"Emmm .... emmm .... emmm ...."
Seseorang meminta tolong agar lakban yang ada di dalam mulutnya segera di lepas. Wanita cantik itu langsung menatap pria yang berambut gondrong serta, kini sedang memegang pisau kecil dengan penuh amarah.
"Lho bisa diam enggak, sih!" sentak pria tersebut.
"Emm ... emm ... emm ....!"
Wanita cantik itu tidak bisa bicara, dia hanya bisa berteriak-teriak dengan mulut di lakban. Karena merasa risih serta, berisik pria itu pun langsung membuka lakbannya dengan keras, sehingga wanita itu meringis karena kesakitan.
"Aduh, sakit sekali bibirku!" Wanita itu sambil mengusap bibirnya yang mungil.
Pria itu hanya memutarkan matanya dengan malas. Dia menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Apalagi, Chaha merasa ketakutan saat melihat pria itu sambil mengusap-ngusap pisaunya. Dia hanya menelan salivanya dengan susah.
"Hey, pria gila! Apa yang sudah kamu lakukan kepadaku? Berani sekali kamu membawaku kesini, hah!" sentak Chaha.
Dengan berani gadis kecil itu membuka suaranya. Padahal, dirinya sangat takut dengan pria itu. Tomi pun langsung melayangkan pisaunya di depan gadis itu, sontak membuat gadis cantik itu membulatkan matanya.
"Hey, gadis cantik, kenapa kalau aku menculikmu? Bukankah sekarang kau jadi milikku?" Tommy tertawa mengejek dengan masih melayangkan pisaunya.
"Hey, sejak kapan aku jadi milikmu? Lagian, aku enggak sudi jika harus jadi istrimu!" sentak Chaca.
Pria itu tertawa terbahak-bahak lalu, pisaunya mendekatkan hampir menyentuh leher gadis kecil itu. Chaca mencoba untuk tidak berteriak, dia hanya mencoba untuk menelan saliva nya dengan susah.
"Apakah kamu enggak tau? Kalau Ibumu telah menjualmu kepadaku?" ucap Tomy.
Chaca merasa kaget saat Tomy berkata seperti itu. Dia juga merasa kecewa kepada sang Ibu yang telah menjual dirinya kepada pria yang sangat menakutkan serta, terlihat brengsek. Akan tetapi, dia tidak bisa percaya begitu saja kepada pria yang baru di kenalinya.
"Jangan bohong kamu! Aku tau kamu hanya ingin memanfaatkan ku 'kan! Kamu pikir aku bodoh? Tidak!" sentak Chacha sambil menatap tajam Tomy.
Pria itu merasa kesal mendengar perkataan Chaha. Dia langsung menjambak rambut wanita cantik itu, sehingga Chaca meringis kesakitan. Tomy pun tidak memperdulikan wanita yang kini sedang duduk di kursi merasa kesakitan.
"Enggak percaya? Wanita tolol sepertimu mana mungkin percaya!" Tomy langsung melepaskan rambut yang dia tadi Jambak dengan kasar.
"Awww ...." Wanita cantik itu meringis kesakitan. Baru pertama kali dia bertemu dengan pria yang begitu sangat kasar. Chaca juga merasa kecewa kepada Ibunya yang telah menjualnya kepada pria yang sangat kejam.
Tomy bertepuk tangan tiga kali lalu , muncul tiga orang pria dengan tubuh kekar serta, wajahnya sangat seram khas seperti preman. Tiga pria itu menundukkan kepalanya lalu, menatap bosnya itu.
"Maaf, ada apa, Bos memanggil kita?" tanya Cecep.
"Kalian antar gadis itu ke rumah orang tuanya. Biar dia bisa menyakinkan sendiri mendengar ucapan Ibunya. Setelah selesai, bawa dia kembali!"
Pria itu langsung membuka tali yang mengikat tangannya lalu, mendorong Chaca sampai terjatuh ke lantai. Chaca merasa sangat geram melihat perlakuan pria itu, dia tidak sudi bila harus menikah dengan dia.
Chaca langsung bangun saat tiga pengawal itu langsung menyuruhnya untuk berdiri. Dia langsung di suruh berjalan untuk naik ke dalam mobil. Chaca pun tidak mau bikin keributan disana, dia langsung melakukan perintah pengawal itu.
