Dalam sejarah lisan menurut penghulu suku Kingkiang Ate, Negeri atau Kampung Kalimuntiang tidak di huni lagi selama lebih kurang tiga ratus tahun, di sebab kan karena sering kebanjiran merendam Negeri Kalimuntiang oleh sungai Galodo Itam.
Negeri Kalimuntiang ini sangat luas, kawasan nya hampir lima kilo lebar nya, dan panjang nya hampir delapan kilo, negeri itu berada sepanjang sungai Galodo Itam, di apit oleh Gunung Togua, dan gunung Pusara Sakti, disana masih berdiri rumah gadang tanduk sebanyak lima puluh buah, dengan atap ijuk, dan dinding serta lantai dari bilah-bilah papan kayu, rumah kayu beranda sederhana, ada lebih kurang seratus.
Walaupun sudah ada daun pintu nya yang terbuka, dan tangga nya yang telah lapuk karena di makan rayap, serta lapuk termakan usia rumah itu sendiri, karena telah berdiri ratusan tahun, tiang-tiang hitam legam terbuat dari kayu kulim yang keras, masih berdiri kokoh dengan debu-debu membalut nya, serta batu minyak yang kokoh masih setia jadi alas tiap-tiap kaki tiang itu.
Sebagian atap ijuk nya, ada yang telah bolong di ambil oleh tupai untuk membuat sarang, apa lagi di tambah tiupan angin di lembah itu bertiup siang dan malam, saat masih dimana negeri kalimuntiang berpenghuni, di sana sulit mencari daun pisang untuk pembalut isi lemang atau buat lemper dan kerucut, makanan tradisional. semua pecah di terpa angin hingga menjadi seperti daun kelapa.
Bekas sawah yang luas masih terukir di kampung ini, serta pohon-pohon kelapa yang tinggi nya puluhan meter karena telah berusia ratusan tahun, serta dengan bekas pemakaman di mana-mana, batu nisan nya telah roboh berserakan, tapi satu kali dalam setahun, tempat ini akan tetap di kunjungi oleh ribuan masyarakat dari Negeri Hulu, menjelang saat bulan puasa akan hadir, para penduduk kampung hulu akan berziarah dan serta berdoa karena hari akan memasuki bulan puasa. Di tempat ini hanya tujuh suku yang di makam kan.
Tidak dengan Suku Kingkiang Ate, kalau suku Kingkiang Ate. Mereka ziarah di atas puncak gunung Pusara Sakti, gunung sebelah kiri mata hari terbenam, orang kampung sering bilang, pemakaman yang di atas gunung itu mereka beri nama Pusara Sakti, atau Pemakaman beringin tujuh ratapan Hantu.
Sebab di atas puncak gunung sana ada batu tempat dengan kedataran seratus meter bujur sangkar, yang di kelilingi pohon beringin sebanyak tujuh batang, pohon yang sangat besar, dahan-dahan yang sangat besar melebihi Drum minyak, saling bersalaman dengan pohon lain nya, dan juga akar jalar akar untaian nya seperti ular melilit satu sama lain.
Tempat itu seperti Gua dari kayu, dahan nya seperti tangan raksasa saling bersalaman dengan dahan lain, tapi di tengah atau tepat tentang pemakaman itu terbuka seluas lima puluh meter bujur sangkar, yang paling unik ialah, tempat masuk ke makam ini seperti gerbang pelaminan yang di dekorasi oleh akar-akar gantung, di hiasi paku tanduk rusa. Seperti di bina dan di rawat, tapi menurut keyakinan orang kampung, tempat ini di urus oleh kaum lelembut. Yang telah menghuni gunung dan pohon itu sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum Negeri Kalimuntiang ada.
Sebenar nya di atas gunung ini cuma dua pemakaman, Ibu dan anak laki-laki nya, ibu nya bergelar Bundo Tak Batuan dan anak nya bergelar Panglimo Tak Batuan.
Sebab mereka beri nama beringin tujuh ratapan Hantu, karena jika terdengar dari arah pohon ini, saat tengah malam, ada suara anak gadis menangis, itu bertanda orang yang belum lewat umur nya sembilan belas tahun akan meninggal lebih kurang empat belas hari kedepan nya, walau pun jarak Negeri Hulu dan gunung Pusara Sakti ini, lebih kurang lima kiloan, tapi masih terdengar jelas hingga ke Negeri Hulu, ratapan atau tawa, atau bunyi salung dan Talempong pacik yang berasal dari atas gunung Pusara Sakti ini.
