Dania menggeser kursinya membelakangi gerombolan cowok berisik yang ada disampingnya.
Hari ini Dania terpaksa mengikuti kemauan teman-temannya, untuk tidak pulang terlebih dahulu dan berkumpul di cafe depan kampus mereka. Sebenarnya Dania malas untuk ikut, dia lebih suka berbaring di kos, sambil menikmati drama korea kesayangannya.
"Lu kenapa dah... Diem-diem bae" Frisya menyikut lengan Dania keras, mencoba menarik perhatian cewek tersebut.
"Kaya kaga paham aja.. Dani kan bakalan langsung kicep sok-sok kalem kalo ada rombongannya si Landy" Tasya menimpali.
"Aish... berisik ettdah.. gua malu"
"Hahahahah"
Muka Dania yang memerah menambah gelak tawa Tasya dan Frisya. Mereka tak habis pikir, sahabatnya yang pintar itu, akan diam tertunduk malu kalau sudah membahas Landy dan kawan-kawannya. Sudah bukan rahasia lagi sebenarnya diantara mereka bertiga kalau Dania menaruh perhatian lebih terhadap Landy.
Mereka sudah maklum, siapa yang tidak mengenal Landy. Si ganteng dari jurusan teknik sipil, apalagi dengan keaktifannya di organisasi kampus. Menambah nilai plus ketampanan seorang Landy. Tapi ada beberapa hal yang mengurangi keindahan dari seorang Landy. Dia sudah terkenal dengan kadar ke playboyannya banyak mahasiswi patah hati yang bersliweran dikehidupannya. Jadi tak mengherankan jika sekarang ada mahasiswi yang mendekati Landy sekarang.
"eh eh.. Liat bakalan ada pertunjukan hebat" Fasya berbisik dengan hebohnya.
"Itu bukannya Sania yah.. Anak kedokteran" Tasya menimpali.
Dengan semangat Tasya menarik Dania dan Fasya untuk menengok ke arah pertunjukan yang ada di samping mereka. Dania dengan malas ikut menoleh ke arah kursi Landy.
"Hai Lan... kita boleh gabung gak..."
Rombongan cowok itu pun langsung berteriak heboh. Wanita idaman kampus menghampiri mereka. Dania yang melihat itu menunduk malas. Sudahlah dia juga tidak memiliki keberanian seperti itu.
Si kembarpun langsung mengetahui kegelisahan sahabatnya. Mereka menepuk pundak Dani prihatin.
"Udahlah lupain... Landy ga cocok buat lu.. "
"Iyak bener banget... Noh liat aja.. dideketin ayam kampus aja mau.."
Dania mengangguk lesu. Kehebohan di meja samping masih berlangsung, apa lah dia hanya mahasiswa kikuk yang kurang pandai bersosialisasi. Lihat.. terkena asap sedikit saja dia sudah terbatuk-batuk tidak jela. Berbeda sekali dengan Sania yang sudah duduk nyaman ditengah gerombolan lelaki itu. Landy mana mau dengan gadis kikuk sepertinya.
"Gua ke kamar mandi bentar yak.."
Si kembar mengiyakan saja. Mereka pikir Dani butuh air untuk membasuh wajah kusutnya itu.
Dania berjalan menunduk. Sudahlah.. Kalau jodoh pasti ketemu kalau tidak ya berarti cari jodoh yang lain, pikirnya.
Dania membasuh wajahnya. Dia membenarkan sedikit lipcream dan bedak diwajahnya. Sebenarnya dia tidak jelek-jelek sekali, alisnya tebali bibirnya tipis, matanya belo. Hanya saja dia memiliki pipi tembam yang akhir-akhir ini membuat dia sedikit insecure. Setelah berhasil membenahi pakaian dan dandanannya Dania keluar kamar mandi dengan mencoba tersenyum. Semua akan baik-baik saja. Rapalnya dalam hati.
Suara berisik dari luar toilet tak dihiraukannya, mungkin karyawan cafe yang sedang istirahat pikirnya. Namun saat tangannya sudah membuka pintu dan badannya keluar pemandangan menjijikkan mengagetkannya.
Landy dan Sania sedang berdiri berhimpitan. Tangan Sania memeluk Landy erat hanya saja tak sedikitpun dibalas oleh Landy. Kedua tangannya mengacung ke atas.
Kedua mata Landy dan Dani bertemu. Mereka berpandangan selama beberapa detik. Namun Dania langsung memalingkan wajahnya, dan bergegas untuk pergi.