Saat sudah berada di dalam mobil, Chaca langsung masuk ke dalam mobil. Dia menatap pria yang kini sedang duduk di kursi sambil menyilangkan satu kakinya.
"Aku ga sudi, ga rela jika keperawananku nanti di berikan kepada pria kejam itu! Batin Chaca."
Pria itu bukan pria idamannya, Chaca tidak mau menikah dengan pria yang bukan dia cintai. Dia berharap Ibu tidak menjual dirinya. Chaca yakin, apa yang di ucapkan pria gila itu hanyalah rekayasa.
Disepanjang jalanan, dia menatap pria yang sangat dia kenal. Chaca menggelengkan kepala karena tidak percaya kalau pria yang kini sangat dia cintai telah berkhianat. Akan tetapi, Chaca mengucek matanya, berharap itu hanya hayalan. Setelah, dia melihat kembali pria itu, benar saja dia telah berselingkuh dengan wanita lain.
"Kamu tega banget, mengkhianati aku, Riko! Kamu penghianat, pria brengsek batin Chaca."
Wanita cantik itu mengepalkan kedua tangannya. Dia merasa sangat hati serta, kecewa dengan apa yang di lakukan oleh Riko. Padahal, Riko sudah berjanji sebulan lagi akan melamar dirinya. Akan tetapi, kini hanya angan-angan saja kepercayaan itu.
"Baiklah, jika itu mau kamu, aku akan mundur Riko! Aarhggg .... Pria sialan! Batin Chaca."
Wanita cantik itu menggerutu di dalam hati. Tiba-tiba, air matanya menetes membasahi wajah cantiknya saat mengingat pengkhianatan yang di lakukan oleh Riko. Rasa sakit yang membuat dadanya begitu sesak, hatinya begitu sangat remuk.
# Mobil yang di kendarai oleh Jamal kini sudah sampai di sebuah rumah yang dia tuju. Pria itu pun segera menghentikan mobilnya lalu, segera keluar dari mobil tersebut.
"Segeralah keluar dari mobil!" sentak Jamal.
Chaca pun segera keluar dari mobil tersebut, dia menatap rumah yang dua hari lalu dirinya masih tinggal disana. Chaca pun dengan berat hati, berjalan memasuki ke dalam rumah tersebut.
"Oya, aku kasih kamu waktu satu jam!" ucap Jamal dengan tegas.
Chaca menatap Jamal, dia hanya menghembuskan napasnya dengan kasar. Dia berharap saat bertemu dengan Ibunya, tidaklah benar.
"Tok ... tok ... tok ...."
Chaca mengetuk pintunya lalu, membuah handle pintu tersebut. Lalu, berjalan ke dalam rumah tersebut. Dia menatap Ibunya serta sang Ayah sedang menikmati secangkir kopi.
"Ayah, Ibu ...." panggil Chaca.
Ayah Tio serta, Ibu Maya membulatkan matanya saat putrinya datang menghampiri. Karena tidak mau merasa ada sesuatu yang di curigai, Ibu Maya pun langsung berjalan menghampiri Chaca.
"Hello, apa kabar, Sayang?" tanya Ibu Maya tersenyum.
"Ibu apakah benar telah menjualku kepada pria kejam itu?" tanya balik Chaca.
"Emm ... anu ...." Ibu Maya merasa bingung harus berkata apa.
"Kenapa ga jawab pertanyaanku? Apakah benar, Ibu telah menjualku kepada pria gila itu?" tanya Chaca sekali lagi.
"Kalo iya, kenapa? Masalah buat kamu?" Ibu Maya tersenyum sinis.
Chaca merasa sangat emosi, dia langsung menampar Ibu Maya karena merasa tidak terima dirinya telah di jual kepada pria yang bukan di cintai.
"Benar-benar gila, ya, kenapa menjualku, hah!" sentak Chaca.
Ibu Maya pun menampar balik Chaca, dia terima dengan tamparan yang dilakukan oleh putrinya, "anak durhaka! Berani sekali menampar Ibumu!" sentak Ibu Maya.
"Aku begini karena Ibu kejam! Kenapa tega menjual kepada pria gila itu!" Chaca menaikan nadanya dengan tinggi.
"Aku punya alasan kenapa menjualmu!"
"Karena kamu ...."
"Iya, aku tau karena Ibu gila harta!" sentak Chaca menatap tajam Ibu Maya.
