Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.
Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.
Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, mereka disebut sebagai Player, dengan skill, Rank, dan item magis.
Ketika portal pertama terbuka, militer berhasil menahan gelombang awal monster.
Tetapi kemudian, Player muncul, manusia yang tiba-tiba memiliki kekuatan di luar logika, mampu menghancurkan tank dengan satu pukulan, menghentikan peluru di udara, dan mengendalikan elemen sesuka hati.
Mereka sadar bahwa kekuatan mereka tidak tertandingi, dan tidak ada yang bisa menghentikan mereka.
Lalu, hari kejatuhan militer pun tiba.
Awalnya, Player bertarung di sisi manusia, membantu menutup Dungeon dan melawan monster.
Mereka dipuji sebagai pahlawan, karena membantu manusia melawan monster dan menaklukkan Dungeon yang muncul di berbagai tempat.
Tetapi, keserakahan mulai menguasai mereka.
Mereka berhenti menyelesaikan Dungeon karena muncul sebuah teori, jika Dungeon berhasil ditaklukkan, maka kekuatan mereka akan menghilang.
Mereka memutuskan hanya mengambil harta dari Dungeon dan membiarkannya tetap aktif, karena Dungeon akan mengalami Refresh setiap beberapa waktu.
Ini berarti monster akan terus bermunculan, tetapi juga memberikan peluang bagi mereka untuk terus mendapatkan sumber daya tanpa batas.
Dunia mulai berubah dan semakin banyak Player bangkit dengan kekuatan luar biasa, militer awalnya percaya bahwa mereka masih memiliki kendali.
Mereka mengira bahwa senjata, strategi, dan disiplin yang telah mereka latih selama bertahun-tahun cukup untuk menghadapi ancaman baru ini.
Mereka salah.
Di markas besar militer dunia, ribuan tentara bersenjata dan berkendaraan lengkap bersiap menghadapi para Player yang saat itu berjumlah ratusan
Komandan militer memberi perintah tembak, dan ratusan peluru melesat ke udara.
Namun, sebelum bisa mencapai target…
"Barrier."
Beberapa Player mengangkat tangannya, menciptakan perisai tak terlihat yang memantulkan semua peluru dan ledakan
Dalam sekejap, beberapa Player lain melompat ke udara dan mengayunkan pedang besar, menghasilkan gelombang energi yang membelah kendaraan lapis baja dalam satu serangan.
"Mereka bukan manusia… Mereka monster!" teriak salah satu tentara sebelum tubuhnya dihancurkan dalam sekejap.
Dalam kurang dari satu jam, militer dunia runtuh, dan para Player mengambil alih kekuasaan.
Tanpa ada yang berani menentang mereka, para Player akhirnya menguasai dunia.
Di Indonesia, keadaan tidak jauh berbeda.
Negara kehilangan kendali, sementara para Player membentuk Guild-Guild besar, mengambil alih pemerintahan dan menjadikan manusia biasa sebagai budak di tanah mereka sendiri.
Bahkan militer Indonesia pun tidak berkutik di hadapan mereka.
Kekuatan mereka yang melebihi batas manusia membuat perlawanan tampak mustahil.
Seiring berjalannya waktu, pemerintahan resmi menjadi tidak lebih dari boneka, sementara Guild-Guild besar menguasai setiap wilayah di Indonesia.
Mereka membagi-bagi kekuasaan, menetapkan hukum mereka sendiri, dan menetapkan sistem pajak kejam bagi manusia biasa yang tinggal di bawah kekuasaan mereka.
Mereka yang tidak mampu membayar akan dimusnahkan tanpa belas kasihan.
************************
Di pinggiran Jakarta, tersembunyi di antara hutan dan bukit, terdapat sebuah desa kecil bernama Desa Sukma.
Desa ini bukan desa besar atau kaya, tetapi masyarakatnya hidup rukun dan damai.
