NovelToon NovelToon

Melarikan Diri Dari CEO Posesif

1. Gara-Gara terlambat Pulang

Di sebuah apartemen, di kawasan elit ibu kota. Para penghuni apartemen memiliki beragam profesi. Bahkan banyak selebriti atau model yang tinggal di tempat ini. Akses satu pintu dan keamanan yang terjamin, menjadikan tempat ini hanya bisa dimasuki dengan akses khusus.

Malam ini belum larut, jam masih menunjuk angka sembilan. Jalanan juga masih padat, bahkan kehidupan malam ibu kota baru saja di mulai.

Seorang gadis muda terlihat turun dari taksi online, dia mengibaskan rambut panjangnya yang sehitam langit malam. Terdengar helaan nafasnya yang berat melepas lelah. Wajah cantiknya bersinar tertimpa cahaya lampu. Dia berpapasan dengan beberapa orang yang keluar masuk loby apartemen. Namun, semua hanyalah orang asing, hingga tidak mencipta tegur dan sapa.

Kakinya langsung melangkah menuju lift. Sudah ada dua orang di dalam sana, dia tidak memperhatikan, lebih memilih dinding lift sebagai pelarian matanya memandang. Terdengar obrolan dua orang di sebelahnya, seperti sepasang kekasih yang sedang becanda penuh cinta.

Gadis itu pun tak perduli, dia hanya diam sambil menunggu lift bergerak naik.

Gadis cantik bertubuh mungil itu adalah Viola Daisyra, sudah lebih dari setahun dia tinggal di apartemen mewah ini.

Langkah kakinya terhenti ketika dia sudah sampai di sebuah pintu. Tempatnya tinggal selama ini.

Untung saja hari ini dia tidak akan datang, gumam gadis itu sambil memencet angka-angka. Dia akan langsung tidur, tanpa mandi terlebih dahulu, bahkan dia tidak mau menghapus makeup tipis yang menempel di wajahnya. Karena dia tidak akan datang, malam ini Viola ingin menjadi dirinya sendiri. Gadis pemalas yang ketiduran tanpa menghapus makeup.

Lampu sensor menyala saat dia menutup pintu. Aroma ruangan tertutup langsung menyergap hidung. Terdengar gumaman dari mulutnya, perasaan senang karena dia akan merealisasikan apa yang sudah dia pikirkan di depan pintu tadi. Viola melemparkan tas sembarangan.

Brug!

Suara tasnya yang membentur sesuatu membuatnya tersentak kaget. Seharusnya tas itu mendarat mulus di sofa, dengan suara pelan bukan seperti menubruk sesuatu. Kenapa ini? Tangan Viola langsung bergetar, dia meraba dinding dan menyalakan lampu.

Blar

Cahaya lampu langsung menyilaukan mata, yang membuat kakinya lunglai adalah, tas yang dia lemparkan sembarangan di sofa tadi, sedang ada di pangkuan seseorang. Laki-laki yang bahkan tidak mengerjapkan mata, saat lampu dia nyalakan.

"Sa... Sayang..." Suara Viola bergetar takut. "Ma..maaf. Aku tidak tahu kalau kau ada..."

"Dari mana saja kau?" Kata-kata Viola yang belum selesai, langsung tercekak di tenggorokan nya.

Udara langsung menusuk rongga pernafasan Viola.

Laki-laki yang sedang duduk di depan gadis itu adalah suami Viola. Bastian, Bastian Verano, pria tampan yang biasanya memancarkan sorot mata hangat pada Viola. Kali ini, sedingin udara yang menusuk paru-paru Viola, seperti itu pula raut wajah Bastian. Dia sudah memakai piyama tidur, rambutnya pun sudah mengering jatuh menutupi dahinya.

Sudah berapa lama dia di sini?

"Viola Daisyra." Hawa udara semakin dingin ketika Bastian menyebut nama panjang Viola. Biasanya hanya ada satu alasan, dia memanggil begitu, dia bosan menunggu. Saat ini, Bastian mulai bosan menunggu jawaban Viola.

"Ada, ada teman ku yang ulang tahun Kak, aku dan teman kantor lainnya diajak makan malam." Mulut Viola yang refleks terbuka, menjawab dengan cepat. Namun, jawaban Viola menimbulkan helaan nafas Bastian. Laki-laki itu semakin kesal mendengar jawaban Viola. "Ja..jadi aku pulang terlambat malam ini."

