^^^"Sebuah kesalahan, tidak melulu dari diri kita sendiri. Terkadang, ada orang lain yang membuat kita, melakukan kesalahan itu."^^^
^^^[Itsmeyeremia]^^^
...©...
Seorang gadis berjalan dengan malas membawa sebotol air mineral dan handuk berwarna putih bersih ditangannya. Langkahnya mengarah kepada seorang laki-laki yang sedang bermain bola basket di lapangan outdoor sekolahnya. Namanya Alnira, ia biasa dipanggil Ira oleh teman-temannya dulu.
Ira melangkahkan kakinya hingga berhenti tepat di tepi garis lapangan. Kedua ujung tumitnya saling bertemu, mulutnya terus saja bergumam karena kebodohannya tadi. Sedetik kemudian, pandangannya mengarah kepada pria yang saat ini masih bermain dengan bola basket ditangannya. Keringat terlihat jelas di badannya, membuat seragam putih abu-abu yang laki-laki itu kenakan memperlihatkan otot lengnnya yang terbentuk dengan sempurna.
"Kak!" teriak Ira.
Laki-laki itu berhenti setelah ia melemparkan bola yang ia pegang kearah ring. Setelah laki-laki itu berhenti, tatapannya dingin kearah Ira.
"Sebentar lagi bel masuk, udahan gih main basketnya!"
Suara Ira terdengar kecil, dengan postur tubuhnya yang mungil, memungkinkan suaranya hanya terdengar sepertiganya walaupun ia berteriak.
"Lo siapa?" balas laki-laki itu.
"Buruan kesini, gue anak baru."
Laki-laki itu menurut, ia membiarkan bola basket yang ia mainkan tadi tetap dilapangan, sedangkan dirinya berjalan menuju Ira berdiri.
"Lo siapa? Rese!"
Ira cemberut, namun detik selanjutnya ia kembali tersenyum saat sebelumnya ia menghela nafasnya untuk meyakinkan dirinya agar ia cepat selesai mengerjakan tugas ini.
"Kakak haus?" tanya Ira.
Laki-laki itu menggelang cepat. Ira tetap saja enyodorkan botol air mineral tadi kearah laki-laki dihadapannya, walau laki-laki itu menggeleng tetap saja dirinya mengambil botol tersebut.
"Dasar, buaya!" desis Ira.
"Apa? gue masih bisa denger, coba ulangi?" balas laki-laki itu.
"Nggak kok! gue nggak ngomong apa-apa. Oh iya, sekalian itu keringetnya di lap dulu, habis itu masuk kelas!"
"Nggak ada untungnya buat lo."
Laki-laki itu membuka seluruh kancing seragamnya, memerlihatkan kaos oblong polos berwarna putih yang mencetak enam otot diperutnya dengan jelas. Ira dapat mendengar dengan pasti banyak siswi yang menjerit disekitarnya.
"Buat apa lo ngebuka seragam lo? Mau pamer?" tanya Ira.
"Urusannya buat lo?"
Laki-laki itu mendekat kearah Ira saat seragam yang ia kenakan sudah lepas dari badannya. Hal itu membuat Ira harus melangkah mundur untuk mengatur jarak dengan laki-laki itu.
"Mulai sekarang, lo resmi jadi pacar gue."
"Tap-"jeda Ira langsung, namun ucapannya terhenti karena laki-laki itu langsung memotong ucapannya.
"Gue nggak nerima penolakan!"
Laki-laki itu tersenyum, menampilkan sifat liciknya. Sesaat setelah itu, ia mengambil seragam yang ada di tas miliknya dan pergi berlalu meninggalkan Ira yang masih berdiam diri karena mencerna kejadian apa yang baru saja ia alami.
...©...
...[Music of This Story]...
...Maudy Ayunda - Tiba-tiba Cinta Datang...
...[]...
"Adek! bangun kek, jangan ngebo terus!" teriak Regha.