Menurut para cerita tetua dan orang tua-tua, para kaum bunian sedang mengadakan hajatan atau acara nikah kawin, banyak lagi cerita yang aneh berasal dari tempat ini.
Dan juga berapa pun panjang nya musim kemarau, tapi pohon ini akan tetap berembun dan menetes kan air dari pori-pori dahan dan batang nya.
Juga di tempat ini ada kolam kecil buatan alam sendiri seperti bulan sabit sebesar paha orang dewasa, juga ada penghuni nya ikan Seluang emas dan Toman sisik perak, sebesar ibu jari anak kecil, ikan ini hadir jika Suku Kingkiang Ate yang memanggil, jika musim hujan terlalu panjang, mereka mengambil ikan ini, untuk di jemur, maka hari akan musim panas atau kemarau, begitu juga sebalik nya, setelah itu mereka antar kan lagi ikan ini ke tempat semula, sebab ikan ini tidak mati di bakar, atau di jemur.
Sebenar nya dari inti cerita yang pernah ada di desa kalimuntiang, penyebab mereka pindah dari sana ialah.
Sebut saja nama nya Gura, dia masih duduk di kelas lima SD, hujan malam itu turun sangat lebat, Papa dan Mama Yana belum pulang dari rumah etek Lia (Tante Lia).
Ayah Yana berempat bersaudara.
Yang sulung Ayah nya Yana, yaitu Rama.
Setelah itu mama nya Gura, yaitu Anti.
Setelah itu mamanya Aldi, yaitu Nita.
Dan yang bungsu mama nya Lusia, yaitu Lia.
Karena tradisi Minang kalau sekali-kali itu pulang ke kampung, harus main kerumah keluarga yang sesuku.
Kakek, Yana, dan gura duduk di tempat anjungan padi, nenek, dan juga etek, bapak etek, duduk di depan tv yg telah di matikan saat petir dan kilat menyambar.
Kakek nya sangat suka bercerita masa-masa dahulu apa lagi saat itu tv di matikan, malam itu kakek nya bercerita tentang kakek buyut nya yang berkelahi dengan bantuan tujuh belas orang teman nya, yang hanya menghadapi satu orang. Saat kampung kalimuntiang masih dihuni dan masih di tempati penduduk, jauh kejadian nya sebelum negeri itu di tinggal kan.
"Yana dari pado awak duduak aniang, elok bacurito awak di, lai namuah kalian mandanga carito Atuak".(Yana dari pada kita duduk diam, lebih bagus kita bercerita, apa kalian mau mendengar cerita kakek). Ucap kakek nya, Yana hanya terbengong menatap Gura, sebab Yana tidak begitu paham bahasa minang, tapi hanya dikit-dikit maklum dia orang seberang lautan.
Di saat papa Yana masih remaja, Rama. Dia seorang pekerja PT membawa alat berat, dan mama Yana saat remaja juga bekerja di rumah sakit PT itu, Mama Yana
Seorang bidan, hingga mereka saling terpaut hati dan berujung menikah, sebenar nya, papa Yana takut pulang kampung sebab di kampung dia mengingkari janji dengan seorang wanita, sebab hitungan tunangan nya telah matang hanya tinggal hari H nya saja, di waktu itu. Dia dapat panggilan bekerja di sebuah PT seberang lautan, dengan gaji lumayan besar.
Namun takdir berkehendak lain, dia tertarik gadis seberang, hingga dia menikah di sana dan melupakan janji nya, dengan wanita kampung.
Selama dua belas tahun ini, ini pertama kali nya Rama pulang, tapi sebelum nya, cuma istri nya yang di suruh pulang, beserta putra nya, dalam bahasa minang, Manjalang mintuo. (menjenguk mertua).
Gura menerangkan apa yang di ucap kan kakek mereka barusan.
"Waduh mantap kek, aku suka. Tapi Gura nanti jika ada ucapan kakek yang tidak ku mengerti, tenangin ya!". Ucap Yana pada Gura, lalu Gura mengangguk.
Lalu kakek mereka memulai bercerita.
Di hulu sungai batang Galodo Itam, zaman dahulu nya tinggal sekelompok penyamun (perampok) yang suka mengusik kedamaian negeri. Yang di pimpin oleh dukun aliran hitam, yang bergelar Datuak Tak batuan. (Datuk tampa tuan)tapi gelar itu hanya memperhalus dan perkataan menghormati anak cucu dukun aliran hitam yang masih tinggal di negeri hulu.
