Pagi itu seorang perempuan tampak melamun di kamarnya. Ia sedang memikirkan permintaan orang tuanya yang meminta dirinya untuk segera menikah. Tapi bagaimana mau menikah, kekasih saja dia tidak punya. Tidak hanya kekasih, bahkan tidak ada laki-laki yang mau mendekatinya. Bukannya tidak bisa bergaul, tapi dia memang membatasi dirinya untuk tidak berteman dengan lawan jenis. Karena ia tidak percaya dengan yang namanya laki-laki, setelah melihat sahabatnya sendiri bunuh diri akibat ditinggal kekasih yang sudah menghamilinya. Sejak saat itu dia memang sangat dingin terhadap laki-laki, kecuali Ayah dan adik lelakinya yang sangat ia sayangi. Perempuan itu adalah Rania Adriana Aline. Gadis cantik yang sudah berumur 26 Tahun, yang sudah di tuntut menikah oleh keluarganya. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Arya Pradana Putra dan Livana Seraphina. Rania sudah menyelesaikan pendidikannya di bidang Hubungan International dan sudah bekerja di suatu perusahaan yang cukup terkenal selama kurang lebih satu Tahun. Namun ia baru saja diberhentikan akibat adanya pengurangan karyawan. Sehingga membuat gadis itu jadi pengangguran. Rania segera pulang ke kampung halamannya menemui Ayah dan Bundanya. Selama berada di rumah, ia selalu ditanya oleh para tentangga dan mengatakan dirinya perawan tua karena tak kunjung menikah. Sebenarnya ia tidak terlalu mempedulikan omongan orang yang mengatakan dirinya perawan tua. Namun setelah mendengarkan ucapan Bundanya semalam, membuat perempuan itu memikirkannya.
"Kak, kamu sedang memikirkan apa? " tanya Bunda Livana pada putri sulungnya saat melihat anaknya itu melamun pagi-pagi.
"Tidak ada Bunda, aku hanya sedang duduk saja" jawabnya memberi alasan, ia tidak mau menambah beban pikiran Ibunya. "Bunda mau kemana? " tanya Rania saat melihat Ibunya sudah rapi pagi itu.
"Bunda mau ke rumah Paman Reynand, hari ini kan adik sepupu kamu menikah kak" Bunda Livana menghampiri putrinya.
"Astaga, iya Bunda aku lupa. Aku siap-siap dulu ya Bun. Bunda sama Ayah tunggu didepan saja, aku tidak lama kok" ucap Rania pada Bundanya.
"Baiklah, Bunda mau menemui Ayahmu dulu. Cepat ya, adik-adikmu sudah siap semua" Bunda Livana segera pergi meninggalkan kamar putrinya. Rania segera mandi dan bersiap-siap dengan terburu-buru. Kemudian ia segera keluar dari kamarnya menuju ke ruang depan.
"Nah itu kakak" Alden menunjuk ke arah Rania. Alden adalah adik kedua Rania dan dia sangat menyayangi kakaknya itu.
"Ayo kita berangkat" ajak Ayah Arya pada keluarganya. Mereka semua segera menaiki mobil dan segera berangkat menuju tempat Paman Reynand.
"Selamat ya Kak atas pernikahan Vanessa. Akhirnya, semua anak Kakak sudah menikah semua" ucap Bunda Livana pada Kakaknya Reynand setelah mereka sampai di tempat acara.
"Iya dek, kamu kapan menyusul punya menantu? " tanya Paman Reynand dan membuat senyum Bunda Livana lenyap.
"Entahlah Kak, anakku itu susah sekali mendapatkan jodoh. Aku tidak habis pikir, apa yang kurang darinya, sampai tidak ada yang mau dengannya" Bunda Livana tampak gusar, ia tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi omongan tetangga tentang anaknya yang tak kunjung menikah.
"Sabar dek, mungkin mereka masih saling mencari dan belum menemukan satu sama lain. Karena takdir itu bukan kita yang menentukannya. Jangan terlalu kamu tekan putrimu, nanti yang ada dia akan stress memikirkan semua hal itu" Paman Reynand memberikan nasehat pada adik bungsunya.
