Sudahlah. Jangan membuang waktu kami. Cepat layani kami. Kami tidak sabar ingin melakukannya bersamamu, cantik." ujar pria itu genit sambil menyusuri pandangan ke arah Clara.
"Apa-apaan ini? Jangan sentuh-sentuh aku!"
"Hei, jangan membantah! Kami sudah membayarmu mahal. Jadi kami bebas menyentuhmu!" kata pria itu terang-terangan.
Mendengar pengakuan para pria itu, Clara bagaikan disambar petir. Sudah membayar? Apakah Cole menjual diri Clara kepada dua pria hidung belang itu?
"Perlakukan kami seperti di video yang kamu buat bersama Cole," kata pria itu menunjukkan cuplikan video amatir tak senonoh yang memperlihatkan Clara sedang melayani Cole di atas ranjang.
Clara semakin tak percaya, Cole diam-diam merekam dan menyebarkannya kepada pria hidung belang ini. Cole menjual Clara pada para pria ini!
"Aku tidak mau! Aku bukan wanita panggilan seperti yang kalian kira! Jangan kurang ajar kalian!" bentak Clara. Namun, para pria itu tidak peduli. Mereka membopong Clara keluar dari restoran dan masuk ke dalam mobil mereka.
Clara diculik paksa malam itu oleh pria bernama Hans dan William. Alih-alih menangis ketakutan, Clara mencari cara untuk terus memberontak. Ia tidak menyangka jika Cole melakukan hal biadab ini. Cole bahkan menjual harga diri pacarnya sendiri kepada orang lain.
"Lepaskan aku!"
"Tidak akan! Kamu sangat cantik dan aku sudah menantikan ini," kata pria itu tanpa sopan santun menyentuh gunung Clara. Clara semakin memberontak, ia jijik melihat pria itu.
Dengan sekuat tenaga, Clara menendang harta berharga pria yang mengikatnya itu dengan keras. Sementara pria satunya lengah, Clara berlari sekencang mungkin dengan gaun pendeknya itu untuk kabur dari para pria hidung belang.
"Hei! Jangan kabur!" teriak pria itu pada Clara. Namun Clara lebih pintar, ia melempar dirinya ke area semak-semak dan menghilang dari pandangan pria bernama Hans itu. Hans mengumpat karena kehilangan jejak Clara. Ia tidak menyerah untuk mencari Clara.
"Dasar b*d*h! Bagaimana bisa kehilangan dia?" seru William marah kepada Hans.
"Dia pasti tidak jauh dari sini, ayo kita cari!"
"Cari saja sendiri sana! Aku nggak mau capek-capek cari wanita pembelot seperti dia! Aku ingin uangku kembali. Telpon Cole!"
**
Malam yang seharusnya menjadi indah dan tak terlupakan itu justru membuat hati Clara hancur berkeping-keping. Baju pestanya yang indah kini telah berubah menjadi compang-camping. Clara bersembunyi di dalam got yang kering demi kabur dari orang-orang mesum itu. Yang paling menyakitkan Clara bukan karena ia terjerembab di dalam got. Tetapi karena perilaku Cole, kekasihnya. Cole tega menjual diri Clara tanpa sepengetahuannya. Perbuatan Cole kali ini tidak akan pernah Clara maafkan seumur hidupnya.
Clara menangis tersedu-sedu. Di bawah air pancuran, Clara membersihkan dirinya dengan pasrah dan perasaan berkecamuk. Clara merasa jijik pada dirinya sendiri.
"Kamu jahat, Cole..." isak tangis Clara menggema di kamar mandi itu. Clara tak punya siapa-siapa di kota ini selain Cole. Kini, orang yang sudah 3 tahun bersamanya justru mencelakainya.
"Aku harus pergi dari dia. Aku harus kabur darinya!" Setelah membersihkan diri, hati Clara tergerak untuk pergi dari apartemen itu sebelum Cole menemukannya. Secepat kilat Clara memasukkan baju dan barang-barang miliknya ke dalam koper. Dalam keadaan ketakutan, Clara berkali-kali menjatuhkan barang miliknya sendiri.
Tanpa menoleh lagi ke belakang, Clara langsung mantab untuk meninggalkan apartement yang ia tinggali bersama Cole. Clara harus pergi sejauh mungkin dari kekasihnya. Pria itu sangat berbahaya baginya.