"Hei... kamu akan seperti itu terus..."
Landy berseru mencoba menghentikan Dania.
Sania yang tidak tahu apapun pun tergagap bingung. Tangannya yang memeluk erat Landy turun.
"Lan.. kenapa? Kamu kenal dia?"
Dania membeku. Dia tidak tau kalau Landy akan terang-terangan seperti itu. Jantungnya yang berdetak tidak karuan menambah kegelisahan. Sial fikirnya. Dengan tegap dia mencoba melangkah lagi.
"By... kalo kamu masih kaya gini.. aku bakalan nekat"
Oh shit! Dasar Landy brengsek! Teriak Dania dalam hati.
Aku terdiam. Mendiamkan diri lebih tepatnya. Aku terpaksa meninggalkan si kembar di cafe beralasan kurang enak badan, dan melipir pergi mengikuti kemauan si brengsek ini. Damn.
"By.... "
"Berhenti manggil aku kaya gitu"
Landy hanya bisa menghela nafas, aku meliriknya malas, menepis tangannya yang mencoba menggenggam tanganku meskipun begitu dia masih terlihat santai saja, tidak menunjukkan kemarahan apapun. Matanya kembali fokus melihat jalan raya.
Mengusap kepala, heran sendiri. Aku benar-benar bodoh, bagaimana bisa aku terjebak kembali bersama cowok ini. HPku yang bergetar sedari tadipun aku hiraukan. Rasanya aku ingin cepat-cepat sampai di rumah. Menyesakkan sekali kembali terjebak bersamanya.
"Denny lagi di cafe dekat gor.. mau kesitu?"
Landy menoleh, dan jangan lupa senyum yang menghiasi bibirnya. Dia benar-benar berlaku seolah tidak terjadi apa-apa diantara kita.
"Aku mau pulang..."
"Kamu yakin?" Aku memutar mataku malas mendengar pertanyaannya.
"Iya.. kenapa aku harus nggak yakin pulang ke rumah sendiri..?"
"By..."
"Stop it! Aku nggak mau dipanggil kaya gitu lagi!"
Aku menghela nafas kasar. Dia benar-benar tidak mau mendengarkan.
"Oke.. kalo gitu"
Sisa perjalanan itu berakhir dengan keheningan. Yah.. setidaknya dia mau mendengarkanku untuk tidak berbicara atau membahas apapun. Aku memfokuskan kembali perhatianku keluar jendela mobil. Aku harap semua akan baik-baik saja.
***
Sampai di rumah, mataku menelusuri garasi yang kosong, jelas Bang Denny tidak dirumah motornya tidak ada. Dan.. ah iya si brengsek itu juga bilang kalau kakakku ada di cafe di daerah dekat gor. Tapi yang lebih mengherankan lagi, mobil Ayah tidak terlihat sama sekali.
Landy mengikutiku di belakang. Aku langsung menghadangnya yang ingin ikut masuk ke dalam rumah.
"Di rumah nggak ada siapa-siapa... kamu ngga boleh masuk"
Kami berdiri berhadapan, aku terpaksa menghadapnya demi menghadang dia yang ingin ikut masuk. Landy masih menatapku, senyum miring menghiasi bibirnya tangan kirinya yang masuk kedalam saku menambah kadar ketampanannya itu.
Aku menunduk tidak berani menatapnya. Tanganku meremas tali tasku keras. Damn. Aku tidak bisa menghilangkan kegugupanku dihadapannya sama sekali. Selalu seperti ini, menyebalkan.
"Oke... aku tunggu diteras"
"Hah? kok gitu?"
Aku langsung menatapnya tidak terima. Aku kan inginnya dia pulang. Pergi, tidak usah mampir. Dasar!
"Nah.. enakkan kalau ngobrol sambil lihat orangnya, nggak nunduk terus kaya gitu..." Sial dia menyindirku. Aku melengos.
"Segitu nggak pengennya ya kamu liat aku... maaf kalo gitu, aku cuma kangen banget sama kamu..."
Landy mengusap pipiku yang sekarang memanas tidak karuan. Aku merasa semakin tidak enak mendengar ucapannya. Yah setidaknya dia sudah mengantarku pulang, baiklah untuk kali ini saja aku menerimanya, sebagai ucapan terima kasih.
"Nggak gitu... hmm.. yaudah kamu duduk disitu, aku ambilin minum"
Senyum kemenangan langsung tercetak di bibir Landy. What the f***! Aku tertipu lagi, dasar playboy sialan.
