Nama aku Lyra Poetry, tahun ini usiaku memasuki angka 28 tahun. Usia yang hampir membuat was-was orang tua, tapi sampai sekarang aku belum kepikiran untuk menikah.
Profesi aku sekarang pengangguran yang banyak kerjaan. Aku suka nulis curhatan hati, isi perasaan yang aku tuangkan kedalam puisi, sajak dan syair.
Tapi itu dulu, sekarang aku hanya mengelola sebuah kafe. Nama kafe aku, Rain Cafe and Function Hall. Selain berfungsi kafe, juga berfungsi sebagai hall buat acara. Di keluarga, aku ini anak tunggal dan sekarang aku cuman tinggal sama Papa aja, karena mama sudah tidak ada sejak lama.
·"Mbak.. Mbak, keasikan nulis ya, sampe engga tau kalo tas saya keduduk." Tiba tiba ada suara laki laki mendatangiku.
Aku pun terkejut karena tidak mengetahuinya, ya ampun rasanya sangat malu.
"Maaf ya Mas, saya engga tau." Kataku.
"Iya engga apa-apa Mbak. Mbak nya suka buku itu ya?" Tanya laki-laki itu kepadaku.
Sebenarnya aku tidak nyaman kalau ada yang penasaran. Dari tampangnya sepertinya ia tidak ada maksud yang jahat.
"Iya Mas." Jawabku kepada laki-laki itu.
"Wahh, sama ya, boleh minta IG nya engga?. Biar bisa gabung ke grup diskusi nya." Pinta laki-laki itu kepadaku, yang bahkan aku belum mengenalnya.
Tapi tadi laki-laki itu bilang ada grup diskusinya. Mungkin akan menjadi seru jika aku gabung ke dalam grup juga.
"Emang ada grup diskusinya Mas?" Tanyaku kepada laki-laki itu.
"Iya ada, soalnya setiap tulisan di buku ini selalu memberikan persepsi yang beda beda di setiap orang." Ungkap laki-laki itu kepadaku.
Rasanya menyenangkan, ketemu orang yang suka buku aku secara tidak sengaja. Aku sebaiknya jujur atau tidak ya, tapi mau jujur sekarang atau nanti, hasilnya pun sama aja.
"Ini IG saya Mas." Ujarku sambil menunjukan IG kepunyaanku kepada laki-laki itu.
"Lho kok saya udah follow Mbak nya ya?" Ungkap laki-laki itu terheran karena sudah mengikuti IG aku.
"Oiya?" Ujarku menegaskan dengan pertanyaan.
"Lhoo, Mbak penulis nyaa, Lyra Poetry. Eh seriusan?. Saya kira itu penulisnya bule." Jawab laki-laki itu sambil tertawa melihat layar Hpnya.
"Saya Airlangga Wibowo Mbak Lyra, kita seumuran kok." Kata laki-laki itu sambil tersenyum memperkenalkan dirinya.
"Jadi Airlangga Wibowo, manggilnya siapa dong?" Tanyaku untuk memperjelas.
"Angga aja. Lanjutnya di IG ya entar, gue engga mau kasih tau anak forum kalo gue ketemu Lyra haha, gue turun duluan ya." Ucap laki-laki yang bernama Angga sambil berjalan keluar dari kereta.
"Oke Angga." Jawabku.
Setelah kenal, kenapa laki-laki itu menjadi sok deket. Jujur saja, aku hanya menulis apa yang ingin aku tulis. Aku bahkan tidak tau kalo ada grup tulisan aku.
Mungkin sudah saat nya aku peduli sama orang yang menghargai tulisanku. Sambil memerhatikan jalur kereta, aku tersadarkan bahwa sebentar lagi aku harus turun dari kereta.
Sampai di kafe. Aku langsung berbenah, aku harus merapikan ruangan, mengelap meja kerja, membereskan berkas laporan, merapikan lemari dan menyapu. Setelah itu, aku harus cek bahan bahan buat memasak, membantu berberes sambil menunggu yang lain.
"Pagi Mbak Lyra." Sapa Dita, asistenku di kafe.
"Hay, semua nya udah pada dateng kan, udah pada absen, jadi sekarang mulai ke tempatnya masing-masing, karena bentar lagi kita bakal buka." Ucapku saat breafing pagi hari.
Aku pun masuk ke ruangan. Biasa nya di pagi hari, aku minum coklat panas dan makan roti strawberry sambil menulis lagi.
