NovelToon NovelToon

Terjebak Perjodohan Sang CEO

Jelita Khairani

Jelita Khairani, gadis cantik 21 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya di salah satu Universitas yang cukup populer di Indonesia nampak begitu bahagia. Dengan di dampingi kedua orang tua dan adik laki-lakinya Jelita mengenakan toga dan berdiri di tepat di tengah untuk foto bersama.

Mereka begitu bahagia dengan kelulusan Jelita dengan predikat cumlaude dan menjadi lulusan terbaik di kampusnya. Semua usaha dan doa yang selalu Jelita kerahkan akhirnya tidak menghianati hasil.

Keluarga yang Pak Arman bina bersama Bu Rini begitu bahagia, meski bukan tergolong konglomerat kehidupan mereka cukup baik. Meski tidak mengenal barang mewah dan sejenisnya, tak mengurangi kenikmatan mereka dalam menjalani hidup.

Di karuniai dua anak yang hampir tiap hari berulah membuat Bu Rini dan Pak Arman kerap kali mengelus dada, benar - benar butuh kesabaran ekstra menghadapi keduanya. Jelita yang begitu mudah terpancing emosi, sedangkan sang Adik hampir setiap saat membuat tensi darahnya naik.

Randy Mahendra, adik Jelita yang kini duduk di bangku SMA berdecak kesal karena Jelita menyita waktu cukup banyak. Bukan karena Randy tidak menyayangi Jelita, hanya saja dia tidak suka menghabiskan waktu terlalu lama untuk hal yang seharusnya tak perlu.

"Lama amat, Kak. Buruan, gue di tungguin Beny noh." Randy menunjuk remaja seumurannya yang tengah menunggu tak jaub darinya.

"Yaudah sana, lagian muka lo bakal gue crop. Nggak penting tau nggak." Jelita mencebikan bibirnya, sungguh ia hanya bercanda pada Randy. Namun sayang, adik yang terlampau sebal dengan ucapan Jelita memukul bahunya pelan. Kesempatan Jellita untuk mengundang keributan agar Randy terkena semprotan dari Ayahnya.

"Terus ngapain lo ngajak gue pakek baju couple segala." Randy mengeratkan gigi - giginya. Sungguh ia merasa di permainkan sang Kakak.

Jelita tak menjawab keluhan sang Adik, ia memilih menghampiri pria yang tengah memegangi kamera di sudut ruangan. Randy menatap kedua orang tuanya berharap keduanya mengerti akan sorot matanya.

"Ayah nggak punya uang," tolak Pak Arman yang bahkan belum mendengar kehendak Randy.

"Sama, Ibu juga nggak ada." Bu Rini memberikan jawaban yang sama kala Randy beralih menatapnya.

"Dasar beban orang tua, lo pergi kemana sih kudu bawa uang segala?" tanya Jelita ketika Randy menatapnya penuh harap.

"Dih, sama - sama beban jan saling ngatain, Kak." Randy tidak akan terima begitu saja ucapan jelita tentangnya. Mendapat penolakan dari ketiga orang yang menjadi tempat bergantungya, Randy memilih jalan terbaik. Tanpa sepengetahuan sang Ibu yang kini fokus dengan benda pipih di tangannya, Randy merogoh tas kecil kesayangan Jelita. Membuka dompet lucu di sana, dan mengambil dua lembar uang berwarna biru yang menjadi harta terakhir Jelita.

*****

Jelita yang merasa lelah menghempaskan tubuhnya di sofa, Pak Arman yang tidak ingin kehilangan rezeki hari ini tetap membuka toko sembakonya. Meski terlalu siang tidak apa, lebih baik dari pada tidak ada pemasukan. Bu Rini menggelengkan kepalanya menatap putri kecilnya yang telah resmi menjadi seorang sarjana ekonomi tampak kelelahan.

Tanpa Jelita sadari, matanya kini terpejam begitu saja di sofa ruang tamu. Rasa kantuk yang menyerang sejak tadi tak mampu ia kalahkan. Hingga cukup lama berselang Jelita membuka mata kala menghirup aroma makanan kesukaannya begitu menggoda indera penciuman. Randy yang masih menggunakan batik corak biru muda itu duduk manis menikmati martabak telur yang ada di depannya.

"Wih, tumben jajan bawa kerumah. Kesambet lo?" tanya Jelita mulai memasukan makanan kesukaannya ke dalam mulut penuh nafsu, seakan kurang satu potong itu.

"Hadiah kelulusan lo, Kak. Gue tau lo nggak punya pacar. Makanya gue bawain." Randy memasang wajah sok imutnya.

