NovelToon NovelToon

Misteri Kutukan Kastil Tuan Edward

Bab 1. rumah tidak berpenghuni

Gadis cantik dengan rambut panjang bergelombang menatap kearah cermin, ia terus tersenyum melihat sang ibu terus mengikat rambutnya yang panjang.

Wanita itu tersenyum saat ikatan rambut tersebut sudah selesai, "Wah, ibu kamu sangat pandai mengikat rambutku. Aku sangat menyukainya Bu."

Wanita yang duduk di dekat gadis cantik itu tersenyum melihat bagaimana putrinya menyukai ikatan yang baru saja ia selesaikan. Wanita tersebut bernama Fania, sekarang gadis itu sudah memasuki usia 17 tahun, ia memandangi wajahnya yang begitu cantik.

Fania memiliki kulit putih yang mulus, hidung yang mancung, tinggi badannya sekitar 168 cm, Fania memiliki badan kecil dengan lekuk tubuh yang begitu sempurna.

Wajah imut Fania banyak sekali disukai banyak orang, apalagi wanita sesuai Fania tetapi Fania sangat menyukai apa yang dirinya memiliki.

"Bagus kalau kamu menyukainya nak. Kalau gitu ibu pergi bekerja dulu, kamu hati-hati di rumah." ucap wanita itu yang mengambil tas di atas laci.

Fania menoleh kearah ibunya, "Ibu, bukannya tempat kerja ibu sudah tidak ada yang mengurusnya kenapa ibu masih mau mengurus rumah tua itu. Harusnya ibu mencari pekerjaan lain, atau Fania saja yang bekerja untuk ibu."

Wanita itu tersenyum mendengar kalimat yang diucapkan Fania, "Tidak Fania. Ibu harus menjaga rumah itu, walaupun rumah itu sudah lama kosong ibu sudah berjanji sama penghuni rumah apapun yang terjadi ibu akan mengurusnya."

Fania menghela nafas melihat bagaimana ibunya bersikeras mengurus rumah kosong, "Apa Fania boleh ikut ke rumah itu?"

Awalnya wanita tua itu nampak terkejut mendengar ucapan Fania, tapi akhirnya wanita itu mengangguk setuju saat Fania terus memaksanya.

"Baiklah." mereka berdua pergi bersama ke tempat dimana rumah itu berada, Fania sangat antusias melihat rumah yang dulu ibunya pernah ceritakan saat masih kecil.

Sekarang rumah itu sudah berada di depan matanya, Fania nampak terkejut dengan desain rumahnya. Sudah lama tidak diurus oleh pemilik rumah tapi rumah ini masih seperti ada yang mengurusnya.

Fania sangat takjub melihat depan rumahnya, "Mari Fania masuk." Fania mengangguk walau matanya terus memandangi setiap detail rumah.

"Wah, pantas saja banyak warga kampung yang membicarakan rumah ini. Ternyata sangat indah dan megah, ini seperti istana yang pernah aku baca di buku cerita." batin Fania yang takjub dengan isi dalam rumahnya.

Fania terus memandangi setiap inci rumah, mulai dari kebersihannya sampai isi yang ada di rumah mewah ini.

"Pasti pemilik rumah ini sangat kaya. Lihat saja bangunannya sangat kokoh dan kuat, rumah seperti ini udah kaya di kerajaan zaman dulu." pikir Fania yang begitu menyukai rumah mewah ini.

Fania terus berjalan melewati setiap tempat yang berada di rumah mewah ini, sedangkan ibunya sudah mulai bekerja seperti biasa. Fania melangkah ke sebuah kolam pemandian, Fania begitu takjub dengan pemandian di rumah ini.

Rumah ini bukan sekedar mewah saja, melainkan seperti istana kerajaan yang memiliki fitur yang bagus dan kokoh.