Keturunan nya yang masih berkembang di negeri itu, tapi kalau sebenar nya, gelar aslinya di panggil oleh pengikut nya zaman itu. Datuak Tak Bertuhan (Datuk Tampa Tuhan) atau zaman sekarang beliau itu bisa di bilang Ateis.
Dalam cerita, kalau Datuak Tak Batuan itu dua puluh tujuh bulan dalam kandung ibunya, saat ibu nya akan melahir kan.
Waktu itu di rumah ladang yang jauh dari penduduk dan desa, hanya dia dan suami nya tinggal di ladang itu. Karena sakit nya akan melahir kan, sang suami minta pertolongan ke kampung, dan menjemput dukun beranak.
Di saat itu istri nya ditinggalkan sendirian saat mau melahir kan, di saat lilitan perut nya begitu sakit akan melahir kan, saat itu lah hadir sesosok tamu. Jika di katakan mahluk itu perempuan dia memiliki janggut. Kurus tinggi dan putih pucat, rambut nya gimbal mencapai betis, dengan pakaian lusuh warna hitam hampir sobek tiap helai benang nya, bau tubuh nya seperti bau tulang terbakar.
Dia mau membatu melahir kan tampa rasa sakit sedikit pun, tapi dengan sarat serta sumpah jika anak nya nanti lahir, harus mewarisi ilmu yang dia miliki.
Karena sang ibu itu mungkin tidak sanggup lagi menahan rada sakit, dia ambil janji itu dan serta angkat sumpah nya, bahwa jika kelak anak dalam kandungan nya, lahir dia akan di abdikan untuk menjadi pewaris ilmu sang tamu itu.
Langsung sang tamu itu tertawa dengan suara serak dan mengambil sebuah benda kecil berupa cahaya hitam mengkilap di atas langit-langit mulut dengan ibu jari nya. Langsung menjentikkan ke perut perempuan itu, Saat benda itu masuk ke perut dia, menyelinap melalui pusat nya dan terasa dingin lalu ada rasa yg mendorong bayi di dalam kandungan nya. dan lahir bayi tampa suara tangis sedikit pun. Tampa menggenggam tangan.
Kejadian yang tidak di sangka pada bayi merah yang kecil itu, dia langsung membalik kan badan memakan ari-ari nya dan menjilat seluruh darah ibu nya yang sehabis melahir kan dia.
Langsung sang tamu itu memungut bayi itu, dan menjilat nya hingga bersih seperti bayi sudah di mandikan, Lalu dia bedung dan meletak kan pada samping ibu nya. Benar saja yang di rasakan perempuan itu habis melahir kan, tiada rasa sakit sedikit pun,
Setelah semua persalinan selesai, tamu itu ketika hendak pergi, meninggal kan pesan pada wanita itu.
"Suatu saat nanti, aku akan kembali, jangan pisah kan kepala bayi mu dengan ari-ari nya antara sungai". Ucap tamu itu.
Tampa mengerti apa yang di ucap kan si tamu. tapi wanita itu mengiyakan nya saja. Sebelum tamu itu pergi. Wanita itu menanyakan nama nya.
"Apa aku boleh tahu, siapa Tuan sebenar nya?". Tanya wanita itu. Tampa menoleh kebelakang, tamu itu menjawab.
"Aku Tambun Jati". Jawab tamu itu.
Tidak lama setelah tamu itu pergi, tiba lah suami nya dengan dukun beranak serta beberapa orang sanak famili wanita itu, dengan rasa penasaran dan bercampur seribu tanda tanya.
Karena melihat bayi yang telah bersih di bedung dan tertidur, melihat istri nya seperti orang yang tidak terjadi apa pun pada dia, seperti orang yang tak pernah melahir kan saja.
Karena tidak ada lagi yang di cemas kan sore itu mereka semua pulang ke Kampung Kalimuntiang dan malam hari nya, semua kejadian siang dia ceritakan pada suami nya.
Mendengar cerita itu suami menjadi marah, dan ingin membunuh bayi nya. Sebab istri nya telah mengikat janji dengan mahluk alam lelembut, mahluk terusir yang di kutuk, dengan marah sang suami bertanya pada istri nya.
"Apa kamu tidak mengenal itu Tambun Jati, dia itu saudara dan juga suami oleh Palasik, mereka itu manusia yang telah sempurna menjadi iblis, selalu membisikkan sebuah kehidupan yang panjang, dengan melalukan pelanggaran aturan tuhan dengan ritual-ritual terkutuk mereka." Ucap suami nya dengan nada marah.