"Enak, Kak?" tanya Randy masih menikmati suapan demi suapan martabak yang sungguh lezat itu.

"Ehm ... enak banget." Mulut penuhnya dapat menjelaskan betapa enaknya makanan itu.

"Syukur deh kalo suka." Randy merogoh saku celananya, Jelita merasa sedikit aneh kenapa Randy meletakkan uang pecahan dua ribuan beberapa lembar di atas meja.

"Nih, Kak. Kembaliannya, duit lo kagak kepakek semua kok." Dengan tidak merasa beedosa sedikitpun Randy berlalu begitu saja meninggalkan Jelita yang masih terdiam. Jelita belum bisa berpikir jernih, martabak di depannya terlampau enak dan membuatnya tidak menyadari dengan cepat ia tengah di rampok sang Adik untuk menyenangkan dirinya.

"Raaaaaannnndyyy!!" teriak Jelita geram seraya menggenggam sisa - sia uangnya. Adiknya kali ini sungguh keterlaluan, Jelita berencana uang terakhirnya itu akan ia gunakan untuk membeli kuota di bulan berikutnya.

"Dasar manusia tidak ber akhlak lo. Keluar!!" bentak Jelita namun tak mendapat jawaban dari Randy, sekeras apapun ia mencoba membuka pintu kamar Randy tetap saja akan percuma. Randy akan mendadak tuli begitu membuka ponselnya.

"Jelita!! Kamu nggak malu denger tetangga?" tanya Bu Rini seraya membawa panci di tangannya. Suara Jelita yang bahkan mengalahkan toa masjid membuat gendang telinganya merasa tersiksa.

*****

Di dalam kamar Jelita duduk di tempat tidur favoritnya sambil melihat beberapa artikel tentang perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Ia berharap dengan predikatnya sebagai lulusan terbaik dapat menjadikannya mudah dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.

Ditengah kesibukannya ponsel Jelita berdering, tampak nama Rhania tertera dilayar yang menyala itu. Rhania merupakan Kakak kelas sekaligus sahabat Jelita ketika SMA yang ia ketahui sedang bekerja di sebuah perusahaan besar di kota itu. Jelita mencium aroma keberuntungan mendatanginya.

"Hallo Rhan, tumben banget nelpon gue, kenapa hayo?" Jelita menyapa seolah Rhania tidak pernah menghubunginya.

"Hallo, Ta. Kayak ga pernah aja gue telpon lo," sambungnya di seberang telpon.

"Iya tumben aja Rhan, kenapa? Ada angin seger ya buat gue?" Jelita menebak apa yang ingin Rhania sampaikan.

"Bisa iya, bisa juga ngga sih. Di tempat gue kerja buka lowongan. Lo buruan ngelamar disini biar kita bisa bareng." Jelita nampak berbinar karena ia tahu tempat Rhania bekerja dan tentu saja ia tertarik.

"Ini mah angin seger buat gue, Rhan. Terus kenapa lo bilang bisa engga," ucap Jelita yang penasaran dengan info dari sahabatnya itu.

"Pokoknya lo lamar kerja di sini yah. Udah itu doang yang penting." Rhania tampak bersemangat.

"Iya udah besok gue urus semuanya, ini udah malem gue tidur dulu. makasih ya Rhan." Jelita memilih untuk segera tidur setelah Rhania memutuskan sambungan telponnya. Ia harus menyiapkan tenaga untuk hari esok.

Visualnya sesuaikan dengan imajinasi kalian aja yah, ini hanya imanjinasi uthur aja.

TBC 🌻

Novel Ini karya pertama Author mohon dukungannya.

Lamaran (Kerja)

Malam yang tenang telah berganti, lantunan azan bersahutan menandakan waktu subuh. Niatnya beberapa hari lalu untuk segera melamar pekerjaan ternyata tidak ia realisasikan segera.

Jelita ingin menikmati santai beberapa waktu dulu pikirnya. Jelita tampak malas membuka mata ketika Ibunya masuk dan menguncang tubuhnya pelan.

"Jelita, bangun buruan shalat sana. Udah lulus masa mau jadi pengangguran." Bu Rini berkata dengan nada bercanda.

"Astafirullah Ibu, aku belum lama loh wisuda. Udah di bilang penggangguran aja" gumam Jelita setengah sadar karena masih mengantuk.

"Sampe kapan, Jelita? Kamu bilang mau kerja di tempat yang sama kaya Rhania, jadi?" tanya Sang ibu membuka tirai jendela kamar.

"Iya, Bu. Hari ini aku kesana ga bakal di undur lagi," ucap Jelita lemas.