Bunda Livana terus saja mengobrol dengan kakaknya, karena mereka memang jarang sekali bertemu. Palingan bertemunya saat lebaran atau perayaan lainnya. Karena Paman Reynand sudah pindah ke luar negri. Tapi rumahnya memang sengaja tidak ia jual, supaya saat pulang ke Negaranya ia tidak harus menginap di hotel atau tempat saudara.
"Vanessa, selamat ya semoga rumah tangga kalian selalu dilimpahi keberkahan dan mendapatkan kebahagiaan" ucap Rania pada adik sepupunya itu.
"Terimakasih kakak, semoga kakak segera bertemu dengan laki-laki yang akan selalu menjaga dan melindungi orang baik seperti kakak ya" Vanessa langsung memeluk Rania, karena Rania adalah salah satu kakak sepupu yang disayangi oleh Vanessa. Mereka selalu pergi berdua saat Vanessa sedang libur dan pulang ke Negaranya atau saat Rania yang berlibur ke tempat Pamannya.
"Terimakasih atas doa yang kamu ucapkan, kakak terharu sekali. Kakak sangat menyanyangimu" kemudain mencium pipi Vanessa. "Jaga adikku baik-baik ya, jangan sampai kamu menyakitinya! " pesan Rania pada suami Vanessa.
"Iya kak, aku akan selalu menjaga dan menyayangi Vanessa dan tidak akan menyakitinya" jawab Rico dan menjabat tangan Rania. Setelah memberikan selamat kepada kedua pengantin, Rania segera menemui Bunda dan Pamannya yang sedang berbincang.
"Paman, aku sangat merindukanmu" ucap Rania setelah berada di dekat Paman Reynand dan segera memeluk kakak dari Bundanya.
"Hahah, Paman juga merindukanmu sayang" Paman Reynand mengelus kepala keponakannya lembut.
"Kapan kamu kembali? Bukannya kamu di luar kota ya? " tanya Paman Reynand pada anak dari adiknya itu.
"Sudah sebulan yang lalu Uncle, karena aku sudah tidak bekerja lagi" Rania sedikit menarik sudut bibirnya.
"Lalu apa kegiatan kamu sekarang?"
"Tidak ada Paman, hanya membantu Bunda saja"
"Kenapa kamu tidak ikut dengan Paman saja?" tanya Paman Reynand. "Nanti disana kamu bisa cari pekerjaan lain" sambungnya lagi.
"Tidak perlu Paman, nanti aku merepotkan lagi" Rania tampak sungkan kepada kakak dari Bundanya.
"Ya ampun nak, kamu seperti orang lain saja. Nanti kalau kamu dapat pekerjaan, kamu boleh memilih untuk tinggal dengan Uncle atau di apartment" Paman Reynand mengusap kepala keponakannya itu.
"Bagaimana Bunda? " tanya Rania pada Bundanya.
Bunda Livana yang sudah mendengar percakapan antara putrinya dan kakaknya barusan, sebenarnya tidak mau lagi terlalu jauh dari anak sulungnya itu. Tapi akhirnya ia mengalah dan membiarkan putrinya ikut dengan Paman Reynand.
"Bunda mengizinkan sayang, kakak boleh ikut dengan Paman Reynand. Tapi kamu harus minta izin Ayah dulu" Bunda Livana memberikan izin putrinya.
"Baiklah Bun, aku akan menemui Ayah dulu" Rania segera menghampiri Ayahnya yang sedang berbincang dengan temannya.
"Ayah, aku mau bicara" ucapnya pada Ayah Arya setelah ia berada di hadapan Ayahnya.
"Iya sayang, kamu mau bicara apa? " Ayah Arya menoleh pada putrinya.
"Tadi Paman Reynand mengajakku untuk ikut dengannya dan Bunda sudah mengizinkannya. Jadi aku mau meminta izin Ayah" Rania meminta izin kepada Ayahnya.