Sejak saat itu bayi itu tidak aman di kampung, Apa lagi orang kampung seluruh nya, menyuruh membuang bayi itu, karena seorang ibu tentu mencintai anak nya, maka dia bawa ke tempat jauh dan dibuang di hulu sungai batang Galodo Itam, sejak saat itu ibu nya kadang dia membawa perbekalan ke hulu sungai, untuk tahan satu minggu atau satu bulan, menemani dan menyusui anak nya.
Apa lagi ibu nya, kadang-kadang dia juga telah mulai memakan hewan baik di masak atau pun mentah, sehingga dia di cerai kan suami nya. Waktu terus berlalu, minggu ganti bulan bulan ganti tahun, sehingga besar anak itu kira-berumur lima belas tahun. Dia di beri nama Tan Bojo di beri gelar oleh ibu nya Panglimo Tak Batuan.
Jika dia lapar kadang memakan ular, kura-kura, atau segala hewan. Yang paling dia sukai makan nya, konon menurut cerita kakek Gura, sperma kera saat kawin atau darah kera sesudah melahir kan, dan di tampung pake mulut, atau di tampung dengan janur pinang, dan janin anak pertama orang ke guguran di curi ke kampung, setelah itu dia timang-timang sambil membaca mantra, sampai mayat janin itu tersenyum langsung dia makan. Dan mencuri darah haid di campur dengan
Darah ayam jantan hitam, dan darah lintah, itu termasuk yang paling dia sukai.
Setelah anak itu berumur dua puluh tahun, Tambun Jati itu kembali menemui perempuan itu. Dan menyuruh nya tinggal di atas gunung, menurut cerita Tambun Jati pada mereka berdua. Istri dan anak nya disana, penghuni Pohon kembar tujuh batang, itu lah Beringin Tujuh Ratapan Hantu.
Perempuan itu mengikuti perintah Tambun Jati, dengan susah payah dia menaiki gunung, hingga bertemu dengan lokasi yang di katakan Tambun Jati.
Dia temui seseorang sambil duduk di atas pohon, gigi nya hitam seperti taring babi, dengan mata cekung merah, ujung rambut nya hingga menyentuh tanah, jika di ukur, kira-kira panjang nya lebih kurang dua puluh meter, warna hitam pekat, tiap helai rambut nya menempel telur kutu. Bau nya tidak ubah seperti bau bangkai. Sambil tertawa dia bertanya.
"Kamu yang pernah di ceritakan suami ku, berapa tahun yang lalu?". Tanya wanita itu dengan suara serak, perlahan dia mendekat, tapi cuma kepala dan organ nya yang terbang, sedang kan tubuh nya masih di atas dahan pohon.
"Be, be, benar Bunda" Jawab wanita itu ketakutan, karena kepala itu terus mengelilingi nya.
"Kamu telah mematuhi perintah suami ku, tanda nya kamu harus patuh pada perintah ku juga". Ucap wanita itu.
"Siapa nama mu?". Tanya kepala yang terus melayang dan mengitari nya itu.
"Nama ku, nama ku, Linduang Juo". Jawab wanita itu terus dengan wajah ketakutan.
"Linduang Juo". Gumam kepala yang terus melayang itu.
"Linduang Juo, tujuan kamu kesini di suruh suami ku, apa kamu mengetahui?". Tanya dia lagi.
"Tidak Bundo, tidak!". Jawab linduang Juo.
"Linduang Juo, aku tidak mau mati, alam ini milik ku, jiwa dan tubuh ku harus bersatu dengan jiwa dan tubuh mu". Ucap kepala yang terus melayang itu.
"Apa kamu mau?". Tanya dia lagi.
Dengan takut dan menangis Linduang Juo mengangguk. Seperti dia terkena sihir, batin nya menolak, tapi dia tidak bisa menghentikan nya.
"Bagus, tunggu suami ku, dia yang akan menyatukan kita, setelah kita bersatu nanti. Suami ku yang akan kita satukan dengan anak mu". Ucap kepala yang terus melayang.
"Tapi, tapi, Bundo!". Jawab Linduang Juo, seakan berat hati.
"Kamu telah memegang sumpah suami ku, tidak ada kata tapi". Ucap kepala itu, dia kembali ke tubuh nya. Menyatuh dengan utuh dengan garis merah mengelilingi leher nya.