"Ya udah bangun cepet. Rezeki di patok ayam mau?" gurau Bu Rini.

Jelita mengangguk dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera melaksanakan Shalat Subuhnya.

*****

Seminggu berlalu begitu cepat dari waktu Jelita melamar pekerjaan di Wijaya Grup. Ia sabar menanti panggilan untuk melakukan interview, hingga waktu yang nanti Jelita pun tiba.

Jelita tampak berlari kecil menuju meja makan untuk menggambil roti kemudian berlalu pergi setelah meneguk air mineral yang sudah di siapkan Ibunya.

"Kok buru-buru banget ta, kenapa telat kamu?" Ibunya menanyakan hal yang seharusnya tidak perlu di tanyakan lagi.

"Ibu kok gak bangunin aku sih. Bisa gagal Interview kalo kayak gini." Jelita nampak kesal namun untuk marah dia tidak memiliki keberanian dan juga itukan kesalahan dia.

"Kamunya aja yang tidur lagi, Ibu nggak taulah," jawab Bu Rini sambil terkekeh.

"Udah buruan pergi sana, Ibu doain semoga diterima dengan baik jadi karyawan disana." Bu Rini menyambut uluran tangan jelita yang akan mencium punggung tangannya.

"Pergi ya Bu, Assalamualaikum," yang kemudian langsung mendapat jawaban dari Bu Rini.

"Waalaikumusalam. Hati-hati ya." Bu Rini melepaskan kepergian Jelita dengan senyum dipipinya dan harapan besar dihatinya.

Sesampainya di alamat yang di tuju Jelita turun dari motor dan memberikan ongkos pada tukang ojek tersebut. Jelita berlari masuk kedalam gedung karena dikejar waktu.

"Duh, ngapain juga sih aku tidur lagi tadi," ia bergumam menyesali kesalahannya. Namun, sesaat ia mendengar seseorang memanggilnya beberapa kali.

"Mba, Mba ... Helm nya jangan di bawa masuk mba. saya mau narik lagi ini!" Abang ojek ia belakangi berteriak meminta helmnya.

Jelita berdecak kesal lagi-lagi ia melakukan kebodohan. "Maaf ya mas, saya buru-buru soalnya." Jelita menyerahkan kembali helm tersebut kepada pemiliknya.

*****

Suasana hatinya tidak begitu baik setelah melakukan interview yang sangat ia tunggu selama beberapa hari ini. Ada rasa lega, takut, khawatir menjadi satu.

ketika hendak keluar gedung Rhania menghampiri Jelita dengan begitu semangat dan mengajak nya kekantin untuk menanyakan berhasil tidaknya sahabat kecilnya itu.

"Gimana hasilnya, kok mukanya pucat gitu?" Rhania menunggu tidak sabar menunggu jawaban Jelita.

"HRD nya galak banget, takut gue. Mana judes lagi." Jelita menjawab dengan tidak bersemangat.

"Cewek pasti ya?" Rhania menebak dan Jelita mengangguk sebagai jawaban.

Rhania tak terkejut dengan jawaban Jelita. Pasalnya penampilan dan wajah cantik Jelita kerap kali menjadi alasan dia tidak disukai oleh wanita lainnya.

"Udah, tenang aja. Lo pasti keterima kerja disini. Masa alasan mereka nolak lo karna terlalu cantik sih, kan gak logis," Rhania menenangkan sahabatnya agar tidak terlalu memikirkan sikap HRD kepadanya.

"Ya moga aja deh, emang muka gue sengeselin itu ya? sampe orang nggak kenal aja langsung ga suka sama gue." Jelita berdecak sebal.

Ketika Rhania harus kembali bekerja karena waktu Makan siang sudah hampir habis Jelita memutuskan untuk pulang kerumahnya. Ia ingin segera beristirahat karena hari ini cukup membuatnya lelah.

Di rumah Jelita sudah di sambut oleh Randy, sang adik dengan bungkus cemilan yang berantakan di sisi kanan kirinya. tangannya memegang ponsel yang entah apa dia kerjakan. Pemandangan itu tentu saja menambah jelek mood Jelita.

"Heh, Beresin awas kalo nggak!" gertak Jelita tiba-tiba.

Randy yang terkejut mendengar kakaknya yang terlihat marah memilih untuk diam dan tidak meladeni kakaknya. Melihat reaksi Randy yang tampak santai Jelita sedikit heran.

"Tumben banget dia nggak mau ribut sama gue, padahal gue butuh pelampiasan buat marah sekarang." Jelita berdecak kesal dan berjalan masuk ke kamarnya.

