NovelToon NovelToon

Penghianatan Di Hari Pertunanganku

Bab 1. Penghianatan

Namaku Rayya aku memiliki usaha bakery sejak dua tahun yang lalu. Tapi tidak semua orang tau kalau aku adalah pemilik sebuah bakery. Mereka malah mengira aku adalah pelayan di bakery tersebut, termasuk orangtua dan juga adikku.

Aku memiliki seorang kekasih bernama Putra, pria yang sangat aku cintai dan selalu membuatku bahagia. Tidak seperti keluargaku yang selalu meminta pamrih atas apa yang mereka lakukan selama ini kepadaku dan berbuat tidak adil padaku.

Katanya aku harus membalas budi atas semua jasa mereka yang sudah membesarkan ku. Tapi Kenapa hanya aku yang diperlakukan seperti itu, tidak dengan adikku yang sangat mereka sayangi. Terkadang aku berfikir apakah Aku bukan anak kandung mereka sehingga membuat mereka bersikap tidak adil kepadaku?

Dan inilah kisahku.

Hari ini Putra dan Rayya akan melangsungkan pertunangan mereka. Setelah kurang lebih satu tahun menjalin hubungan akhirnya Putra ingin melamarnya dan menyematkan cincin pertunangan untuk mengikat janji sebelum pernikahan.

"Aku benar-benar tidak percaya akhirnya aku dan Putra akan melangsungkan pertunangan. Dan setelah itu aku akan menikah dengannya, menjadikanku miliknya satu-satunya, "

Senyum kebahagiaan tak lepas dari bibir Rayya karena dia merasa sangat bahagia. Akhirnya kebahagiaan akan ia dapatkan, sedikit lagi didepan matanya. Rayya terus meyakinkan hatinya dengan pikiran positif yang selalu dia tanamkan dalam menghadapi masalah apapun.

Rayya terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya putih, namun di sampingnya sang adik ternyata ikut berdandan. Entah kenapa dia melakukan itu, apakah dia ingin bersaing dengannya? Namun Rayya tidak peduli sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh Livia, karena hari ini hanya dia yang akan menjadi pusat perhatian di acara pertunangannya.

"Setelah kita mendengarkan kata sambutan dari kedua belah pihak, sekarang saya persilahkan mbak Rayya dan mas Putra maju ke depan untuk bertukar cincin yang akan mengikat kalian berdua untuk menuju ke jenjang pernikahan. "

Ucapan pembawa acara itu sangat melengking dan memecah suasana yang terlihat tegang setelah mendengar sambutan-sambutan dari kedua belah pihak. Putra mengulurkan tangannya dan disambut dengan penuh bahagia oleh Rayya. Mereka berdua maju ke depan untuk melakukan tukar cincin.

"Nah, ini dia calon pengantin kita yang akan bertunangan terlebih dulu. Silahkan mas Putra dan mbak Rayya memasangkan cincin ke jari pasangan nya. " kembali pembawa acara itu menunjukkan suaranya dengan gaya yang sedikit lemah gemulai.

Rayya melihat Putra mengambil sesuatu dari kantong jasnya dan dia menebak kalau yang diambilnya adalah cincin. Ternyata benar, Putra membuka kotak cincinnya dan mengambil satu cincin berukuran kecil lalu mengambil tangan Rayya.

Rayya terlihat sangat bahagia karena sebentar lagi dia akan menjadi tunangan Putra kekasihnya. Tapi apa ini, kenapa Putra tidak segera menyematkan cincin itu ke jari tangannya?

"Mas, kenapa? " tanya Rayya khawatir setelah melihat wajah Putra yang terlihat suram.

"Maaf aku tidak bisa melakukannya, Rayya. Aku tidak bisa menikah denganmu, karena aku tidak mencintaimu. "

Bak disambar petir di siang hari Tubuh Rayya terasa membeku seketika itu. Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat tidak diinginkan olehnya. Dan kenapa ini harus terjadi padanya? Kenapa?

"Aku mencintai wanita lain dan aku akan menikahinya."

Putra berjalan begitu saja meninggalkan Rayya yang hanya diam mematung. Wanita malang itu benar-benar shock dengan keadaan yang menimpanya saat ini. Sedangkan Putra berjalan mendekati Livia yang tersenyum lebar menyambut kedatangan kekasih gelapnya itu.