Wanita paruh baya itu pun tertawa terbahak-bahak saat putrinya berkata seperti itu. Dia langsung meraih dagu wanita cantik itu dengan lembut.
"Memang anak pintar! Ini lah yang harus kamu korbankan demi Ibu yang telah mengurusmu,"ujar Ibu Maya sambil menghempaskan dagu Chaca dengan kasar.
"Apa salah aku kepadamu, Ibu? Aku kerja mati-matian demi keluarga serta Tiwi. Akan tetapi, kenapa uang yang ku kasih masih kurang, Bu?" tanya Chaca meneteskan air matanya.
Ibu Maya hanya membulatkan matanya dengan malas. Iya, memang dia kerja jadi tulang punggung keluarnya. Akan tetapi, uang tersebut sangatlah tidak mencukupi kebutuhannya.
"Kamu tuh, harusnya sadar diri! Kamu kasih uang cuma berapa? tiga juta, mana cukup! Harus beli ini, itu, kamu pikir bisa terpenuhi, hah!" Ibu Maya mendorong Chaca sehingga terjatuh ke lantai.
Chaca merasa geram dengan perlakuan Ibunya. Dia kini sangat membenci wanita paruh baya itu. Chaca kemudian, langsung berdiri.
"Dasar, punya Ibu ga bersyukur ya! Segitu juga banyak, Bu! Ibu aja hidupnya terlalu gengsi serta, suka berfoya-foya!" sentak Chaca menatap tajam Ibu Maya.
"Kamu benar-benar kurang ajar ya, Chaca!"
Ibu Maya ingin menampar Chaca, akan tetapi wanita cantik itu langsung menahan tangannya. Cukup sudah, dia selama ini dapat perlakuan tidak baik dari Ibunya itu. Chaca langsung menghempaskan tangan Ibu Maya dengan keras.
"Dasar, kurang ajar, anak durhaka!" Ibu Maya merasa geram dengan apa yang di lakukan oleh Chaca.
"Lihatlah, anakmu itu sangat durhaka! Anak macam apaan dia!" sentak Ibu Maya menatap tajam Chaca. Lalu, melirik suaminya itu.
Ayah Vito pun berdehem keras kemudian dia berjalan menghampiri Chaca. Dia benar-benar sangat kecewa dengan sikap putrinya itu. Karena merasa geram, Ayah Vito langsung mengangkat satu tangannya lalu, menampar pipi Chaca dengan keras.
# Plakkk.
"Aww ...."
Chaca meringis kesakitan saat sang Ayah melakukan tamparan yang keras membuat pipinya begitu panas serta, meninggalkan bekas merah di pipi cantik wanita itu.
"Kenapa menamparku, Ayah! Aku ini putrimu, tega sekali membuat pipiku sakit!" Chaca menaikan nadanya dengan Tinggi. Wanita cantik itu benar-benar sangat kecewa pria paruh baya itu yang sangat dia sayangi.
"Kamu harusnya tau, apa yang membuat Ayahmu marah Chaca!" sentak Ayah Vito.
Chaca tersenyum sinis saat sang ayah berkata seperti itu. Padahal, dirinya tidak menghinanya. Dia langsung menatap wanita paruh yang kini sangat terlihat gembira melihat kejadian ini.
"Apa karena wanita ini Ayah menamparku? Benar-benar Ayah udah berubah sekarang! Ayah harusnya tau diri kalo Ibu ini sangat jahat," ucap Chaca dengan merasa sangat kecewa.
"Chaca!" Ayah Vito merasa sangat marah dengan perkataan putrinya. Dia mencoba untuk menampar kembali Chaca, akan tetapi di langsung meredamkan niatnya.
"Kenapa ga jadi menamparku, Ayah? Tamparlah, tampar!" sentak Chaca.
Rasa sangat kecewa kepada pria paruh baya itu membuat hatinya kini benar-benar sangat sakit hati. Ya, Ayah Vito hanya mengetahui kebaikannya Ibu Maya tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Dasar, anak durhaka! Sejak kapan kamu jadi begini? Ayah benar-benar kecewa sama kamu!" Ayah Vito menatap tajam Chaca.
"Andai Ibu ga menjualku kepada pria gila itu, aku ga akan seperti ini Ayah. Apakah Ayah ga kasihan nasib putrimu berada di tangan pria gila itu?" tanya Chaca.
