Darah mengalir deras dari luka-luka di tubuh Tian Hu, membentuk genangan merah di tanah yang retak. Anak panah menancap di punggungnya, pahanya, bahkan menembus lengannya yang masih menggenggam erat pedang patah. Di sekelilingnya, mayat-mayat prajurit sukunya berserakan—beberapa terbelah dua, sebagian lain hangus menjadi arang.
Hanya dia yang masih berdiri.
"Masih bernafas juga kau, sampah?" Suara itu menggema, dingin dan penuh kesombongan.
Chu Yan berdiri di atas batu besar, jubah putihnya tak ternoda sedikitpun. Matanya memandang Tian Hu seperti melihat serangga hina.
"Kau dan sukumu cuma noda di kekaisaran. Binatang rendahan yang berani mengangkat senjata."
Tian Hu menggeram, mencabut anak panah dari bahunya. Darah menyembur, tapi dia tak peduli.
"Kami... bukan binatang..." nafasnya berat, "Kami manusia... sama sepertimu!"
Chu Yan tertawa. Para prajurit di belakangnya ikut mencemooh.
"Kalau kau manusia, buktikan." Chu Yan melompat turun, mendarat ringan di depan Tian Hu. "Serang aku. Gunakan teknik terhebatmu. Aku ingin melihat bagaimana sampah seperti mati dengan terhormat."
Tian Hu tahu ini penghinaan terakhir. Tapi dia tak menyerah.
Dengan sisa tenaga, dia mengumpulkan semua Qi yang masih tersisa di tubuhnya yang hancur. Meridiannya terbakar, darahnya mendidih, tapi dia terus memaksa. Cahaya redup berkumpul di ujung telunjuknya—teknik pamungkasnya, Tusuk Naga Terbang.
"Untuk suku Li!" teriaknya, melepas serangan itu.
Cahaya melesat—
Dan pecah berkeping saat menyentuh zirah Chu Yan, tanpa meninggalkan bekas.
Tawa bergemuruh. Bahkan prajurit paling rendah pangkatnya pun tergelak-gelak.
"Lihatlah, Jendral! Sampah itu pikir dia bisa—"
Chu Yan mengangkat tangan, memotong candaan mereka. Matanya menyipit, lebih menghina dari sekedar tawa.
"Kau ingin tahu bagaimana rasanya kekuatan sejati?"
Telunjuk Chu Yan mengangkat. Api surgawi berkumpul, membentuk spiral indah yang memancarkan panas menyengat. Tian Hu bisa merasakan—energi itu berbeda. Elegan. Sempurna.
"Lihatlah, wahai makhluk rendahan. Inilah kekuatan sejati."
Serangan itu meluncur.
Tian Hu terbakar.
Api menyala-nyala, melahap kulit, daging, hingga tulangnya. Rasa sakit yang tak terbayangkan—seperti ribuan pisau merah membelah setiap sel tubuhnya.
"AAAAARGHH!!"
Tapi di tengah neraka itu, sesuatu yang aneh terjadi.
Dia tak merasa takut.
Di balik jerit kesakitan, matanya yang mulai meleleh justru memandang api itu dengan kekaguman.
Indah.
Kekuatan seperti ini...
Jika ada kehidupan berikutnya...
AKU AKAN MELAKUKAN SEGALANYA DEMI MENDAPATKAN KEKUATAN!
Tubuhnya hancur. Daging mengelupas. Tulang berubah jadi abu.
Tapi senyum terakhirnya tetap ada—
Sampai angin menyapu debu yang dulu bernama Tian Hu.
...****************...
Tian Hu membuka matanya. Kegelapan yang sebelumnya menyelimutinya telah hilang, digantikan oleh cahaya redup dari sebuah ruangan sederhana. Langit-langit jerami, dinding kayu yang lapuk, dan bau tanah yang khas.
Ehh..?
Bukankah aku sudah mati?