Tiba-tiba ada DM IG masuk, setelah aku buka ternyata dari Angga, laki-laki yang mengaku penggemarku tadi di kereta. Jadi akupun membuka profile Angga. Di setiap postingan di IG nya biasa aja, cuman berisikan foto estetik dan quotes.
Hari ini di kafe lumayan ramai, sampai akupun ikut turun tangan. Karyawan kafe cuman ada 20 orang, yang dibagi menjadi 2 shift.
Shift pertama dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore dan shift kedua dari jam 5 sore sampe jam 10 malam. Kerja aku keseringannya full time, terkadang Papa juga ke kafe. Tapi suka aku melarang, soalnya kasian Papa udah berumur.
Sekarang sudah menunjukan jam 10.15 malam. Aku selalu pergi dan pulang naik kereta. Karena aku tidak bisa mengendarai motor ataupun mobil. Tapi memang ada perasaan lain kenapa aku suka banget naik kereta.
"Hai Lyra" tiba-tiba ada yang memanggilku.
Aku kaget, karena si Angga muncul. Jangan-jangan karma karena aku tadi stalking IG nya dia, sekarang dia yang jadi stalker aku.
"Lo selalu naik kereta jam segini ya Lyr?" Tanya Angga.
"Kenapa emang?" Ujarku kembali menanyakan kepada Angga.
"Iya bareng lah maksudnya, biar ada temen ngobrol." Timpa Angga
"Repot banget nyari temen ngobrol, hp kan ada." Balasku kepada Angga.
"Lo tau ga, ini mata gue udah seharian ngeliatin berbagai macam kejadian dunia, ditambah polusi udara lagi, terus mau ditambah lagi sama hp." Ujar Angga yang mencoba menjelaskan.
"Lebay amat. Oiya lu kerja apa ? Kalo boleh gue tau nih ya." Tanyaku yang penasaran soal pekerjaan Angga.
"Gue dokter. Dokter cinta," ucap Angga yang sedikit berlebihan.
"Ya Tuhan, geli banget." Ucapku yang merasa geli dengan penjelasan Angga.
"Gue dokter Lyr, kapan kapan lu sakit ya, biar gue periksa. Dah bye ya gue udah harus turun." Kata Angga sambil melambaikan tangan dan berjalan mundur.
"Kalo lo dokter cinta, gue minta resep pelet dong!" Teriakku sambil ketawa.
"Pelet ikan?. Gue dokter Lyr bukan dukun." Kata Angga sambil berteriak kecil karena sudah agak jauh dari kereta.
Dasar orang tidak jelas, dia teriak sampai orang lain di stasiun memerhatikan. Dan orang-orang dalam kereta pada memerhatikan aku karena aku yang duluan teriak.
Semenjak hari itu, aku selalu ketemu sama Angga. Dan terkadang Angga dateng ke kafe juga. Tapi akhir-akhir ini, hampir setiap hari dia datang ke kafe.
Sekarang aku dan Angga menjadi sahabat. Entah bagaimana kronologisnya, tapi aku dan Angga sering menghabiskan waktu bersama. Berdiskusi dan bertukar pikiran.
Walaupun aku sekarang tidak pernah menulis lagi. Tapi karena tulisanku yang membuat aku mengenal Angga. Pada akhirnya, forum yang dibicarakan Angga waktu itu, sekarang menjadi forum yang bebas berargumen. Bukan hanya membahas tentang buku yang pernah aku tulis, tetapi juga buku-buku yang lain.
Malam ini adalah malam Selasa, itu artinya ini adalah Senin malam. Hari Senin adalah hari libur kafe setelah 6 hari bekerja. Aku menetapkan hari Senin sebagai hari libur kafe. Biar kalau aku butuh refresing ke suatu tempat, tidak begitu ramai dengan orang yang berkumpul saat akhir pekan.
Tapi malam ini cuman aku habiskan untuk bersantai, rebahan depan TV, nontonin acara lokal yang siarkan sambil di temani Papa. Isi rumah ini cuman aku sama Papa, jadi teringat pas masih ada Mama.
Dulu kalau ada Mama, kita bersantai ini pasti sambil makan cemilan. Mama mempunyai hobby memasak, Mama bisa mengolah bahan masakan sederhana menjadi istimewa. Bahkan cuman dengan modal tepung, kita sekeluarga bisa makan.
