Tak ada yang mau hidup dalam kemiskinan. Tapi itulah takdir yang harus di jalani oleh Ira dan keluarganya. Usaha yang selama ini menumpang hidup mereka bangkrut di hantam pendemi. Satu persatu barang berharga terjual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari.
Suaminya terpaksa menjadi ojol karna tak satu pun yang mau menerimanya bekerja. Zaman sekarang melamar sebuah pekerjaan selalu saja di batasi dengan umurnya dan suaminya tidak masuk kriteria tersebut.
"Assalamualaikum, dek." ucap Haris suaminya Ira.
"Waalaikumsalam, mas. Gimana hari ini?" tanya Ira saat menyambut kedatangan suaminya yang baru saja pulang narik.
"Cuma dapat sisa segini, dek. Tadi mas habis ngisi bensin." Suaminya menyerahkan beberapa uang lima ribuan dan sepuluh ribuan. Ira menerimanya dan menghitungnya.
"Dikit amat, mas. Sepi ya?" tanya Ira dengan wajah sendu.
"Iya, dek. Mungkin karna ojol sudah banyak jadi pendapatan berkurang." keluh Haris.
"Kalau kaya gini terus kita bisa - bisa ga makan mas." keluh Ira yang sudah merasa bingung karna pendapatan suaminya makin hari makin berkurang dan tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Ira dibuat pusing memikirkan cara gimana agar dapur setiap hari harus ngebul. Uang jajan anak - anak selalu ada. Belum lagi bayar ini bayar itu membuat Ira mesti memutar otak dengan keras.
"Bu, besok suruh bawa uang dua puluh lima ribu buat dekor kelas." ujar anak kedua Ira yang bernama Dhani.
"Dekor apa lagi sih, dek. Baru bulan kemaren di mintain tiga puluh ribu buat dekor kelas juga kok sekarang di mintain lagi sih." protes Ira.
"Adek ga tau, bu. Itu pengumuman dari ketua kelas saat pulang sekolah tadi." jawab Dhani jujur.
"Ga bisa ditunda ya, dek. Ibu lagi ga punya uang." Ira selalu ngomong apa adanya pada anak - anaknya.
"Coba aku tanya di grup dulu, bu." Dhani mulai chat di grupnya melaui ponselnya. Ira duduk menunggu sambil melipat pakain yang baru diangkat dari jemuran.
"Bu, katanya harus besok." lapor Dhani pada Ira.
"Ya udah ga apa - apa, insya Allah ada aja rezekinya." Ira mencoba membesarkan hati putra keduanya. Ia juga tidak mau mematahkan semangat putranya.
"Abang kemana, bu?" tanya Dhani.
"Lagi syuting katanya."
"Masa sih?" tanya Dhani ga percaya.
"Abangmu mana pernah bohong, di grup ortu juga ada infonya kok." jelas Ira mematahkan rasa tidak percaya putranya itu. Entah kenapa Dhani selalu saja tidak percaya jika abangnya telat pulang kerumah karna ada kaitan dari sekolahannya.
Mereka berdua kalau dekat seperti anjing dan kucing tapi jika berjauhan saling kangen. Ada saja yang mereka ributkan berdua. Rumah terasa ramai dengan suara teriakan abangnya yang tidak suka dengan sikap jahil adiknya.
"Ibu adik ini nakal, nanti kalau aku balas marah, ngambek." lapor Azzam pada ibunya.
"Adek sudah dek, nanti ada yang nangis baru tau rasa." Ira berusaha melerai pertengkaran yang di buat putranya itu.
"Lagian dia yang mulai bu, aku lagi tiduran di sini. Kakinya resek. Nanti kalau aku balas pasti tak terima." adu Azzam kembali.
"Kata siapa?" ledek Dhani.
"Adek, sudah. Jangan buat ibu marah ya." ancam Ira pelan karna pusing memikirkan permasalahan yang tengah di hadapi keluarga kecilnya.
Dhani langsung diam jika sudah mendengar nada ancaman dari ibunya. Ia sangat takut jika ibunya sudah marah mulutnya ga berhenti ngoceh membuat kupingnya panas kena semprot mulut ibunya. Sebenarnya ibu orangnya pendiam, tapi mungkin karna beban pikiranya akhirnya di melampiaskan dengan cara mengomelin anak - anaknya tapi tidak sampai main tangan.
...****************...