Ya sudahlah sudah terlanjur mau bagaimana lagi. Menghentakkan kaki marah aku memasuki rumah, tidak lupa menutup pintu takut dia mengikutiku masuk. Aku sengaja berlama-lama berganti baju dan membuat minum. Biar saja dia menunggu lama, daripada aku harus terjebak lama dengannya. Setidaknya aku bisa menghabiskan waktu sedikit demi sedikit sampai Bang Denny pulang. Tapi mau dilambatkan bagaimana lagi aku tetap harus menemuinya.
Aku menaruh kopi dan kue buatan Bunda di meja tanpa menengok ke arahnya. Ikut duduk disampingnya dan diam, tidak ingin memulai pembicaraan. Landy masih memperhatikanku, matanya tidak pernah melepas perhatiannya terhadapku yang sungguh membuatku risih.
"Jangan liatin aku kaya gitu..." Aku menunduk tidak nyaman.
Menghela nafas aku mengalihkan fikiranku ke beberapa rumus statistik yang tadi aku pelajari. Tapi naas, kehadirannya yang ada disampingku benar-benar mengganggu.
"Kenapa liatin aku terus..." Dengan terpaksa aku menoleh dan menatapnya serius. Landy hanya tersenyum miring, dan mulai meminum kopi buatanku tanpa mengalihkan tatapannya dariku.
Jantungku berdetak tidak karuan, dengan tiba-tiba Landy berpindah, jongkok dihadapanku tangannya menyingkirkan nampan yang sedari tadi aku remas ke atas meja, digantikan tangannya yang menggenggamku.
Wajahku memanas, keringat dingin seperti terus mengalir keluar dari tubuhku. Aku mengerjap bingung.
Landy menunduk mengecup kedua tanganku yang langsung membuatku seperti tersengat arus listrik. Landy mengusap pipiku dan mengecup dahiku lama.
"I miss you.. by... i really do.. i love you"
Aku mengerjap bingung, melihat kelakuannya. Landy brengsek!
Tanganku mengusap-usap air yang sedari tadi menetes melewati payung kecilku. Aku terjebak hujan sedari tadi, menghela nafas malas aku menyesal sudah menolak ajakan si kembar untuk pulang bersama, hasilnya aku terjebak di kampus seperti orang hilang.
Aku meletakkan payung itu di teras kampus, percuma juga aku ke halte sekarang pasti tidak ada angkot yang datang. Tanganku mencoba mencari HP yang tenggelam di dalam tas, aku ingin meminta Bang Denny untuk menjemputku saja.
"Halo... abang... jemput adek"
Tanpa salam aku langsung menyerbu meminta dijemput.
"Abang ngga bisa de..."
"Terus adek pulangnya gimana..."
"Bentar ya..."
Sambungan terputus begitu saja, tanpa kejelasan apapun.
"Abaaaangg....."
Aku menghela nafas lelah, ya sudah lah terpaksa aku akan menunggu angkot di halte. Mengambil payung aku berjalan perlahan.
Hal yang aku khawatirkan akhirnya terjadi. Halte lengang tidak ada mahasiswa dan angkotpun tidak ada yang lewat. Tentu saja, sekarang saja sudah jam 8 malam lebih. Kalau saja tadi aku tidak terlalu asik membaca buku di perpustakaan, mungkin sekarang aku sudah rebahan di kos ditemani cemilan yang enak. Rumahku lumayan jauh dari kampus jadi terkadang aku akan memilih pulang ke kos timbang ke rumah. Karena kemarin aku sudah pulang kerumah, jadi aku memutuskan untuk pulang ke kos hari ini.
Menghilangkan rasa bosan aku memainkan gadgetku sampai suara mobil yang menepi membuatku menoleh.
"Ayok pulang..."
Aku langsung tersenyum bahagia melihat Bang Denny keluar dari mobil menjemputku. Dengan senyum masih menghiasi bibir aku mengangguk mengiyakan.
"Hai Dan..." Kak Lena melongok dari jendela kursi penumpang depan.
"Hai kak..."
Kak Lena menyapaku, dia pacar Bang Denny mereka sudah menjalin hubungan selama beberapa tahun. Namun setelah aku membuka pintu belakang mobil, aku dikejutkan dengan kehadiran Landy yang sedang duduk manis sambil memainkan HPnya disana. Kenapa bisa ada dia disini?