Mereka tidak memiliki Player di antara mereka, yang berarti mereka sepenuhnya bergantung pada diri sendiri untuk bertahan hidup.
Di desa itu, seorang pemuda bernama Rai Alden bocah 11 tahun tinggal bersama keluarganya yaitu ayah, ibu, dan kakak perempuannya, Liana.
Mereka hidup sederhana, mengandalkan hasil pertanian dan perdagangan kecil dengan desa-desa terdekat.
Meskipun dunia di luar telah menjadi neraka, mereka masih bisa merasakan kebahagiaan dalam kesederhanaan.
Namun, bayangan kehancuran sudah semakin dekat.
Setiap bulan, Desa Sukma harus membayar pajak kepada Guild Black Lotus, salah satu Guild terkuat yang menguasai wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Pajak itu berupa uang, hasil panen, dan terkadang manusia sebagai upeti wanita muda atau anak-anak yang dipilih untuk dijadikan budak atau hiburan para Player.
Bulan ini, Desa Sukma gagal membayar pajak.
Bencana yang selama ini mereka takuti akhirnya tiba.
Matahari baru saja terbenam ketika sebuah suara gemuruh terdengar di kejauhan.
Getaran langkah kaki berat memenuhi udara, menandakan kedatangan mereka.
Player telah datang.
Di pintu masuk desa, puluhan pria dan wanita berpakaian zirah hitam dengan simbol bunga teratai hitam di dada mereka berdiri dengan angkuh.
Mereka adalah anggota Black Lotus, salah satu Guild paling ditakuti di Indonesia.
Di antara mereka, berdiri tujuh Player kuat, dengan senyum sinis di wajah mereka.
Pemimpin mereka, seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut putih dan mata dingin, melangkah maju.
"Selamat malam, warga Desa Sukma," Suaranya dalam dan tenang, namun mengandung ancaman yang tak terbantahkan.
"Kami datang untuk menagih pajak bulanan kalian, mana bayarannya?"
Kepala desa, seorang pria tua dengan tubuh kurus bernama Pak Wirya, melangkah maju dengan gemetar.
"M-maafkan kami tuan, tahun ini hasil panen buruk… kami tidak memiliki cukup untuk membayar pajak yang diminta, beri kami waktu tambahan, kami akan..."
Bugh!
Player itu menendang dada Pak Wirya dengan santai, membuat pria tua itu terlempar beberapa meter dan jatuh ke tanah dengan batuk berdarah.
Suara tertawa dari para Player menggema di udara.
"Waktu tambahan? Hahaha… Kau pikir kami ini bank yang memberikan pinjaman?"
Player mendekat dan menekan kakinya ke dada Pak Wirya yang masih terbaring di tanah.
"Kalau tidak bisa membayar, maka kami akan mengambil sesuatu yang lain"
Dia menoleh ke bawahannya.
"Habisi semua laki-laki dan sisakan para wanita untuk dijadikan budak seks."
Teror pun dimulai.
****************************
Raungan ketakutan dan kesakitan mulai memenuhi udara.
Para Player mulai membantai warga desa, menebas, membakar, dan menghancurkan segalanya.
Orang-orang berlari menyelamatkan diri, tetapi tidak ada tempat untuk bersembunyi.
Di dalam rumah mereka, keluarga Rai menyadari bahwa mereka tidak akan selamat.
Namun, mereka ingin memastikan Rai tetap hidup.
"Rai, cepat sembunyi di dalam lemari!" perintah ayahnya dengan suara panik.
"Tapi, Pak..."
"TIDAK ADA WAKTU! Cepat!"
"Kak Liana, aku takut…"
Liana berlutut, menggenggam tangan Rai dengan lembut, meskipun air mata menggenang di matanya.
"Jangan takut, Dik… Kakak akan selalu bersamamu."
Dia tersenyum lembut sebelum mendorongnya masuk ke dalam lemari dan menutup pintunya perlahan.
BRAK!