Perkenalkan, namanya Regha Aldebarant. Cowok paling absurd, gak jelas, kurang ajar, dan bikin para cewek tergila-gila.
"Emh, abang berisik banget. Emangnya ini jam berapa sih?" tanya Ira sambil mengucek matanya.
"Udah jam tujuh kurang lima belas. Lo aja yang terlalu ngebo!" balas Regha.
"What! Kok abang banguninnya siang banget sih? Kan tahu kalau gue masih ada MOS sialan itu?!"
"Habisnya abang udah bangunin dari tadi juga lo terus-terusan ngebo. Yang salah bukan abang dong," bela Regha.
Ira yang enggan meneruskan perdebatan yang tak berujung itu langsung berlari menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, dan langsung membilas wajahnya. Tanpa make up dan mandi yang lama, bagi dia cukup wajah dan gosok gigi yang utama. Masalah bau, minyak wangi solusinya.
Ira berlari menuruni tangga rumahnya dan bergegas masuk ke dalam mobil, mengabaikan suara Sena-bundanya-yang memanggil namanya.
"Adek berangkat dulu ya, Bun! Nanti adek sarapan di sekolah aja, udah telat!" teriak Ira dari dalam mobil.
Mobil silver yang Regha naiki mulai keluar dari kompleks, memecah jalanan Ibu Kota dan melaju kencang menuju sekolah Ira. Dulu, hampir setiap hari Regha selalu saja ngebut karena Ira pasti akan bangun siang dan terlambat sekolah. Sifat asli bawaan lahir memang susah untuk dihilangnkan. Salah satunya adalah, ngebo.
Palang SMU Garuda mulai terlihat dari pandangan Ira, semakin mendekat kearah pagar, semakin kencang pula Ira meneriaki Regha agar lebih kencang. Pasalnya, acara MOS sudah dimulai sejak 10 menit yang lalu.
"Lo bawa mobilnya lelet amat, kayak siput! Makasih, gue masuk dulu, bang!"
Setelah berpamitan dengan cara yang sangat diluar batas norma, Ira berlari kearah gerbang yang sebenarnya sudah tertutup rapat.
"Telat?" ucap seorang laki-laki dari arah belakang Ira.
Reflek membuat Ira berbalik badan dan memperhatikan penampilan laki-laki itu. Secara garis besar penampilannya tidak jauh berbeda dengan dirinya, memakai celana abu-abu, seragam berwarna putih, dan tas ransel dipunggungnya. Namun, yang membedakan adalah, tingkat kerapihan yang laki-laki itu tunjukkan.
Kok ada cowok nakal di sekolah gue?
"I ... iya kak."
Laki-laki itu mulai mendekati Ira, perlahan Ira berjalan mundur hingga punggungnya merasakan dinginnya gerbang. Keduanya saling berpandangan dalam waktu yang cukup lama. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya kepada wajah Ira. Ia dapat mencium wangi mint yang keluar dari nafas pria itu.
"Lo mau masuk aman gak? Kalau mau, gue ada jalan. Tapi, lo harus manjat, mau gak?" ucap laki-laki itu lalu berjalan mundur dan menjauhi badan Ira.
Ira hanya mengangguk, sama seperti sebelumnya, Ira memang sangat lamban dalam berfikir.
Laki-laki itu menarik lengan Ira, namun langkah keduanya terhenti saat ketua OSIS yang merangkan menjadi ketua MOS menghalangi jalan mereka.
"Mau lo bawa kemana, anak baru ini, Gil?"
Ira tahu siapa laki-laki di hadapannya. Namanya adalah Samudra Aldo, laki-laki super nybelin yang tempo hari menghukumnya dengan menyuruh dirinya memebrikan sebotol air dan handuk kepada temannya. Hal itulah yang membuat akhirya Ira terjebak dalam permainan bodoh, karena secara tiba-tiba tanpa persetujuan, ia menjadi pacar seorang laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal.