Wanita cantik itu meneteskan air matanya membasahi wajah cantiknya. Dia berharap sang Ayah peka terhadap Ibu Maya yang suka seenaknya. Chaca juga berharap Ayah Vito bisa membantu untuk membatalkan pernikahannya nanti dengan pria gila itu.
"Kenapa diam aja, Ayah?" tanya Chaca lagi, saat sang Ayah hanya diam saja tanpa menjawab pertanyaannya.
"Heh, apakah kamu kurang jelas tadi Ibu mengatakannya? Ibu menjualmu karena butuh duit untuk keperluan ini, itu dan lainnya," timpal Ibu Maya.
"Aku berkata sama Ayahku bukan sama Ibu! Jadi ...." Perkataan Chaca harus terpotong karena Ayah Vito langsung berbicara.
"Maaf, mungkin ini yang terbaik buat kamu, Nak. Biar masa depanmu bisa terpantau dengan orang kaya itu," ucap Ayah Vito. Air mata Chaca menetes begitu saja, sakit, begitu sangat sakit jika putri kesayangannya kini rela di ambil oleh orang yang begitu kejam. Dia tidak habis pikir dengan Ayahnya yang dulu sangat penyayang kini berubah menjadi kasar serta, tidak mau memperdulikan dirinya lagi.
"Ayah, kenapa sekarang berubah? Dulu begitu mengerti perasaanku, melindungiku bahkan, ada yang menyakitiku selalu Ayah bela, tapi kenapa sekarang beda," ucap Chaca dengan perasaan kecewa.
"Kamu bicara apaan sih, Cha. Dengar ya, kamu tuh harus dewasa jangan mengandalkan Ayahmu, jadi harus merasakan gimana pahitnya dunia," timpal Ibu Maya.
Chaca langsung menatap geram Ibu Maya. Dia tahu kalau Ayahnya sudah terpengaruhi oleh Ibunya itu. Andai saja, dia tahu dulu Ibu Maya begitu kasar orangnya, mana mau dia menerima sebagai Ibu tirinya.
"Ini semua gara-gara kamu, Ibu! Aku benci, aku benci!" sentak Chaca menatap tajam Ibu Maya.
"Diam kamu!" Ibu Maya menjambak rambut Chaca.
"Aww, sakit, Bu," ringis Chaca.
"Asal kamu tahu ya, Ayahmu sudah jadi suamiku jadi dia harus nurut kepada istrinya!" Ibu Maya lalu, mendorong Chaca sehingga terjatuh ke lantai.
Chaca menggelengkan kepala merasa sangat kecewa kepada sang Ayah yang hanya diam saja tanpa membela dirinya. Mungkin, ini jalan terbaik untuknya untuk pergi dari mereka. Sang Ayah pun kini sudah tidak memperdulikan Chaca lagi.
"Maaf, waktunya sudah habis, sekarang anda harus pulang," ujar pengawal Tuan Tomy.
Chaca menggelengkan kepala lalu, menatap sang Ayah. Dia berharap sang Ayah mau membelanya serta, tidak membiarkan dirinya pergi jauh darinya. Namun, sayang harapannya hanya pupus, sang Ayah malah pergi begitu saja.
"Baiklah Ayah, jika ga mau anggap aku anak lagi, aku akan pergi! Jangan berharap kalo kita bisa ketemu lagi, Ayah!" Teriak Chaca menatap kecewa sang Ayah.
Deg. Ayah Vito terdiam sebentar saat sang putri berkata seperti itu. Akan tetapi, dia bingung harus melakukan apa. Kalau boleh jujur, mungkin ini memang terbaik untuk anaknya mendapatkan suami yang punya harta.
"Kelak, kau akan mengerti, Nak batin Ayah Vito."
Ayah Vito pun segera melanjutkan langkahnya. Dia harus bersikap masa bodoh, mungkin suatu saat nanti Chaca akan menemui jawabannya. Chaca pun yang melihat sang Ayah tidak memperdulikannya sungguh sangat sakit hati. Wanita itu merasa sangat lesu, dia hanya pasrah dirinya harus menikah dengan pria yang tidak di cintainya.
"Ayo, kita pulang Nyonya, Tuan pasti sedang menunggu disana," ujar Pak Heri.
"Ya udah sana bawa aja anak ini! Aku udah muak liat mukanya!" Ibu Maya sambil menyilangkan kedua kakinya.