Dia mencoba menggerakkan tangannya, tapi yang muncul di pandangannya adalah tangan mungil seorang bayi.
Ini... apa?
Kebingungannya seketika terpecahkan ketika seorang gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahun mendekat, wajahnya berseri-seri.
"Lihat, Adik sudah bangun!" ujarnya riang, tangan kecilnya menggapai ke arah Tian Hu.
Tian Hu mencoba berkata, tapi yang keluar hanya ocehan bayi.
Jadi aku benar-benar terlahir kembali... dan apakah bocah ini kakakku?
Gadis itu—Tian Yuqing—tersenyum bangga. "Ayo sini, Kakak gendong!"
Tanpa berpikir panjang, Tian Hu mencoba menggerakkan tangannya lagi. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Energi spiritual yang seharusnya tidak mungkin dimiliki seorang bayi tiba-tiba berkumpul di ujung jari telunjuknya.
Ini... Qi?
Sebelum dia sempat menghentikannya—
Bledammm!!!
Serangan energi melesat dari jarinya, menembus dinding kayu dan meninggalkan lubang sebesar kepalan orang dewasa.
Tian Yuqing membeku. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar.
Hampir... mengenai dia...
Tian Hu sendiri terkejut. Aku bisa menggunakan kekuatan? Tapi kenapa begitu kuat?
---
Ibukota Kerajaan Luo – Gerbang Timur
Langit di atas ibukota gelap oleh asap pertempuran. Prajurit manusia berbaris rapat, tombak dan perisai mereka membentuk dinding pertahanan. Namun, aura ketakutan terpancar jelas dari wajah mereka.
Di depan mereka, pasukan iblis bergerak maju dengan garang. Yang memimpin adalah sosok mengerikan—Naga Darah, tubuhnya bersisik hitam-merah, matanya menyala seperti bara.
"Manusia lemah!" suaranya menggelegar. "Hari ini, kalian akan jadi pupuk bagi tanah kami!"
Di sisi lain, Raja Luo Yunshang berdiri tegap meski darah mengalir dari luka di pelipisnya. "Jangan mundur! Pertahankan ibukota!"
Tapi pasukannya mulai goyah.
Naga Darah itu setara Raja Kegelapan... sementara Raja Luo hanya kultivator ranah Kelahiran Kembali...
Kita tidak mungkin menang...
Naga Darah mengangkat cakar raksasanya, mulutnya menganga lebar. Api kegelapan berkumpul di tenggorokannya, siap meluluhlantakkan gerbang kota.
"Matilah, manusia—!"
ZZZZZZZZTTTTT!!!
Sebelum api itu menyembur, sebuah kilatan energi tiba-tiba membelah langit.
Secepat petir, serangan itu menghantam Naga Darah.
BOOOOMMM!!!
Tidak ada jeritan. Tidak ada perlawanan.
Sosok mengerikan itu lenyap begitu saja, seolah dihapus dari eksistensi.
Pasukan iblis membeku.
Pasukan manusia tertegun.
Raja Luo Yunshang sendiri tidak percaya.
Apa apan itu?
Di kejauhan, di sebuah desa kecil, seorang bayi bernama Tian Hu tak tau bahwa apa yang baru saja dia lakukan telah menyelamatkan ribuan nyawa umat manusia.
...----------------...
