NovelToon NovelToon

Kembalinya Dewa Beladiri

1 Kembalinya Dewa Beladiri: Wusheng

Di Benua Tianlong, tempat di mana para kultivator menganggap kekuatan spiritual sebagai jalan tertinggi, ada satu sosok yang menentang pemahaman itu dan mengubah sejarah selamanya.

Wusheng, Sang Dewa Beladiri, adalah seorang pria yang tidak hanya menguasai setiap bentuk seni beladiri, tetapi juga menciptakan hampir seluruh aliran yang ada di dunia itu.

Ia bukan sekadar petarung, tetapi juga seorang filsuf pergerakan, pencipta teknik, dan guru bagi mereka yang ingin menapaki jalan menuju kekuatan sejati.

Dalam satu ayunan tangan, ia dapat merobohkan gunung. Dalam satu tarikan napas, ia mampu mengendalikan aliran udara di sekelilingnya. Para kultivator menganggapnya sebagai mitos, tetapi mereka yang pernah melihatnya bertarung tahu bahwa ia adalah kenyataan yang lebih menakutkan daripada legenda mana pun.

Di bawah bimbingannya, ribuan murid dari berbagai penjuru benua berkumpul untuk belajar. Para petarung yang dulunya dianggap liar dan kasar kini berdiri sejajar dengan kultivator tertinggi. Ia membuktikan bahwa tubuh manusia adalah senjata terhebat, bahwa beladiri bukan hanya sekadar gerakan, tetapi juga jalan menuju keabadian.

Namun, kejayaan Wusheng tidak selalu membawa kemakmuran. Ketika Benua Tianlong diserang oleh pasukan kerajaan luar yang dipimpin oleh seorang tiran dengan kekuatan spiritual tak tertandingi, hanya Wusheng yang mampu menghadapinya secara langsung.

Dari puncak Gunung Phoenix, tempat ia mendirikan aliran beladiri miliknya, Wusheng menatap medan perang yang dipenuhi musuh.

Dengan satu langkah besar, ia melompat ke tengah pertempuran, siap membuktikan sekali lagi bahwa seni beladiri adalah jalan yang sejati—bahkan di hadapan kehancuran.

Pada akhirnya, kisah hidup Wusheng berakhir dengan penuh kebanggaan. Hingga kini, namanya tetap dikenang sebagai pelopor seni beladiri sejati.

...

Hutan Bayangan

Di pinggiran Kerajaan Shoushen, terdapat sebuah hutan yang dikenal sebagai Hutan Bayangan. Tempat itu selalu diselimuti kegelapan. Bahkan di siang hari bolong, cahaya matahari seolah enggan menembus dedaunan lebat yang menjulang tinggi, menciptakan suasana misterius dan menakutkan.

Di tengah hutan itu, di atas tanah berlumpur yang dingin, seorang anak berusia sekitar enam belas tahun terbaring lemah.

Anak itu perlahan membuka matanya yang berwarna hijau gelap. Rambutnya yang hitam legam basah oleh hujan yang baru saja reda. Pakaiannya sederhana, terbuat dari kain kasar yang sudah lusuh.

Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi rasa sakit yang menusuk membuatnya mengerang. Kepalanya berdenyut-denyut, dipenuhi oleh memori yang berantakan.

"Apa... apa yang terjadi?" gumamnya, suaranya parau dan penuh kebingungan.

Ia ingat pertempuran epik melawan raja musuh, seorang tiran dengan kekuatan spiritual tak tertandingi. Ia ingat bagaimana dirinya mengorbankan nyawanya untuk mengalahkan orang itu dan melindungi Benua Tianlong dari kehancuran.

Ia ingat para murid yang mengelilinginya saat ia menghembuskan napas terakhir sebagai Dewa beladiri.

Namun sekarang... ia masih hidup?

"Aku masih hidup?" gumamnya pelan sambil mencoba berdiri.

Ia menatap tangannya yang kini kecil dan kurus, jauh berbeda dari tangan kuat yang dimilikinya sebelumnya. Tubuhnya pendek, lemah, dan penuh luka pukulan.