Fania duduk di dekat kolam pemandian, ia menenggelamkan kedua kakinya ke dalam air. Rasanya sangat nyaman saat kedua kakinya menyentuh air hangat.

"Nyaman sekali." gumamnya yang sedikit tersenyum.

Dari kejauhan ada seseorang yang terus mengamati Fania, seorang laki-laki bertubuh tegap dan berkarisma terus memandangi Fania dari jauh, lelaki itu sangat penasaran dengan apa yang Fania lakukan.

Langkah kaki itu terus melangkah untuk mendekati wanita cantik yang sibuk bermain air, saat langkahnya hampir mendekati Fania suara wanita datang membuat kaki itu menurunkan niatnya untuk mendekat.

Fania menoleh, ternyata sang ibu yang memanggilnya. "Kenapa kamu di sini, Fania."

"Aku sedang menikmati angin dan air hangat di rumah ini Bu. Ada apa ibu memanggilku?" Fania menatap wajah sang ibu yang sedikit panik, Fania mengerutkan kening saat melihat kekhawatiran yang nampak dari wajah ibunya.

"Ada apa, Bu? Kenapa wajah ibu ketakutan seperti itu." kata Fania yang penasaran dengan apa yang dipikirkan ibunya.

"Tidak ada Fania." tanpa bicara wanita itu menarik tangan Fania untuk membawanya pergi, Fania mengikuti tanpa protes sedikitpun.

...•••...

"Fania." ucap seseorang yang terus mengamati kepergian dua wanita, nampak sadar ternyata dia sangat menyukai wanita cantik yang usianya lebih muda.

Fania di bawa keluar oleh sang ibu, wanita itu melepaskan tangan Fania dengan kasar. "Ibu sudah bilang sama kamu jangan berkeliaran kemana-mana kenapa kamu tidak mendengar ucapan ibu, Fania."

Fania menunduk, "Maafkan Fania Bu. Fania sangat takjub dengan rumah mewah ini, Fania hanya berniat untuk melihat saja tidak mengambil apapun dari rumah ini."

Wanita itu tua itu menghela nafas mendengar jawaban dari Fania, akhirnya ia memutuskan meminta Fania kembali ke rumah. Sedangkan ia kembali bekerja.

Saat perjalanan pulang Fania sempat mendengar kalimat yang dilontarkan warga kampung.

"Sayang banget iya rumah itu. Kenapa belum ada yang mengurusnya, harusnya rumah itu dibeli oleh orang lain saja."

"Ibu tidak tau, rumah itu sudah banyak orang yang mau membelinya, tapi dipertengahan jalan pembeli yang mau membeli rumah itu malah tidak jadi membelinya."

"Yang aku denger kalau rumah itu rumah kutukan. Makanya sampai sekarang gak laku untuk dijual."

"Rumah kutukan?" gumam Fania mendengar ucapan para warga yang terus membicarakan rumah tersebut.

"Ah masa sih. Kamu tau dari mana gosip itu."

Fania sangat penasaran dengan cerita dari rumah mewah seperti istana itu, apa benar yang diceritakan oleh warga sekitar kalau rumah itu adalah rumah kutukan.

Tapi bagaimana bisa, apa mungkin ibu tau tentang sejarah rumah itu. Karena ibu yang lebih lama bekerja di rumah itu dari pada warga sekitar.

Fania kembali ke rumah untuk menyiapkan makan malam, ia tersenyum saat melihat sang ibu datang.

"Ibu sudah pulang." Fania membantu sang ibu untuk membawa wanita itu ke meja makan, sedangkan dirinya menyusun piring untuk ibunya.

Fania duduk di dekat sang ibu, wanita itu asik menyendok makanan yang dibuat oleh Fania. Entah kenapa Dania mengingat ucapan para warga kampung mengenai rumah mewah tersebut.

"Ibu, apa boleh ibu ceritakan tempat ibu bekerja." ucapnya yang membuat Ratih tersedak mendengar ucapan Fania.