Kalau Mama membuat menu untuk makan sehari-hari itu ada aturannya dan tidak boleh sembarangan. Mama sangat memerhatikan keseimbangan pada makanan. Harus ada nasi, sayur, lauk, sambal dann kerupuk.
Aturan Mama itu kalau masak sayur yang banyak kuah, seperti (sayur asem, sayur lodeh, sayur sop, bening bayam) berarti lauk nya yang kering. Tapi kalau lauknya yang kuah seperti (ayam gulai kuning, atau gulai kepala ikan, atau semur daging) berarti sayurnya yang kering seperti capcay atau sawi orak-arik.
Terus juga di rumah pasti ada satu tema menu, misalnya kalau hari ini menu nya laut (seperti ikan, udang, cumi, gurita), berarti besok darat (seperti ayam, kambing, sapi) iya seperti itu, kata Mama biar tidak salah alam.
"Lyr, lyr." Panggil Papa yang lagi duduk di kursi goyang.
"Apa Pa." Sahutku yang kesal karena diganggu Papa.
"Dari tadi dipanggil engga ngeliat, fokus banget ngeliat TV, biasanya anak muda sibuk nonton internet." Ujar Papa yang heran sama aku.
·"Lah emang kenapa kalau aku nonton tv paa, bosen tau ngeliatin hp terus, kecil layar nya, pegel mata aku." Balasku.
"Iya beli lah HP yang layar nya segede TV." Sahut Papa dengan candaan dan ketawa kecil.
Saat aku mendengar Papa berbicara seperti itu, aku langsung melihat ke arah Papa sambil mengerutkan alis.
"Lyr, kamu nikah gih, kamu kan udah 28 tahun, entar kamu jadi tua lho." Ujar Papa dengan nada yang serius.
Ya ampun, Papa senang sekali kalau membahas tentang ini, sebenarnga aku itu sedih. Karena sering disuruh nikah.
"28 kan belum tua Paa, itu tetangga belakang rumah, gadis nya udah 32 tahun belum nikah juga." Jawabku.
"Lah kamu engga kasian sama Papa apa." Tegas Papa yang minta dikasihani.
"Kasian kenapa Paa?" Balasku dengan pertanyaan.
"Iya kan Papa udah tua, udah 68 tahun, Papa kan kepengen ada cucu." Kata Papa menjelaskan.
"Iya kan ada noh cucu tetangga, yang sering kesini buat ambil bolanya yang nyangkut." Kata aku yang sedikit bercanda.
"Itu kan cucu tetangga, Papa kan mau nya cucu sendiri." Balas Papa.
"Iya anggep aja cucu sendiri Paa, kenapa sih Pa? Papa kesepian, yaudah Papa aja nikah dulu." Ucapku kepada Papa.
"Ahh kamu Lyr, Nikah sama siapa? Papa kan udah tua." Kata Papa yang seperti menyerah.
"Iya sama nenek depan gang sana Pa." Kataku sambil menunjuk ke arah jam 5.
"Emang kamu mau punya mama tiri yang udah nenek-nenek?" Tanya Papa sambil menepuk pelan punggungku.
"Iya asalkan Papa bahagia, aku mah engga apa apa haha." Balasku.
"Iya papa nya yang engga mau." Kata Papa sambil bersandar ke kursi.
"Yaudah kalo engga mau sama nenek nenek, sama gadis belakang rumah aja pa, yang 32 thn kan lebih muda haha." Kataku pada Papa yang habis balas membalas.
"Ihh, Papa kan mau nya kamu yang menikah Lyra." Pinta Papa memelas kembali kepadaku.
"Iya aku nikah, kalo misalnya Papa nikah juga." Kataku sambil menoleh ke arah Papa. Sebenarnya itu adalah keinginan aku kepada Papa.
"Lah kok begitu?" Tanya Papa kembali.
"Paa, aku ini anak satu-satu nya, Mama udah engga ada, terus yang ngurusin Papa siapa? tadikan Papa sendiri yang bilang kalo Papa udah tua." Tanyaku.
"Iya tua si, tapi Papa bisa ngurus sendiri." Balas Papa.
"Kata siapa Papa bisa, aku itu engga mau Pa, kalo aku sembarangan nikah, nanti suami aku malah engga ngizinin aku buat ngurusin Papa, atau yang lebih parah nya suami aku kerja nya di luar kota, terus aku harus ikut ke luar kota juga." Ungkapku.