"Cabut, lewat belakang. Kenapa?"
Ira menoleh kearah dada laki-laki disebelahnya, baru dia sadar jika orang yang memenagnya bernama Gilbran.
"Dia tanggung jawab gue, lo bisa pergi!" ucap Aldo.
"Baiklah, setidaknya hari ini gue lepasin santapan gue hari ini."
Gilbran melepaskan lengan Ira dan berjalan meninggalkan Ira dan juga Aldo.
"Lo telat lagi?"
Ira mengangguk malu. "Maaf, kak."
"Nggak kenapa-napa. Karena kemarin lo udah ngerjain hukuman dari gue dengan tulus, lo bisa bebas hari ini."
"Makasih banget, kak!"
Aldo mengiyakan dan menyuruh Ira untuk masuk ke dalam sekolah. Sebagai ketua OSIS, ia berhak memasukkan siapapun siswa yang terlambat dengan jaminan tidak akan mengulanginya lagi.
...[]...
"Lo telat?"
Suara itu membuat Ira menghentikan langkahnya, pandangannya kearah orang yang mengajaknya berbicara. "Iya kak, kenapa?"
"Jadi cewek jangan ngebo."
"Biarin! Yang ngebo kan gue, bukan kakak!"
"Bawel banget jadi cewek. Temenin gue."
"Nggak bisa gitu dong, gue harus MOS, kak."
Laki-laki itu menarik lengan Ira dan membawanya kearah kantin. Setelah keduanya duduk di meja paling ujung, pesanan laki-laki itu datang.
"Lo itu pacar gue, jadi wajib hukumnya buat nemenin gue."
"Tapi gue juga punya kewajiban untuk ikut MOS, kak. Kalau nggak gue bisa ngulangin MOS tahun depan!"
"Emangnya gue peduli? Ketua OSIS yang ngehukum lo itu sahabat gue. Kalau gue bilang lo nemenin gue, beres. Nggak usah bawel. Temenin gue makan aja."
Laki-laki itu yang sampai saat ini bahkan Ira belum mengetahui namanya terus saja asik dengan makanannya. Membiarkan Ira yang melihatnya dengan tatapan ingin.
"Lo kenapa?" tanya laki-laki itu.
Ira terdiam.
"Mau?" tanyanya lagi.
Ira mengangguk pelan.
"Yaudah, gue pesenin."
Perlahan senyum Ira mengembang, baru kali ini ada orang yang niat ingin mentarktirnya.
"Tapi bayar sendiri."
Seketika nafsu makan Ira menurun drastis. Perutnya berkontraksi dan rasa lapar yang hebat tadi menjadi kenyang.
"Nggak usah, makasih! Gue udah kenyang."
"Yaudah."
Laki-laki itu kembali duduk dan memakan makanan miliknya tanpa memperhatikan Ira kembali.
Lo itu, nyebelin!
...[]...
...[Music of This Story]...
...Sam smith - Fire of Fire...
...[]...
Tring...
Ira melangkahkan kakinya malas ke arah telepon yang berada di ruang tamu, biasanya bukan dirinya yang harus mengangkat telepon itu, namun karena seluruh keluarganya sedang pergi mau tidak mau dirinya harus mengangkat telepon itu.
"Iya, siapa?" tanya Ira.
"Apa kabar?"
"Ini siapa?"
"Orang."
"Iya tahu ini orang, tapi nama lo siapa?"
"Nanti juga lo tahu sendiri. Apa kabar?"
Ira geram, dengan sepihak ia memutuskan panggilan itu lalu beranjak dari tempatnya untuk kembali ke kamarnya. Namun, langkahnya terhenti saat Regha masuk ke dalam rumah sambil menenteng banyak belanjaan.
"Bantuin kek, jangan lihatin doang!" protes Regha.
"Emangnya lo habis dari mana sih, bang?"
