Kebangkitan dan Kedatangan yang Mengerikan
Di dalam gua yang kini sunyi, hanya suara gemuruh petir dari luar yang terdengar samar. Bau darah masih menguar di udara, bercampur dengan hawa panas yang ditinggalkan oleh api emas Lei Nan. Tubuh Yao Bai masih terguncang hebat setelah serangan barusan, tetapi kesadarannya belum sepenuhnya padam.
Pria tampan berjubah hitam masih berdiri di depan segel, tangannya terulur ke arahnya. Kilatan cahaya dari segel itu mulai melemah, bergetar seperti lilin yang hampir padam. Udara di sekitar pria itu terasa begitu berat, seakan-akan ruang di sekelilingnya tertekan oleh kehadirannya.
Namun sebelum ia sempat merusak segel itu sepenuhnya, ada sesuatu yang berubah.
FWOOSH!
Sebuah nyala api emas yang sebelumnya meredup tiba-tiba menyala kembali. Lebih terang. Lebih kuat.
Pria itu, yang sejak tadi tenang tanpa ekspresi, akhirnya mengalihkan pandangannya. Matanya yang berwarna abu-abu dingin menatap tubuh Lei Nan yang masih terbaring di tanah. Lambang teratai emas di dahi Lei Nan mulai bersinar, mengeluarkan gelombang energi yang membuat seluruh ruangan berguncang.
Saat itu, untuk pertama kalinya, pria berjubah hitam itu tersenyum.
Senyum yang samar. Hampir tak terlihat.
Namun, itu bukanlah senyum ramah. Ada sesuatu yang lain tersembunyi di baliknya. Entah itu ketertarikan, rasa ingin tahu, atau mungkin... sesuatu yang lebih dalam dari itu.
Langkahnya bergerak perlahan mendekati tubuh Lei Nan yang masih terbaring. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti dentuman guntur di telinga Yao Bai yang masih setengah sadar.
'Siapa orang ini…?'
Meskipun penglihatannya buram, Yao Bai masih bisa melihat bayangan pria itu semakin dekat dengan Lei Nan. Namun sebelum pria berjubah hitam itu bisa melakukan sesuatu—
SWOOSH!
Sebuah bayangan hitam melesat dari kegelapan, muncul di belakang Lei Nan dengan kecepatan yang sulit diikuti oleh mata biasa.
DUAK!
Suara pukulan keras bergema di dalam gua.
Dalam sekejap, tubuh Lei Nan yang hampir bangkit kembali terjatuh. Kepalanya terkulai, dan api emas yang semula bersinar terang perlahan meredup.
Yao Bai terkejut, matanya melebar meskipun penglihatannya masih buram. Sosok yang baru saja muncul itu berdiri tegak di belakang Lei Nan, menjulang tinggi seperti bayangan gelap yang menelan cahaya di sekitarnya.
"Siapa… dia…?" gumam Yao Bai dalam hati, mencoba fokus.
Pria yang baru datang itu tidak kurus, tetapi juga tidak terlalu berotot. Posturnya tegap, kokoh, dengan aura yang lebih mengerikan daripada pria berjubah hitam sebelumnya. Pakaian hitam panjangnya berkibar pelan meskipun tidak ada angin.
Namun, yang paling menarik perhatian Yao Bai adalah tulisan di jubah pria itu.
Hanya ada satu kata yang tertera di sana.
LEI.
Darah di tubuh Yao Bai terasa membeku.
'Lei...? Apa dia bagian dari keluarga Lei Nan?'
Pria berjubah hitam yang lebih dulu datang kini berdiri diam. Ia tidak bereaksi saat melihat pria yang baru datang memukul Lei Nan hingga pingsan kembali. Sebaliknya, ia hanya menatapnya dengan tatapan tenang, seolah-olah sudah menduga hal ini akan terjadi.
Sesaat, keheningan menyelimuti gua.
Lalu, pria berjubah hitam itu akhirnya berbicara.
"Menarik,aku tak menyangka sosok sepertimu akan muncul kembali."ucap pria itu tersenyum.
Namun senyumnya itu terasa seperti pedang tajam yang menembus kesunyian.
Pria dengan tulisan Lei di jubahnya tidak menanggapi. Ia hanya berdiri di tempatnya, matanya menatap tubuh Lei Nan yang kembali tak sadarkan diri. Tatapannya kosong, tanpa emosi.
"Kau datang lebih cepat dari yang kuduga," lanjut pria berjubah hitam itu, suaranya tenang, nyaris datar. "Jadi, kau datang untuk menyelamatkanya?"
Pria berjubah bertulisan Lei itu tetap diam.
Namun dalam sepersekian detik—
SWOOSH!
Sebuah tekanan dahsyat muncul dari tubuhnya.
Tekanan yang jauh lebih mengerikan daripada yang sebelumnya dilepaskan oleh pria berjubah hitam.
Yao Bai bahkan tidak bisa bergerak. Seluruh tubuhnya terasa tertindih oleh kekuatan tak kasat mata, membuatnya kesulitan bernapas.
Bahkan pria berjubah hitam itu, yang selama ini terlihat tak tergoyahkan, kini menunjukkan sedikit perubahan di wajahnya.
Untuk pertama kalinya, ia mengangkat sebelah alisnya.
"Hm…"
Ekspresi pria berjubah hitam itu masih tenang, tetapi ada sedikit ketertarikan di matanya.
"Aku mengerti, tapi aku akan memberikan waktu kepada boah ini hanya satu tahun, dan kau sendiri tahu jika kau mengunakan kekuatan, hukum dunia ini akan menghapuskanmu meskipun kau dahulu merupakan dewa."ucap pria tampan itu.