"Ayo, sudah saatnya kita go publik dan mengatakan kepada semua orang kalau kau adalah kekasih ku. " Putra mengulurkan tangannya dan di terima dengan senang hati oleh Livia.

"Tentu saja, Ayo. "

Rayya berdiri kaku di sudut ruangan yang dipenuhi gemerlap lampu pesta. Senyum palsu terpampang di wajahnya, meski hatinya hancur berkeping-keping. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia bagi dirinya dan Putra, kekasih yang selama ini ia cintai dan percaya dengan sepenuh hati. Namun kenyataan justru berbalik menyakitkan.

Rayya menelan pil pahit saat Putra dengan wajah tanpa rasa bersalah mengumumkan bahwa ia membatalkan pertunangan mereka. Lebih mengejutkan lagi, Putra mengumumkan pertunangannya dengan Livia, adiknya sendiri. Tepuk tangan meriah bergema di ruangan, seakan semua orang merestui pengkhianatan itu.

Orang tuanya yang selama ini tampak dingin terhadap Rayya justru menyambut kabar itu dengan sukacita. Rayya tahu mereka lebih menyukai Livia, si adik yang dianggap sempurna dalam segala hal. Namun ia tak pernah menyangka akan dihancurkan sedemikian rupa oleh orang yang ia cintai dan keluarganya sendiri.

"Maaf, Rayya," ujar Putra setelah acara penyematan cincin usai. "Tapi selama ini yang benar-benar aku cintai adalah Livia, bukan kamu. Kamu hanya batu loncatan supaya aku bisa dekat dengannya. Jadi saat aku sudah bisa mengambil hatinya, untuk apa aku bertahan dengan wanita yang tidak aku cintai. "

Kalimat itu menampar Rayya lebih keras daripada apa pun yang pernah ia alami. Hatinya terasa remuk. Bagaimana mungkin seseorang yang pernah berjanji untuk selalu bersamanya tega mempermalukan dirinya di depan banyak orang hanya demi cinta yang selama ini disembunyikan?

Livia, yang berdiri di samping Putra, tampak terdiam namun tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun, dia bahkan tersenyum mengejek kepada Rayya. Rayya tahu bahwa adiknya telah menerima cinta Putra dan ikut berkontribusi dalam penghinaan ini.

"Lalu jika kamu ingin bertunangan degan Livia, kenapa menyuruhku menyiapkan semua acara ini? " tanya Rayya dengan suara tercekat.

"Tentu saja untuk menghemat pengeluaran ku. Aku tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk acara pertunangan kami. " ucap Livia seenaknya.

"What? apa kau bercanda. Jadi kamu dan dia memanfaatkan aku untuk acara gila kalian ini. Kalian benar-benar keterlaluan. " Rayya benar-benar tidak percaya kalau dia hanya dimanfaatkan oleh kedua penghianat itu hanya untuk membuat acara pertunangan seperti ini.

"Jangan marah-marah kakakku sayang, nanti tidak ada pria yang mau denganmu jika kamu terlihat tua, lagipula ini hanya acara pertunangan. Kamu belum membiayai pernikahan ku nanti dengan Putra. " kata Livia dengan tawa mengejeknya.

"Bermimpilah, dan nikmati acara bodoh ini. Penghianat memang sangat pantas dengan penghianat. Karena kalian tidak ada bedanya. "

Meski malu dan sakit hati merajam hatinya, Rayya tahu ia tidak boleh terlihat lemah. Dengan sisa harga dirinya, ia menegakkan kepala dan melangkah keluar dari ruangan penuh kemunafikan itu.

Dalam hati, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ini bukan akhir dari hidupnya. Putra mungkin berhasil mempermalukannya hari ini, tetapi suatu hari nanti dia akan bangkit, lebih kuat dan bahagia tanpa cinta yang penuh kepalsuan seperti ini.

"Mau kemana nona, "

Suara berat seseorang menghentikan langkahnya dan membuat semua orang yang ada di sana menoleh ke asal suara dan saling bertanya siapa pria itu?

"Apakah kamu akan pergi dengan semua rasa sakit dan malu itu? " tanya pria itu dengan senyuman yang membuat wajahnya terlihat sangat tampan.

"Ya, tidak ada gunanya aku disini. Sebaiknya aku pergi dan menenangkan diri. " Jawab Rayya dan kembali akan melangkah kan kakinya. Namun lengannya langsung di cekal oleh pria itu.