"Lebih tepatnya, aku hidup kembali sebagai orang lain... Apa ini yang disebut reinkarnasi, atau transmigrasi?"

Wusheng menyandarkan tubuhnya pada sebuah batang pohon besar, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Ia menyadari bahwa dirinya sekarang berada di era yang berbeda. Pakaiannya, lingkungan sekitarnya, bahkan tubuhnya sendiri, semuanya terasa asing.

Belum sempat Wusheng berpikir lebih lanjut, rasa sakit yang luar biasa tiba-tiba menghantam kepalanya.

Wusheng menggertakkan giginya, menahan sakit yang begitu hebat hingga membuatnya meringkuk. Ingatan asing mengalir deras ke dalam benaknya, seolah membanjiri pikirannya dengan kehidupan yang bukan miliknya.

Wu Shen, pemuda lemah yang selalu dipandang rendah, anak dari seorang pria yang dicap sebagai menantu sampah di Sekte Phoenix. Hidupnya penuh penderitaan karena hubungan ayah dan ibunya yang tidak direstui.

Ibunya adalah putri Patriark Sekte dan seorang wanita yang sangat cantik serta hebat, sementara ayahnya adalah pria tanpa latar belakang yang jelas dan cukup lemah dalam ilmu beladiri.

Hubungan mereka berdua sangat ditentang oleh berbagai pihak. Mereka menganggap keputusan ibunya sebagai wanita bermartabat sangatlah bodoh. Namun, mereka tetap setia pada hubungan mereka.

Sementara itu, Wu Shen adalah anak yang dibenci oleh para murid sekte sekaligus para penatua. Bakatnya dalam ilmu beladiri sangat payah, menjadikannya target perundungan dari murid-murid lain.

Beberapa hari yang lalu, seperti biasa, Wu Shen dihajar oleh anak-anak nakal. Namun, kali ini mereka melewati batas hingga secara tidak sengaja membunuhnya. Anak-anak itu panik dan ketakutan. Bagaimanapun, ibu Wu Shen adalah wanita yang cukup berpengaruh, meskipun ayahnya dipandang sebelah mata.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuang jasad Wu Shen ke dalam Hutan Bayangan untuk menutupi jejak mereka.

Namun sekarang… ia hidup kembali. Bukan sebagai Wu Shen si anak lemah, tetapi sebagai Wusheng Sang Dewa Beladiri.

"Sekte Phoenix… beginikah cara kalian menggunakan ajaranku?" gumam Wu Shen. Suaranya kini terdengar asing di telinganya sendiri—lebih ringan, lebih halus, dan lebih muda. Namun, masih menyimpan ketegasan yang sama seperti sebelumnya.

Kemarahan bergejolak di dadanya, bukan hanya karena ketidakadilan yang dialami Wu Shen, tetapi juga karena penghinaan terhadap seni beladiri itu sendiri.

Seorang murid sekte seni beladiri seharusnya memiliki kehormatan, bukan bertindak seperti pengecut yang membunuh dalam gelap.

Ia mengepalkan tangan lemah itu, merasakan betapa ringkihnya tubuhnya sekarang. Otot-ototnya hampir tidak ada, sedangkan Chi dalam tubuhnya nyaris nol.

Jika bukan karena jiwanya yang kuat, ia mungkin akan menyerah pada keputusasaan. Namun, ia adalah Wusheng, Sang Dewa Beladiri.

Ia telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk menciptakan dan menyempurnakan seni beladiri. Wusheng tahu bagaimana cara membangun kekuatan dari nol.

"Jika tubuh ini lemah, maka aku akan membentuknya kembali. Jika Inti Chi milikku rapuh, maka aku akan menempa ulang diriku sendiri."

Dengan napas teratur, ia menenangkan pikirannya dan mulai merasakan aliran energi di dalam tubuhnya. Meski lemah, ia masih bisa menangkap riak-riak Energi Chi yang ada dalam dirinya.

Dalam dunia ini, terdapat dua jenis energi utama yang menentukan jalan seseorang: Qi dan Chi. Keduanya adalah sumber kekuatan yang berbeda namun saling berhubungan, mencerminkan perbedaan antara jalur spiritual dan jalur fisik dalam seni beladiri.