"Tapi kaya nya kamu engga punya pacar juga ya Lyr, emang anak Papa segitu jelek nya sampe engga ada yang mau apa?" Ucap Papa yang bersedih.
"Haahhh, Papa abis makan apa si Pa, keracunan ya, aku itu engga ada pacar karena lagi engga mau ada pacar aja, banyak yang diurus, tambah ribet nanti kalo ada pacar." Ujar ku.
"Eh Lyr, waktu di Amerika dulu kamu punya pacar bule ya, siapa namanya Papa lupa?" Tanya Papa mengingat.
Pertanyaan Papa barusan membuatku terkejut. Jantungku berdetak kencang. Mataku langsung membesar. Karena itu adalah hal yang paling tidak mau aku ingat.
"Itu bukan pacar aku Pa.Dave Pa, namanya Diamond Dave. Dia bukan pacar aku, jadi Papa harus berhenti inget dia sebagai pacar aku." Kata aku yang sedikit kesal Pada Papa.
"Papa mah engga apa apa kalo dapet mantu bule, yang penting sayang sama kamu." Ucap Papa yang habis debat denganku.
"Paa, Dave itu punya cewe yang suka sama dia, namanya Jewelry Jewel, dah pas kan mereka itu. Lagian kata bang Erick ribet juga punya pasangan beda negara Pa." Ujarku menjelaskan.
"Yaudah makanya kamu nikah gih. Atau Papa jodohin aja, mau engga?" Tanya Papa.
"Andai menikah semudah mengatakannya. Papa aja engga mau dijodohin, emang Papa pikir aku mau dijodohin." Kataku sambil menarik bantal untuk rebahan.
"Lah dijodohin, siapa tau beneran jodoh." Kata Papa.
"Iya aku nikah pas Papa udah ada istri lagi, lagian Mama juga pasti khawatir kali Pa, kalo misalnya aku nikah terus Papa sendiri." Ucapku dengan sendu.
"Papa kan engga sendiri, ada kamu terus anak Papa juga nanti nambah kan ada suami kamu." Balas Papa.
"Paa, bicara sekarang kadang beda sama yang terjadi di masa depannya." Ujarku.
"Maksud nya gimana Lyr?" Tanya Papa.
"Maksud aku, sekarang bisa aja kamu ngomong ke Papa buat full stay di rumah, eh ternyata pas di masa depannya aku beneran diajak ke luar kota, akhirnya malah jarang ketemu Papa. Jadi aku engga mau terlalu berekspetasi dalam hidup ini, aku ngalir aja. Tenang Paa, nanti aku nikah di waktu yang tepar." Jelasku pada Papa.
"Iya, maksud Papa kamu jangan terlalu fokus dan tertutup sama diri kamu, kamu harus inget juga kalo papa ini udah berumur." Balas Papa
"Haah, berkumur Pa"
"Berumur"
"Haah, bersumur"
"BERUMUR"
"Haah, berlumur"
"B E R U M U R. Kamu Papa sekolahin di Amerika jauh-jauh, sekarang udah engga tau Bahasa Indonesia lagi kamu," Ujar Papa karena kesal padaku.
"Hahaha piece girll." Balasku.
"Yaudah ah, nanti kamu periksa lagi pintu di kunci, TV di matiin, lampu di matiin, Papa mau tidur." Kata Papa sambil berdiri.
"Yes sir." Balasku sambil menaikan tangan sebagai tanda hormat.
"Gitu aja ngomong sok Inggris." Ujar Papa sambil berjalan ke kamarnya.
"Hahaha salamin buat Mama ya Paa, kalo ketemu di mimpi." Sahutku dari jauh.
Dan ini sudah menjadi permintaan rutin Papa. Aku tidak tahu ke berapa kali nya Papa membicarakan ini. Aku tau, sudah saat nya menikah, tapi memang menikah itu bisa seenaknya seperti itu.
Karena sekarang prioritasnya cari cowo buat seumur hidup, bukan cuman pacar. Tenang Pa, Lyra akan segera menikah. Begitu bertemu dengan laki-laki yang pas. Biar Papa juga bisa berhenti obrolan yang selalu panjang ini.
"Lyra Lyra, bangun ! Tidur terus kamu"
Terdengar suara laki laki membangunku. Perlahan lahan mataku pun mulai membuka. Terlihat seorang laki-laki yang sedang berada di hadapanku sekarang.