Entah ke mana Clara harus pergi. Yang terpenting, ia harus mengamankan dirinya dari Cole dan jangan sampai bertemu lagi.
**
2 tahun kemudian...
Tampak seorang wanita menangis tersedu-sedu di depan sebuah apartemen bersama kekasihnya. Wanita itu terlihat berlutut, memohon-mohon kepada kekasihnya yang menunjukkan raut kecewa, tidak peduli seberapa dingin angin malam itu. Yang terpenting, wanita itu mendapatkan maaf dari kekasihnya.
"Gery, aku minta maaf. Ayo, kita jalani lagi hubungan kita. Kamu janji akan menikahiku..."
"Adel, hubungan kita sudah selesai sejak minggu lalu. Kenapa kamu masih memohon-mohon padaku? Aku kemari karena mendengar kamu mau mengacak-acak bisnisku."
"Aku nggak mau ngapa-ngapain dengan bisnismu, kok! Aku cuma mah kita balikan."
"Adel, dengarkan aku. Kamu yang sudah selingkuh dariku berkali-kali. Aku ngga bisa lagi bertahan sama kamu." kata Gery masih memendam kekecewaan.
"Aku tidak bermaksud selingkuh. Waktu itu, aku cuma mabuk..." Adel mencoba membawa Gery masuk ke masa di mana ia akhirnya tidak sengaja tidur dengan pria lain.
"Kamu bohong. Nggak satu-dua kali aku dengar berita miring tentang perilakumu. Apa perlu aku menyebutkannya?” tutur Gery bersiap memberi bukti. Adel tambah panik kala kekasihnya itu mengambil map dari mobil. Satu per satu kertas itu dibuka, semua memperlihatkan bukti foto Adel bersama seorang pria menghabiskan waktu bersama di beberapa tempat.
“Diam-diam bertemu di restoran. Bertemu di kantor PT Neo. Makan malam di kota Tumnh, menghadiri pesta ulangtahun Tony O’Nell. Betapa rapinya perselingkuhan ini berjalan selama satu tahun dan aku baru tahu sekarang? Kamu nggak perlu menjelaskan seberapa jauh hubunganmu dengan Tony di depanku, Adel. Karena aku sudah tahu berapa kali kamu dan Tony menginap di hotel yang sama,” ulas Gery secara rinci. Sementara wanita cantik itu banjir air mata penuh penyesalan. Adel tidak menyangka jika semua kebobrokannya diketahui Gery secara rinci.
“Apa yang kamu cari dari pria lain? Apa aku kurang perhatian? Apa aku kurang kaya? Kamu tahu, hidupku selama 5 tahun ini hanya untukmu. Aku selalu setia sama kamu. Kita... Kita punya mimpi untuk menikah tahun depan, ‘kan? Kenapa kamu masih main-main dengan perasaanku? Aku salah apa?" ujar Gery merendahkan suara. Adel tidak bisa menjawab semua pertanyaan Gery.
Adel masih berusaha mempertahankan hubungannya setelah ketahuan cek-in hotel berkali-kali dengan pria bernama Tony O'Nell. Di benak Adel, dia harus memperbaiki hubungannya dengan Gery. Semua kesalahan ini terjadi karena suatu alasan, Gery terlalu gila bekerja dan hanya mementingkan perusahaan.
“Apa semua ini salahku? Gimana sama kamu? Apa kamu pernah berpikir ingin bersenang-senang denganku? Berkacalah, Gery! Kalo kamu masih sayang sama aku, jangan batalkan pertunangan kita. Gimana nanti aku bilang ke orangtuaku?" gertak Adel masih berusaha. Namun, kekecewaan Gery terlalu dalam. Ia menolak permintaan Adel.
"Sudah terlambat, Adel. Orangtuamu sudah tau. Aku nggak bisa mentolerir perselingkuhan. Cukup sampai di sini," kata Gery menyudahi pembicaraannya dengan sang mantan kekasih.
"Gery, tunggu. Tunggu!" Adel terus mengejar Gery, namun pria itu terus menepisnya. Gery merasa muak dengan Adel yang berselingkuh darinya. Padahal, hubungan mereka sudah berjalan 5 tahun lamanya. Dan ternyata, Adel mengkhianati cintanya dengan mudah.