Struktur Tingkat Kultivasi Daratan Shengyun
Tingkat Kultivasi Manusia
Penempaan Tubuh (Memperkuat fisik hingga batas manusia biasa)
Pemurnian Qi (Mengendalikan energi alam dalam tubuh)
Pengokohan Pondasi (Membangun dasar kultivasi yang kokoh)
Pembentukan Inti (Mengkonsentrasikan Qi menjadi inti kultivasi)
Penyatuan Roh (Menyatukan kesadaran dengan energi spiritual)
Kelahiran Kembali (Transformasi tubuh & jiwa ke tingkat lebih tinggi)
Transenden (Menyentuh hukum alam sederhana)
Petapa Agung (Menguasai elemen alam sepenuhnya)
Raja Suci (Kekuatan setara penguasa wilayah besar)
Mahayana (Satu langkah menuju keabadian)
Pendekar Abadi (Melampaui batas dunia fana, immortal sejati)
---
Tingkat Kultivasi Iblis (Setara dengan manusia, tetapi dengan ciri khas gelap & destruktif)
Darah Liar (Tubuh iblis mulai menyerap energi kegelapan)
Jiwa Gelap (Membuka meridian energi jahat)
Tulang Setan (Kerangka diperkuat oleh energi iblis)
Inti Kegelapan (Membentuk inti kultivasi iblis)
Fusion Iblis (Jiwa dan tubuh menyatu dengan kekuatan gelap)
Pembalikan Darah (Transformasi darah menjadi murni iblis)
Raja Kegelapan (Mengendalikan energi destruktif tingkat tinggi)
Pangeran Iblis (Kekuatan setara Petapa Agung manusia)
Maharaja Iblis (Penguasa wilayah iblis, setara Raja Suci)
Sovereign Kegelapan (Hampir abadi, setara Mahayana)
Dewa Iblis (Immortal iblis, setara Pendekar Abadi)
Suara ledakan yang mengguncang rumah kecil itu masih bergema di udara ketika dua sosok berlari tergopoh-gopoh masuk ke dalam. Tian Hao, seorang petani dengan tubuh kekar yang sudah dihiasi garis-garis keras kehidupan, wajahnya dipenuhi kepanikan. Di belakangnya, Yan Qingshi, istrinya, napasnya tersengal-sengal, matanya langsung mencari sumber suara.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" teriak Tian Hao sambil menatap sekeliling ruangan. Matanya menangkap lubang besar di dinding kayu, seolah ditembus oleh sesuatu yang sangat panas.
Yan Qingshi segera berlari ke arah Tian Yuqing yang masih berdiri kaku, menggendong Tian Hu dengan erat. "Qing'er! Kau tidak apa-apa?"
Tian Yuqing baru tersadar dari keterpanaannya. Alih-alih ketakutan, wajahnya justru bersinar dengan kegembiraan yang meluap-luap.
"Lihat! Lihat!" teriaknya sambil mengangkat Tian Hu tinggi-tinggi, seolah memamerkan harta karun. "Adik punya Anugerah Langit!"
Tian Hao dan Yan Qingshi saling memandang, kebingungan.
"Apa maksudmu?" tanya Tian Hao, mendekat dengan hati-hati.
"Itu tadi!" Tian Yuqing melompat-lompat kecil, tidak bisa menahan semangatnya. "Adik mengeluarkan cahaya dari jarinya! Lalu—Boom! Dindingnya bolong!"
Yan Qingshi segera mengambil Tian Hu dari tangan kakaknya, memeriksa bayi itu dengan cemas. "Dia tidak terluka, kan?"
Tian Hu, yang masih mencerna situasi, hanya bisa memandang wajah ibunya yang penuh kekhawatiran. Ughh.. Aku... tidak sengaja.
Tian Hao mendekati lubang di dinding, jarinya menyentuh tepian yang hangus. "Ini... bekas serangan energi murni," gumamnya pelan. Matanya membelalak. "Tapi bagaimana mungkin seorang bayi—"
Tian Yuqing tidak sabar. "Aku lihat sendiri! Adik mengangkat tangannya, lalu—" Dia menirukan gerakan Tian Hu, mengacungkan jari telunjuknya ke depan. "Zzzzt! Langsung meledak!"
Tian Hao dan Yan Qingshi kembali bertukar pandang. Kali ini, ada kilatan ketakutan di mata mereka.
"Suamiku..." bisik Yan Qingshi, suaranya gemetar. "Jika ini benar... kita tidak bisa membiarkan orang lain tahu."