"Uhuk... Uhuk.. Uhuk..."

"Minum dulu, Bu." Fania mengambil segelas air putih dan membantu ibu Ratih minum, Fania terus mengelus dan menepuk belakang punggung Ratih.

"Maafkan Fania Bu. Harusnya Fania tidak berbicara saat kita sedang makan." kata Fania yang merasa bersalah dengan apa yang ia katakan barusan.

Ratih meletakan gelas air putih itu, lalu menatap wajah Fania dengan seksama. Fania mengangkat kepalanya saat merasakan sentuhan hangat dari telapak tangannya.

"Fania ibu akan menceritakan semuanya mengenai rumah itu. Rumah yang banyak sekali diperbincangkan oleh warga kampung kita Fania."

Akhirnya Fania mengerti kenapa banyak orang yang mengatakan rumah istana itu sebagai rumah kutukan, dari cerita yang diceritakan oleh Ratih Fania sudah menebak oleh rumah itu dihuni oleh satu laki-laki yang entah kemana laki-laki itu berada.

Dulu ada seorang pengusaha sukses di sebuah kota, lelaki itu masih terbilang masih sangat muda tetapi karena tekad yang kuat akhirnya dia berhasil meraih kesuksesannya.

Sekitar umur 26 tahun, lelaki tampan itu ternyata meninggalkan dalam keadaan kecelakaan. Yang membuat heran tubuh lelaki itu tidak diketahui oleh polisi, ada yang bilang kalau lelaki itu menghilang secara misterius ada juga yang mengatakan pemilik rumah itu meninggal dalam hal tidak wajar.

Saat itu Ratih yang berperan menjaga rumah itu, rumah yang sudah diserahkan oleh Ratih untuk menjaganya sampai pemilik rumah itu tidak ada Ratih masih merawatnya sendiri.

"Apa polisi tidak mau melanjutkan pencariannya lagi Bu."

"Mereka sudah menyerah dengan masalah ini Fania. Makanya kamu jangan berpikir yang tidak-tidak tentang rumah itu, karena sebelum kamu lahir rumah itu sudah ada. Malah ibu yang mengurusnya sampai kamu dewasa."

Fania mengangguk, dia sudah mengerti kenapa warga sekitar banyak membicarakan rumah istana itu. Pantes saja rumah itu seperti istana mewah, ternyata pemilik rumah itu sangat menyukai desain rumah seperti istana megah.

Fania akui kalau dirinya sangat menyukai desain rumah itu, baginya sangat indah dan menawan apalagi saat berada di tempat sebuah pemandian. Sangat sejuk untuk menenangkan pikirannya, pasti pemilik rumah itu begitu detail untuk desain rumah tersebut.

Bab 2. jiwa penasaran Fania

Dari cerita yang pernah diceritakan oleh Ratih, membuat Fania begitu penasaran dengan apa yang dikatakan Ratih. Dia mulai mencari tahu asal usul istana ini, Fania mengikuti langkah Ratih ke dalam istana.

Wanita itu sama sekali tidak ada tanda-tanda kecurigaan apapun, ia malah sibuk membersihkan setiap ruangan istana ini. Sedangkan Fania terus berjalan mengikuti lorong setiap istana, sampai akhirnya ia menemukan sebuah tempat yang menurutnya sangat aneh.

Fania menatap ke sekeliling tidak ada orang, tanpa sadar ternyata Fania sudah terlalu jauh berjalan sampai ia tidak menemukan ibunya.

Fania kembali dibuat penasaran dengan satu ruangan seperti kamar, dengan pintu yang sangat besar dan kokoh mampu membuat Fania ingin masuk ke dalam.

Fania menyentuh pintu itu, tidak sengaja pintu terbuka membuat Fania refleks menarik tangannya. Ia melihat di dalam terlihat sepi, dan tempat ini begitu gelap sampai Fania tidak bisa melihat isi di dalamnya.