Deg.. deg..

Kuku tangan Viola rasanya kebas karena mulai berkeringat.

"Sepertinya hp ku rusak ya?" ujar Bastian masih dengan suaranya yang dingin. Dia meraih hp miliknya di atas meja. "Karena tidak ada pesan masuk dari mu." Dia memiringkan kepala merasa heran. Tangannya menggantung memegang hp, tapi dalam sekejap mata, tangan itu sudah membanting hp membentur kaca meja. Menimbulkan dentuman keras. Viola terlonjak kaget. "Viola, apa kau lupa aturan yang aku buat untuk mu?"

Kau boleh bekerja seperti biasa, tapi, selain bekerja, saat keluar dari rumah semua harus atas sepengetahuan ku dan izin dari ku. Dan kau harus sudah kembali sebelum jam tuju malam. Suara Bastian seperti berdengung di telinga Viola. Itulah, aturan mutlak yang harus dipatuhi Viola. Aturan yang berlaku di rumah ini.

Yang dibuat suaminya, katanya atas dasar cintanya pada Viola.

Tangan laki-laki itu mengetuk meja, sambil menarik jam yang ada di atas meja. Viola mengigit bibirnya saat melihat angka yang ditunjuk oleh jarum jam. Sudah melewati batas jam kepulangan seharusnya..

Tangan Viola bergetar, hatinya semakin diserang takut.

"Tapi, sepertinya hp ku rusak ya." Bastian mengulang kata-katanya, menegaskan, kalau Viola sudah melakukan kesalahan besar. Dia ketuk-ketuk hpnya di atas meja kaca.

Sepertinya bukan hanya layar LCD hp yang retak, tapi juga meja yang ada di depan suami Viola.

"Ma.. maaf Kak."

"Viola..."

Bastian tidak membutuhkan alasan apapun, yang dia butuhkan hanyalah rasa bersalah Viola..

Kau sudah mengenalnya selama satu tahun ini Viola, yang suami mu butuhkan hanyalah rasa bersalah mu. Memohonlah, supaya kau diampuni seperti biasanya.

Mengumpulkan keberanian, serta merangkai kata-kata. Bahkan memikirkan hal menyedihkan, supaya airmata menetes.

"Maaf Kak, maaf. Hp ku mati kehabisan baterai tadi."Ini bukan alasan, karena itu benar adanya pikir Viola. "Jadi, aku tidak..."

"Apa itu bisa jadi alasan?"

Viola tahu, apa pun yang dia katakan, tidak bisa menjadi pembelaan untuknya sekarang. Kau hanya perlu minta maaf Viola, suamimu tidak butuh alasan.

Sedang menampar pipi supaya sadar.

"Tidak Kak. Seharusnya aku tidak boleh lupa mengisi baterai hp ku. Maaf, aku yang salah. Aku seharusnya selalu memastikan baterei hp full. Aku benar-benar minta maaf."

Viola bicara dengan suara lirih mengiba, berharap untuk mendapat belas kasih.

"Aku pikir Kakak akan menginap di rumah Nona Celina, karena ini waktu subur beliau kan?" Sebenarnya ini juga yang membuat Viola santai. Karena berfikir, suaminya tidak akan pulang ke rumahnya. Karena pergi ke istri pertamanya.

Jawaban Viola, menyinggung Bastian.

"Sejak kapan kau mulai berani mengatur aku mau tidur dengan siapa?" Suara yang dingin, dengan sorot mata menghujam, membuat Viola semakin gemetar takut.

Jeder, walaupun sudah sangat hati-hati setiap kali bicara, ada kalanya Viola melakukan ini..

"Kau mulai berani mengaturku? Viola?"

"Ti.. tidak Kak. Bagaimana aku berani mengatur Kakak, aku minta maaf. Kedepannya aku akan lebih berhati-hati. Maafkan aku Kak."

Sorot mata Bastian, sama sekali tidak

melunak.

Apakah malam ini bisa selesai dengan mudah? Bagaimana Viola mencari alasan, apa yang akan dia katakan untuk meredakan amarah suaminya?

Bersambung

2. Aku Mencintaimu

Malam yang mencekam itu belum berakhir, karena sorot mata Bastian untuk Viola masih sedingin tadi.

Udara pun masih terasa menyesakkan.

Lakukan seperti biasanya Viola, seperti kau yang biasanya.