Qi adalah energi alam semesta yang mengalir di seluruh dunia. Qi dapat ditemukan di udara, tanah, air, dan bahkan dalam makhluk hidup. Para kultivator menggunakan Qi sebagai bahan bakar utama dalam teknik sihir, kultivasi spiritual, dan seni pengendalian elemen.

Sedangkan Chi adalah energi vital yang berada dalam tubuh manusia. Tidak seperti Qi yang berasal dari luar, Chi adalah hasil dari latihan fisik, pernapasan, dan meditasi. Chi memperkuat tubuh, meningkatkan refleks, dan memungkinkan seseorang melampaui batas manusia normal.

2 Longhun Tunqi: Teknik Jiwa Naga Pelahap Qi

Wusheng dikenal luas sebagai Dewa Bela Diri bukan hanya karena Chi-nya yang kuat, tetapi juga karena kemampuannya menyerap Qi alam dan mengubahnya menjadi Chi seni bela diri.

Teknik menyerap Qi dan mengkonversinya menjadi Chi disebut teknik Longhun Tunqi (Jiwa Naga Pelahap Qi).

Setiap konversi Qi menjadi Chi membuat tubuh pengguna semakin kuat, tetapi prosesnya menyakitkan dan membutuhkan fokus yang luar biasa. Selain itu, perbandingan konversinya juga sangat besar: 100 energi Qi yang dikonversi hanya akan menghasilkan 1 energi Chi.

Hal ini membuktikan bahwa teknik Longhun Tunqi bukanlah teknik yang bisa dikuasai oleh sembarang orang. Namun, bagi Wusheng, ini adalah makanan sehari-harinya.

"Hampir selesai..." gumam Wu Shen yang masih duduk sambil bermeditasi.

Wu Shen membuka matanya perlahan. Di dalam kegelapan Hutan Bayangan, tatapan hijau gelapnya kini tidak lagi terlihat lesu dan kosong seperti sebelumnya. Ada kilatan tekad baru, nyala api yang menyala dalam keheningan malam.

Tangannya terangkat, merasakan perubahan dalam tubuhnya. Meski masih jauh dari bentuk idealnya, tubuh barunya kini terasa lebih padat, lebih kuat.

Sebelumnya, ia hanyalah seonggok daging yang ringkih, tetapi kini otot-ototnya sudah sedikit terbentuk, seperti seseorang yang baru saja mengisi perutnya setelah kelaparan berhari-hari.

"Ini baru permulaan," gumamnya.

Teknik Longhun Tunqi memang luar biasa, tetapi tubuhnya masih terlalu lemah untuk menanggung konversi dalam jumlah besar. Jika ia terus memaksakan diri, maka tubuh ini akan meledak sebelum sempat berkembang.

Jadi, Wu Shen harus sedikit bersabar—mengolah sedikit demi sedikit energi Chi dan membangun kembali fondasi dari nol.

"Dengan tubuh ini, aku hanya bisa menggunakan teknik Seni Beladiri Naga Laut yang dulu aku kuasai," gumamnya sambil mendesah pelan.

Seni Beladiri Naga Laut adalah salah satu teknik beladiri ciptaannya yang lebih menekankan ketenangan dan keseimbangan dalam pertarungan.

Energinya yang sekarang belum cukup kuat untuk mengaktifkan teknik-teknik tingkat tinggi yang dulu ia kuasai, tetapi setidaknya ia tidak lagi menjadi makhluk yang tak berdaya.

"Aku akan membalas kematianmu, Wu Shen. Sekarang izinkan aku menggunakan identitas ini untuk sementara waktu..." gumamnya pelan sambil mengatupkan kedua tangannya, memberikan penghormatan bagi jiwa yang telah pergi.

Tak lama kemudian, bulu kuduknya meremang. Insting tempurnya yang tajam menangkap sesuatu—pergerakan samar jauh di kedalaman hutan.

Wu Shen tersenyum kecil.

"Sepertinya aku mendapatkan pemanasan yang bagus," bisiknya.