"Nemenin big boss!"
Ira membantu Regha meletakkan beberapa belanjaan yang sepertinya memang sangat banyak untuk ukuran belanja bulanan.
"Dek!" teriak Sena dari arah luar.
"Kenapa, bun?"
"Tadi ada yang telpon bunda, dia nyariin kamu. Yaudah deh bunda suruh dia telpon rumah aja," balas Sena lalu mnyusul ke dalam rumah.
"Siapa bun namanya?"
Sena hanya menghendikkan bahunya tidak tahu. "Dia nggak bilang siapa namanya, bunda juga lupa nanya tadi. Dia cowok pastinya, dek. Terus katanya mau ngajak kamu pergi nanti."
"Terus, bunda izinin gitu aja?"
Sena mengangguk.
"Cie yang baru masuk SMA udah punya gebetan!" goda Regha.
"Apasih, bang! Orang ade ga ada gebetan siapa-siapa!"
"Ya kalau nggak ada gebetan, kenapa coba bisa sampai dia telpon bunda? Lagian lo sih kalau nulis nomer ke mana aja pasti Pakainya nomer bunda, jadinya apa-apa ke nomer bunda dulu. Dasar!"
"Biarin lah! Kan biar bunda bisa tahu kegiatan apa aja yang ade lakuin, nggak kayak lu apa-apa sendiri! Daras bar-bar!"
Ira berlari kekamarnya saat Regha baru saja akan melemparnya dengan kacang yang ada di dalam toples.
"Untung ade!"
Sena hanya dapat menggeleng melihat kelakuan kedua anaknya itu. Setidaknya, keakraban mereka selalu terjaga walaupun keluarga kecil mereka sering tidak lengkap.
...***...
Drrtt... drrtt
Sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke dalam ponsel milik Ira. Kemudian ia membuka whatsapp itu, tidak ada foto profil di sana. Hanya warna abu-abu dengan character pria di sana.
081290923312
Lo dirumah?
"Siapa? Gue kan belum kenal sama banyak orang di SMU Garuda, apalagi anak kelas secara kelas aja belum dibagi karena gue masih MOS. Gue juga belum kenalan sama banyak orang," gumam Ira sambil masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya.
Kemudian ia menutup ponselnya, meletakkannya di nakas lalu berbaring di tempat tidurnya. Ia menyetel musik dari music box miliknya. Lagu You Are The Reason bergema dengan merdu di seluruh penjuru kamar Ira. Akhir-akhir ini ia menyukai lagu milik penyanyi Calum Scott ini.
Drrtt... drrtt
Kembali sebuah pesan masuk ke whatsapp miliknya. Ira dengan malas mengambil ponsel itu dan membuka pesan itu.
081290923312
Gue, Aldan.
"Aldan? Gue ga ngerasa pernah punya temen namanya Aldan tuh!" Ira terus berfikir siaPakah Aldan dan dari mana ia mendapatkan nomornya.
Ira kembali menutup ponselnya, namun sebelum ia sempat menaruh kembali ponselnya di nakas, sebuah pesan kembali masuk menyusul pesan sebelumnya.
081290923312
Kalau nggak inget gue siapa, pasti inget kejadian lo ngasih gue minum. Save! Pacar.
"Astaga!" pekik Ira setelah ia memikirkan siapa yang dimaksud pacar oleh orang itu.
Pintu kamar Ira terbuka, Regha berdiri di ambang pintu dengan tatapan bingung menatap Ira terkejut seperti itu.
"Ngapain lo?" tanya Regha.
"Nggak kenapa-napa kok, Bang. Tadi ada kecoa aja terbang," bohong Ira.
Regha terkekeh pelan, kemudian menutup pintu. "Makanya kamar itu diersihin, kamar dah kayak kapal pecah gitu, gimana nggak di datengin kecoa coba," ucap Regha yang masih bisa didengar Ira karena Regha mengucapkannya sambil berteriak.