"Bang Erick, kenapa Bang ngebangunin aku?" Tanyaku kepada Bang Erick, abang sepupu aku.
"Ayo keluar, hari ini sangat cerah dan indah," kata Bang Erick sambil berjalan ke arah pintu kamarku.
Aku masih setengah sadar, mengucek ngucek mata bahkan aku masih menguap. Tapi aku melihat jam yang menempel di dinding, sekarang masih jam 9.00am. Mau apa Bang Erick ngebangunin jam 9 pagi di hari weekend ini.
Kring..kring
Ada bunyi sepeda, aku langsung berlari ke arah jendela untuk mengintip. Bang Erick tersenyum sambil membunyikan lonceng sepeda. Aku langsung ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan sikat gigi lalu ke kamar untuk mengganti pakaian.
Setelah rapih aku pun keluar dari rumah, karena Bang Erick telah menungguku. Aku sangat menyukai momen ketika aku di bonceng sepeda sama Bang Erick. Terasa angin yang sepoy sepoy, melayangkan rambut panjangku.
Bang Erick adalah abang sepupuku. Bang Erick tinggal duluan disini, dari umur 3 tahun Bang Erick sudah tinggal di Amerika. Sedangkan aku baru pindah kesini sebelum masuk SMP.
Bang Erick banyak memberikan saran dan peringatan tentang kehidupan disini. Aku senang karena rasanya aku dijaga dengan aman.
"Ayo kita sarapan dulu," ujar Bang Erick.
Bang Erick pergi ke area food court, sedangkan aku menunggu di kursi taman Brownvill. Aku tidak tau apa yang akan di beli Bang Erick.
"Ini," kata Bang Erick sambil memberikan makanan.
"Burger?," Tanyaku.
"Iya lah, emang maunya apa lagi," Balas Bang Erick.
"Nasi goreng," pintaku memelaskan wajah.
"Berenti merengek, makan aja yang ada, dan syukuri," kata Bang Erick sambil mengetak kepalaku.
Di taman ini, ada playgroundnya. Jadi banyak anak anak bersama keluarganya bermain di sini. Karena itu juga jadi banyak jualan disini.
"Bang main ini yuk," pintaku sambil menunjukkan jungkat jungkit.
Tanpa menjawab, Bang Erick langsung mengikuti kemauan aku. Jungkat jungkit, aku dan Bang Erick seperti anak TK, tapi juga seperti orang dewasa, terkadang seperti anak TK yang dewasa.
"Kamu masih sering nulis Lyr?" Tanya Bang Erick.
"Lumayan," jawabku.
"Terus lah menulis karena aku sangat menyukai tulisan kamu. Terus lah menulis hingga tulisan kamu bisa membuat kamu bahagia. Aku akan terus melihat tulisan kamu, walau di suatu engga ada, aku kan melihatnya dari tubuh orang lain," ucap Bang Erick.
Aku langsung turun, dan otomatis menjatuhkan Bang Erick karena ini jungkat jungkit. Setelah itu kami berjalan berkeliling taman sambil jogging kecil. Saat kami berjalan, ada sebuah bola yang menggelinding sampe ke kaki Bang Erick. Bola itu akhir nya ditendang oleh Bang Erick dan di tangkap sama anak kecil berambut pirang.
Tetapi oleh anak kecil berambut pirang itu bola nya malah di tendang balik ke arah kami. Mereka pun sambik tendang menendang bola. Tidak sabaran, akhirnya Bang Erick ikut bermain bola dengan anak kecil berambut pirang itu. Aku cuman berdiri di pinggir lapangan sambil tersenyum melihat mereka bermain bola.
"Jhonny, let's go home," kata ayah anak kecil itu.
Anak kecil itu menggangguk lalu melambaikan tangan pada kami. Kami pun membalas lambaian tangan kepadanya. Sepertinya seru ya kalo punya adik kecil lagi terus di ajak bermain di taman ini.
Aku dan Bang Erick melanjutkan jogging kecil kami. Terus ada orang yang jualan bubble tiup. Akupun menghampiri orang yang berjualan itu, lalu membelinya.
Aku mulai meniup balon bubble yang aku beli tadi. Banyak bubble yang keluar di sekali tiup. Banyak anak kecil yang dateng juga. Mereka senang memecahkan bubble yang terbang.