******

Tiga hari kemudian Jelita mendapatkan pesan bahwa ia resmi bekerja mulai pekan depan. yang artinya hanya beberapa hari lagi jatahnya manjadi kaum rebahan. Mendengar kabar ini tentu saja Jelita senang bukan main.

Bekerja di Wijaya Grup adalah salah satu tujuan utamanya ketika lulus, dan kini hal itu menjadi kenyataan. Tetapi jika ia mengingat betapa judesnya karwayan yang ia jumpai tadi siang Jelita jadi bergidik ngeri.

Akankah dia akan mendapatkan perlakuan seperti itu dari karyawan yang lain juga. Ntahlah yang Jelita pikirkan hanya bagaimana ia bisa bekerja dengan baik dan mendapat gaji untuk membantu Ayahnya memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Tbc

Awal (Kerja, Pertemuan)

Bagi sebagian orang hari Senin adalah hari yang cukup menyebalkan. Begitulah Jelita yang biasanya menganggap Senin adalah musuhnya. Berbeda dengan hari ini, Ia menyambut Senin kali ini begitu spesial lantaran sebagai hari pertama dirinya bekerja. Jelas saja ia bahagia meskipun mendapat perkejaan sebagai karyawan biasa itu bukan hal yang buruk pikirnya.

Jelita berpakaian rapi dengan rok sepan dibawah lutut dipadukan dengan kemeja biru muda tak lupa blezer hitam yang membuatnya tampak formal dan sungguh rapi.

Rambut hitam panjang ia biarkan tergerai indah membuat penampilan Jelita terlihat semakin cantik. Ketika tiba dimeja makan Jelita sudah ditunggu kedua orang tua untuk sarapan sebentar.

"Randy mana, Bu?" tanya Jelita sambil melihat pintu kamar adiknya.

"Dia udah pergi barusan, dijemput Renald mungkin." Ayah menjawab pertanyaan anaknya yang ditujukan pada istrinya itu.

"Aku pikir masih tidur. Baru aja mau pamer karena bangun duluan taunya tu anak udah pergi." Jelita berucap sendiri dan tidak mendapat respon dari kedua orang tuanya. Usai sarapan Jelita pamit kepada Ayah dan Ibunya ketika tukang Ojek yang Ia pesan sudah didepan rumahnya.

*****

Sesampainya di kantor Jelita tampak santai menghampiri Rhania yang memang sengaja menunggunya dan menunjukkan meja kerja miliknya, Jelita duduk manis sambil memperhatikan ID Card miliknya seraya tersenyum bahagia.

"Makasih ya Rhan, lo udah baik sama gue." Jelita merasa diperlakukan seperti adik oleh Rhania sejak awal ia bertemu dengannya.

"Iya. Eh gue senior lo ya sekarang. Jadi lo ga boleh ganti nama gue seenaknya, ngerti,Ta." tentu saja Rhania bercanda pada sahabatnya kecilnya.

Tanpa diduga Jelita menganggukkan kepala nya patuh. "Tumben nurut," tambah Rhania yang hanya dibalas senyuman semanis mungkin oleh Jelita.

Ditengah obrolan mereka Bu Arne datang dengan angkuh yang membuat Jelita tidak nyaman. Wanita berumur itu berdandan menor dengan baju merah menyala yang menunjukkan bahwa dirinya bukan karyawan biasa. Suara high hells yang ia kenakan beradu dengan lantai yang menimbulkan suara yang cukup menganggu bagi Jelita.

"Saya Arne panggil saja Bu Arne, saya Kepala Divisi Produksi. Saya harap kamu dapat bekerja dengan baik." Bu Arne memperkenalkan diri kepada Jelita dengan nada yang tidak bersahabat membuat Jelita sedikit takut untuk memperkenalkan diri.

"Baik Bu, saya akan berusaha semaksimal mungkin," ucap Jelita sambil menundukkan kepala pertanda hormat kepada atasannya.

Pekerjaan Jelita pagi ini ia lalui dengan baik tanpa rintangan yang berarti. Meskipun beberapa rekan kerja wanitanya tampak kurang menyukai Jelita karena mendapat perhatian dari beberapa rekan kerja laki-laki dikantornya.

Namun Jelita tidak memusingkan hal itu. Ketika jam makan siang hampir habis tiba-tiba Bu Arne yang memerintahkan Jelita untuk membeli minuman di Kafe yang tak jauh dari Perusahaan.

Hal itu cukup membuat Jelita kesal. Kenapa tidak sekalian ketika jam makan siang pikirnya. Namun, karena dia anak baru maka tidak ingin cari masalah jadi menurut adalah pilihan terbaik.