Dari balik pepohonan, beberapa pasang mata berkilat dalam kegelapan. Napas berat terdengar di udara, disertai geraman rendah yang menyerupai binatang buas yang siap menerkam.

Beast.

Wu Shen bisa mengenali aura mereka dengan jelas. Beast liar penghuni Hutan Bayangan, mungkin tertarik oleh aroma darah yang menempel di bajunya.

"Menurut kualifikasi di era ini, Serigala Putih masuk dalam beast peringkat 3..." gumamnya pelan sambil menatap ketiga beast Serigala Putih di depan matanya. "Informasi dari ingatan anak ini ternyata cukup berguna."

Melalui ingatan Wu Shen, ia tahu bahwa peringkat beast telah berubah sejak zamannya hidup. Sebelumnya, beast dibedakan dengan tingkat rendah, menengah, dan tinggi. Namun kini, sistem peringkatnya jauh lebih kompleks, dimulai dari beast tingkat 1, 2, 3, hingga yang tertinggi adalah beast tingkat 9.

Ia tidak mempermasalahkan hal itu karena bagaimanapun juga, zaman akan terus berkembang, dan berbagai hal juga akan ikut berubah.

Wu Shen bangkit perlahan, merasakan keseimbangan tubuhnya yang masih belum sempurna. Meski begitu, ia tidak takut.

Dalam kehidupan sebelumnya, ia telah bertarung melawan raja-raja tiran, pasukan yang jumlahnya tak terhitung, bahkan menghadapi kultivator dengan kekuatan spiritual dewa.

Maka, apa artinya beberapa beast biasa di hadapannya sekarang?

"Baiklah, mari kita lihat seberapa jauh tubuh ini bisa bergerak."

Tiga Serigala Putih itu tanpa ragu menunjukkan diri mereka di hadapan Wu Shen. Mata mereka bersinar dalam kegelapan, gigi-gigi tajam mereka siap mencabik-cabik mangsanya. Namun, Wu Shen tidak gentar. Ia hanya tersenyum kecil, menikmati momen ini sebagai pemanasan untuk menguji tubuh barunya.

Serigala pertama melompat, cakar-cakar tajamnya mengarah ke leher Wu Shen. Namun, Wu Shen bergerak dengan keanggunan luar biasa. Tubuhnya yang lebih pendek dan ringan justru memberinya keuntungan dalam hal kelincahan.

Dengan gerakan halus, ia memutar tubuhnya, menghindari serangan itu dengan selisih milimeter. Tangannya yang kecil dan kurus bergerak cepat, menepis cakar serigala itu dengan telapak tangannya. Gerakan itu terlihat sederhana, tetapi penuh ketepatan dan kendali.

"Seni Naga Laut: Lautan Tenang," gumam Wu Shen dalam hati.

Waktu seakan melambat, aura sejuk lautan yang tenang menyelimuti suasana dalam sekejap mata. Wu Shen menggunakan momentum serigala itu untuk mengalihkan serangannya, membuat beast itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke samping.

Serigala kedua dan ketiga menyerang bersamaan, satu dari depan dan satu dari belakang. Wu Shen tidak panik. Ia mengambil napas dalam-dalam, merasakan aliran Chi yang masih lemah di dalam tubuhnya.

Meski kecil, tubuh ini masih bisa bergerak dengan sempurna jika dikendalikan dengan benar.

Dengan gerakan memutar yang anggun, Wu Shen menghindari serangan serigala dari depan sambil menendang ke belakang, tepat mengenai dada serigala yang mencoba menyergapnya dari belakang.

Tendangan itu tidak kuat, tetapi cukup untuk membuat serigala itu terpelanting beberapa langkah ke belakang.

"Seni Naga Laut: Gelombang Mengalir," bisiknya.

Gerakan ini adalah lanjutan dari gerakan pertama, di mana Wu Shen menggunakan aliran energi yang halus untuk mengalihkan dan membalas serangan lawannya. Tubuhnya bergerak seperti air, mengikuti aliran pertarungan tanpa melawan secara langsung.