Assalamualaikum kk ketemu lagi di novel terbaru karya thor ya. Jangan lupa like dan komen yang banyaknya serta votenya jangan lupa. Doakan moga novel ini termasuk salah satu novel terbaik🤲🤲🙏
Sebenarnya Ira mempunyai saudara yang hidupnya boleh dikata mampu. Tapi jangankan menolong , sekedar bertanya pun ia enggan. Begitulah nasib jadi orang miskin kehadiran kita tidak pernah di hargai.
Uang adalah raja. Jadi siapa yang punya uang maka ia akan di hormati dan lebih di hargai.
Ira meskipun tinggal sebelahnya dengan abangnya yang nomor dua tapi mereka jarang bertemu. Bertemu paling jika berpapasan di jalan itu pun juga sangat jarang bertegur sapa.
Hati siapa yang tidak akan terluka saat abangnya lebih menghargai kakak perempuanya yang tinggal sedikit lebih jauh darinya.
Seminggu sekali pasti abangnya akan mengunjungi kakaknya itu. Dan tak lupa memberi sedikit uang jajan buat keponakannya yang disana. Sementara anak - anaknya Ira tak sekali pun mendapat perlakuan yang sama seperti sepupunya yang lain.
Makanya Ira jadi segan mau mengunjungi kakaknya. Ada rasa minder bergabung dengan orang kaya. Paling ia akan datang bila ada perlu saja. Seperti siang itu Ita terpaksa datang kerumah kakak perempuanya karna ia harus membantu kakaknya mempersiapkan masakan untuk acara arisan keluarga suami kakaknya.
"Kok baru datang?" tanya sepupunya Ira yang sudah datang duluan.
"Maaf tadi masak dulu buat makan siang anak - anak pulang sekolah, teh." jawab Ira dengan sopan.
"Kenapa ga di bawa kesini aja, lumayan irit pengeluaran hari ini. Betulkah ning." sindir sepupu Ira.
Ira lebih memilih diam dari pada meladeni sindiran dari sepupu dan ada juga iparnya disana.
"Ira sono gih goreng ayam yang sudah kakak ungkep. " perintah kakak perempuan Ira.
"Baik kak." Ira dengan patuh mengikuti perintah kakaknya tanpa banyak cakap. Ia bekerja tanpa berniat ikut nimbrung ngobrol dengan saudara atau pin iparnya yang tengah asik ngobrol sambil tertawa. Ira cukup jadi pendengar dan ikut tersenyum saat semuanya tertawa.
"Ayamnya mau taro dimana, kak?" tanya Ira setelah selesai menggoreng ayam.
"Taro di meja aja, Ra. Ini kamu masak gulai cincang ya. Biasanya masakan kamu paling enak." puji kakak Ira.
"Bumbu - bumbunya mana kak?" Kembali Ira berkutat dengan pekerjaannya. Ia memasak dengan sepenuh hati makanya masakannya terasa lebih nikmat.
Peluh membanjiri wajah Ira, panasnya wajah membuat wajahnya memerah. Tak ada yang berniat membantu dirinya. Tapi tak mengapa ia merasa lebih tenang karna tidak mendengar ocehan orang. Semua masakan sudah matang dan sudah si tata di meja. Piring - piring kotor juga sudah di bersihkan oleh Ira termasuk peralatan masak memasak.
"Kak semua sudah beres, aku pamit pulang dulu." pamit Ira yang merasakan tubuhnya lelah.
"Kamu ga makan dulu, Ra. Cobain masakan kamu sendiri." tawar sang kakak.
"Aku masih kenyang, kak. Aku mau liat anak - anak dulu."
"Kamu tunggu sebentar disini, jangan pulang dulu." kakak Ira membungkuskan gulai cincang dan ayam gulai juga beberapa kue untuk Ira bawa pulang.
"Ini buat Azzam dan Dhani." kakaknya menyerahkan kantong berisi makanan ketangan adiknya.
"Makasih, kak. Kalu gitu aku pulang dulu kak." Ira pulang dengan wajah bahagia karna membayangkan anak - anak dan suaminya makan enak malam ini.
"Wah makan enak kamu malam ini, Ra." sindir sepupunya.
"Aji mumpung." sepupu dan iparnya menertawakan dirinya.
Ira sudah tak peduli dengan sindiran dari sepupu dan iparnya yang selalu merendahkan dirinya. Ira menganggap sindiran mereka seperti angin lalu dan tak pernah dimasukan kedalam hati. Ia sadar diri jika pun ia melawan pasti akan berbuntut panjang,mungkin dengan diam semua masih baik - baik saja.
...****************...
Assalamualaikum kk, ketemu lg dgn thor dlm cerita yg berbeda. Di tunggu saran dan masukannya kk. Terimakasih supportnya dan jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen serta votenya yang banyak biar thor semakin semangat untuk menulis bab berikutnya😘😘🙏🙏
"Assalamualaikum." ucap Ira saat sudah sampai di rumahnya.