"Kamu ...."
"Apa, hah!" tantang Ibu Maya.
"Sudahlah, mending kamu pergi! Lihatlah, Ayahmu sudah ga memperdulikan kamu lagi!" lanjutnya.
Chaca pun terdiam, memang benar apa yang di katakan oleh Ibu Maya kalau sang Ayah kini sudah berbeda serta, tidak peduli terhadap dirinya. Chaca pun merasa kecewa akan sikap Ayah Vito.
"Udahlah, cepat bawa dia!" perintah Ibu Maya.
"Baik, Nyonya!" ucap para pengawal Tuan Tomy.
Chaca menggelengkan kepala, dia tidak mau harus kembali kepada pria kejam itu. Akan tetapi, sang pengawal menarik tubuh serta, tangan Chaca agar segera pergi dari rumah itu. Chaca pun terpaksa mengikuti ajakan pengawal itu.
"Lihatlah, aku akan membalas semua perbuatanmu, Bu! Batin Chaca."
Wanita cantik itu pun tidak punya harapan untuk pergi menghindar kembali menuju pria kejam itu. Di setiap perjalanan dia menangisi nasib dirinya yang begitu malang. Dia merasa begitu kangen dengan mendiang sang Ibu yang dulu selalu menyayanginya, selalu menemani dia ketika sakit dan selalu melakukan yang membuat Chaca begitu bahagia dengan kejutan yang sering di lakukannya.
"Kenapa takdirku jadi begini, Bu. Aku harus menikah dengan pria kejam. Apalagi, aku ga kenal sekali dia dan Ibu Maya tega sekali menjual aku demi memiliki uang batin Chaca."
Chaca mengusap air mata yang membasahi pipinya. Entah, dia merasa tidak punya tujuan hidupnya. Dia merasa hancur berkeping-keping saat statusnya menjadi seorang istri.
"Ayo, keluarlah dari mobil!" ucap sang pengawal.
Chaca langsung menatap sang pengawal dengan tatapan pasrah. Dia tidak bisa melakukan apa-apa karena Chaca kini sudah berada di lingkungan yang tidak mungkin di hindari. Wanita cantik itu pun segera keluar dari mobil tersebut. Lalu, mereka berjalan menuju tuannya yang kini sedang menunggu.
Chaca hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar. Dia pun diminta agar masuk ke dalam ruangan yang dimana disana ada Tomy yang kini sedang menunggu. Chaca segera masuk ke dalam ruangan dengan hati penuh kebencian.
"Ayo, masuklah sini ...." ucap Tomy dengan melambaikan tangannya agar Chaca mendekat.
Sedikit demi sedikit Chaca berjalan menghampiri pria itu. Rasa tegang, takut, serta tidak karuan untuk bertemu dengan Tomy. Ingin dia rasanya kabur dari rumah itu, akan tetapi sangat mustahil karena dirinya kini sudah berada di lingkaran rumah api neraka yang tidak mungkin bisa melarikan diri.
Tomy segera berdiri dari kursi, saat wanita cantik itu sudah berada di samping dirinya. Pria itu mendekat lalu, mencium wajah Chaca.
"Jangan mendekat!" Chaca mendorong dada kekar Tomy dengan kuat, sehingga pria itu terjatuh ke bawah.
"Apa-apaan kamu mendorongku, hah!" Tomy marah besar.
Chaca menutup mulutnya yang terbuka karena merasa terkejut telah membuat pria itu marah karena terjatuh oleh ulah dirinya. Chaca merasa tidak enak hati, karena merasakan hawa yang membuat dirinya tidak akan bisa hidup.
Tomy berdiri, lalu dia meraih dagu Chaca dengan kasar, "Ingat ya, sekarang kamu udah jadi milikku! Jadi, jangan pernah kamu membantah! Ngerti?" Pria itu melepaskan dagunya dengan kasar, membuat Chaca meringis kesakitan.
"I-iya, aku ngerti," ujar Chaca dengan terbata.
Tomy menatap kaki sampai ujung rambut Chaca, dia merasa risih melihatnya. "Mandilah, tubuhmu sangat bau sekali!"
Chaca langsung mencium tubuhnya untuk merasakan aroma tak sedap di tubuhnya. Perasaan, dia tidak bau. Akan tetapi kenapa pria itu bilang tubuhku bau. Chaca menatap kesal Tomy.