"Kalau ditanya Ayah mengizinkan atau tidak, sebenarnya Ayah tidak mau kamu pergi lagi. Tapi jika memang itu yang terbaik untukmu, Ayah akan mengizinkannya" jawab Ayah Arya kemudian memeluk putrinya itu dan membawanya menemui Paman Reynand dan Bunda Livana.
"Kakak benar mau membawa putriku ke sana? " tanya Ayah Arya kepada kakak iparnya.
"Iya Arya, kakak akan membawa Rania untuk ikut bersama kakak besok" jawab Paman Reynand pada adik iparnya yang berdiri di depannya.
"Baiklah, tolong kakak jaga putriku, aku mengizinkan Rania pergi bersama kakak" ekpresi Ayah Arya langsung berubah sendu. Karena baru sebentar ia berkumpul dengan anak sulungnya, dan sekarang dia harus pergi lagi. Malah perginya lebih jauh dari tempat sebelumnya. Bunda Livana yang melihat wajah suaminya langsung mengusap-usap punggung itu, agar sedikit lebih tenang.
_________________
"Hallo semuanya, author punya karya baru. Ini akan author berikan visualnya sebagai gambaran dari para tokoh cerita ya.
Rania Adriana Aline
Aldrich Kavindra Bagaskara
Alden Kenzie Alharon
Adhlino Malven Alvito
Lucas Fernando
Rachel Maureen Jovita
Vanessa Naomi Syakira
Berliana Emerald
Pemeran pendukung
Arya Pradana Putra (Ayah Rania)
Livana Seraphina (Bunda Rania)
Aiden Narendra Bagaskara (Daddy Aldrich)
Agneta Laurinda (Mommy Aldrich)
Arshad Arian Rendra (Adik bungsu Rania)
Setelah menghadiri acara pernikahan Vanessa, Rania dan keluarganya kembali ke rumah. Rania mulai memasukkan pakaiannya ke dalam koper, karena besok ia akan ikut bersama pamannya ke London.
"Semua barang-barangnya sudah dimasukkan kak? " Livana menghampiri anaknya.
"Sudah Bun, semuanya sudah aku masukkan" Rania menoleh ke arah Livana. Rania tau saat ini Bundanya sedang sedih karena besok pagi ia akan pergi jauh. "Bunda, kalau Bunda tidak mengizinkan, aku tidak akan pergi" Rania memeluk Livana.
"Tidak apa-apa sayang, Bunda mengizinkan kamu pergi. Setiap orang tua akan sedih nak, kalau jauh dari buah hatinya" Livana menciumi wajah putri sulungnya.
"Bunda.. " Rania kembali memeluk Ibunya, ia menangis karena kembali akan berpisah dengan keluarganya.
"Sudah sayang, jangan menangis" Livana mengusap pipi anaknya yang sudah banjir air mata. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh di hadapan anaknya. "Sekarang kamu istirahat ya, karena besok akan menempuh perjalanan jauh"
Rania menganggukkan kepalanya "Iya Bunda, aku akan segera istirahat"
Livana segera keluar dari kamar putrinya dan menemui suaminya di kamar. Ia langsung menumpahkan air mata yang sedari tadi ditahannya. Arya berusaha menenangkan istrinya yang sudah menangis sesegukan.
"Sayang, kenapa kamu seperti ini? Kalau kamu tidak sanggup berpisah lagi dengan Rania, kenapa kamu mengizinkannya pergi?" Arya bingung dengan jalan pikiran istrinya.
"Aku kasian Mas dengan Rania, disini dia selalu di jelek-jelekan tetangga karena belum juga menikah" Livana tidak tahan lagi melihat anaknya yang selalu jadi bahan ejekan para tetangga.
Arya hanya diam, dia sebenarnya juga geram dan kesal dengan tetangga mereka yang selalu usil mengurusi urusan orang lain. Rasanya ia ingin sekali menyumpalkan kaus kaki busuk ke mulut mereka yang busuk itu.