Serigala pertama yang sempat terjatuh bangkit kembali dan menyerang dengan gerakan cepat. Kali ini, Wu Shen memutuskan untuk tidak menghindar. Ia mengumpulkan sedikit Chi yang berhasil ia konversi dari Qi alam, lalu memusatkannya di telapak tangannya.

"Seni Naga Laut: Naga Menyentuh Bumi," ucapnya pelan.

Pukulan itu terlihat sederhana, hampir seperti pukulan biasa. Namun, ketepatan dan waktunya sangat sempurna. Telapak tangannya menyentuh dahi serigala itu dengan lembut, tetapi energi Chi yang terkumpul di sana meledak dengan kekuatan kecil namun mematikan.

BOOOM!!

Serigala itu terlempar ke belakang, tubuhnya jatuh tak bergerak.

Wu Shen sedikit terkejut. "Hanya dengan pukulan dasar...?" gumamnya.

Ia tidak menyangka bahwa tubuh yang masih lemah ini bisa menghasilkan serangan yang cukup untuk menjatuhkan seekor beast dengan sangat mudah.

"Apakah beast di dunia ini sudah melemah?"

GRRRRRHH!!

Dua serigala yang tersisa semakin agresif, merasakan ancaman dari manusia kecil di depan mereka.

Mereka akhirnya menyerang bersamaan, gerakan mereka cepat dan beringas. Wu Shen tetap tenang. Ia mengingat kembali prinsip-prinsip dasar Seni Beladiri Naga Laut: ketenangan, keseimbangan, dan aliran yang tak pernah putus dari gerakan pertama.

Semakin sempurna rangkaian gerakan dan keseimbangan miliknya, maka semakin kuat juga gerakan berikutnya dari Seni Beladiri Naga Laut miliknya.

"Huff!"

Wu Shen mengambil nafas dalam-dalam, matanya berkilat dengan ketenangan yang luar biasa ketika melihat kedua serigala yang menyerangnya secara bersamaan.

Saat kedua serigala putih itu melompat ke arahnya, Wu Shen tidak mundur. Sebaliknya, ia menyesuaikan tubuhnya, mengikuti ritme pergerakan musuh dengan presisi sempurna.

"Seni Naga Laut: Pusaran Samudra."

3 Keluar Dari Hutan Bayangan: Menemukan Kultivator Pertama

Dengan satu putaran ringan, Wu Shen menggeser kakinya di atas tanah, menciptakan arus pergerakan yang menyerupai tarian air.

Tangan kirinya terangkat, membelokkan serangan serigala pertama, sementara tangan kanannya mendorong dengan lembut—bukan untuk menangkis, melainkan untuk mengalihkan momentum mereka.

Dalam sekejap, tekanan udara di sekitar Wu Shen berubah. Seolah-olah ada gaya tak kasat mata yang menarik segala sesuatu ke pusat pusaran itu.

"Sekarang!"

BOOOM!!

Ledakan energi tersembunyi meletus dari gerakan sederhana itu. Serigala pertama, yang kehilangan keseimbangan, langsung berputar di udara sebelum tubuhnya terbanting ke tanah dengan keras, tulang-tulangnya remuk akibat benturan luar biasa.

Serigala kedua, yang masih mencoba menerkam dari sisi lain, malah terseret ke dalam arus pergerakan Wu Shen.

Dengan satu dorongan kecil menggunakan Chi lemah dalam tubuhnya, ia memusatkan titik serangannya pada bagian leher serigala. Energi tersembunyi dari pusaran gerakannya langsung menyalurkan daya hancur ke titik vital musuh.

CRACK!

Serigala itu tidak sempat mengeluarkan suara kesakitan sebelum tubuhnya kehilangan nyawa.

Dalam hitungan detik, tiga serigala putih telah tewas di tangan Wu Shen.

Ia berdiri tegak di antara mayat-mayat beast itu, menarik napas panjang untuk menenangkan denyut Chi di tubuhnya yang masih belum stabil.

Meski energi yang ia miliki belum cukup untuk menggunakan teknik tingkat tinggi, keahlian bela dirinya sudah cukup untuk menebus kekurangan itu.