Sampai di Kafe Jelita melihat pengunjung cukup ramai yang membuatnya harus mengantri. Namun jiwa tidak sabaran Jelita memberontak ketika melihat jam makan siang tersisa beberapa menit lagi.

Dengan nekat Jelita memotong antrian hingga sekarang dia berada disamping seorang pemuda tinggi dan sangat tampan. Pemuda itu hanya melirik Jelita sekilas memperhatikan gerak geriknya yang terlihat akan memotong antrian.

Dan benar saja ketika wanita di depan pria itu selesai dengan pesanannya Jelita segera berdiri didepan pria tersebut. Pria itu tampak tak terima dengan hal yang Jelita lakukan. Ia menepuk bahu Jelita hingga wanita itu menghadap ke arahnya.

"Bisakah anda bersikap sopan, Nona?" Pria itu menatap Jelita dingin.

"Aduh, aku buru-buru maaf ya. Bentar doang kok. Jam makan siang aku udah mau habis ni." Jelita melirik jam ditangannya tanpa melihat ekspresi pria didepannya yang tampak sangat tidak suka dengan sikap yang menurutnya tidak sopan.

"Jika memang anda terburu-buru kenapa tidak dari tadi saja. Seperti tidak ada waktu lain."

Pria itu masih tidak perduli dengan raut wajah Jelita yang tampak cemas takut Bu Arne ngomel. Tak mau kalah Pria itu menggeser posisi Jelita dan memesan minumannya. Hal itu membuat Jelita sangat kesal karena Pria dihadapannya tidak perduli dengan situasi mendesak yang sedang ia hadapi.

Melihat pria dihadapannya telah selesai dengan membawa kopi di tangan kanannya muncul ide jahil Jelita yang dengan sengaja menggoyangkan bahunya dan membuat kopi yang ada ditangannya tumpah mengenai baju Pria itu dan membuat kaus putihnya berubah menjadi hitam.

Jelita tampak tenang dengan apa yang telah ia lakukan kepada pria itu.

"Maaf aku tidak sengaja, kau tahu sendirikan aku buru-buru" Jelita memberikan alasan tanpa merasa bersalah.

Merasa wanita didepannya ini sengaja melakukan hal itu membuat pria itu murka. Dia melirik ID Card milik Jelita seraya menghafal namanya. Hal itu tidak Jelita Ketahui ia berpikir bahwa pria didepannya ini menganggap bahwa dirinya benar-benar tidak sengaja.

Pria itu berlalu tanpa ekspresi setelah menatap Jelita begitu tajam namun Jelita tidak merasa takut sedikitpun. Jelita hanya merasa kesal lantaran pria itu tidak mengerti situasinya.

Sesampainya di kantor Jelita memberikan minuman yang Bu Arne pesan dengan berlari kecil. Namun tetap saja ia mendapat omelan dari atasannya itu.

"Sial banget sih gue, ini tu gara-gara tu cowok alien. Dasar kaku. Coba kalo gak ribut pasti gak ginikan!" Jelita menarik nafas sejenak.

"Awas aja tu cowok kalo ketemu lagi, gue siram air panas sekalian!" umpatnya kemudian.

"Tapikan emang gue yang salah, udah nyerobot malah dia yang gue siram. Tapi dia emang ngeselin sih, dianya aja ga paham kondisi gue. Dasar Kaku!" omel Jelita seraya menahan amarah.

Tingkahnya yang seolah-olah sedang membicarakan sesuatu di tangkap oleh Bu Arne yang membuat Jelita terdiam.

"Nyebelin banget nih hari. Baru juga hari pertama gimana seterusnya," gumam Jelita dalam hati sambil melirik Bu Arne yang tidak jauh darinya.

*****

Waktu menunjukkan pukul 16:30. Suasana kantor mulai sepi, para karyawan telah usai dengan tugas hari ini. Esok akan dimulai kembali. Begitulah yang dipikirkan Jelita. Suka atau tidak ia harus suka.

Lama-lama dia akan terbiasa dengan situasi seperti ini. Rhania yang berjalan disisinya melihat ekspresi Jelita yang tampak lelah. Efek Bu Arne, pikir Rhania. Ia paham dengan sahabatnya yang merasa tidak suka diperintah diluar dari tugas yang semestinya.

Dia tidak tahu yang menyebabkan gadis cantik itu tampak tak bersemangat adalah pria kaku yang ia temui di kafe siang tadi. Benar-benar membuat suasana hatinya semakin buruk.

TBC 🌻

.

.

.

Happy Reading, makasih buat yang udah mampir. Untuk kalian yang baru datang selamat datang. Semoga suka 💕💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!