"Kamar lo tuh dibersihin! Tisu dimana-mana, jijik tau nggak sih, lo cewek apa cowok sih? Cowok kok mainannya tisu!" balas Ira.
Persetan bunda denger atau enggak, kalau denger mudah-mudahan aja bakal ketahuan.
Perhatian Ira teralihkan pada layar ponselnya yang masih menamPakkan chat whatsapp dengan pria yang mendeklarasikan dirinya berpacaran dengan Ira beberapa waktu yang lalu.
"Sial!"
Tepat setelah Ira mengumpat seperti itu, ponselnya kembali bergetar lama.
081290923312 is calling...
****** gue ditelpon!
Sebenarnya Ira ingin sekali memencet tombol merah yang berada di bagian kiri bawah, namun entah setan mana yang lewat di samping Ira hingga dirinya dengan tidak sengaja memencet tombol hijau.
Perlahan ia dekatkan ponselnya ke telinganya, berharap ada sedikit suara yang setidaknya dapat memecah situasi seperti saat ini.
"Halo?" ucap Ira pelan.
Tak ada balasan dari sana, hanya suara nafas yang dapat Ira dengarkan. Sisanya, sunyi.
"Kak?" ucap Ira lagi.
"Hmm?"
*****! Apa coba maksudnya ni anak, dia yang telpon, masa iya gue yang cari topik.
"Kenapa telpon, Kak?" tanya Ira sambil mengulum bibir bawahnya sendiri karega saking gugupnya.
"Nggak kenapa-napa."
"Ya terus kenapa telpon, Kak?"
"Ga boleh?" tanya Aldan dengan datarnya tanpa intonasi sama sekali.
Ira dapat merasakan aura negatif yang keluar dari percakapan ini. bahkan ira dengan jelas dapat membayangkan bagaimana dinginnya wajah Aldan saat ini.
"Bo ... boleh, Kak!" ucap Ira.
Gila ini cowok, kebanyakan pulsa kali ya, atau jangan-jangan bapaknya jualan pulsa lagi.
"Kenapa ga ngomong?" tanya Aldan.
"Ga ada topik, Kak."
"Udah save nomer gue?"
Ira dengan bodohnya malah mengangguk, membenarkan ucapan Aldan. Mau bagaimanapun, Aldan tidak akan tahu jika Ira mengangguk.
"Kenapa diem?" tanya Aldan lagi.
"Eh, belom kak. Nanti gue save kok Pake nama yang bagus, percaya sama gue, Kak. Santai, selow kak jangan emosi, nanti cepet tua, Kak."
"Oh, yaudah."
Ira menyumpah serapahi Aldan, jawabannya selalu saja singkat dan membuatnya muak. Yang dapat Ira lakukan hanyalah diam menunggu apa yang akan dibahas selanjutnya.
"Kenapa diem?"
"Nggak kok!"
"Tadi, telpon gue dimatiin, kenapa?"
"Gue kira cuma orang yang lagi nge-prank, jadi gue matiin."
"Oalah yaudah, nanti malam jam 7. Tunggu aja di rumah."
Tuuttt... Panggilan itu putus secara sepihak, Aldan mengakhiri panggilan itu. Seketika itu juga, Ira ingin sekali melempar ponselnya, membantingnya, hingga menghancurkannya berkeping-keping.
Ira menatap duabelas digit angka di layar ponselnya, ia mengeceknya kembali sesaat sebelum dirinya menyimpan nomor itu.
Monyet dingin.
Nama yang bagus, pikir Ira dalam hati.
Ira tersenyum sambil menatap nama yang tertera di ponsel miliknya. Nama sang pacar barunya, pacar yang dia dapat karena hadiah MOS.
Itung-itung, MOS berhadiah cogan deh. Nggak papa dingin, yang penting gue nggak jomblo lagi, ucap Ira di dalam hati sambil masih tersenyum.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!