Pintu rumah mereka dijebol sepertinya hanya dengan satu tendangan
Enam Player masuk, lima pria dan satu wanita.
Mata mereka penuh keserakahan dan keganasan, melihat keluarga Rai bagaikan hewan buruan.
Salah satu Player, seorang pria besar dengan kepalan tangan yang berlumuran darah, menyeringai.
"Jadi, ini salah satu keluarga yang tidak membayar pajak?"
Player wanita yang berdiri di sampingnya tertawa kecil.
"Aku ingin yang wanita, yang laki-laki buang saja, Hehehe" kata pria dengan rambut merah berpenampilan seperti penyihir
...Perhatian adegan ini penuh kesadisan dan unsur seksual tidak untuk anak dibawah umur....
Jeritan memenuhi rumah kecil itu.
Bau darah yang menyengat bercampur dengan asap dari desa yang terbakar, menciptakan neraka yang tak terbayangkan.
Ayah Rai berusaha melawan dengan sebilah parang tua satu-satunya senjata yang ia miliki.
Namun, di hadapannya berdiri seorang Swordsman, Player berbaju zirah hitam dengan pedang yang masih meneteskan darah.
"Hanya segini perlawananmu?"
Swordsman itu menyeringai, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan yang tak bisa ditangkap mata manusia biasa.
"Slash!"
Suara daging terbelah memenuhi udara.
Mata Rai membelalak lebar saat melihat kepala ayahnya terpotong bersih, terlempar ke udara sebelum jatuh dengan bunyi
"thud" yang berat.
Tubuhnya yang tanpa kepala masih berdiri selama beberapa detik, sebelum akhirnya roboh ke tanah dengan darah menyembur liar ke segala arah.
"AAAAAAHHH!!!"
Liana menjerit, tubuhnya bergetar hebat.
Rai yang bersembunyi menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan teriakannya sendiri.
Ibu Rai menjerit, namun sebelum ia bisa berlari, seorang pria berbadan besar mencengkeram kepalanya seperti mencengkram buah.
"Jangan terlalu berisik, wanita tua."
Jari-jari kekarnya menekan tengkorak ibu Rai, menyebabkan darah mengalir dari sela-sela rambutnya.
"Lepaskan dia, dasar bajingan!"
Liana, kakak Rai, mencoba menerjang, tetapi seorang Assassin wanita dengan pisau melengkung menyambar pergelangan kakinya.
Sraasssh!
Liana jatuh tersungkur, urat tendonnya terputus, membuatnya tak bisa berdiri lagi dan hanya bisa mengerang
"Lihat gadis ini, meronta seperti anak burung yang ketakutan," bisik Assassin itu dengan nada mengejek.
"Dia cantik," kata seorang pria berpakaian seperti Healer sambil menarik rambut panjang Liana, memaksanya mendongak.
"Kita harus bersenang-senang dulu sebelum membunuhnya."
"TIDAK! JANGAN!!!" Liana menjerit, berusaha melawan tetapi hanya bisa meronta karena kakinya lumpuh
Healer itu menendang perutnya keras-keras, membuatnya merintih kesakitan.
Tangan kasar Healer menarik pakaiannya dengan paksa, merobek kain yang menutupi tubuhnya.
Healer itu membuka celananya dan mulai mempermainkan tubuh kakaknya.
Rai hanya bisa melihat dengan mata yang memerah oleh air mata dan kemarahan.
Liana meronta, menjerit, menangis tetapi itu hanya membuat Healer itu semakin terangsang karena menikmati penderitaannya.
"Jangan! JANGAN!"
Ibu Rai meronta, namun tangan pria besar itu semakin kuat menggenggam kepalanya.
"Kau harus lihat semuanya," bisiknya sambil memutar tubuh ibu Rai menghadap Liana.
Dengan bersimbah air mata ibu Rai dipaksa melihat anaknya diperkosa didepan mata kepalanya.