"Apalagi? Kamu berselingkuh dengan pria yang lebih kaya dariku, 'kan? Bukannya pertunangan kita juga karena bisnis kedua orangtua kita? Kalau kamu berselingkuh dengan pria yang lebih kaya dariku, silahkan! Aku nggak apa-apa," kata Gery masih menyimpan kedua tangannya di dalam saku celana meski Adel berusaha menarik-narik dirinya.
"Tony tidak ada apa-apanya dibanding kamu, Gery. Kamu jauh lebih baik dari Tony. Aku bersumpah. Tolong, jangan tinggalkan aku!"
Kini, Gery tidak bisa lagi mentoleransi hubungan ini. Gery sangat tahu persis siapa selingkuhan Adel, Tony O'Nell, adalah saingan bisnisnya. Dan Gery menduga Tony sedang mencoba menghancurkan Gery melalui hubungannya.
"Bagaimana bisa kita tetap terus bersama sedangkan kamu pernah tidur dengan Tony berkali-kali? Selamat tinggal, Adel. Semoga kamu dan Tony bahagia," ujar Gery mantap dengan pilihan hatinya untuk meninggalkan Adel.
"Gery! Gery! Dengarkan penjelasanku dulu! Gery!" Adel terus mengejar Gery, tetapi usahanya sia-sia. Gery tetap dengan pendiriannya, yaitu meninggalkan Adelia. Tunangannya yang hendak ia nikahi tahun depan. Kini, Gery harus mengesampingkan perasaannya demi kemajuan bisnisnya. Tidak ada kata balikan! Batin Gery bulat dengan keputusannya.
*
Selang satu hari Gery memutuskan hubungannya dengan Adel, suasana hati sang bos PT Spark sangat buruk. Gery bahkan memaki-maki pegawainya habis-habisan hanya karena salah menulis tanggal di sebuah proposal. Secara tidak langsung, Gery melampiaskan kekesalannya kepada orang di sekitar. Setitik kesalahan, Gery bisa berubah menjadi macan yang siap menerkam siapa pun.
“Tuan Gery, Tuan Dexter ingin bertemu dengan Anda saat ini.” ujar Walt, sang asisten Gery paling setia, sambil berdiri di ujung meja kerjanya. Gery sudah menduganya, pasti ayah Adel tidak lama akan meminta bertemu pasca ia putus dengan putrinya.
“Suruh Tuan Dexter masuk, siapkan perjamuan yang enak.” Perintah Gery tanpa banyak basa-basi. Gery beranjak dari kursi kerjanya dan membetulkan setelan jas yang ia kenakan. Kedua tangannya mengaitkan kancing jas itu agar tertutup rapat.
Tuan Dexter bersama pengawalnya masuk dengan wajah menegang ke dalam ruangan Gery. Tampaknya begitu banyak yang hendak Tuan Dexter katakan kepada Gery.
“Aku tidak mau basa-basi sekarang. Dan aku tahu kamu pasti tidak punya banyak waktu untukku. Jadi aku ingin membuat semuanya menjadi singkat dan jelas,” kata Tuan Dexter sambil menyerahkan sebuah dokumen yang berisikan surat perjanjian kontrak kerja sama antara Spark dan Nymte.
Dua tahun yang lalu, PT Spark dan PT Nymte resmi menandatangani kontrak kerjasama proyek Pure. Tertulis di dalam kontrak tersebut, bahwa jika kerjasama dibatalkan maka akan membayar penalti sebesar 5 juta Noks. Gery tidak pernah melupakan isi kontrak tersebut, namun keputusannya sudah bulat. Gery hanya ingin terlepas dari Adel.
“Sebagai guru, pendukung, sekaligus pemilik Nymte. Jujur aku merasa kecewa terhadapmu, Gery. Kenapa kamu memutuskan hubunganmu dengan Adel?” kata Tuan Dexter mengerutkan keningnya.
“Maafkan aku, Tuan Dexter. Apakah Anda tahu alasan aku putus dengan putrimu?”