Kaki Viola langsung lunglai, dia menjatuhkan lututnya dan duduk bersimpuh. Sambil menundukkan kepala.

"Maaf Kak, aku tidak bermaksud begitu. Maaf. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku salah, sudah pulang terlambat dan masih bicara yang tidak perlu."

Bagaimana ini? Kalau dia marah, dia pasti mencabut semua kebebasan ku. Teruslah memohon Viola. Bukankah hanya wajah dan tubuhmu yang bisa melunakkan hati suamimu. Tangan di pangkuan Viola masih terlihat bergetar.

"Kau membuatku kesal, aku sudah lama menunggu. Kau tahu, jam berapa aku datang?" Viola masih menundukkan kepala, dengan tangan bergetar. Tidak berani menjawab. "Aku datang sebelum Jam enam Viola."

Tiga jam, dia menunggu ku selama tiga jam. Tapi, bukan itu yang membuatnya marah. Aku yang pergi tanpa izinnya itu yang paling membuatnya marah.

"Maaf Kak, maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf. Aku salah."

Viola sudah mengatupkan kedua tangannya, bahkan buliran airmata sudah menetes di ujung matanya. Dia selalu memakai ini, airmatanya, biasanya suaminya akan mudah luluh jika dia sudah menangis.

"Kemarilah."

Viola bergerak mendekat, merangkak dengan lutut tertekuk mendekati Bastian. Saat dia sudah mendekat di sofa, tangan Bastian langsung terulur mencengkeram dagunya.

"Aku tidak suka istri yang tidak patuh pada ku." Viola memejamkan mata takut, saat cengkeram tangan itu semakin menguat. "Bukankah aku selalu memberikan apa pun yang kau inginkan Viola, ini kah cara mu membalas suami mu?"

"Maaf Kak, maaf."

Bastian berdecak sambil menggoyangkan dagu Viola.

"Selama akhir pekan ini kau dilarang keluar dari rumah, tidak ada hp ataupun TV. Renungkan kesalahan mu selama dua hari ini, sendirian."

Mulut Viola yang masih terkunci, matanya yang masih terpejam.

"Tidak menjawab?"

"Ba.. baik Kak."

"Sekarang, pergilah mandi. Bersihkan dirimu, aku tidak mau mencium apa pun selain aroma tubuh mu."

"Ba..baik Kak."

Cengkeram di dagu Viola mengendur, lalu tiba-tiba Bastian sudah mendekatkan bibir, dan mengecup lembut bibir Viola yang masih bergetar. Mencium lagi dan lagi, seperti tak ada masalah sama sekali.

Begitulah akhirnya, malam yang seharusnya menjadi malamnya bermalasan, hilang sudah. Suami yang dia pikir akan menghabiskan malam dengan istri pertamanya, ternyata malah sudah menunggunya. Hari yang melelahkan ini akan semakin panjang gumam Viola.

Di kamar mandi, dia membasahi tubuhnya dengan air. Buliran air yang deras menyapu tubuhnya, menghilangkan segala macam aroma yang menempel di tubuhnya. Rambutnya tadi bau daging bakar, dia pencet sampo lebih banyak, untuk menghilangkan seluruh bau. Kecuali aroma tubuhnya sendiri.

Inilah Viola, gadis muda yang harus terjebak di dalam pernikahan dengan seorang Presdir muda yang sudah beristri. Viola adalah istri kedua Bastian, biasanya dalam beberapa hari di masa subur istri pertamanya, laki-laki itu akan tinggal di sana.

Ya, pernikahan politik yang terjalin antara dia dan istri pertamanya, hanyalah demi kehormatan dan nama baik perusahaan. Kelahiran anak pun, hanya sebatas menjadi kewajiban semata. Viola terjebak di dalam rumitnya kehidupan konglomerat dengan segala intrik kepentingannya.

Gadis mungil dengan wajah cantik itu menyapu sudut matanya sambil tergelak sinis, kau semakin pandai berakting Viola. Walaupun perasaan takutnya pada Bastian bukan akting, namun sebagian besar senyum yang dia tunjukkan untuk suaminya, hanya sebatas kepalsuan. Untuk menyelamatkan hidupnya.

Seperti halnya, meluluhkan hati Bastian di tempat tidur.

Saat ini Viola melakukannya hanya sebatas untuk mendapatkan pengampunan dari suaminya.