Wu Shen menunduk, melihat telapak tangannya sendiri yang sedikit gemetar. Bukan karena takut, tetapi karena tubuh ini masih belum terbiasa dengan intensitas pertarungan semacam itu.

"Aku masih terlalu lemah..."

Namun, ada sesuatu yang membuatnya tersenyum kecil. Dalam pertarungan singkat ini, ia bisa merasakan peningkatan yang signifikan. Sebelumnya, tubuhnya hanya berada di tingkat Murid Bela Diri tingkat 2. Tapi sekarang...

Wu Shen menutup matanya sejenak, merasakan perubahan di dalam inti Chi miliknya.

"Murid Bela Diri tingkat 8, huh? Cukup cepat juga."

Di dunia ini, seorang seniman bela diri memiliki jalannya tersendiri dalam mengasah kekuatan mereka. Mereka tidak berkultivasi seperti para kultivator, melainkan murni mengandalkan energi internal melalui latihan dan pertempuran nyata.

Ranah seniman bela diri yang ia ciptakan dulu terdiri dari:

Murid Bela Diri (1-9) Pendekar Bela Diri (1-9) Ahli Bela Diri (1-9) Master Bela Diri (1-9) Jenderal Bela Diri (1-9) Raja Bela Diri (1-9) Kaisar Bela Diri (1-9) Dewa Bela Diri (1-9)

Di kehidupan sebelumnya, Wu Shen telah mencapai puncak tertinggi sebagai Dewa Bela Diri. Di eranya, ia adalah satu-satunya orang yang pernah mencapai tingkat itu, sehingga tak ada yang bisa menandingi kejayaannya.

Namun, ia tidak pernah menganggap ranah sebagai batasan pasti dari kekuatan seseorang.

"Aku sendiri yang menciptakan sistem ini, jadi aku tahu bahwa batasan hanyalah ilusi bagi mereka yang takut berkembang."

Wu Shen melirik mayat beast di hadapannya. Meskipun saat ini ia berada di tubuh yang lemah, dasar-dasar bela diri yang ia miliki tetap sempurna. Ia hanya butuh waktu—dan banyak pertempuran—untuk membangun kembali kekuatannya.

Dan Sekte Phoenix...

Wu Shen mengepalkan tinjunya.

"Sudah lama aku mati. Apa yang telah mereka lakukan pada seni bela diri yang dulu kuajarkan?"

Tatapannya penuh dengan tekad.

Wu Shen menarik napas dalam, lalu berbalik meninggalkan tempat itu. Ini baru permulaan.

"Sekte Phoenix, bersiaplah. Aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku."

...

Hutan Bayangan selalu hidup dalam kegelapan pekat, bahkan ketika bulan bersinar terang di langit. Pepohonan raksasa dengan akar menjalar menciptakan bayang-bayang menakutkan.

Suara gemeretak ranting patah, desiran angin yang membelai dedaunan, dan sesekali lolongan beast di kejauhan menjadikan tempat ini tak ubahnya kuburan bagi mereka yang lengah.

Wu Shen berjalan dengan hati-hati, tubuhnya masih beradaptasi dengan kondisi barunya. Dengan energi yang terbatas, ia harus menghemat kekuatannya, hanya bertarung jika diperlukan. Namun, keluar dari Hutan Bayangan bukanlah tugas mudah.

Tempat ini adalah rumah bagi berbagai beast buas yang mengintai dalam kegelapan, menunggu mangsa yang cukup bodoh untuk tersesat.

Dan sayangnya, Wu Shen adalah satu-satunya manusia di area dalam Hutan Bayangan.

"Tch, seperti dugaanku, mereka terus berdatangan."

Dari sela-sela pepohonan, sesosok bayangan muncul dengan mata bersinar. Beast peringkat dua dan tiga terus bermunculan, tertarik oleh aroma darah dari serigala putih yang baru saja ia bunuh. Wu Shen tetap tenang. Beast tingkat ini bukan ancaman besar baginya.

Satu serigala hitam melompat dari balik semak, menerjang dengan taring terhunus. Wu Shen menggeser tubuhnya sedikit ke samping dan menyambut serangan itu dengan satu pukulan telak ke rahangnya. Beast itu langsung terpelanting ke belakang, menghantam batang pohon sebelum terkapar tak bergerak.