"Permisi, apa ada orang di dalam?" Fania bertanya sambil melangkahkan kakinya untuk maju, detik kemudian ia tidak sengaja mendengar suara lelaki yang sangat berat.

"Hem."

Fania berhenti, "Apa ada orang di dalam? Maaf kalau saya lancang masuk ke kamar kamu." saat Fania memutuskan untuk kembali pintu kamar yang kokoh itu tertutup dengan keras, jantung Fania seketika terpental mendengarnya.

Fania berlari mendekati pintu tersebut, ia berusaha membuka pintu tetapi usahanya sia-sia malah semakin kuat tenaganya semakin lemah juga ia menarik pintu ini.

"Buat apa kamu datang ke kamar saya." Fania terdiam mendengar suara berat itu lagi, seluruh tubuhnya ketakutan saat mendengar suara langkah kaki.

"Maafkan saya, saya tidak bermaksud untuk masuk ke kamar anda tuan. Tolong buka pintunya, saya akan keluar dari kamar tuan, asalkan tuan mau melepaskan saya." Fania terus memohon tidak berani berbalik badan.

"Kamu tidak bisa kembali dari sini Fania. Kamu sudah masuk ke kamar saya, itu sudah menjadi resiko setiap orang yang masuk ke istana ini. Apalagi kamu dengan lancang pergi terlalu jauh sampai ke tempat ini." ucap lelaki itu dengan lantang, Fania terus meminta maaf atas apa yang dirinya perbuat.

"Apa yang harus saya lakukan supaya saya bisa keluar dari sini, tuan." ucap Fania tanpa menatap lelaki tersebut.

Lelaki itu tertawa melihat ketakutan yang dirasakan Fania, "Lihat saya Fania. Saya hanya meminta kamu melihat saya, supaya kamu bisa pergi dari kamar saya."

"Apa aku harus melakukannya." batin Fania saat mendengar ucapan lelaki tersebut.

Fania berusaha berbalik menghadap lelaki itu, tetapi Fania belum berani untuk menatap karena tatapannya masih menunduk.

Saat mereka sudah saling berhadapan lelaki itu kembali bicara, "Angkat kepala kamu Fania."

"Ya tuhan apa aku harus mengikuti perkataannya." gumamnya dalam hati, mau tidak mau Fania mengangkat sedikit kepalanya.

Dan Fania dibuat terkejut ternyata lelaki di depannya adalah lelaki tampan, ciri-ciri lelaki ini sama persis dengan apa yang ibunya ceritakan kepadanya.

Wajah lelaki ini sangat tampan, hidung mancung, dengan kaki yang jenjang, rambut sedikit ikat, di tambah wajahnya memiliki bulu halus yang sangat mempesona.

"Dia sangat tampan." ucap Fania tanpa sadar membuat lelaki itu terkekeh dengan ucapan Fania.

Fania tersadar dengan ucapannya sendiri, "Maafkan saya tuan, saya sudah lancang masuk ke istana tuan terlalu jauh. Kalau gitu saya keluar dari sini tuan, supaya tuan bisa nyaman dengan aktifitas tuan."

"Tidak Fania. Apa kamu bisa menemani saya sebentar saja, saya merasa bosan di kamar terus." kata lelaki itu, tanpa Fania sadari ia malah menyetujui permintaan dari pria asing ini.

......•••......

Fania sama sekali tidak sadar kalau waktu yang ia berikan kepada pria ini terlalu lama, sampai ia tidak mengingat ibunya yang berada di rumah.

"Ada apa, Fania?" tanya lelaki itu yang membawakan sebuah minuman, Fania menggeleng dan mengambil minuman yang diberikan pria ini.

"Kamu sudah lama berada di sini?" Fania akhirnya membuka suara dengan memberikan pertanyaan terhadap pria di depannya.

"Iya Fania. Sebelum kamu lahir saya sudah ada di sini."