“Aku tidak ingin membahas alasanmu putus dengan Adel! Aku cuma ingin bertanya, apa kamu yakin ingin putus dengan Adel?”
“Kenapa aku harus ragu untuk putus dari Adel? Bukankah sudah jelas, putri Anda sudah melukai hati saya. Berkal-kali! Saya berhak untuk menghindari hal-hal yang membuat hati saya terluka,” kata Gery meluapkan emosinya. Bayang-bayang foto Adel bersama Tony tanpa busana yang ia temukan setelah memata-matai mantan pacarnya itu hanya membuat Gery hampir gila.
"Gery, aku tahu Adel salah. Aku sudah menghukumnya. Tapi apa semua ini tidak bisa diperbaiki? Kamu sudah melanggar kontrak kerjasama kita. Memangnya kamu punya uang 5 juta Noks untuk membayar penalti kontraknya?" kata Tuan Dexter menahan rasa kecewa yang mendalam. Gery menarik napas panjang, tidak ada keresahan sedikit pun di dalam ucapan Gery.
“Menurutku membayar penalti melanggar kontrak kerjasama jauh lebih baik daripada melanjutkannya. Tidak ada pilihan lain selain batal berkolaborasi. Aku rasa, ide berkolaborasi dengan perusahaan Nymte juga bukan hal yang menguntungkan untuk Spark. Jadi, aku mohon maaf sekali lagi karena sudah mengambil keputusan ini," kata Gery tetap dengan pendiriannya.
"Ta-tapi, Gery. Kita hampir selesai memproduksi proyek Pure. Lalu, mau jadi apa Spark tanpa Nymte?"
"Masa depan Spark atau Pure itu urusanku. Aku menganggap Nymte hanya menjadi salah satu pendukung agar Spark semakin maju," kata Gery singkat. Tuan Dexter sama sekali melihat Gery seperti orang yang berbeda. Pria muda yang dulu ia didik untuk menjadi pebisnis sukses nyatanya angkuh untuk bernegosiasi dengannya.
"Kamu benar-benar angkuh, Gery. Pikirkan lagi. Aku masih berbaik hati memberimu kesempatan. Kalau sampai ayahmu tahu tentang ini, kamu akan habis." kata Tuan Dexter memperingatkan pemuda di depannya itu.
"Aku tidak peduli. Gara-gara perselingkuhan Adel dengan Tony, aku jadi tahu siapa yang membongkar proyek Pure ke perusahaan Neo itu. Yang tidak lain adalah putrimu sendiri, Tuan Dexter."
"Jangan salahkan putriku! Dia masih terlalu muda untuk berbisnis. Usianya masih 23 tahun!" Tuan Dexter mendadak naik pitam saat Gery memojokkan putrinya terus menerus.
"Usia tidak menjamin tingkat kedewasaan, Tuan. Aku sudah sangat sabar menghadapi Adel. Aku akan tetap memproduksi Pure, tapi tidak bekerja sama dengan perusahaanmu! Proyek Pure adalah hak milikku. Aku pasti akan membayar biaya penaltinya, Tuan Dexter. Anda tenang saja, anda tidak akan rugi materi. Anda hanya rugi... waktu," ujar Gery bijak.
"Kenapa jadi aku yang memohon-mohon padamu? Tidak ingatkah kamu, sebelum Spark berdiri. Siapa yang menjadi mentor bisnismu? Siapa yang membantu Spark bisa maju sampai sekarang? Aku, Gery! Tanpa Nymte, Spark tidak ada apa-apanya!" ujar Tuan Dexter naik pitam.
Gery terdiam mengingat bahwa yang dikatakan Tuan Dexter adalah benar. Namun, Gery bukanlah tipe orang yang akan menarik kembali ucapannya. Tekad Gery benar-benar bulat.
"Kamu sama sekali nggak memberi kesempatan pada anakku. Oke, kalau itu maumu. Aku akan berhenti memasok bahan bakumu. Aku juga akan meminta tim pemasaran mencoret nama Spark dari partner bisnis kami. Aku akan membekukan seluruh akses perusahaanmu pergi ke luar negeri. Aku juga akan mengambil aset-aset dan propertiku di Spark. Lihatlah, apakah kamu bisa menghitung berapa kerugian yang akan kamu tanggung?" kata Tuan Dexter tidak menyerah begitu saja. Gery menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang.