Aku melirik tajam Bang Denny yang hanya tersenyum-senyum di balik kemudi.
"Udah.. gapapa.. siapa tau balikan kan?"
Shit! Bang Denny ****!
"Siapa yang?" Kak Lena menimpali.
"Dania sama Landy, yang..."
"Ha? mereka putus kapan....? kok bisa.."
Aku masuk ke dalam mobil dengan perasaan terpaksa. Mencoba menghiraukan percakapan dari kursi depan.
"Yang... ceritain....." Kak Lena merengek meminta jawaban.
Aku langsung menyubit tangan Bang Denny yang sedang menyetir. Mencegahnya yang akan membeberkan kisah percintaan menyedihkanku.
"Aduh... Dede..."
Yang tidak aku duga adalah reaksi Landy yang langsung menarik tanganku yang sedang menyubit tangan Bang Denny.
"By... jangan gitu" Landy menggenggam tanganku erat.
"Cie...."
Bang Denny berseru kegirangan melihat interaksi kami. Kak Lena bingung melihat interkasi kami, dia menoleh ke depan dan ke belakang seperti orang linglung. Landy yang ditatap seperti itu hanya tersenyum.
"Apaan si yang.. gimana putusnya orang masih mesra gitu.." Kak Lena berdecak menyimpulkan sendiri setelah melihat tanganku dan Landy yang saling bertaut, dia masa bodoh dan memfokuskan diri ke arah gadgetnya. Syukurlah, dia tidak menaruh perhatian ke arahku lagi.
Aku mencoba menarik tanganku, namun dengan santainya Landy menggenggam tanganku lebih erat. Dengan tanpa rasa malu dia mengalihkan perhatiannya ke arah gadgetnya, tidak memperdulikanku yang sedang meronta-ronta mencoba lepas. Argh...! I hate you! Teriakku dalam hati.
Bang Denny yang melirik interaksi kami dari spion tengah hanya tersenyum tanpa berniat menanggapi. Ya Tuhan.. jantungku sudah berdetak tidak karuan melihat dia duduk disampingku apalagi sekarang ditambah tanganku yang ada dipangkuannya.
***
"Dede mau makan apa..."
Aku menunjuk asal makanan yang ada di menu. Terserah, aku sedang tidak mood untuk makan. Landy sedari tadi masih diam, biasanya dia akan merokok tapi kali ini, rokok itu hanya tergeletak di meja tidak disentuh sama sekali. Bang Denny dan Kak Lena masih bercengkrama layaknya orang pacaran biasa. Aku yang bingung hendak melakukan apa hanya memainkan HPku diam tanpa ada kegiatan yang berarti. Pandanganku mengitari tempat makan ini yang ramai, banyak orang yang memang sengaja ingin makan tapi juga ada yang hanya ingin meneduh dan menunggu hujan reda.
Aku terkesiap saat merasakan jaket tersampir di bahuku.
"Hmm... makasih" Aku berucap pelan.
"Kenapa selalu lupa mbawa jaket hmm..."
Landy mengusap kepalaku setelah menyampirkan jaketnya dibahuku. Aku diam saja karena ku rasa itu bukan sesuatu yang harus aku jawab.
Pesanan kami datang dan aku makan dalam diam, tidak aku hiraukan obrolan diantara Bang Denny, Kak Lena dan Landy. Mereka teman sejak SMA tentu saja sangat akrab.
Kedekatan kami berawal dari sewaktu aku masih sekolah menengah pertama Aku yang kebetulan tidak memiliki kegiatan apapun di rumah akhirnya sering ikut Bang Denny berkumpul dengan temannya dan akhirnya bertemu dengan Landy, dan menjalin hubungan dengannya. Namun hubungan kami kandas setelah 2 tahun. Waktu itu aku berhubungan dengannya sewaktu aku masih kelas 2 SMA, berhubungan dengan anak kuliah waktu itu sungguh sesuatu yang baru bagiku. Kami seperti pasangan pada umumnya, namun sewaktu aku memasuki masa perkuliahan dan kuliah ditempat yang sama dengan Landy, pertengkaran banyak terjadi dan hubungan kami kandas karena sesuatu alasan. Bang Denny tidak ikut campur sama sekali mengenai hubungan kami, hanya saja sewaktu aku menangis kejar dan menutup diri dan hampir ingin pindah tempat kuliah karena tidak ingin berurusan dengan Landy namun tidak terjadi karena sudah terlanjur diterima di PTN itu, yang setelah aku pikir-pikir lagi sayang jika harus aku lepaskan maka dengan memantapkan hati aku tetap memutuskan untuk berkuliah disana. Melihat hal itu beberapa hari kemudian Bang Denny pulang dengan wajah babak belur dari situ aku mulai sadar kalau Bang Denny tidak benar-benar mengabaikan hubunganku dengan Landy. Dia juga mengijinkanku yang memilih untuk kos daripada antar jemput untuk pulang ke rumah. Aku bersyukur setidaknya Abang mengerti perasaanku yang ingin sendiri dulu.