"Kenapa kamu gak pernah kelihatan sampai sekarang, kenapa kamu betah tinggal di istana mewah ini." lelaki itu tersenyum tipis mendengar kalimat Fania, Fania sama sekali tidak sadar bahwa lelaki di depannya bukan manusia melainkan hantu.

Arwah lelaki ini masih menyatu di kastil mewah, Fania mengucapkan istana tapi memang ini seperti istana kerajaan. Lelaki itu tidak bisa mengucapkan apapun, karena apa yang terjadi tidak mungkin ia ceritakan.

"Saya nyaman di kastil ini Fania. Hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat saya, banyak orang yang tidak bisa melihat saya sedangkan kamu bisa melihat saya."

Fania dibuat aneh dengan ucapan pria ini, Fania tidak dibuat pusing dengan setiap perkataannya malah dia sangat nyaman berada di sini.

Mata Fania tertuju pada jam yang berdiri di sana, ia terkejut saat melihatnya ternyata sudah larut malam dan dia belum pulang sampai sekarang.

Fania terkejut membuat lelaki itu menoleh, "Kamu mau pulang sekarang, Fania?" lelaki itu kembali menoleh kearah Fania.

"Iya, saya harus pulang. Saya tidak mau membuat ibu saya khawatir mencari saya."

"Baiklah, kamu bisa pulang Fania." Fania menoleh kearah pintu, pintu yang awalnya tidak bisa dibuka ternyata ke buka dengan lebar.

Fania kembali menatap lelaki itu, ternyata saat menatapnya lelaki itu sudah tidak ada.

"Dimana dia? Kenapa tidak ada orang di sini." Fania berdiri dan melangkah kearah pintu, ia tidak mau pikir panjang lagi Fania berhasil keluar dari ruangan tersebut.

Membuat lelaki itu tersenyum melihat kepergian Fania, "Selamat datang Fania, semoga kamu bisa suka tempat ini Fania. Suatu saat saya akan membawa kamu pergi dari dunia manusia."

Fania akhirnya berhasil pergi, ia tiba di rumah dengan nafas tersengal-sengal.

"Kamu habis dari mana Fania?" tanya Ratih yang melihat Fania datang, wanita itu sibuk menyiapkan makan malam.

"Aku habis keluar sebentar Bu." ucapnya berbohong, Ratih tidak tahu kalau dirinya habis ke kastil tempat ibunya bekerja.

"Ya sudah kamu makan dulu, setelah ini kamu bersihkan seluruh tubuh kamu. Jangan sampai kamu tidak membersihkan tubuh kamu."

"Iya Bu." Fania melahap semua makanan yang diambilkan oleh Ratih, sepiring nasi habis tanpa sisa Fania memutuskan untuk pergi ke kamar untuk bersih-bersih.

"Dia sangat tampan." gumam Fania tanpa sadar membayangkan wajah lelaki yang baru saja ia temui, dia seperti orang zaman dulu yang pernah Fania bayangkan waktu kecil.

Kali ini Fania melihatnya sendiri, bagaimana dia bertemu dengan pria tampan. Dibandingkan dengan pria di sini, lelaki itulah sangat tampan dan mempesona. Pahatan wajahnya seperti boneka Berbie, begitu indah kalau sampai semua orang di sini tau bahwa lelaki itu sangat mempesona.

"Dia sangat tampan tapi sayang dia hanya bisa berdiam diri di istana mewah itu, andai dia bisa keluar pasti aku akan mengajaknya jalan-jalan." ucapnya yang membayangkan dirinya bisa berduaan dengan pria itu.

"Astaga aku lupa. Kenapa aku tidak menanyakan namanya, harusnya aku tau namanya supaya kalau suatu saat ketemu dengannya aku sudah tau namanya."

Beginilah Fania kalau sudah terpesona dengan satu titik pasti ia lupa segalanya, untung ia bisa pulang saat melihat jam di ruangan itu kalau tidak ia akan terjebak di sana.