Liana yang sudah tak berdaya hanya bisa pasrah menerima perlakuan bejad sang Healer.
Sementara itu, seorang Necromancer dengan jubah ungu mendekati tubuh ayah Rai yang tak berkepala.
Dengan senyuman sadis, ia mulai merapal mantra.
Tulang-tulang mulai bergerak.
Tubuh ayah Rai terangkat kembali, meski kepalanya telah terpenggal. Daging dan ototnya yang tersisa bergerak secara tak wajar, seperti boneka yang dikendalikan oleh tali yang tak kasat mata.
"Kita buat dia lebih berguna setelah mati," ucap Necromancer itu sambil tertawa.
Mata Liana melebar saat melihat tubuh ayahnya yang telah menjadi boneka bergerak ke arahnya dengan gerakan kaku.
"A... Ayah...?" bisiknya, namun tubuh itu tak lagi mendengar.
Dan di detik berikutnya...
CRACK!
Pria berbadan besar itu menghancurkan kepala ibu Rai dengan satu genggaman, darah dan serpihan tengkorak berhamburan, membanjiri lantai kayu rumah mereka.
Liana yang sudah lemas kembali menjerit histeris.
Necromancer terkekeh, mengangkat tubuh ibu Rai yang sudah tak berkepala dan mulai mengubahnya menjadi boneka yang sama seperti ayahnya.
Kini, kedua orang tua mereka berdiri kembali, meski mereka tak lagi bernyawa.
Liana mencoba menggerakkan, tubuhnya yang gemetar.
"T-Tolong..."
Namun tak ada belas kasihan.
Healer itu menyembuhkan Liana yang sudah terkulai lemas tetapi hanya untuk dijadikan mainan oleh Player berikutnya.
"Dasar para pria cabul," kata wanita Assassin itu sambil terkikik.
Rai menggigit lidahnya sendiri hingga berdarah.
Ia ingin keluar dan membunuh mereka, Ia ingin menghancurkan semuanya Tapi... tubuhnya tidak bisa bergerak.
Ia terlalu takut.
Ia hanya bisa menyaksikan.
Mengapa ini terjadi?
Mengapa tidak ada yang datang membantu?
Mengapa Player bisa melakukan ini sesuka mereka?!
Menit-menit berlalu seperti siksaan abadi.
Dan akhirnya setelah mereka bergantian puas mempermainkan kakaknya, Player berambut merah berpenampilan seorang Mage menatap gadis itu dengan senyum bengis.
"Cukup bermain. Sekarang kita bakar dia."
Ia mengangkat tangannya, cahaya merah terang berkumpul di telapak tangannya.
Rai, yang masih bersembunyi, merasakan jantungnya berhenti sejenak.
Tidak...
Tidak...!!
"Fireball!"
Bola api besar meluncur, membakar tubuh kakaknya hidup-hidup.
Liana menjerit, jeritan yang penuh dengan rasa sakit, kepedihan, dan keputusasaan.
Api membakar rambutnya, kulitnya, dagingnya.
Bau daging hangus memenuhi udara, membuat perut Rai terasa mual. Matanya membelalak, tetapi ia tidak bisa berpaling.
Akhirnya, setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, jeritan itu berhenti.
Hanya ada tubuh hangus yang tak lagi bisa dikenali, dan tawa puas para Player.
Di dalam lemari kecil itu, sesuatu di dalam diri Rai hancur.
Dan di saat yang sama—
Sesuatu yang lain lahir.
Dendam.
Dendam yang tak akan pernah padam.
Dendam yang akan membakar dunia yang sudah rusak ini sampai ke akarnya.
******************************
Rai tidak tahu berapa lama dia tetap bersembunyi di dalam lemari itu.
Darah sudah mengering di lantai, bau busuk daging terbakar masih menyengat di udara.
Di luar, suara Player mulai mereda, mereka sudah puas dengan pembantaian mereka.
Tetapi Rai masih hidup.