Di tengah malam, ketika hanya terdengar suara angin di kejauhan. Sayup terdengar, suara di balik kamar yang lampunya sudah temaran, hanya menyisa berkas kecil lampu tidur.

Saatnya rayuan manja Viola terdengar.

"Sayang, maaf, maaf aku salah. Aku tidak akan melakukannya lagi." Suara Viola yang lembut dan syahdu terdengar. Suara gadis yang sedang bermanja-manja. "Aku salah sayang, aku akan instrospeksi diri."

Terdengar suara kecupan beberapa kali. Yang keluar dari bibir mungil Viola.

Cup.. cup.. muah...

"Aku salah, maafkan aku yang membuat mu menunggu. Sayang, aku mohon redakan amarahmu ya."

Suara kecupan dan desa han terdengar lagi. Masih hanya suara Viola yang memenuhi kamar, dan mengisi kesunyian malam.

"Jangan marah lagi, aku mohon."

"Kau sedang memohon? Hanya seperti ini caramu memohon?"

Akhirnya Bastian merespon dengan suaranya. Viola sudah melewati titik kritis. Dia hanya perlu meningkatkan intensitas cum..buan dan rayuannya.

Kecupan terdengar jauh lebih keras. Cup, cup. Muah, muah. Dan berapa kali lagi semakin keras suara kecupan itu. Lalu, terdengar gelak tawa kecil, Bastian mulai tertawa, suaranya terdengar mengisi kegelapan malam bercampur dengan suara kecupa Viola.

Viola sudah menarik nafas lega, ketika Bastian mulai tertawa. Tangannya lembut menjajah tubuh suaminya, mengendurkan ketegangan.

Bastian tergelak lagi, ketika tangan Viola mulai menyentuh bagian sensitif tubuhnya.

"Lucunya, kau menggemaskan sekali. Aku mencintai mu Viola," wajah dan suara Bastian yang tadinya dingin, sudah lembut dan manis terdengar di telinga.

Semakin intens suara kecupan.

Senyuman dan tawa palsu Viola, berhasil membujuk Bastian. Gadis itu menyapu wajah dan leher Bastian dengan kecupan lagi.

"Kau tidak membalas cinta ku?" ujar Bastian.

"Ia Kakak, aku juga mencintai mu. Sangat mencintai mu. Ahhhhh, ahhhhh."

Sangat, sangat, saking besarnya tak tertampung dan menguap. Perasaan getir mengalir di seluruh tubuh Viola saat ini. Senyuman cerianya, suara manja dan kecupannya membuat hasrat di dalam tubuh Bastian terus membara.

Viola mencengkeram seprei saat Bastian mendorongnya jatuh ke atas tempat tidur, dia memalingkan wajah. Melihat jendela kaca. Tatapannya terlihat nanar dan sedih. Hasrat di dalam tubuh Bastian sudah berkobar, setelah dihujani Viola kecupan demi kecupan di seluruh tubuhnya tadi.

"Aku mencintaimu Viola."

Viola yang tidak langsung menjawab, membuat Bastian berhenti mengecup leher Viola. Laki-laki itu menarik tubuhnya dan bersangga di lututnya, meraih dagu Viola, supaya istrinya itu melihat ke arahnya.

Viola tersenyum secerah mentari di keremangan lampu tidur.

"Aku juga mencintaimu Sayang."

"Langsung jawab kalau aku mengatakannya. Aku mencintaimu Viola."

Viola mencengkram seprei lagi. Dan tersenyum secerah tadi.

"Aku mencintaimu Kak, aku sangat mencintaimu."

Puas dengan jawaban Viola, Bastian menunduk, dan mulai menodai tubuh Viola dengan hasrat yang meluap.

Dan selanjutnya, terserah Bastian.

Cinta? Apa benar kau mencinta ku Kak? Tidak? Yang kau cintai hanyalah wajah ku ini kan.

Malam semakin larut, namun Bastian belum selesai dengan urusannya, membuat Viola pun masih membuka mata dan meladeni semua yang diinginkan Bastian, dengan wajahnya yang tersenyum.

bersambung

3. Uang simpanan

Hari telah berganti, di pagi yang masih temaran.

Embun pagi masih bercumbu dengan pucuk-pucuk daun. Kalau disentuh dengan kaki telanjang, rerumputan di taman apartemen juga pasti masih basah.