Tian Hao mengangguk pelan, wajahnya menjadi serius. "Kau benar. Anugerah seperti ini... akan menarik perhatian yang tidak kita inginkan."
Di luar, angin tiba-tiba berhembus lebih kencang, seolah alam sendiri merespon kekuatan yang baru saja terlepas. Tian Hu merasakan sesuatu—energi asing yang berdenyut di sekelilingnya, seakan dunia sedang mengamatinya.
Tian Yuqing, yang masih terlalu muda untuk memahami bahaya, hanya tertawa riang. "Adikku akan jadi kultivator terhebat! Lebih kuat dari siapapun!"
Tian Hao segera menutup mulut anaknya dengan lembut. "Cukup, Qing'er. Ini bukan hal yang bisa kita pamerkan."
Sementara itu, di gendongan ibunya, Tian Hu menggerakkan jarinya lagi—kali ini dengan sengaja. Sepercik api kecil muncul di ujung jarinya, lalu padam seketika.
Kekuatanku... masih ada.
Hahaha... Ternyata para dewa mendengarkan keinginanku!
***
Medan perang yang sunyi seketika berubah menjadi hiruk-pikuk. Para prajurit manusia saling memandang dengan mata berbinar, sementara barisan iblis mulai goyah.
"Utusan Kekaisaran!" seru seorang prajurit tua dengan suara parau. "Pasti mereka yang membantu kita!"
Luo Yunshang mengamati situasi dengan cermat. Jari-jarinya erat menggenggam gagang pedangnya yang sudah berlumuran darah. Dalam hatinya, dia tahu permintaan bantuan yang dikirim ke Kekaisaran Han seminggu lalu seharusnya belum mungkin mendapat jawaban secepat ini.
Seorang kapten berlari mendekat, wajahnya penuh harapan. "Yang Mulia, tidak ada yang lain yang bisa melenyapkan Naga Darah kecuali utusan dari Kekaisaran Han!"
Di seberang lapangan, barisan iblis mulai kacau. Beberapa makhluk bertanduk itu saling berbisik dengan panik.
"Kekaisaran Han ikut campur?"
"Kita harus mundur!"
Luo Yunshang mengambil kesempatan ini. Dengan suara lantang dia berseru, "Pasukan Luo! Kekaisaran Han telah mengirim bantuan! Sekarang saatnya kita balas semua kekejaman mereka!"
Terompet perang berbunyi nyaring. Para prajurit yang tadinya lesu tiba-tiba bersemangat, senjata mereka teracung tinggi. Serangan balik dimulai.
Sementara pertempuran berkecamuk, Luo Yunshang tetap waspada. Matanya terus menyapu medan perang, mencari tanda-tanda sang utusan yang tak kunjung muncul.
"Jika benar utusan Kekaisaran Han," bisiknya pada diri sendiri, "mengapa tidak menampakkan diri?"
Di tengah riuhnya pertempuran, pertanyaan itu tetap menggantung di udara seperti kabut pagi yang tak kunjung hilang.
Dentuman terompet perang menggema di seluruh medan pertempuran. Pasukan Kerajaan Luo yang tadinya terdesak kini bangkit dengan semangat membara, mata mereka menyala-nyala dengan tekad yang baru.
"Untuk Kerajaan Luo!" teriak Luo Yunshang, pedangnya berkilat diterpa sinar matahari.
Barisan infantri maju dengan perisai terkunci, membentuk formasi baja yang tak tertembus. Tombak-tombak mereka menusuk ke depan, menebas tubuh para iblis yang mulai panik. Darah ungu mengalir deras, membasahi tanah yang sudah retak oleh pertempuran.
Para pemanah di atas tembok kota melepaskan hujan anak panah. Setiap busur berdengung, setiap anak panah menemukan sasaran di antara barisan iblis yang kacau balau.
"Jangan beri mereka kesempatan!" pekik seorang komandan.