Dia tidak tahu apakah itu keberuntungan atau kutukan.
Dengan tubuh gemetar, dia mendorong pintu lemari perlahan, memastikan tidak ada lagi suara langkah kaki di luar.
Begitu dia yakin mereka telah pergi, Rai merangkak keluar.
Pemandangan di hadapannya… neraka yang nyata.
Tubuh ayah dan ibunya masih berdiri tegak, bergerak dalam kegelapan dengan gerakan yang tidak wajar.
Boneka mati yang dikendalikan oleh sihir terkutuk.
Liana… hanya ada sisa-sisa tubuh yang hangus di lantai.
Jantung Rai berdetak kencang, kepalanya berdengung, tubuhnya terasa ringan.
Sesuatu dalam dirinya ingin berteriak, ingin menangis.
Tapi tidak ada suara yang keluar.
Hatinya sudah mati bersama keluarganya.
Rai mengambil langkah goyah, menyeberangi genangan darah yang dulunya milik orang-orang yang ia cintai.
Dengan tangan gemetar, dia menarik sebuah selimut lusuh yang masih tersisa, menyelubungkan dirinya agar tak terlihat.
Dia harus pergi.
Di luar, desanya sudah rata dengan tanah.
Tubuh-tubuh warga yang dia kenal tergeletak di jalanan, beberapa hangus, beberapa terpotong-potong.
Player sudah pergi, hanya meninggalkan kehancuran.
Rai berlari.
Kakinya terasa seperti batu, kepalanya berdengung, tapi dia terus berlari, menjauh dari tempat yang dulu ia sebut rumah.
Dendam menyelimuti tubuhnya.
Setiap langkah yang ia ambil, setiap tarikan napas yang ia hirup, hanya menyisakan satu hal dalam pikirannya.
Dia harus bertahan.
Dia harus menjadi lebih kuat.
Dan dia harus membalas dendam.
Tujuh tahun setelah malam mengerikan itu, Indonesia bukan lagi negara yang berdaulat.
Pemerintahan resmi hanya menjadi simbol tanpa kekuatan nyata, sementara kendali sepenuhnya diambil alih oleh para Player.
Mereka yang dulu dianggap sebagai pahlawan kini adalah penguasa mutlak yang memperlakukan manusia biasa seperti hewan ternak.
Tidak ada lagi hukum yang berlaku kecuali kekuatan.
Tujuh Guild besar kini menguasai seluruh wilayah Indonesia.
Black Lotus, penguasa Jakarta dan sekitarnya, adalah yang terkuat di antara semua Guild, ereka berada di puncak rantai makanan, tak tersentuh oleh siapa pun.
Storm Blade, Guild yang menguasai Surabaya dan wilayah Jawa Timur, terkenal dengan kekuatan Swordsman mereka.
Iron Fang, penguasa Sumatera, memiliki pasukan terorganisir dengan militerisasi tinggi dipimpin oleh Player keji Brutal haus darah.
Silent Veil, Guild Assassin terbesar, bergerak dalam bayang-bayang tanpa ada yang mengetahui lokasi markas mereka.
Arcane Tower, penguasa sihir di Kalimantan, memiliki para Mage terkuat yang mengendalikan berbagai elemen.
Titan Hand, Guild penguasa Sulawesi dengan barisan pengendali monster yang kuat.
Sky Lance, penguasa Papua, mengendalikan wilayah dengan kemampuan berburu mereka.
Meskipun masih ada banyak Guild cabang dan kelompok Player independen, ketujuh Guild ini adalah yang paling berkuasa, dan di antara mereka, Black Lotus berada di puncak, tak tersentuh oleh siapa pun.
Bagi manusia biasa, hidup hanyalah perjuangan untuk bertahan.
Tak ada tempat yang aman.
Kapan saja, seorang Player bisa datang dan membunuh seseorang hanya karena bosan.
Mereka yang melawan, mati, mereka yang patuh, tetap menderita.