Viola sedang membuat sup untuk sarapan, dia memasukan tahu yang sudah dia potong kotak. Kepalanya langsung menoleh, saat mendengar langkah kaki. Bastian sudah bangun, rambutnya berantakan, tapi tetap terlihat tampan.

"Vio, ambilkan aku air," ujar Bastian sambil menjatuhkan tubuh ke sofa. Laki-laki itu mengusap kepalanya dan bersandar di sofa. Masih ada bekas air di wajahnya.

"Baik Kak, aku ambilkan sebentar."

Jari Viola mematikan kompor, lalu bergegas mengambil botol air yang ada di atas meja. Membawanya ke ruang tamu.

Suaminya yang selalu terlihat tampan dalam segala situasi, walaupun kancing piyama bagian atas miring terbuka sekalipun. Laki-laki yang semalam menciumi tubuhnya tanpa henti, pagi ini moodnya sepertinya sudah cukup baik. Walaupun, Viola yakin, kalau dia menyerahkan botol air dan langsung pergi, pasti akan lain ceritanya.

Jadi, gadis itu menjatuhkan lututnya ke lantai, memeluk pinggang Bastian. Suara tegukan air terdengar jelas di telinganya.

"Sayang, kau tidur dengan nyenyak?" tanya Viola dengan suara manja.

Glek, glek, suara air membasahi kerongkongan Bastian.

Viola tidak melepaskan pelukannya, wajahnya masih terbenam di perut Bastian. Mimik wajah yang tersembunyi itu berusaha ia paksakan tersenyum.

"Haha, apa ini? Kau sedang memohon lagi?"

Viola mendongak sambil cemberut. Botol air yang dipegang jatuh ke lantai saat tangan Bastian meraih dagu Viola. Senyum yang menandakan kalau suasana hati Bastian sedang sangat baik.

Dan kecupan ringan itu berganti ciuman panjang. Tidak berhenti sampai disitu, Bastian menarik tangan Viola, membuat Viola naik kepangkuan. Ciuman yang dipenuhi hasrat kembali muncul. Mereka bergulingan di sofa. Dan apa yang terjadi semalam terulang lagi. Untuk kesekian kalinya mereka melakukannya.

Wajah Viola tersenyum, bercampur suara manja dari bibirnya. Semakin membangkitkan hasrat Bastian di pagi hari ini.

"Ahhh, Kak..."

Semua ini dilakukan Viola demi kebebasan akhir pekannya.

"Ahhh..."

Keduanya memejamkan mata, sambil merasakan getaran yang menelisik hingga ke tengkuk. Mencapai kepuasan.

Walaupun tidak berhasil membuatnya mendapat izin keluar rumah, tapi Viola masih bisa memegang hpnya. Jadi Viola tidak memohon lagi, karena suaminya tidak akan menyukainya. Rengekannya akan terdengar menyebalkan bagi suaminya.

"Tetap di rumah selama akhir pekan ini, kau tidak aku izinkan keluar selangkah pun dari pintu apartemen."

Viola tersenyum lalu mengangguk.

"Aku pasti merindukanmu, aku akan datang lagi hari Senin." Jemari Bastian membasuh bibir Viola. "Jangan mengkhianati kepercayaan yang aku berikan Vio, kau tahu kan, apa yang akan terjadi kalau melanggar aturan ku sekali lagi."

Deg.. jemari tangan Viola mencengkram di samping pinggangnya.

"Aku akan merindukan Kakak, dan instropeksi diri, sampai jumpa hari Senin Kak."

Jangan datang! Kau tidak perlu datang. Menghilang sana selamanya!

Bastian puas dengan jawaban Viola, lalu dia mengecup bibir Viola dan membisikkan kata-kata cinta, yang langsung dijawab Viola dengan kata-kata cinta yang sama.

Pintu tertutup senyum di bibir Viola memudar dengan cepat, namun rasa sesak di dada Viola langsung menghilang. Bersamaan dia memutar tubuh, tatapannya dingin dan kosong saat menyapu ruangan yang sepi.

Viola melangkah masuk ke dalam kamarnya, berjalan dengan ekspresi wajah dingin saat membuka lemari bajunya.

Dia angkat bagian bawah kotak, tempat dia menyimpan koleksi sepatunya. Tumpukan uang tunai, yang sudah dia kumpulkan selama kurang dari setahun ini. Harta Karun, bekalnya untuk kabur dari belenggu suaminya.