"Kenapa diam aja? Ayo, cepat mandi!" sentak Tomy.
"I-iya." Chaca langsung berjalan menuju kamar mandi.
Saat berjalan, Chaca tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia berputar balik lalu, menatap pria yang kini sedang duduk di kursi sambil menikmati sebatang rokok. Chaca mengigit bibir bawahnya merasa bingung untuk berbicara kepada pria itu.
"Kenapa diam aja?" tanya Tomy tanpa menatap Chaca, dia masih menikmati dengan sebatang rokoknya.
Chaca membulatkan matanya merasa sangat terkejut. Padahal, dia tidak bicara serta Tomy tidak melihatnya. Akan tetapi, pria itu sudah tau kalau dirinya terdiam disana.
"Jangan berpikir bodoh karena ga tau. Ada apa!" sentak Tomy.
"Emm ... anu ..." Chaca merasa gugup untuk mengatakannya.
"Hey, berbicaralah dengan benar! Kamu mau apa?" Tomy langsung menatap kesal Chaca.
"Aku ... aku bingung mau mandi, tapi ga punya handuk serta bajunya. Nanti, aku mau pakai apa?" ucap Chaca menundukkan kepalanya.
Tomy langsung menghentikan rokoknya. Dia bertepuk tangan tiga kali, lalu datanglah para pelayan dengan membawakan handuk, baju persis kayak drama ala korea. Chaca mengerutkan keningnya saat melihat sang pelayan menghampirinya dan memberikan barang tersebut.
"Ambilah, pakai yang di kasih pelayan itu!" Tomy segera pergi berlalu dari ruangan tersebut.
"Ini Nona, ambilah handuk serta, pakaiannya," ucap sang pelayan tersebut.
"Baiklah, makasih banyak." Chaca tersenyum kepada pelayan tersebut.
"Kalau begitu sama permisi, Nona," ucap sang pelayan segera pergi dari ruangan tersebut.
Chaca hanya menganggukkan kepalanya. Dia pun segera berjalan menuju kamar mandi. Akan tetapi, Chaca merasa bingung letak kamar mandinya. Bagaimana tidak, rumahnya yang megah serta, barang-barang mewah tersimpan dia area sudut tersebut.
"Permisi Nona, ayo, ikut kami untuk pergi ke kamar mandi," ujar sang pelayan menghampiri Chaca.
Chaca bernapas dengan lega karena merasa senang ada seorang pelayan menghampirinya. Wanita cantik itu pun berjalan mengikuti sang pelayan itu. Saat sudah berada di kamar mandi, Chaca merasa terkejut karena ruangan kamar mandi yang begitu mewah persis seperti di hotel.
Sang pelayan pun permisi kepada Chaca saat sudah sampai di kamar mandi. Chaca pun berterima kasih kepada Bu Ina sudah mengantarkan dirinya ke ruangan kamar mandi. Wanita cantik itu, hanya menggelengkan kepala ketika melihat bathroom serta, sabun-sabun bermerk tersimpan disana.
"Benar-benar mewah, ini hotel atau apa sih?" Chaca berbicara pada dirinya sendiri.
Chaca pun langsung membuka satu persatu bajunya, dia ingin menikmati mandi ala kayak di hotel. Chaca langsung menuangkan sabun dengan aroma rose ke bathroom dan kemudian dia merendam kan tubuhnya itu ke bathroom tersebut. Aromanya membuat pikiran Chaca begitu reflek. Dia memejamkan matanya sambil menikmati aroma bunga rose.
#30 menit sudah Chaca berada di bathroom, dia segera membersihkan diri. Setelah selesai semuanya Chacha pun langsung keluar lalu, ke kamar untuk memakai baju. Tiba-tiba, seorang pria masuk ke dalam kamar tersebut. Dia membulatkan matanya saat melihat wanita cantik kini hanya berbalut tubuhnya dengan handuk. Chaca begitu terkejut sama Tomy masuk ke dalam kamar begitu saja.
"Hey, apa yang kamu lakukan disini!" sentak Chaca sambil memegang handuknya.
"Emangnya kenapa? Tubuhmu mulus juga ya, putih lagi. Aku ingin ...." Tomy sambil menatap dari atas sampai bawah tubuh Chaca.
"Kamu ...."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!