Dari arah lain, dua beast menyerbu bersamaan—seekor beruang hutan dengan tubuh penuh luka lama dan seekor kucing bayangan yang bergerak cepat dalam kegelapan.

Wu Shen merendahkan tubuhnya, bersiap.

"Seni Naga Laut: Naga Menyentuh Bumi."

Telapak tangannya menghantam tanah, dan dalam sekejap, energi Chi yang tersisa mengalir melalui tanah di bawahnya. Ledakan kecil terjadi tepat di bawah kaki beruang itu, membuatnya kehilangan keseimbangan.

Dalam sekejap mata, Wu Shen melompat dan menendang ke bawah, menghantam kepala beast besar itu dengan tumitnya.

Sementara itu, kucing bayangan mencoba menerkamnya dari belakang. Wu Shen berbalik cepat dan menangkap lehernya dengan satu tangan sebelum menghantamkannya ke tanah.

Suasana kembali tenang, hanya suara angin yang berdesir di antara pepohonan. Wu Shen menarik napas dalam, merasakan denyut energi di tubuhnya.

"Aku harus lebih berhati-hati... beast tingkat empat akan lebih sulit ditangani."

Dan seolah mengabulkan firasatnya, udara di sekitarnya tiba-tiba berubah.

Dari kejauhan, terdengar suara gemuruh langkah berat. Wu Shen menoleh, matanya menyipit tajam. Dari dalam kabut, sosok besar mulai terlihat—seekor Banteng Besi Hitam, beast tingkat empat dengan tubuh sebesar rumah, kulit sekeras baja, dan kekuatan penghancur yang cukup untuk meratakan pohon-pohon di sekitarnya.

"Sial... ini bisa merepotkan."

Wu Shen meregangkan otot-ototnya, bersiap menghadapi pertarungan yang lebih serius.

Pertarungan melawan beast tingkat empat jauh lebih sulit. Banteng Besi Hitam memiliki pertahanan yang luar biasa, dan serangannya yang liar memaksa Wu Shen untuk terus menghindar.

Setelah beberapa kali benturan dan manuver yang cermat, akhirnya Wu Shen berhasil menanamkan serangan pada titik lemah di bawah rahang beast itu, membuatnya tumbang dengan napas tersengal.

Wu Shen berdiri di atas tubuh beast tersebut, napasnya memburu.

"Aku tidak bisa terus seperti ini... Aku butuh tempat untuk beristirahat dan memulihkan Chi milikku."

Dengan tubuh yang sedikit kelelahan, Wu Shen kembali melanjutkan perjalanan, bergerak lebih cepat menuju pinggiran hutan.

Saat hampir mencapai batas pinggiran hutan, angin tiba-tiba membawa sesuatu yang aneh—bau logam dingin dan darah segar.

Suara samar juga mulai terdengar—bukan suara beast, melainkan benturan keras dan teriakan manusia.

Wu Shen berhenti sejenak, menyipitkan matanya. "Sebuah pertarungan?" gumamnya.

Ia bisa merasakan energi spiritual yang kuat di kejauhan. Setelah beberapa saat berpikir, ia akhirnya memutuskan untuk mendekat dan mengamati dari tempat tersembunyi.

Wu Shen melompat ke atas pohon besar dan bergerak tanpa suara, mendekati sumber suara pertarungan itu. Sesampainya di lokasi, matanya menyipit tajam.

Di bawahnya, sebuah pertarungan yang tidak adil sedang terjadi.

Seorang wanita dikelilingi oleh beberapa pria bertampang sangar. Jubah mereka menunjukkan identitas mereka sebagai kultivator, bukan seniman bela diri seperti Wu Shen.

"Kultivator, ya?"

Mata Wu Shen mengamati situasi dengan cermat. Wanita itu tampak terluka, tetapi matanya masih menyala dengan perlawanan.

Sementara itu, para pria yang mengelilinginya tersenyum penuh kesenangan, seolah yakin bahwa mangsa mereka tidak akan bisa kabur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!