"Jangan kemana-mana tetaplah disini aku ingin menawarkan sesuatu padamu. "

"Apa?"

"Maukah kau menjadi istriku? "

Bab 2. Pria Asing

Semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut merasa terkejut dengan ucapan Pria asing itu, begitu juga dengan Rayya. Livia dan Putra pun merasa sangat terkejut. Mereka tidak menyangka kalau Rayya akan di lamar oleh pria asing setelah dipermalukan sedemikian rupa oleh mereka berdua.

"Perkenalkan, namaku Saka." ucap pria asing yang ternyata bernama Saka itu sambil mengulurkan tangannya kepada Rayya.

"Rayya." Rayya menerima uluran tangan Saka dan mereka pun berkenalan.

"Senang bertemu denganmu, " ucap Saka lagi,

Namun sesaat kemudian dia berlutut dengan satu kaki menempel ke lantai dengan sebuah tangan memegang sebuah kotak perhiasan kecil. Dan Apa yang dilakukan oleh Saka itu benar-benar membuat Rayya dan orang-orang yang ada disana merasa terkejut untuk kesekian kalinya.

"Will you marry me? " kata pria itu tanpa ragu.

Sontak saja ucapan pria itu kembali membuat heboh seisi ruangan. Bagaimana bisa dua orang asing yang belum saling mengenal sudah berani untuk melamar. Itu sungguh sulit di cerna oleh akal sehat mereka.

"Kau bercanda?" ucap Raya lirih.

"Tidak, cepatlah Terima lamaran ku ini. Setidaknya apa yang aku lakukan bisa mengobati rasa malumu dan menampar kedua penghianat itu. " kata Saka sambil melirik sepasang sejoli yang sedang menatap ke arah mereka dengan kesal.

"Tapi? " Rayya merasa ragu

" Yang penting sekarang kita jalani dulu, kedepannya kita pikirkan nanti, " ujar Saka yang merasa gemas sendiri saat Rayya masih belum memutuskan keinginannya saat ini, padahal hanya dengan cara itu dia bisa mempertahankan harga dirinya.

"I will, " jawab Rayya cepat dan membuat senyum lebar terbit di bibir Saka.

Pria itu langsung berdiri dan, menyematkan cincin yang dia siapkan di jari manis Rayya, begitupun sebaliknya. Rayya tidak menyangka kalau ternyata sakit hatinya akan langsung dibayar tunai walaupun dengan pria yang tidak dia kenal sama sekali dan baru pertama kali dia bertemu dengan pria itu.

"Sekarang kita sudah resmi bertunangan. Bagaimana kalau kita langsung menikah saja hari ini juga. " ucap pria itu tanpa basa basi lagi.

"A– apa? jangan gila. " kata Rayya yang mulai merasakan ketakutan karena pria itu terlalu vulgar mengatakan semua yang dia pikirkan secara gamblang.

"Aku tidak gila. Dari situasi yang aku lihat ini, aku rasa kamu tidak diperlakukan adil oleh keluargamu. Terbukti mereka sama sekali tidak merasakan sedih saat kau di campakkan oleh pria itu. Tapi lihatlah saat saudaramu yang dipilih oleh pria itu, bukankah orang tuamu merasa sangat bahagia." ucap Saka dengan pengamatan yang tepat.

Rayya menatap kedua orang tuanya dan pasangan penghianat disana. Memang sepertinya mereka tidak keberatan sama sekali jika dia dipermalukan dan dihina sedemikian rupa oleh Putra. Tapi mereka sangat bahagia saat Putra memilih Livia adiknya.

Jadi, apakah ketidak adilan itu terlihat dengan jelas, sehingga orang yang baru dia kenal saja sudah bisa menilai ketidak adilan yang sudah dia Terima di keluarganya.

"Hey, jangan seenaknya kamu mau menikahi anak orang. Sebaiknya kamu katakan dulu siapa kamu sebenarnya dan apa pekerjaanmu. " tanya Arin ibu dari Rayya.

"Ya, seperti yang ibu lihat, aku hanya pria biasa yang tidak bisa melihat ketidak adilan yang di Terima dari keluarganya. Jadi apakah salah jika aku ingin mengangkat derajat anak kalian dengan menikahinya dan membahagiakannya jika kalian tidak bisa membahagiakannya." jawab Saka.