"Ya sudah, sekarang kita istirahat ya. Karena besok kita harus mengantar Rania ke Bandara" Arya menuntun istrinya ke tempat tidur dan segera menyelimuti istrinya itu. Kemudian, ia juga ikut berbaring disamping istrinya yang sudah memejamkan matanya.
Sementara Rania tidak bisa tidur sama sekali, ia sudah merubah posisi tidurnya berapa kali untuk mencari posisi yang nyaman, tapi tetap saja gadis itu tidak bisa tidur.
"Astaga, kenapa aku jadi insomnia begini?" Ia berusaha memejamkan matanya kembali, namun setelah itu tetap saja kembali terbuka. Ia meraih buku yang ada di atas meja dan segera membacanya. Karena buku yang ia baca adalah buku dengan kata-kata berat, sehingga membuat ia sangat mengantuk dan langsung tertidur lelap sambil memegang buku tersebut.
Paginya ia tersentak kaget saat mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Ia melirik jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Dengan cepat ia turun dari tempat tidur dan segera membuka pintu.
"Ya ampun Rania, kamu baru bangun? Sudah cepat mandi, nanti kamu terlambat. Pamanmu sudah menelphon dari tadi. Mereka sudah di Bandara sekarang" Bunda Livana mengomeli putrinya.
"Iya Bunda" Rania langsung berlari ke kamar mandi dan mencuci muka serta menyikat giginya. Ia tidak sempat mandi dan langsung mengganti pakaiannya. Setelah itu, ia mengambil tas dan kopernya. Ia langsung berlari ke depan karena sudah di tunggu keluarganya.
Alden geleng-geleng kepala melihat kakanya "Kakak kebiasaan deh, kenapa bisa telat sih kak bangunnya?" Alden mengomeli kakaknya.
"Diam kamu anak kecil" Rania mendengus kesal dan langsung masuk ke dalam mobil setelah memasukkan kopernya ke dalam bagasi.
Arya langsung melajukan mobilnya menuju Bandara yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
"Pelan-pelan saja Mas, jangan terlalu kencang" Bunda Livana mengingatkan suaminya, sehingga Arya sedikit menurunkan kecepatan mobilnya.
"Kakak sih pakai acara telat bangun segala, Ayah jadi ngebutkan bawa mobilnya" kali ini si bungsu Arshad yang mengomeli Rania.
"Astaga, iya iya kakak yang salah. Puas!! " Rania kesal dengan adiknya itu.
"Sudah, kalian tidak usah ribut" Bunda Livana menoleh kebelakang melihat ketiga anaknya. Semuanya langsung diam tidak bersuara lagi.
Sampai di Bandara, Reynand langsung menghampiri mereka.
"Kenapa lama sekali? Untung saja peswatnya masih satu jam lagi" Reynand tampak khawatir. Karena ia pikir terjadi sesuatu yang membuat mereka lama.
"Biasa Paman, kak Rania telat bangun! " Arshad buka suara.
"Maafkan Rania Paman, tadi pagi Rania telat bangun" Rania menundukkan kepalanya, ia merasa bersalah sudah membuat semua orang menunggu.
"Ya sudah, ayo kita masuk ke dalam" Paman Reynand segera membawa keluarga adiknya masuk ke dalam Bandara.
"Kak Rania.. " Vanessa berteriak memanggil Rania. Ia senang sekali ketika Ayahnya mengatakan kalau Rania akan ikut bersama mereka. Vanessa segera menarik tangan Rania untuk duduk di sampingnya.
"Aku senang sekali, kakak ikut ke London bersama kami" Vanessa berkata dengan girangnya.
"Iya kakak juga senang, bisa pergi bersama kalian semua. Kakak menemui Ayah dan Bunda dulu ya" Rania segera berdiri menemui keluarganya, karena sebentar lagi mereka akan naik ke ruang tunggu.
"Ayah, Bunda, Rania berangkat dulu ya. Maafkan Rania, kalau selama di rumah, Rania membuat Ayah dan Bunda repot" Rania memeluk Ayah dan Bundanya, air matanya sudah mengalir membasahi pipinya.