Tapi entah ada angin apa, Bang Denny mulai menempatkanku untuk berdekatan dengan Landy kembali, dia seperti mak comblang bodoh yang mau menjodohkanku dengan Landy lagi, dan mulai mendukung hubungan kami. Yang bahkan menurutku sudah tidak bisa dikembalikan lagi. Bang Denny dan Kak Lena kuliah di tempat yang berbeda denganku dan Landy. Jadi jarang-jarang kami bisa berkumpul bersama seperti ini.
Aku memakan makananku malas. Melirik sampingku, Landy sedang memperhatikanku makan. Damn. Ada apa dengan Landy dan matanya.
Aku terbatuk karena makan dengan tergesa, tangan Landy dengan sigap mengusap belakang kepalaku sembari menyodorkan minum untukku. Sial. Aku berbuat bodoh lagi.
Setelah batukku mereda, Landy tidak kapok membuat jantungku jumpalitan tidak karuan, dia malah menggenggam tanganku.
"Lepasin bisa... aku mau makan"
Landy melepaskan tanganku, tapi perhatiannya tidak pernah beralih dariku. Entah setan apa yang merasukinya.
"Udah kali Lan.. ngeliatinnya, keder adek gua lu liatin terus gitu"
"Udah diliatin aja dia masih kaga peka....." Landy dengan bodohnya menjawab gurauan Bang Denny. Dasar!
"Lu nya aja yang ****.. adek gua ditipu oreo juga mau, pake acara pusing-pusing segala"
Kak Lena yang mendengar gurauan mereka tertawa terbahak-bahak.
"Abaang...."
"Iya.. dede.."
Aku cemberut malas, mereka berbicara seolah aku tidak ada disana.
***
Kami berpisah sewaktu pulang, ternyata Landy memang sengaja nebeng untuk mengambil mobilnya yang dia tinggalkan di tempat pencucian mobil dekat cafe, dan dengan terpaksa aku ikut dengannya.
Aku tidak terbiasa dengan keheningan sebenarnya tapi karena aku lagi-lagi terjebak berdua dengannya mau tidak mau aku berdiam diri, dan tidak memulai pembicaraan, rasanya masih canggung sekali apalagi sudah hampir 3 bulan kami tidak berinteraksi seperti ini.
"By.... kemaren mama nanya kamu, kapan main lagi"
Aku melirik Landy sebentar, tanpa berniat untuk menjawabnya.
"By... c'mon... answer me"
"Aku udah nurutin semua mau kamu... bahkan kamu minta waktupun udah aku turuti By" Landy mengerang frustasi. Kesal sendiri karena tidak mendapat jawaban dariku.
"Bukannya kita udah putus ya..."
"What...! No! of course not! shit!"
Dengan tergesa Landy menepikan mobil ini dipinggir jalanan yang sepi.
"F**k!" Landy mengumpat memukul keras kemudi. Yang langsung membuatku takut tidak karuan. Matanya memerah menahan amarah, aku yang takut mencoba menjauh dan menempel ke jendela mobil.
"Kita nggak pernah putus! Dan nggak akan pernah putus! Inget itu!"
Aku terkesiap mendengar perkataannya, tanganku bergetar tidak karuan. Ini yang tidak aku suka darinya, dia terlalu pemaksa.
Melihatku yang bergetar ketakutan Landy mengusap wajahnya kasar. Menenangkan emosinya.
"Maaf..." Tangannya mengusap wajahku, menatapku lembut kembali.
"Aku boleh peluk kamu...."
Tanpa menunggu jawabanku Landy langsung memelukku erat. Iya dia memang tidak butuh jawaban, selalu seperti itu bertindak semaunya.
"Aku kangen..."
Landy mengecup pipi dan kepalaku berkali-kali seolah takut aku pergi, perlakuannya yang seperti ini yang sering membuatku luluh. Hampir saja aku menjawab aku juga kangen. Tahan Dania bodoh!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!