Pasukan kavaleri bergerak cepat, mengitari sayap pertahanan iblis yang sudah rapuh. Kuda-kuda perang mereka menginjak-injak makhluk-makhluk kegelapan itu tanpa ampun. Pedang-pedang mereka menari, memotong kepala dan anggota badan iblis yang mencoba melarikan diri.
Di tengah kekacauan itu, Luo Yunshang maju sendiri ke garis depan. Pedang peraknya berputar seperti angin puyuh, memotong tiga iblis sekaligus dalam satu sabetan. Darah menyembur ketika tubuh mereka roboh ke tanah.
Para iblis yang tersisa mulai lari tunggang langgang. Beberapa mencoba melawan balik, tapi semangat mereka sudah hancur. Seorang iblis bertanduk besar mengayunkan kapaknya dengan putus asa, tapi dengan mudah dielakkan oleh Luo Yunshang sebelum pedangnya menembus jantung makhluk itu.
"Kalian pikir bisa menginvasi kerajaan kami?" geram Luo Yunshang sambil mencabut pedangnya dari tubuh iblis terakhir yang masih bertahan.
Hutan Guran yang tadinya sunyi kini bergema dengan jeritan kesakitan para iblis yang sekarat. Bau darah dan besi menusuk hidung, tapi bagi pasukan Luo, itu adalah bau kemenangan.
Satu per satu, para iblis tumbang. Yang mencoba lari dikejar dan dibantai tanpa ampun. Tak ada yang lolos.
Ketika senja mulai tiba, medan perang sudah sunyi kembali. Mayat-mayat iblis berserakan di tanah, darah mereka membentuk genangan ungu gelap di antara rumput yang terinjak-injak.
Luo Yunshang berdiri di tengah kehancuran itu, dadanya naik turun oleh nafas yang berat. Pedangnya masih meneteskan darah, tapi matanya sudah memandang ke arah barat.
"Sang Utusan..." gumamnya pelan. "Kenapa dia masih belum menampakkan diri?"
Matahari terbenam di balik pegunungan, menumpahkan cahaya keemasan terakhirnya di atas ibukota Kerajaan Luo. Gerbang timur yang sebelumnya menjadi medan pertempuran berdarah kini telah dibersihkan. Mayat-mayat iblis dikumpulkan dan dibakar di luar kota, asap hitamnya membubung tinggi ke langit senja sebagai tanda akhir bagi makhluk-makhluk kegelapan itu.
Di alun-alun utama istana, rakyat berkumpul dengan wajah-wajah berseri. Lilin-lilin dan lentera merah menyala di sepanjang jalan, menari-nari ditiup angin malam yang sejuk. Bau daging panggang dan arak manis memenuhi udara, bercampur dengan aroma bunga yang ditaburkan di jalan-jalan untuk menyambut kemenangan.
Luo Yunshang berdiri di balkon istana, memandang kerumunan rakyatnya di bawah. Tangannya menggenggam erat piala arak, tapi pikirannya jauh melayang.
"Yang Mulia," seorang menteri tua mendekat, membungkuk hormat. "Upacara pemakaman untuk para pahlawan yang gugur telah selesai. Keluarga mereka telah menerima santunan sesuai perintah Yang Mulia."
Luo Yunshang mengangguk pelan. "Pastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan terbaik di akademi kerajaan. Itu hutang kita pada pengorbanan mereka."
Di bawah, sorak-sorai rakyat semakin menjadi ketika sekelompok prajurit yang selamat muncul dengan seragam kebanggaan mereka. Beberapa masih terlihat luka-luka, tapi senyum mereka cerah.
"Lihat! Itu Kapten Li yang mempertahankan gerbang!"
"Pahlawan kita!"
Seorang penyanyi jalanan mulai melantunkan balada tentang keberanian pasukan Luo. Anak-anak kecil menirukan gerakan-gerakan pedang, tertawa riang sambil berlarian di antara kerumunan. Perempuan-perempuan tua menitikkan air mata, mengingat anak atau cucu mereka yang ikut bertempur.