"Sudahlah lebih baik aku tidur." Fania mengangkat kedua kakinya untuk masuk ke dalam selimut, ia menutupi setengah tubuhnya dengan selimut lalu menutup kedua matanya dengan perlahan.

Fania tidak sadar bahwa lelaki yang ia lihat barusan berada di dalam kamar, lelaki itu memandangi wajahnya sampai ia memberanikan diri untuk mendekati Fania lebih dekat.

"Fania. Kamu sangat cantik, apa aku bisa memiliki kamu seutuhnya. Andai kamu tau kalau aku ini bukan manusia, aku sudah tidak bisa seperti kamu lagi. Kalau waktu bisa diputar kembali, aku akan bertemu kamu dan memiliki kamu seutuhnya Fania."

Lelaki itu mengelus wajah Fania dengan lembut, saking lembutnya Fania sama sekali tidak terusik dengan sentuhan dari pria ini.

"Selamat istirahat Fania." lelaki itu menghilang dalam sekejap setelah memandangi Fania.

Bab 3. pertemuan kedua

Fania melirik jam dinding, sudah waktunya ia mengantar makan siang untuk Ratih. Gadis cantik itu pergi ke kastil tempat Ratih bekerja, wanita itu tidak lupa membawa satu tas yang isinya makanan.

Fania tiba di kastil mewah, begitu mewah sampai dirinya belum bisa berkeliling sepenuhnya tempat ini. Saking besar dan megahnya, Fania sampai bingung harus kemana.

Fania menunggu ibunya di taman, wanita itu duduk termenung sambil menatap rumput dan daun berjatuhan. Saking lamanya menunggu Fania sempat bersenandung kecil, suara lembut yang ia lantunkan membuat sosok lelaki itu datang kembali.

Lelaki tampan itu berdiri di depan Fania saat wanita itu masih sibuk memejamkan mata, tanpa bicara lelaki itu duduk di sebelah Fania. Fania yang merasa ada seseorang yang datang, segera membuka mata ia melirik ke samping saat itu juga dia dibuat terkejut saat mengetahui kalau di sampingnya bukan ibunya melainkan pria yang dia bayangkan.

"Astaga tuan buat saya kaget saja." lontar Fania mengusap dadanya dengan lembut, lelaki itu tersenyum melihat bagaimana reaksi dari Fania.

"Buat apa kamu duduk sendiri di sini. Apa kamu sedang menunggu ibu kamu?" tanya lelaki itu menatap Fania.

"Iya. Aku sedang menunggu ibuku keluar, tapi sampai sekarang dia belum juga datang."

Lelaki itu melirik kearah bungkusan yang Fania bawa, "Apa yang kamu bawa, Fania."

"Ini makanan untuk ibuku. Dia belum makan siang makanya aku bawakan untuk dia." jawab Fania, lelaki itu mengangguk saat mengetahui bahwa Fania sangat baik hati.

Hati wanita ini sangat berbeda dari wanita yang lain, baru pertama ketemu saja ia sudah mulai nyaman dengannya. Walaupun usianya lebih muda, tetapi dia begitu perhatian terhadap ibunya.

"Fania, apa kamu sangat menyayangi ibumu?" Fania menoleh mendengar pertanyaan dari bibir pria ini.

"Kenapa kamu berkata seperti itu. Bukannya sebagai anak sudah sewajarnya menyayangi orang tua."

Lelaki itu tersenyum, "Kamu benar. Tapi kamu beruntung mendapatkan seorang ibu yang peduli denganmu, dulu aku belum pernah merasakan hal yang dirasakan ibu kamu. Aku tidak memiliki keluarga satupun, mereka hanya peduli dengan kehidupan masing-masing dari pada peduli denganku."

Fania merasa iba atau kasihan kepada pria ini, walau begitu dia sangat beruntung mendapatkan apa yang dia inginkan. Sedangkan pria ini hanya hidup sendiri di kastil mewah.