"Kamu sama sekali tidak membuat Ayah dan Bunda repot nak. Kamu satu-satunya anak perempuan Ayah dan Bunda. Jaga diri baik-baik ya sayang, jangan merepotkan Pamanmu" Bunda Livana mengurai pelukannya dari Rania dan menghapus air mata anaknya dengan ibu jari tangannya. Kemudian memberikan ciuman di pipi anaknya.
"Sayang, ingat apa yang selalu Ayah katakan. Jangan mudah percaya dengan omongan laki-laki. Kamu pasti tidak akan lupa bukan dengan apa yang terjadi dengan sahabatmu?" Ayah Arya menasehati putrinya.
"Iya Ayah, Rania tidak akan pernah melupakan semua itu"
Rania belarih kepada kedua adik lelakinya "Alden, kakak pamit ya, tolong jaga Ayah dan Bunda selama kakak tidak disini. Okay Boy! " Rania memeluk adiknya dan mencium pipi Alden. Meskipun Alden sudah hampir 20 Tahun, namun ia tidak pernah risih kalau Rania mencium pipinya.
"Iya kak, kakak jaga diri baik-baik ya. Kalau ada laki-laki jahat, tendang saja titik kelemahannya ya kak" Alden membalas pelukan Rania dan memberikan nasehat.
"Arshad, adik tersayang kakak. Kak Rania pergi dulu ya" ia sedikit menunduk karena adiknya itu baru berusia 10 Tahun, jadi belum terlalu tinggi. Kemudian memeluk adiknya itu dan mencium pipinya yang bulat seperti bakpau.
"Kakak..." Arshad menangis memeluk kakaknya, meskipun tadi mereka sempat bertengkar tapi mereka kembali akur seperti semula.
"Jangan nangis dong, nanti cakepnya hilang" Rania membuat kelucuan dan membuat Arshad mengembangkan senyumnya.
"Baiklah semuanya, aku pergi dulu. Jaga diri kalian baik-baik ya. Aku sayang kalian semua" Rania segera menyusul Pamannya yang sudah masuk duluan. Ia berjalan dengan air mata yang masih mengalir. Namun segera ia hapus saat akan sampai di dekat Pamannya. Setelah cek in, mereka langsung menuju ke ruang tunggu Bandara. Tak lama menunggu, pesawat yang akan mereka tumpangi sudah mendarat dan sedang menurunkan penumpang. Setelah mendengar pengumuman dari petugas Bandara, mereka segera menuju pintu gate dan masuk ke dalam pesawat.
.
.
.
.
bersambung
Rania baru saja menjejakkan kakinya di Bandara Heathrow (LHR). Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 14,5 jam. Akhirnya ia berada di kota besar yang klasik dengan segala keromantisan di setiap sudutnya. Saat landing waktu di London sudah menunjukkan pukul 17.40 waktu setempat. Artinya di Indonesia tepatnya Jakarta pukul 12.40 WIB dini hari.
Udara dingin langsung menerpa wajahnya ketika pintu terminal 3 Bandara Heathrow di dekat tempat pengambilan bagasi terbuka.
"Welcome London" Rania membalutkan jaket menutupi tubuhnya yang hampir membeku karena udara saat ini mencapai 7 derajat celcius. Karena London waktu itu sedang musim dingin.
"Ayo kak" Vanessa menggandeng tangan Rania menuju tempat pengambilan bagasi untuk mengambil barang-barang mereka. Rania menggeret kopernya yang sudah diambilkan oleh Rico suami Vanessa. Mereka semua langsung menuju lobi dan menaiki taxi yang berada di depan Bandara.
Rania naik taxi bersama Paman Reynand, sedangkan Vanessa menaiki taxi yang lain bersama suaminya. Saat sampai di kediamannya, Reynand langsung turun diikuti oleh Rania dan supir taxi segera menurunkan barang-barang mereka. Reynand langsung membuka pintu rumahnya dan segera masuk ke dalam.
"Thank you sir" Rania mengucapkan terimakasih kepada supir taxi dan menyusul Paman Reynand ke dalam rumah.