Dan di antara semua kekacauan ini, seorang pria melangkah di jalan yang berbeda.
Seorang pria yang tak lagi memiliki masa lalu, tak lagi memiliki keluarga, dan tak lagi memiliki belas kasihan.
Seorang pria yang hidup hanya untuk satu tujuan.
Balas dendam.
****************************
Tujuh tahun telah berlalu sejak ia menyaksikan keluarganya dibantai.
Sejak malam itu, ia tidak lagi sama.
Anak laki-laki yang dulu ketakutan di balik lemari telah mati.
Yang tersisa hanyalah seorang pria dengan tatapan dingin, berjalan dalam kegelapan, memburu orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya.
Rai yang sekarang berumur delapan belas tahun tidak memiliki kekuatan supernatural seperti para Player.
Namun, ia memiliki sesuatu yang lebih berbahaya, kecerdasan, kesabaran, dan kebencian yang tak terbatas.
Selama bertahun-tahun, ia mempelajari dunia baru yang dikuasai oleh Player.
Ia mempelajari cara mereka bertarung, kelemahan mereka, dan cara menghancurkan mereka.
Ia bertemu dengan orang-orang yang sama sepertinya.
Mereka yang kehilangan segalanya karena keserakahan para Player.
Ilmuwan yang keluarganya dibantai yang awalnya bekerja untuk Guild, para mantan tentara yang gagal melindungi negara mereka.
Dari mereka, Rai belajar banyak hal.
******************
Seperti biasa kegiatan rutin Rai adalah bertarung dengan Pak Hari
Pak Hari adalah mantan tentara, salah satu dari sedikit manusia biasa yang berhasil bertahan hidup dalam kekacauan ini.
Tujuh tahun lalu, ia menemukan Rai, seorang anak kecil yang berkeliaran tanpa tujuan di reruntuhan kota, memakan sisa makanan busuk, tidur di jalanan yang gelap dan dingin.
Di saat semua orang hanya mementingkan keselamatan mereka sendiri, Pak Hari memungut Rai dan membawanya pergi.
Dan sejak saat itu, Pak Hari melatihnya.
Dari bertarung tangan kosong, hingga menggunakan berbagai jenis senjata, pisau, pistol, panah, dan bahkan pedang yang sebelumnya tidak pernah diajarkan.
Bahkan dalam dunia yang dikuasai Player, manusia biasa masih bisa bertarung.
Meskipun Rai bukan tandingan seorang Player, ia tetap berlatih.
Ia sadar bahwa bahkan jika ia hanya bertambah kuat seujung kuku pun, itu tetaplah kekuatan yang bisa ia manfaatkan.
Dan hari ini, latihan mereka kembali berlangsung.
"Bang!"
Tinju Rai menghantam dada Pak Hari dengan keras.
Pria tua itu mundur selangkah, wajahnya menunjukkan keterkejutan.
"Heh... Kau semakin kuat saja, Rai."
Rai menarik napas dalam.
"Tidak... Bapak saja yang mulai menua."
Pak Hari terkekeh, lalu mengusap keringat di dahinya.
"Sepertinya begitu... Aku sudah tidak bisa mengimbangimu lagi."
Hari ini, untuk pertama kalinya, Rai berhasil mengalahkan Pak Hari dalam pertarungan.
Namun, meskipun sudah sekuat ini, mereka sama-sama sadar...
Rai tetap bukan tandingan seorang Player.
Bahkan Player Rank terendah sekalipun.
Meskipun begitu... Rai tetap berlatih.
Karena tidak ada pilihan lain.
"Baiklah, latihan hari ini selesai," ujar Pak Hari.
Rai menyeka keringatnya, bersiap untuk pergi.
Namun, sebelum ia melangkah keluar, Pak Hari menatapnya dengan tatapan tajam.
"Tiap malam kau selalu pergi... Ke mana, Rai?"
"... …"
Rai hanya diam.