"Oh ya, kamu sudah tau namaku sedangkan aku belum tahu nama kamu. Siapa nama anda tuan?" tanya Fania penasaran dengan pria di sampingnya.

"Panggil saja Edward."

Fania mengangguk lalu bergumam kecil, "Tuan Edward."

"Baiklah tuan Edward."

"Hem tuan." lelaki itu menoleh kearah Fania, "Apa kamu bisa mengajak saya berkeliling kastil ini, saya sangat penasaran dengan kastil yang anda buat tuan."

"Baiklah Fania, asalkan...." perkataan Edward terhenti saat mendengar suara dari jauh, keduanya serempak menoleh kearah sumber suara.

"Fania saya tidak bisa berlama-lama di sini, kalau gitu saya pergi dulu nanti kita bisa lanjut lagi." Edward seketika menghilang saat Fania ingin bicara, wanita itu datang melihat putrinya duduk di taman sendiri.

"Apa yang kau lakukan di sini Fania. Bukannya ibu sudah bilang menunggu di taman depan kastil bukan di sini." kata Ratih menatap Fania.

"Aku sudah menunggu ibu di sana. Karena ibu lama datang makanya aku kembali ke sini, apa pekerjaan ibu sudah selesai?" Fania mengerutkan kening saat melihat wajah Ratih.

Fania merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ratih, entah apa itu yang pasti Fania sangat penasaran dengan ibunya.

"Ya sudah kita makan siang di sana saja." Ratih menarik dan mengajak Fania pergi, tangan satunya membawa satu bekal yang Fania bawa.

......•••......

"Aku rasa ibu sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi apa? Sepertinya aku harus cari tahu." ucapnya membatin saat Fania terus memperhatikan Ratih yang sibuk makan.

Sekitar jam 10 malam Fania tidak sengaja melihat Ratih naik ke atas loteng, Fania yang ingin mengambil air minum tidak sengaja melihat ibunya menuju loteng rumah.

Fania lebih tertarik dengan Ratih, ia berniat untuk mengikuti langkah Ratih menuju loteng rumah. Dengan hati-hati langkahnya saat wanita itu sudah tiba di loteng, Fania mengerutkan kening saat melihat Ratih membuka sesuatu.

Seperti sebuah peti besar yang di sembunyikan, peti besar itu di angkat oleh Ratih. Peti tersebut di buka tetapi Fania tidak bisa melihat dengan jelas isi di dalamnya, beberapa menit barulah peti itu di tutup kembali.

Fania dengan cepat bersembunyi saat Ratih menuju kearah pintu, ia melihat bahwa Ratih sudah keluar dari loteng. Tinggal dirinya yang masih berada di loteng, Fania yang penasaran melangkah menuju peti yang disimpan oleh Ratih.

Fania terus mencari kunci untuk membuka penutup yang menyimpan peti itu, ternyata ia tidak sempat mengetahuinya saat seseorang sedang melangkah kearah loteng.

Fania dengan cepat berlari keluar, ia berhasil keluar di saat Ratih datang membawa sesuatu.

Fania duduk di meja makan mengingat ibunya membuka sesuatu di atas loteng, dia semakin penasaran dengan ibunya. Apa yang disembunyikan oleh Ratih? Kenapa wanita Iyo harus menyimpan peti tersebut.

"Kunci! Aku tau pasti ibu menyimpan kunci itu di dalam kamar." Fania memutuskan untuk malam ini pergi ke kamar Ratih, karena ibunya akan pulang besok pagi jadi ia bisa punya waktu untuk mencarinya.

"Fania, kamu jaga rumah ya. Kalau ada sesuatu kamu bisa minta tolong, atau kamu bisa datang menemui ibu." Ratih bersiap untuk pergi membawa tas dan beberapa barang.