"Oh, jadi cuma pria biasa. Ya sudah nikahi saja kakakku itu. Kalian memang pasangan yang cocok. Benar kan Ayah, ibu. " kata Livia dengan tatapan mengejek, sekarang dia tidak akan khawatir lagi untuk disaingi.

"Hmm, sepertinya dia hanya seorang sales sebuah perusahaan atau pekerja magang. Lihatlah pakaiannya kemeja putih dan celana hitam. Bukankah itu seperti pakaian seles panci yang menawarkan barang dagangannya dari rumah ke rumah. " tebak Putra ikut mencemooh.

"Benarkah? Wah kalau begitu kalian benar-benar pasangan yang sangat cocok. Si perempuan adalah pelayan toko kue dan prianya seorang sales. Bagus sangat cocok. Nikahkan saja mereka ayah ibu, tak perlu pesta mewah cukup nikah di KUA saja. " sahut Livia dengan senyum yang sangat menyebalkan.

"Iya, kau benar, nak. Kamu nikahi saja dia. Dari pada menjadi beban di keluarga kami. Tidak perlu memintaku menjadi walinya, gunakan wali hakim saja. " ujar Irwan begitu teganya.

"Ayah–, "

Rayya benar-benar tidak percaya kalau ayahnya akan tega mengatakan itu. Bukankah dia dan Livia adalah anaknya, kenapa begitu mencolok perbedaan perlakuan yang dialami oleh mereka berdua?

Saka menggenggam erat tangan Rayya dan menatap yakin kepada kedua orang tuanya dengan senyuman tulus.

"Baiklah jika itu mau kalian, aku akan menikahi Rayya hari ini juga. Terima kasih atas restu dari kalian semua. Terutama anda Ayah mertua. " ujar Saka

"Ayo, Rayya kita menikah sekarang juga. " Saka langsung menarik tangan Rayya dan menjauh dari tempat itu.

Rayya memandangi kedua orang tuanya dengan tatapan tak percaya. Kenapa mereka begitu tega membiarkannya menikah dengan pria asing dan tidak dikenalnya sama sekali. Bahkan tidak mau menjadi walinya.

"Ayah, aku membutuhkan ayah untuk menjadi wali, ayah. Kenapa ayah begitu tega padaku. " Rayya seolah protes namun apapun yang di katakan oleh Rayya, Kedua orang tuanya tidak peduli dan malah meminta pembawa acara untuk melanjutkan acara pertunangan Livia dan Putra.

"See, bahkan keluarga mu tidak pernah peduli padamu. Mereka tidak peduli sama sekali dengan kebahagiaan mu, sama siapa kamu menikah, kau sudah makan atau belum. Aku rasa mereka tidak pernah peduli sama sekali denganmu. " bisik Saka di telinga Rayya, untuk menyadarkan perempuan itu kalau dia tidak diharapkan sama sekali.

Rayya menghapus air matanya dengan kasar dan menatap Saka dengan tajam. Memang benar apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia tidak dapat menyangkalnya sama sekali. Dan dia sudah memutuskan sesuatu untuk semua ketidak adilan yang sudah dia Terima selama ini.

"Baiklah, ayo kita menikah sekarang juga. "

Saka tersenyum lebar mendengar keputusan Rayya. Akhirnya wanita itu setuju untuk menikah dengannya. Dengan begitu semua menjadi sempurna. Dia juga terselamatkan dari perjodohan konyol yang akan di siapkan oleh kedua orang tuanya.

Mereka berdua segera meninggalkan tempat yang penuh drama itu menuju Kantor Urusan Agama. Mereka akan melakukan sesuatu untuk masa depan mereka berdua kedepannya.

Jujur saja, Rayya sebenarnya sudah sangat lelah menghadapi keluarganya yang selalu pilih kasih terhadap dirinya atau Livia. Dia yang harus berkerja keras, dan mereka yang menikmati hasilnya.

Tapi sekarang Rayya tidak akan pernah mau dimanfaatkan lagi oleh mereka, setelah melihat semua yang terjadi hari ini. Dan mungkin ini adalah jalan yang diberikan Tuhan kepadanya agar terbebas dari keluarganya itu.