Melihat reaksi itu, Pak Hari tidak bertanya lebih jauh.
Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Rai.
Namun, ia juga tahu bahwa apapun yang dilakukan pemuda itu, pasti berhubungan dengan masa lalunya.
"Hati-hati, Rai," ucapnya akhirnya.
"Sampai jumpa besok."
Rai mengangguk.
"Baik, Pak."
Dan kemudian, ia pergi...
******************************
Malam itu, Rai tiba di sebuah tempat tersembunyi.
Sebuah markas bawah tanah, tempat di mana ia bisa merencanakan segalanya tanpa takut ditemukan.
Di sana, seseorang sudah menunggunya.
Profesor Lamberto.
Dulu, profesor ini adalah penemu jenius yang bekerja untuk Guild.
Meskipun ia manusia biasa, ia berhasil menciptakan berbagai teknologi yang membantu Player semakin kuat.
Namun, suatu hari, keluarganya dibantai oleh Player tanpa alasan.
Sejak saat itu, ia melarikan diri, membawa semua penemuan berharganya dan bersumpah untuk menghancurkan dunia Player.
Dan kini, ia bekerja sama dengan Rai.
"Bagaimana latihanmu?" tanya Profesor Lamberto tanpa menoleh dari layar komputer.
"Seperti biasa," jawab Rai singkat.
Profesor itu mengangguk.
"Bagus, karena malam ini kau akan berburu lagi."
"Sebelum kau pergi aku mau menunjukan beberapa alat ciptaanku yang sudah aku kembangkan."
Rai antusias alat apa lagi yang akan ditunjukannya sekarang.
"Ini dia," kata Profesor Lamberto sambil menunjukan beberapa serum suntikan.
"Apa itu?" Rai penasaran.
"Ini namanya Blood act serum, dapat mengcopy skill salah satu player yang kamu inginkan."
"Tapi bukankah skill hanya digunakan Player dan kau tahu aku siapa."
"........"
"Oke tidak masalah bagaimana dengan ini Human Fog, dapat langsung menghancurkan organ dalam musuh jika dihirup selama 5 detik."
"Wow ini baru bagus, Player terkuatpun akan mati dengan ini," kata Rai bersemangat.
"Tidak ini untuk membunuh manusia biasa."
"......."
"Sebenarnya kau berada di pihak siapa," kata Rai menggelengkan kepalanya.
"Haha aku menciptakan ini saat aku berada di Guild untuk membunuh manusia, baik lupakan bagaimana dengan ini."
Profesor Lamberto menunjukan sebuah kacamata renang didepan Rai.
"Ini namanya Google Soul, dapat membedakan makhluk hidup dan mati."
"Aku ingin melawan Player bukan hantu."
"Bagaimana dengan ini Player Bag dapat menyimpan 5 benda seperti penyimpanan...dan untuk Player"
"Lupakan yang itu, berikutnya Null Rod dapat menghilangkan semua Gravitasi senjata yang dilempar."
"Senjataku adalah pistol dan bagaimana aku dapat mengalahkan mereka jika peluruku harus jatuh karena gravitasi."
"Coba lihat ini Chimera's Sigil, sebuah segel yang dapat mengontol monster sesuka hati jika ditempelkan padanya."
"Sebelum menempelkannya aku bisa mati."
"Baiklah berikutnya...."
"Sudah cukup aku tidak punya waktu tunjukan aku diwaktu berikutnya."
Meskipun profesor Lamberto seorang penemu hebat tetapi banyak peralatannya tidak berguna dan yang menurut Rai sangat berguna adalah itu.
Di meja kerjanya, terdapat senjata berbentuk pistol, dengan desain ramping dan futuristik.
Rai mengambil pistol itu, memasukkannya ke dalam sarung di pinggangnya.
"Tunggu Rai masih ada..."
"Aku pergi."
Rai melambaikan tangannya tanpa berbalik.
Malam ini, ia akan keluar.
Memburu Player.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!