"Rania, kamu tempati kamar tamu ya" Paman Reynand menunjukkan kamar yang akan di tempati keponakannya.
"Baiklah Paman, Rania ke kamar dulu" ia langsung menuju ke kamar yang dimaksud Paman Reynand yang letaknya di sebelah kanan dekat ruang keluarga.
Tak lama, Vanessa sampai di rumah bersama suaminya. Ia tadi sempat tertinggal jauh dari taxi yang ditumpangi Ayahnya.
"Kenapa lama sekali? " tanya Paman Reynand saat melihat anak dan menantunya baru muncul dari balik pintu.
"Tadi di depan kita ada kecelakan Ayah, sehingga mobil yang kita tumpangi terjebak sebentar"
Paman Reynand kaget "Apa kalian baik-baik saja? "
"Iya Ayah, kita baik-baik saja. Untung saja mobilnya tidak meledak, sehingga mudah di evakusi" Vanessa menenangkan Ayahnya.
"Syukurlah kalian baik-baik saja. Istirahatlah, kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh"
"Baik Ayah, kita ke kamar dulu" Vanessa dan Rico segera memasuki kamar mereka yang letaknya di sebelah kiri dekat taman samping.
Karena semuanya sudah lelah setelah perjalanan jauh, tidak ada satu pun yang keluar kamar malam itu. Termasuk untuk makan malam.
Dinginnya udara pagi membuat Rania enggan untuk membuka mata. Ia kembali menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya. Rasa penat yang semalam ia rasakan, sudah mulai hilang. Perlahan tapi pasti, ia membuka matanya dan segera bangkit dari tempat tidur. Ia segera membasuh mukanya dan segera keluar dari kamar untuk membantu Paman Reynand masak sarapan. Setelah semua masakannya jadi, ia membangunkan semua orang. Mereka menikmati sarapan hanya berempat saja, karena istri Paman Reynand sudah meninggal satu Tahun yang lalu.
"Kamu jadi melamar pekerjaan hari ini nak? " tanya Paman Reynand tiba-tiba.
"Iya Paman, nanti aku coba masukkan lamaran di beberapa perusahaan dan tempat lainnya" Rania menjawab setelah menelan makanan dalam mulutnya.
"Baiklah, nanti kamu hati-hati ya. Terkadang kalau sore ada badai salju, kalau diawal musim dingin" Paman Reynand mengingatkan keponakannya.
"Baiklah Paman" Rania segera menghabiskan makanannya dan setelah membersihkan meja makan, ia segera bersiap-siap.
"Paman, aku pergi dulu" pamit Rania dan langsung meninggalkan rumah. Ia menyusuri jalanan kota London dengan menggunakan angkutan umum. Sesekali ia memilih berjalan kaki. Ia memasukkan banyak surat lamaran kerja yang sudah ia buat sebelumnya. Setelah hampir setengah hari dia berada di luar, ia kemudian masuk ke sebuah restoran untuk makan siang.
"Permisi Nona, silahkan sebutkan pesanannya?" seorang pelayan menghampiri dirinya.
"Saya pesan french fries, sandwich, and orange juice " Rania menyebutkan pesanannya.
"Baiklah Nona, mohon menunggu sebentar" pelayan itu segera pergi meninggalkan mejanya menuju ke belakang. Tak lama semua pesanannya sudah datang dan pelayan meletakkannya diatas meja.
"Terimakasih" ucap Rania ramah.
"Selamat menikmati Nona" pelayan itu segera kembali ke tempatnya.
Rania segera menyantap makanannya dengan lahap, karena ia sudah sangat kelaparan. Setelah selesai makan, ia segera membayar makananya dan melanjutkan perjalanannya. Hari itu sudah lebih dari 10 perusahaan yang ia datangi. Namun belum ada yang mau menerimanya, karena mereka tidak sedang membuka posisi yang ia cari. Ia hampir putus asa, kemudian ia mengunjungi perusahaan terakhir dari list perusahaan yang ia datangi. Perusahaan itu terletak di pinggiran kota London, jadi letaknya lumayan jauh dari pusat kota.