"Maaf, Tuan. Putri Anda melukai hatiku terlalu dalam. Aku nggak bisa melanjutkan kerja sama ini," ujar Gery tetap pada pendiriannya. Pernyataan itu membuat Tuan Dexter ingin melayangkan tamparannya pada pria tampan tersebut. Tuan Dexter tidak betah putrinya terus menerus dihina dan disalahkan. Dengan hati penuh kekesalan, Tuan Dexter pergi tanpa berpamitan pada Gery dan meninggalkan gedung Spark. Tampaknya, negosiasinya gagal total kali ini karena Gery masih termakan emosi. Tuan Dexter pun mencoba menghubungi seseorang yang kemungkinan bisa mengendalikan Gery.
*
Memang sudah nasibnya Clara harus merasakan sakitnya kala mengalami datang bulan, di malam hari pula. Dia baru ingat kalau hari itu adalah jadwalnya haid. Clara tidak bisa menghindar dari rasa sakit ini setiap bulannya. Saat ia buru-buru ke kamar mandi, Clara menemukan stock pembalutnya tersisa 1 buah saja untuk besok pagi.
"Aduh... Perutku sakit banget. Mana nih stock pembalutku habis," wanita pemilik rambut panjang berwarna cokelat itu menggelinding di atas kasurnya sendiri. Dengan sisa tenaganya, Clara mencoba mencari-cari obat pereda nyeri haid.
"Alamak, obat nyeri haidku habis ternyata. Gimana dong?" Clara meletakkan botol kecil kosong yang seharusnya berisi obat pereda nyeri. Tidak ada orang yang bisa Clara mintai tolong karena dia hidup di kota perantauan.
"Telepon siapa ya buat beliin aku obat nyeri haid?" kata Clara bergumam sambil memegang perutnya. Clara pun membuka ponselnya, dia lalu mencari nama teman-temannya yang sekiranya dekat dengan apartemennya.
Clara menemukan nama Barra, teman di kantornya yang baru. Barra adalah teman satu divisi dengan Clara di bagian pemasaran. Tapi Clara segan, takut Barra sedang sibuk dengan kehidupannya.Akhirnya, Clara mencoba mencari obat pereda nyeri haid lewat aplikasi online. Namun saat mengetahui harganya, Clara mendadak langsung waras.
"Ha?!? 600 Noks? Mahal banget, gila aja! Biasanya aku beli cuma 200 Noks kalo di toko. Mending aku beli sendiri ke toko!" kata Clara terkejut. Clara cukup perhitungan dengan barang apa pun yang ia beli mengingat kini keuangan Clara sedang krisis.
Ehm, kondisi keuangan Clara memang terbilang kurang. Clara tinggal di apartemen saja terpaksa karena tidak betah hidup di kos-kosan murah. Entah kesialan apa yang dialaminya, tapi selama hidup di kos-kosan murah, barang-barang Clara justru sering dicuri. Padahal, Clara jarang punya barang mewah. Tapi dia tetap saja mengalami kecurian seperti itu.
Karena itu, uang berapa pun cukup berarti untuk Clara. Dengan komitmennya nggak mau mengeluarkan ongkos lebih, Clara pun memutuskan untuk pergi ke supermarket terdekat sambil menahan rasa sakitnya.
"Uang 600 Noks bisa buat beli obat sama pembalutnya sekalian, mana ada kembaliannya pula. Daripada beli online, gak papa deh aku kesakitan, yang penting nggak ngeluarin uang banyak," kata Clara pada diri sendiri.
Dengan menggunakan piyama bermotif beruang warna cokelat muda, Clara menutupi tubuh atasnya dengan sweeter coklat tebal. Mengingat keadaan di luar sudah malam dan dingin, Clara tidak mau sakit karena masuk angin.
Meski berjalan menahan rasa sakit, Clara akhirnya sampai juga di supermarket. Clara pun mencari obat pereda nyeri haid di rak khusus obat-obatan. Saat Clara sudah menemukannya, ia membawa produk itu di tangan kirinya. Karena hanya belanja sedikit, Clara merasa tidak butuh keranjang.