Bab 3. Terkuak

Saka menggenggam tangan Rayya dan membawanya masuk ke dalam Kantor Urusan Agama. Hanya mereka berdua, tanpa keluarga, tanpa wali dari pihak Rayya maupun Saka. Pernikahan ini berlangsung sunyi, tanpa saksi dari orang-orang terdekatnya, tanpa doa restu dari kedua orang tua mereka masing

Rayya menunduk, hatinya terasa kosong. Beberapa jam lalu, ia berdiri di sebuah pesta pertunangan dengan pria yang sangat dia cintai, Namun pada akhirnya berakhir dengan penghianatan. Tunangannya, Putra, lebih memilih adiknya sendiri, Livia, di depan banyak orang. Penghinaan dan penghianatan itu masih terasa di dadanya, seperti bara api yang belum padam.

Namun di saat yang sama ada sosok Saka yang tiba-tiba datang dan menyelamatkannya. Entah kenapa pria itu memilihnya. Mereka bahkan tidak saling mengenal satu sama lain. Namun, kini mereka telah sah menjadi sepasang suami istri meski tanpa restu orang tua.

Di dalam mobil yang membawa mereka pulang dari Kantor Urusan Agama, Rayya akhirnya bertanya, "Kenapa kamu mau menikah denganku, Saka?"

Saka yang sedang fokus mengemudi, meliriknya sekilas. Hening sesaat sebelum dia menjawab, "Karena aku kasihan melihatmu dihina di depan banyak orang. Dan... aku juga butuh istri."

Rayya menoleh, matanya menyipit, "Butuh istri?"

Saka mengangguk. "Aku sudah cukup umur untuk menikah, dan orang tuaku menuntutku segera memiliki pasangan. Tapi Aku belum menemukan wanita yang tepat. Lalu aku melihatmu hari ini, dalam keadaan paling buruk. Aku berpikir, mungkin kita bisa membantu satu sama lain."

Rayya terdiam. Sekarang semuanya masuk akal. Ini adalah pernikahan yang didasari kebutuhan, bukan cinta. Dia tidak tahu harus lega atau justru sedih. Karena bagaimana pun juga Saka sudah menyelamatkan nya dari penghianatan dan penghinaan itu.

Saka mengantar Rayya sampai di depan rumahnya dan, mereka sepakat berpisah sementara untuk mengambil barang-barang pribadi sebelum mulai hidup bersama dirumah yang sudah mereka sepakati.

Namun, saat Rayya membuka pintu rumahnya, keempat orang yang paling tidak ingin dia temui sudah berdiri di sana.

Ayah dan ibunya, serta saudaranya Livia dan Putra. Heh, apa wanita seperti Livia masih pantas untuk di panggil saudara.

Mereka menatapnya dengan pandangan merendahkan.

"Kamu masih punya muka untuk kembali ke sini?" suara ibunya, tajam seperti belati.

Rayya tidak menjawab, Dia hanya berjalan lurus melewati mereka menuju kamarnya. Dan mengabaikan tatapan mereka yang penuh ejekan dan kebencian.

Begitu masuk kamar, ia langsung mengemasi barang-barangnya. Pakaiannya, dokumen penting, dan barang-barang yang benar-benar ia butuhkan. Setelah semuanya siap, Rayya menarik koper dan berjalan keluar.

Namun, begitu hendak melewati ruang tamu, kembali ayahnya menghadang.

"Kau pikir bisa pergi begitu saja?" suara pria paruh baya itu terdengar dingin.

Rayya menatap ayahnya dengan penuh luka. "Aku sudah menikah. Aku tidak punya alasan lagi untuk tetap di rumah ini."

Ibunya tertawa sinis. "Menikah tanpa wali? Tanpa restu? Kau pikir itu pernikahan yang sah?"

Rayya mengepalkan tangannya. "Sah atau tidaknya, itu bukan urusan kalian lagi. Kalian sudah membuangku, menghinaku dan mempermalukanku di depan semua orang."

"Karena kamu pantas mendapatkannya. " jawab Livia dengan nada mengejek.

Putra yang sejak tadi diam, kini ikut berbicara. "Kau memang pantas dipermalukan. Dari dulu kau selalu bertingkah seperti anak baik-baik padahal kau adalah wanita munafik, dan sekarang kita semua tau pada akhirnya kau hanya wanita murahan yang menikah sembarangan bahkan dengan pria yang tidak kamu kenal sama sekali–."

Sebuah tamparan dari Rayya mendarat di pipi Putra sebelum pria itu sempat melanjutkan kata-katanya. Semua orang terdiam melihat hal itu.