"Ini adalah perusahaan terakhir yang aku datangi, apa akan berhasil kali ini? " Rania sudah mulai khawatir, Ia kemudian memantapkan hatinya untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam perusahaan tersebut. Setelah melakukan wawancara, Rania diminta menunggu sebentar oleh seorang staff yang ada disana. Akhirnya Rania menunggu dengan perasaan harap-harap cemas. Ia segera menoleh saat seseorang memanggilnya.
"Nona Rania, silahkan ikuti saya" seorang wanita menghampiri Rania.
"Baiklah" Rania mengikuti wanita tersebut, ia diarahkan ke ruangan kepala HRD.
Saat berada di dalam ruangan, ia berhadapan dengan seorang laki-laki dengan perawakan tinggi sedang tersenyum kepada dirinya.
"Perkenalkan saya Patrick kepala HRD di perusahaan ini. Selamat bergabung dengan perusahaan kami Nona Rania" ucap laki-laki tersebut.
"Saya diterima bekerja Tuan? " tanya Rania tak percaya. Ia sungguh kaget dengan apa yang baru saja di ucapkan laki-laki itu.
"Iya, posisi yang sedang kami butuhkan sangat cocok dengan latar belakang pendidikan Nona. Apalagi kami lihat di berkas yang Nona berikan, Nona memiliki pengalaman di bidang tersebut. Jadi mulai besok, Nona akan menjadi konsultan international di perusahaan ini" Terang laki-laki tersebut.
"Baiklah tuan, kalau begitu saya permisi dulu" Rania segera berdiri dan menjabat tangan laki-laki itu lalu beranjak meninggalkan ruangan tersebut.
Saat keluar dari perusaan itu, ia lihat langit sudah mulai mendung dan salju turun dengan lebatnya. Membuat Rania merasakan dingin yang teramat sangat. Rania menunggu taxi di depan perusahaan itu, namun tidak ada yang lewat sama sekali.
"Kenapa tidak ada taxi yang lewat? Apa karena ini di pinggir kota? Bagaimana aku akan pulang, kalau tidak ada kendaraan begini? " Rania mulai gusar. Ia memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke jalan yang sedikit ramai oleh orang berlalu lalang di tengah hujan salju. Akhirnya ia baru mendapatkan taxi setelah cukup jauh berjalan.
Sampai di rumah, ia langsung masuk ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Kemudian langsung keluar menemui Reynand yang sedang duduk di ruang tengah sedang memegang ponsel.
"Paman sedang apa? " tanyanya dan duduk dihadapan Pamannya.
"Paman sedang membaca berita hari ini" Reynand segera menoleh ke arah ponakannya. "Bagaimana hasilnya hari ini?"
"Aku di terima bekerja Paman, di sebuah perusahaan konsultan di pinggir kota. Besok aku sudah mulai bekerja"
"Pinggir kota ya, jaraknya lumayan jauh kalau dari sini. Kamu harus berangkat pagi-pagi sekali"
"Iya Paman, makanya Rania akan menyewa apartment saja. Saat weekend, Rania akan pulang ke sini"
"Kamu serius nak? Apa tidak masalah kamu tinggal sendiri? "
"Iya Paman, tidak masalah" Rania menganggukkan kepalanya.
"Baiklah jika itu keputusanmu, apa kamu sudah menghubungi Ibumu? "
"Belum Paman, semalam aku langsung tidur jadi belum sempat menghubungi Bunda. Setelah ini akan Rania hubungi" Rania segera bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar untuk mengambil ponsel. Ia mencari nama Bundanya, kemudian langsung menghubunginya.
Tut...Tut..
Telphon sudah tersambung, namun belum ada jawaban. Dia menepuk keningnya sendiri "Astaga aku lupa, Bunda pasti sudah tidur sekarang. Pantas saja, telphonku tidak di jawab. Aku hubungi besok pagi saja" Rania meletakkan ponselnya di atas nakas dan memasukkan barang-barang yang sempat ia keluarkan. Karena besok dia akan membawa barangnya sekalian.
.
.
.
.
bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!