Sebenarnya atas perintah suaminya, dia selalu memakai kartu yang diberikan Bastian, karena laki-laki itu akan jauh lebih mudah mengawasi semua hal yang dia lakukan.

Tapi, Viola memakai alasan sederhana, supaya boleh mengambil uang tunai.

"Kak, apa aku boleh mengambil uang tunai?"

"Untuk apa?"

"Ah, aku biasanya sering membeli makanan dipinggir jalan atau aku terkadang memberikan uang sekedarnya pada pengemis yang mengetuk kaca di lampu merah."

"Vio, kau tahu itu berbahaya kan?"

"Kacanya cuma aku buka sedikit kok, kan ada bapak sopir, jadi aku perlu uang tunai."

Bastian terdiam sebentar.

"Aku mohon, please..."

"Hah, baiklah. Ambil sekalian dan taruh di atas kulkas, ambil dari sana setiap hari."

"Baik Kak!"

Dari situlah, Viola mencuri uangnya sendiri setiap hari.

Tangan Viola yang mengepal memukul kaca lemari, dia jatuh terduduk di lantai. Rasa muak dan benci menjalar di setiap jengkal tubuhnya.

"Hah, aku benar-benar menjijikkan, aku mencuri uangnya. Untuk kabur. Hah! Viola kau benar-benar menjijikkan. Kau sama sekali tidak punya apa-apa tanpa suamimu."

Airmata Viola turun membasahi pipinya.

Menjadi istri kedua, bukanlah sebuah pilihan bagi Viona. Walaupun dia memasuki pernikahan dengan kakinya sendiri dalam keadaan sadar. Karena dia tidak punya pilihan. Dia terpaksa menikah dengan Bastian.

Viola berdiri dengan tegak. Menampar kedua pipinya

"Berhentilah bersikap lemah Viola! Kalau kau mau kabur dari obsesi gila suamimu, kau harus kabur membawa uang untuk menyembunyikan dirimu. Kau tahu kan dia siapa? Dalam hitungan jam, aku yakin bisa ditemukan, jika aku tidak kabur dengan persiapan."

Karena Viola sudah pernah melakukannya.

Uang gajinya dari bekerja yang tidak seberapa itu, tidak akan pernah cukup, jadi dia harus mengambil uang Bastian sebanyak yang bisa dia kumpulkan.

Foto pernikahan Viola dan Bastian di dinding terlihat seperti orang yang bahagia.

Aku pernah berharap kakak benar-benar tulus mencintai ku, aku berharap sorot matanya yang hangat dan sentuhannya itu adalah cinta. Walaupun aku terpaksa menikah dengannya karena tidak ada pilihan. Walaupun aku hanya istri keduanya. Ya, Viola pernah memimpikan itu semua.

Cinta dan kehangatan dalam sebuah pernikahan. Dari suami seperti Bastian.

Viola menghela nafas getir.

Menghempaskan tubuh sambil bermalas-malasan di atas tempat tidur, adalah hal yang bisa dilakukan Viola sekarang.

"Semuanya dimulai darimana ya? pertemuanku dengan Kak Bastian?"

Viola memejamkan mata, mengingat lagi, bagaimana benang takdir di antara mereka bisa terjalin.

"Saat itu aku hanya pelayan di sebuah kafe kan."

Bayangan masa lalu Viola menghampiri ingatannya.

Jelas sekali, dia melihat dirinya di masa lalu. Seragam coklat muda dengan Appron dan penutup kepala berwarna coklat tua. Hari-hari melelahkan namun juga menyenangkan, karena manager kafe, sangat baik padanya.

Dan hari itu, seperti hari-hari biasanya Viola bekerja.

Sudah tiga jam berlalu dari pembukaan kafe, Viola masih berdiri di depan mesin pembuat kopi. Melayani pembeli yang datang silih berganti.

Banyak mahasiswa namun banyak juga pekerja kantoran yang datang sekedar membeli kopi untuk dibawa ke kantor, atau menikmati waktu istirahat.

Saat dua orang laki-laki berdiri di depan meja pemesanan, seperti biasa juga, Viola tersenyum dengan ramah.

"Silahkan pesanan Anda Tuan.."

Laki-laki yang akan merubah hidup Viola, sedang berdiri di depannya, membeku, seperti orang kaget karena melihat seseorang yang seharusnya tidak dia lihat lagi, hidup di dunia ini.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!