"Jangan berani menghinaku lagi, kau tidak berhak sama sekali, " Tunjuk Rayya di wajah Putra dan berkata dengan suara bergetar menahan amarah.

Livia menyeringai. "Kamu marah? Kamu pantas mendapatkan ini, Rayya. Ayah dan ibu saja tidak peduli padamu." cibirnya

Rayya menatap orang-orang yang selama ini ia anggap keluarganya. Matanya berkaca-kaca, tetapi ia tidak ingin menangis. Tidak di hadapan mereka.

Lalu ayahnya, dengan nada penuh kebencian, berkata, "Memangnya siapa kau sampai berani bicara seperti itu kepada kami dan Livia? Kau bukan siapa-siapa di keluarga ini. Jadi kamu tidak berhak menuntut apapun dari kami."

Rayya menegang, " Apa maksud kalian? " tanyanya dengan suara tercekat tak percaya dengan apa yang dia dengar.

Ibunya melanjutkan dengan suara dingin, "Kami menemukanmu di pinggir jalan saat ada kecelakaan. Tidak ada yang peduli padamu, karena itu kami membawamu pulang. Kami mengasihanimu dan membesarkanmu, tapi kau tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari keluarga ini."

Rayya merasa dunianya runtuh setelah mendengar kebenaran dari kedua orang tuanya. Dia tidak menyangka jika dia bukanlah dari darah daging dari mereka. Pantas saja–

Selama ini, ia selalu bertanya-tanya mengapa ia diperlakukan berbeda. Mengapa ia selalu menjadi anak yang dikucilkan. Sekarang, semuanya jelas.

Ia bukan bagian dari mereka.

Air mata akhirnya mengalir di pipinya. Namun, ia segera menghapusnya dan menarik napas dalam-dalam.

"Terima kasih karena sudah memungutku dari jalanan, terima kasih karena sudah memberiku makanan walau itu makanan sisa kalian, memberiku pakaian walau tidak layak dan membesarkanku sampai aku menjadi seperti sekarang. Dan aku rasa aku tidak perlu membalas budi kepada kalian lagi atas apa yang sudah kalian berikan padaku. Karena selama ini aku juga bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan dirumah ini, bahkan membiayai kuliah Livia, aku yang melakukannya. Jadi, aku anggap semuanya impas." ucap Raya dengan dingin.

"Kau–, "

Ibunya seolah tidak terima dengan semua ucapan Rayya, tapi apa yang dikatakan olehnya itu benar. Rayya selalu mendapatkan jatah makanan jika semua orang sudah makan dan dia hanya diperbolehkan untuk makan makanan yang tersisa di meja.

Pakaian pun Rayya dapatkan dari tetangga yang memberikan pakaian sisa kepada Arin untuk anak angkatnya itu. Dengan alasan sedekah. Sedangkan untuk Livia mereka selalu memberikan pakaian yang masih baru dan bagus.

Dengan wajah dingin dan tanpa sepatah kata pun, Rayya mengambil kopernya dan berjalan keluar.

Mereka sama sekali tidak mencoba menghentikannya lagi. Karena memang itu yang mereka inginkan sejak dulu. Mengusir Rayya pergi dari rumah mereka.

Begitu keluar dari rumah itu, Rayya merasa udara di luar lebih ringan. Beban yang selama ini menghimpit dadanya perlahan menghilang.

Ternyata Saka sudah menunggunya di mobil. Saat melihat wajah istrinya yang pucat dan mata yang sembab, pria itu tidak bertanya apa pun. Ia hanya membuka pintu mobil dan membiarkan Rayya masuk.

Di dalam perjalanan, Rayya menatap keluar jendela, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Kejutan besar dalam hidupnya.

Saka akhirnya berbicara, dengan suaranya yang lembut. "Apa kamu baik-baik saja?"

Rayya menggeleng pelan. "Tidak. Tapi mungkin nanti aku akan baik-baik saja."

Saka tidak memaksa Rayya bercerita. Ia hanya mengemudi dalam diam, membiarkan wanita itu menghadapi lukanya dengan caranya sendiri. Jika ingin, Rayya pasti akan bercerita kepadanya.

Mereka telah menikah. Namun, pernikahan ini bukan tentang cinta. Ini tentang dua orang asing yang saling membutuhkan. Dan perjalanan mereka baru saja dimulai.

NB ; Bantu Likenya jika kalian suka cerita ini. Karena Like dari kalian adalah penyemangat othor 🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!