"Saat bulan purnama di penghujung musim kemarau ini, pas senja saat lolongan anjing hutan pertama, ritual itu di adakan di tempat ini, sediakan darah anjing hitam, dan tujuh darah hewan lainnya yang berkuku dan bertaring tajam, lintah, serta burung elang dan gagak jika tidak kamu dapat elang, ganti dengan burung hantu, Air dari Mandian mayat anak gadis dan satu lagi, curi bayi yang belum lewat berumur empat belas hari, kalau tidak kau dapati, ganti dengan janin yang keguguran". Ucap perempuan yang duduk di atas dahan kayu itu.
" Benda itu harus kamu kumpul kan menjelang waktu itu, harus kamu dapat kan, Bawa benda ini, semoga perjalanan mu lancar". Ucap nya lagi, sambil memberikan, sebuah gelang dari kayu yang di tumbuhi bulu-bulu halus.
"Ba, baik Bundo". Jawab Linduang Juo, sambil memungut benda yang jatuh tidak jauh dari hadapan nya.
Linduang Juo lalu berjalan menuruni kawah gunung dengan susah payah menuju perkampungan, sudah hampir lima belas tahun dia tidak pernah menjejakkan kaki ke Negeri Kalimuntiang, bila dia rindu hanya melihat nya dari atas gunung, sehingga kerinduan nya mereda.
Apa lagi, dia masih lengkap memiliki sanak saudara, dan juga orang tua, tapi sanak dan saudara nya sendiri, telah mengusir nya, tapi karena kasih sayang pada anak nya, dia memilih meninggal kan kampung, hidup sepanjang hutan dengan memakan daging masak mentah bersama anak nya. Atau buah pohon hutan yang bagus di makan.
Pas saat senja, dia tiba di tepi sungai Galodo Itam sungai yang lebar nya hampir empat puluh meter itu, sungai yang deras dan sangat dalam,
Sebenar nya Gunung Pusara Sakti ini, langsung dinding batu terjal nya ke dalam sungai, tidak ada tanah darat nya, karena itu, di seberang sini tidak bisa di buat perkampungan karena ngarai batu yang curam, sepanjang satu hari perjalan perahu ke Hilir sungai, hanya ngarai batu yang di temukan, hanya sedikit di tumbuhi pepohonan, kebanyakan cuma lumut batu yang menutupi permukaan.
Saat Linduang berpikir serta melamun, dengan cara apa dia menyeberangi sungai ini, dia terus duduk di tepi ngarai yang gelap itu, Tampa melihat apa pun, hanya gemuruh Sungai Galodo Itam yang dia dengar. Sambil duduk dia terus menggaruk kaki tangan dan leher nya, karena banyak nya nyamuk yang menggigit.
Tiba-tiba datang kabut tipis putih, seperti jembatan melengkung ke seberang sungai, sejak bawah kaki Linduang Juo,
"Apa ini kesaktian gelang kayu ini". Gumam Linduang Juo terus menatap kabut itu.
Dengan keyakinannya dia injak kabut tipis itu, ternyata keras seperti batu, dengan sangat berhati-hati dan juga dengan ketakutan, Linduang Juo melangkah kan kaki di atas kabut itu.
Gemuruh Sungai Galodo Itam terasa cuma berjarak satu jengkal di bawah kaki Linduang Juo, Dia terus melangkah hingga ke seberang, seperti anak-anak belajar berjalan.
Hingga dia mencapai tebing seberang dengan selamat, dia terus melangkah seperti orang buta berjalan, kaki nya terus meraba-bara, karena di seberang sini ialah sawah yang sangat luas, niat nya dia tidak terus ke kampung, hanya mencari rumah sawah, untuk istirahat hingga saat subuh nanti dia bersembunyi lagi di dalam hutan.
*******
Tan Bojo anak Linduang Juo, pekerjaan nya, dia merampok hingga ke negeri hilir sungai, tidak ada senjata yang sanggup membunuh nya, baik dari bambu kuning hingga tombak emas atau apa pun benda yang tajam atau keras, jika dia terluka, kulit nya utuh kembali, jika tulang nya nya patah bersusun kembali, jika dia di bakar, abu nya bangkit kembali, jika dia di rendam dalam air, mati bangkit kembali.
Sehingga hampir lima tahun ini, Tan Bojo meresahkan masarakat hilir dengan ketakutan, karena tidak ada benda yang mempan terhadap nya, Sehingga selama lima tahun ini, tiga puluh tujuh negeri daerah hilir telah dia jarah. Sehingga para masarakat hilir, menganggap Tan Bojo iblis Jadi-jadian, Manusia Mati Kembali Hidup, atau setan penunggu hutan belantara.
(Nindian)
Apa lagi sekarang dia telah memiliki pengikut hampir tiga ratus orang yang dia pimpin,
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!