Tapi di tengah kemeriahan ini, Luo Yunshang tetap merasa ada yang mengganjal.
Dia memalingkan wajah ke arah barat, ke arah jalan menuju Kekaisaran Han.
"Yang Mulia masih memikirkan serangan misterius itu?" bisik Jendral Bai, tangan kanannya yang buntung dibalut perban.
Luo Yunshang menghela nafas. "Jika benar itu utusan Kekaisaran Han, kenapa tidak menghadap? Kenapa tidak menunjukkan diri?"
***
Fajar baru saja menyingsing di Kerajaan Luo ketika Luo Yunshang masih duduk di paviliun taman istana, matanya menatap cangkir teh yang sudah dingin. Pikirannya terus berputar pada kejadian kemarin—serangan misterius yang melenyapkan Naga Darah dalam sekejap.
"Suamiku," suara lembut memecah kesunyian.
Han Qingyi, sang ratu, mendekat dengan langkah pelan. Gaunnya yang longgar tak bisa menyembunyikan perutnya yang mulai membulat. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat penuh kelelahan, tapi matanya masih memancarkan keteguhan.
"Kau seharusnya masih beristirahat," ujar Luo Yunshang, bangkit untuk menyambutnya.
"Bagaimana aku bisa tidur tenang ketika suamiku terus terjaga?" Han Qingyi tersenyum kecil, tangannya yang halus memegang lengan Luo Yunshang. "Aku juga mendengar tentang... kejadian aneh itu."
Luo Yunshang menghela napas. "Kekuatan yang bisa menghancurkan Raja Kegelapan dalam satu serangan... itu bukanlah sesuatu yang biasa."
"Apakah mungkin ayah mengirim seseorang yang tak kita kenal?" bisik sang ratu, matanya berbinar penuh harap.
"Jika iya, mengapa tidak menampakkan diri?"
Sebelum percakapan mereka berlanjut, suara terompet perang tiba-tiba menggema dari arah gerbang timur.
Di langit yang masih berwarna jingga, seekor burung elang raksasa dengan empat sayap membelah awan. Bulu-bulunya yang keemasan berkilauan diterpa sinar matahari pagi, sementara cakar besinya menggenggam erat tanah saat mendarat di gerbang timur Kerajaan Luo.
Qin Ruo, sang pengendara, melompat turun dengan gerakan lincah meski usianya sudah tak muda lagi. Jubah hitamnya yang bordir emas berkibar ditiup angin, sementara matanya yang tajam menyapu pemandangan di sekelilingnya.
"Mayat iblis di mana-mana," gumamnya, keningnya berkerut.
Dia mengamati bekas pertempuran—tembok yang retak, tanah yang hangus, dan bau darah yang masih menyengat. Sesuatu tak beres di sini.
"Seharusnya pasukan Luo tak mampu bertahan melawan iblis di tingkat Raja Kegelapan," bisiknya pada burung elangnya yang sedang membersihkan bulu.
Pikirannya berputar cepat. Apakah Luo Yunshang mencapai tingkat Transenden? Tidak mungkin, terakhir kali mereka bertemu, raja itu masih di tahap Kelahiran Kembali.
Dengan langkah pasti, Qin Ruo berjalan menuju istana. Setiap prajurit yang melihatnya langsung membungkuk dalam-dalam—tidak hanya karena statusnya sebagai utusan Kekaisaran Han, tapi juga karena aura petapa agung yang memancar dari tubuhnya.
"Bawa aku menghadap rajamu," perintahnya pada seorang kapten yang gemetar.
Sementara itu, di paviliun taman, Luo Yunshang dan Han Qingyi sudah berdiri, mata mereka tertuju pada asap debu yang mengepul dari arah pendaratan sang utusan.
"Itu paman Qin..." Han Qingyi berbisik, mengenali burung elang bersayap empat milik pamannya.