"Waalaikumsalam." jawab putranya yang tengah duduk sambil bermain ponsel.
"Ibu bawa apa?" tanya Dhani sambil melihat kantong kresek yang ada ditangan ibunya.
"Ini ada gulai cincang dan beberpa kue dari acik buat kalian" Ira meletakan plastik yang ia bawa dari rumah kakak perempuanya.
Dhani nampak paling antusias menunggu ibunya menuangkan gulai cincang yang hampir tidak pernah lagi bisa mereka nikmati.
Ira tersenyum saat kedua putranya mak dnegan sangat lahap. Dan tidak lupa ia menyisihkan sedikit untuk suaminya. Selesai makan Dafa dan Dhani melanjutkan menikmati kue yang begitu lezat di lidah mereka.
"Bu, emang ada acara papan di rumah adik?" tanya Dafa yang terlihat kekenyangan.
"Arisan keluarga bapak." Ira merapikan bekas makan mereka. Ia juga langsung mencuci piring bekas makan agar tidak menumpuk.
"Coba ayah seperti dulu lagi tentu kita akan bisa makan enak tiap hari ya, bu." keluar Dhani.
"Doain saja agar rezeki ayah seperti dulu lagi atau lebih banyak dari yang dulu. Adek harus rajin sekolah agar pintar dan nanti bisa mengangkat derajat keluarga kita." Ujar Ira kembali duduk di samping kedua putranya.
"Aamiin."
"Insya Allah, berkat doa ibu kami pasti bisa berhasil."
"Ayah pulang jam berapa, bu?" tanya Dhani.
"Ibu juga kurang tau, ada apa?" tanya Ira.
"Aku mau ajak ayah main bola setelah habis magrib."
"Coba kamu telpon ayah aja, dek." perintah Ira.
"Ibu aja deh."
"Kamu aja, kan yang mau ajak ayah kamu sendiri." tolak Ira sengaja mengajarkan Dhani agar berani bicara langsung dengan ayahnya.
Karna ibunya menolak mau ga mau Dhani harus menghubungi ayahnya sendiri. Ira hanya jadi pendengar saat Dhani berbicara pada ayahnya.
"Gimana?" tanya Ira setelah putranya selesai menelpon.
"Sebentar lagi ayah pulang katanya. Ibu mau ikut?" tanya Dhani karna memang biasanya Ira sering ikut kelapangan melihat putranya bermain bola.
"Hari ini ibu ga bisa, soalnya habis magrib nanti ibu mau ngaji."
Ya udah kalau gitu aku mau siap - siap dulu, bu." pamit Dhani kekamarnya mempersiapkan peralatan yang kan ia bawa nanti kelapangan.
"Kamu ga ikut ayah dan adek, Daf?" tanya Ira pada putra sulungnya.
"Ga bu, aku lagi banyak tugas sekolah. Aku kamar dulu ya, bu." pamit Dafa sebelum masuk kekamarnya sendiri.
Ira duduk menunggu kepulangan suaminya sambil melepas lelah. Matanya yang hampir terpejam kembali terbuka saat mendengar suara motor suaminya memasuki halaman.
Ia merapikan penampilannya yang berantakan, dengan senyum terukir di bibirnya.
"Assalamualaikum. "
"Waalaikumsalam, mau langsung makan?" Ira membantu suaminya merapikan peralatan khilafah tidak berantakan.
"Mas mau mandi dulu, Ra. Ini pendapatan hari ini, sepuluh ribu tadi mas pakai buat beli makan siang." Haris menyerahkan semua penghasilannya pada Ira.
Ira me hitung jumlah uang yang suaminya barusan berikan dengan teliti. Alhamdulillah pendapatan hari ini lebih banyak dari pada kemaren. Ia membagi uang itu sesuai kebutuhan dan masih ada sisa untuk di tabung walau tidak banyak.
Tidak ada yang menyangka bahwa kehidupan keluarga Ira akan jadi seperti ini. Dulu hidup berkecukupan sekarang hidup pas - pasan. Ira tidak mengeluh dengan kondisi perekonomiannya yang sekarang , ia bersyukur masih bisa makan walau dengan lauk seadanya.
...****************...
Assalamualaikum kk, ketemu lagi di karya terbaru thor. Moga kk2 semua berkenan dengan karya terbaru thor. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen serta votenya yang banyak biar thor semakin semangat menulis bab selanjutnya sedangkan untuk melanjutkannya bab berikutnya 😘😘🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!