Lalu, Clara pindah ke rak khusus produk pembalut. Clara pun memilih-milih produk mana yang sedang diskon dan paling murah. Clara berdiri diam, sambil menghitung-hitung harga yang dia dapat.
"Ini kayaknya murah deh, kemarin aku beli harganya 200 Noks. Lumayan ada diskon jadi 150 Noks. Beli yang ini aja deh!" kata Clara bicara pada diri sendiri. Cukup lama Clara menimbang-nimbang produk pembalut mana yang harus ia beli. Clara mengambil satu produk, lalu membaca detail kemasannya. Lalu mengembalikannya jika ia merasa terlalu mahal. Dan itu terjadi berulang kali, sampai akhirnya hati Clara mantap untuk memilih produk pembalut yang cocok dengan hatinya.
Saat Clara sudah selesai memilih, betapa terkejutnya ia ketika berpapasan dengan seorang cowok tampan bertubuh tinggi sekitar 178 cm sedang berdiri melihat Clara tanpa berkedip. Mata cowok tampan itu menatap Clara dari ujung kaki naik ke bagian pinggangnya, lalu ke dadanya, hingga ke wajahnya.
Clara sontak merasa tidak nyaman. Selain takut dengan tatapan mesum cowok muda itu, Clara juga parno karena lelaki itu mengintip belanjaannya. Nyali Clara menciut, dirinya tidak berani menegur. Dan yang membuat Clara semakin parno, cowok itu malah tersenyum padanya saat melihat produk pembalut yang ada di tangan Clara. Sungguh tidak sopan!
Karena kondisi perut Clara kesakitan, Clara pun mengabaikan cowok tampan itu. Clara pun membayar belanjaannya ke kasir dan segera pergi dengan terburu-buru. Clara merasa tak nyaman karena sepertinya cowok yang tadi menatapnya dengan pandangan tidak sopan mengikutinya.
Saat Clara hendak pulang ke apartemennya, hujan mendadak turun. Clara menggerutu, betapa sialnya malam itu. Sudah hidup sendirian, badan sakit tapi harus beli kebutuhan sendirian, kehujanan pula.
"Huft... Niatnya mau pulang cepet supaya istirahat. Malah nunggu hujan," kata Clara.
Saat menunggu hujan reda, seseorang berdiri di samping Clara. Tanpa sengaja, Clara melirik siapa yang berdiri di sebelahnya. Ternyata, itu cowok mesum yang tadi!
Cowok itu kembali tersenyum manis pada Clara. Otomatis Clara pun menegur pria itu dengan amarah.
"Ada masalah apa, Tuan? Kok dari tadi ngintipin belanjaan saya melulu. Anda nggak punya uang buat beli?"
Cowok tampan pemilik mata biru laut itu menggeleng cepat. "Eh, maaf, maaf! Saya cuma..."
"Jangan mentang-mentang Anda ganteng jadi bertingkah nggak sopan, ya! Saya nggak nyaman sama tatapan Mas-nya!" kata Clara berteriak, membuat beberapa orang yang berlalu lalang di belakang mereka melihat kejadian itu.
Cowok itu langsung menggeleng sambil melambaikan tangan. "Maaf, saya cuma gak sengaja aja! Kita berpapasan dan saya cuma nggak sengaja aja senyum ke Anda."
"Halah, bacot! Tolong! Tolong!" kata Clara kesal dan mencoba untuk berteriak minta tolong karena ia dilecehkan oleh seorang lelaki di tempat umum. Ketika Clara hendak berlari, seketika cowok itu membungkam mulut Clara dengan kedua tangannya dan mencoba menjelaskan secara perlahan-lahan. Clara semakin takut dan mencoba melepaskan bungkaman mulutnya dari cowok tampan tersebut sekuat tenaga yang ia punya dengan memukul dan menyerang.
Cowok bertubuh jangkung tersebut tampak kewalahan dengan aksi berontak Clara. Saat Clara berhasil melepaskan diri, dia nekad berlari menerjang hujan. Akan tetapi, nasib sialnya tampak berpihak kepadanya. Kaki Clara tersandung sesuatu. Tubuh rampingnya hampir jatuh ke atas genangan air hujan.
“Aargh!” Clara berseru, ia menerima nasibnya akan terjerembab di bawah air hujan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!