Luo Yunshang mengencangkan ikat pinggang pedangnya. "Akhirnya kita akan dapat jawaban."
Pintu aula istana terbuka dengan gemuruh, mengungkapkan sosok Qin Ruo yang berdiri tegap. Jubah hitamnya yang berhiaskan benang emas masih berdebu dari perjalanan jauh. Matanya yang tajam langsung tertuju pada pasangan kerajaan yang sedang duduk di singgasana.
"Paman!" Han Qingyi segera bangkit, wajahnya berseri. Perutnya yang mulai membesar membuat gerakannya sedikit lambat, tapi senyumnya penuh kehangatan.
Luo Yunshang juga berdiri, tangannya tergenggam dalam salam hormat. "Sang Utusan Kekaisaran Han, kerajaan kami sangat—"
Qin Ruo sudah melangkah cepat, memotong ucapan sang raja. "Tidak perlu formalitas!" Tangannya mengangkat, memotong salam Luo Yunshang. "Aku datang terlambat, tapi ternyata kalian sudah menang!"
Suasana seketika menjadi kaku.
Han Qingyi mengerutkan kening halus. Luo Yunshang berdiri membeku, tangannya masih setengah terangkat dalam posisi salam.
"Kami... yang berterima kasih pada Sang Utusan," ujar Luo Yunshang perlahan, matanya penuh tanya. "Berkat bantuan Kekaisaran Han, kami bisa mengalahkan Naga Darah itu."
Qin Ruo berhenti di tengah ruangan, wajahnya tiba-tiba kosong. "Apa?"
Han Qingyi tersenyum manis. "Paman, kami sangat berterima kasih atas serangan itu. Tanpa bantuan paman yang melenyapkan Naga Darah dengan satu serangan, mungkin kami—"
"Tunggu." Qin Ruo mengangkat tangan lagi, kali ini dengan ekspresi yang benar-benar bingung. "Aku baru saja tiba. Burungku bahkan belum sempat istirahat."
Keheningan yang tiba-tiba menyelimuti ruangan itu terasa tebal.
Luo Yunshang dan Han Qingyi saling memandang. Mata ratu melebar perlahan, sementara raja itu tiba-tiba merasa mulutnya kering.
"Jadi... itu bukan..." suara Luo Yunshang tercekat.
Qin Ruo menghela napas panjang, lalu tiba-tiba tertawa keras. "Ha! Jadi kalian pikir aku yang membantu? Tidak, tidak!" Dia menggeleng-gelengkan kepala, lalu tiba-tiba menepuk bahu Luo Yunshang dengan keras. "Ini hebat! Luar biasa! Kau ternyata sudah mencapai tingkat Transenden dan menyembunyikannya!"
"Bukan saya—"
"Jangan merendah!" Qin Ruo memotong lagi, matanya berbinar bangga. "Mengalahkan Raja Kegelapan sendirian? Ini prestasi yang bahkan akan membuat Kaisar terkesan!"
Han Qingyi perlahan duduk kembali, wajahnya pucat. "Paman, kami benar-benar mengira itu utusan dari Kekaisaran..."
Qin Ruo tiba-tiba berhenti tertawa. Wajahnya berubah serius. "Kalian sungguh-sungguh? Itu bukan kalian?"
Luo Yunshang menggeleng, matanya gelap. "Saya masih di tingkat Kelahiran Kembali. Mustahil saya bisa—"
"Lalu SIAPA yang melenyapkan Naga Darah?" suara Qin Ruo tiba-tiba keras, menggema di seluruh ruangan.
Ketiga orang itu saling memandang dalam diam yang mencekam. Di luar jendela, burung-burung kecil beterbangan ketakutan, seolah merasakan keganjilan yang tiba-tiba muncul di antara mereka.
Dan di suatu desa kecil yang tenang, seorang bayi bernama Tian Hu tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya, tertawa tanpa alasan yang jelas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!