"Baik Bu. Ibu hati-hati di jalan." Fania membantu ibunya untuk mengangkat sisa barang bawaan Ratih, barulah wanita itu pergi setelah melihat kepergian Ratih Fania memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

Fania kembali ke misi awal, ia melangkah menuju kamar Ratih. Kamar yang tidak pernah dikunci oleh ibunya, Fania masuk ke dalam kamar. Dia terus mencari keberadaan kunci, kunci yang selama ini dibuat penasaran olehnya.

Semua tempat sudah dicari olehnya, tidak ada satupun tempat yang tersimpan oleh kunci tersebut. Fania sempat putus asa mencarinya, sampai ia menemukan satu kotak yang membuatnya sangat aneh.

Kotak yang terbilang tua dan usang, Fania membuka kotak tersebut saat membukanya ia melihat ada satu kunci yang tersimpan di sana. Fania tersenyum benda yang dia cari berhasil ia temukan.

Fania mengambil kunci itu, ia menyimpan kembali kotak tua ke tempat semula. Fania keluar dari kamar ibunya menuju loteng, Fania melangkah ke arah loteng. Tiba di loteng ia membuka pintu lalu menuju tempat dimana peti itu disembunyikan.

Saat membukanya Fania sedikit kesusahan setelah beberapa menit barulah ia berhasil membukanya. Fania tersenyum melihat peti itu, ia mengangkatnya dengan sekuat tenaga saat peti sebesar ini diangkat sendiri oleh Ratih.

Sedangkan dia sama sekali tidak sekuat itu, "Kenapa berat sekali. Kenapa ibu dengan gampangnya mengangkat peti ini sendirian, sedangkan aku tidak kuat mengangkatnya."

"Mau aku bantu Fania." mendengar suara itu membuat Fania terkejut, ternyata Edward berada di dekatnya.

"Kenapa kamu bisa ada di sini. Kamu masuk lewat mana tuan." ucap Fania melihat Edward berada di tempat yang sama dengannya.

lelaki itu terkekeh melihat ekspresi wajah Fania, "Itu rahasia cuman saya aja yang tau. Oh ya kamu sedang apa, apa yang kamu lakukan dengan peti sebesar ini."

"aku ingin mengangkatnya tapi aku tidak kuat." ucap Fania menatap peti yang menurutnya sangat berat.

"Sini biar aku saja."

Fania terkejut mendengarnya, "Kamu yakin bisa mengangkat peti sebesar ini?"

"Iya, tapi dengan syarat." kata Edward kepada Fania.

"Apa?" Edward meminta dirinya untuk menutup mata, dengan senang hati Fania mengikut kemauan Edward.

Lelaki itu sempat tersenyum melihat sikap Fania, tanpa menunggu lama lagi Edward mengangkat peti besar itu menggunakan kekuatannya.

"Kamu bisa membuka mata kamu Fania." Fania membuka mata, dia tersenyum saat Edward dengan begitu kuat mengangkat satu peti sendirian.

Fania mengambil kunci satunya, ada banyak kunci yang tersimpan di satu lubang. Fania dengan perlahan membuka peti dengan kunci satu persatu, sampai ia menemukan kunci yang sama sesuai dengan peti besar ini.

Saat dia buka Fania tidak melihat apapun, hanya peti kosong yang tidak ada isinya.

"Hanya peti kosong kenapa ibu menyimpannya di loteng." batin Fania, lalu Fania kembali menutup peti tersebut.

Tetapi Edward menahan tangan Fania, "Tunggu Fania."

"Ada apa?" tanya Fania melihat Edward menahan dirinya untuk menutup peti ini.

Edward berusaha membuka rahasia peti ini tetapi kekuatannya tidak sebanyak itu, mau tidak mau Edward tidak bisa melihat.

"Apa apa, tuan?" Fania bertanya sambil melirik kearah Edward, lelaki itu diam saja tanpa membalas ucapan Fania.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!