Tiba tiba anak kecil berambut coklat mundur mundur dan menginjak sepatu seseorang. Dia laki laki yang terlihat seumuran dengan Bang Erick. Anak kecil itu meminta maaf karena telah menginjak kaki nya. Laki-laki itu malah tersenyum tapi bukan kepada anak kecil itu, melainkan kepadaku.
Melihat laki-laki itu tersenyum kepadaku. Bang Erick pun langsung menarikku sambil tersenyum ke arah laki-laki itu.
"Ayo kita pergi dari sini," kata Bang Erick yang terdengar kesal.
Bang Erick menarik aku tanpa berpamitan dengan anak anak kecil yang tadi bermain dengan kami. Sekarang kami berjalan cepat ke arah sepeda kami terparkir.
"Lyra, dengar kamu tidak usah punya hubungan semacam pacaran dengan bule, oke !" Ujar Bang Erick tegas memperingatiku.
"Kenapa Bang?" Tanya ku penasaran.
"Ribet, kita kan berdarah timur, walaupun kita ikut tinggal disini, kita di besarkan dengan pola asuh dan pola pikir orang timur. Kita berbeda sama mereka, berteman boleh, tapi jangan lebih dari teman. Aku tidak mau kamu mengalami hal yang udah pernah aku alami," Kata Bang Erick.
"Iya Bang," balasku.
"Kita keluar cari es krim yaa," ajak Bang Erick sambil menarikku kembali.
Kami pun kembali naik sepeda. Bang Erick menginjak pedal sepedanya. Angin yang ramah ini kembali menyapaku. Serasa burungpun ikut bernyanyi menikmsti hari yang indah ini.
"Hari ini terasa damai ya Lyr," kata Bang Erick.
"Iya bang."
Bang Erick berhenti di seberang salah satu outlet es krim terkenal di daerah ini. Kali ini biar aku yang pergi membelinya dan Bang Erick menunggu di sepeda.
Es krim ini emang terkenal enak dan lembut, jadi wajar kalo banyak orang yang mengantri untuk membelinya. Sekitar 20 menit aku berhasil membeli es krimnya. Saat aku berjalan kembali ke tempat Bang Erick. Aku terkejut, karena banyak orang yang mengerubungi tempat Bang Erick.
"Call 911 please," teriak seorang bapak bapak.
Aku spontan menjatuhkan es krim yang aku beli dan berlari ke tempat itu. Aku mendorong orang yang menghalangiku melihat Bang Erick. Aku harus memastikan, dan berharap semoga saja bukan, semoga saja bukan Bang Erick.
Saat terlihat, itu Bang Erick. Ada seorang pengendara mobil menabrak Bang Erick tapi berhasil kabur. Aku duduk terdiam di depan kepala Bang Erick. Banyak darah yang keluar, dari mata, hidung dan telinga, semuanya mengeluarkan darah.
"Miss.."
"He is my brother," balasku sambil menangis.
He is my brother, aku terus meneriakan itu sambil berjalan mundur. Semua orang menatapku dengan tatapan sedih. Aku berlari sambil menangis. Aku terus berlari, berlari tanpa tentu arah. Dan
Brak..
Aku menabrak seseorang. Saat aku melihatnya itu laki-laki yang tadi tersenyum pada ku. Aku takut dan aku ingin berlari. Tapi laki-laki itu menarikku dan mendorongku ke arah dinding. Aku semakin takut, aku sangat takut. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya kepada wajahku. Spontan aku melemparkan ludah ke arah mata laki-laki itu dan dia kesakitan.
Kesempatanku untuk berlari menjauh. Aku terus berlari sampe kehabisan tenaga. Aku kehausan, aku capek san aku takut.
Tiba tiba..
Mata ku berbuka. Aku celingak celinguk dan baru sadar aku masih di kasur. Jadi ternyata itu cuman mimpi. Iya juga si karena kejadian Bang Erick dulu itu bukan seperti itu.
Tutt.. Tittt..
Ponsel aku berbunyi tanda masuk telepon dari seseorang. Ada telpon dari Angga, ada apa emangnya tengah malam. Akhirnya aku menerima telpon itu.
Ternyata Angga mau minta temenin ke pesta pernikahan sepupunya di weekend ini. Aku iya iya in saja, karena masih mengantuk. Aku mau melanjutkan berlayar di pulau kapuk tercintah dulu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!