Dengan santai, ia menurunkan tangannya dari segel dan melangkah mundur.
"Kalau begitu, aku tidak akan ikut campur untuk saat ini."ucap pria tampan itu.
Ia mengayunkan tangannya ke udara, menciptakan celah hitam yang sama seperti yang digunakannya untuk masuk.
"Sampai bertemu lagi… bocah."ucap pria itu tersenyum.
Dengan kata-kata terakhir itu, tubuhnya perlahan menghilang ke dalam celah, meninggalkan gua yang kini hanya diisi oleh Lei Nan yang masih pingsan, pria berjubah bertulisan Lei, dan Yao Bai yang hampir tak bisa bergerak.
Angin dingin kembali berhembus.
Yao Bai mencoba mengangkat kepalanya, berusaha untuk tetap sadar.
Namun sebelum ia bisa melakukan apa pun, pria berjubah bertulisan Lei itu bergerak.
Dalam satu langkah, ia sudah berada tepat di depan Lei Nan.
Ia menunduk, menatap wajah Lei Nan yang masih tak sadarkan diri.
Tatapannya tetap kosong.
Namun, di saat yang sama, ada sesuatu yang aneh dalam sorot matanya.
Seolah-olah… ia memberikan pandangan kasih sayang kepadanya.
Yao Bai, yang masih berjuang untuk tetap sadar, mencoba membuka mulutnya, saat melihat Lei Nan akan dibawa pergi.
Namun sebelum satu kata pun bisa keluar—
GELAP.
Kesadarannya menghilang.
Dan gua itu kembali sunyi.
Ditempat lain di sebuah gubuk, terlihat lubang dimensi yang terrbentuk dan perlahan sosok muncul dari lubang itu dan tepat saat orang itu muncul sebuah tekanan yang kuat datang dengan cepat mengarah tempat itu.
Setelah orang itu keluar terlihat jelas di belakang jubahnya tertulis kata Lei, dan di bahunya terlihat Lei Nan yang pingsan, tak lama kemudian tiba-tiba muncul sosok bertopeng yang sebelumnya membantu Yao Bai datang ke tempat itu.
Orang dengan jubah Lei itu hanya diam saat orang bertopeng itu datang,sampai akhirnya dia berbalik melihat pria bertopeng itu.
Dan saat melihat wajah pria itu, pria bertopeng itu segera berlutut,"Tuan sesuai perintah tuan, hamba sudah melindungi perguruan itu,"
"Hmmm"ucap pria itu dan mengibaskan tanganya untuk memerintahkan pria bertopeng itu untuk pergi.
"Hamba ijin tuan,"ucap pria bertopeng itu pergi meningalkan tempat itu.
Tempat itu kemudian hening, dan pria itu perlahan berjalan menuju kasur yang berada di tempat itu dan dengan perlahan meletakan Lei Nan yang pingsan ke tempat tidur itu.
Rasa sakit.
Itulah hal pertama yang dirasakan Lei Nan saat kesadarannya perlahan kembali.
Seluruh tubuhnya terasa berat, seperti tertindih oleh beban yang tak terlihat. Otot-ototnya nyeri, seolah-olah setiap saraf dalam tubuhnya terbakar oleh sisa energi yang tersisa dari pertempuran sebelumnya. Ia mencoba membuka matanya, tetapi kelopak matanya terasa begitu berat.
Perlahan, ia memaksa diri untuk mengerjapkan mata. Cahaya redup menyambut penglihatannya, membuat pupil matanya menyempit saat menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit kayu yang kasar, tampak sudah tua dan mulai lapuk di beberapa bagian.
'Aku... masih hidup?'batin Lei Nan yang barusan sadar.
Lei Nan mencoba menggerakkan jemarinya. Bahkan gerakan kecil itu pun terasa menyiksa. Ia menarik napas pelan, merasakan aroma kayu lembap dan sedikit asap dari tungku yang masih membara di sudut ruangan. Itu adalah bau yang asing—tidak seperti gua yang sebelumnya dipenuhi darah dan energi jahat.
Tempat ini... lebih hangat, lebih tenang.
Dengan susah payah, ia mencoba mengangkat tubuhnya. Rasa sakit langsung menjalar dari punggungnya, membuatnya meringis dan hampir jatuh kembali ke kasur jerami tempatnya berbaring.
'Di mana aku?'batinya melihat sekitar yang sangat asing baginya.
Lei Nan menoleh perlahan. Matanya menangkap interior ruangan kecil ini—sebuah gubuk sederhana dengan dinding kayu yang sedikit miring. Tidak ada perabot mewah, hanya sebuah meja kecil di sudut ruangan, sebuah tungku tua yang menghangatkan tempat itu, dan rak kayu dengan beberapa gulungan kertas yang sudah menguning.
Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain.
Lei Nan mencoba mengingat kejadian terakhir sebelum ia kehilangan kesadaran.
Gua. Segel.
Tiba-tiba, detak jantungnya berdegup lebih cepat. Apakah pendekar itu berhasil menembus segel?
Lei Nan mengepalkan tangannya, mencoba mengingat lebih banyak. Namun, kepalanya berdenyut nyeri setiap kali ia berusaha mengingat detail-detail yang kabur itu.
Klek.
Suara pintu kayu terbuka tiba-tiba membuyarkan pikirannya.
Refleks Lei Nan langsung bekerja—meskipun tubuhnya masih lemah, ia segera menegakkan punggung dan bersiap dalam posisi bertahan. Tangannya terkepal erat, dan matanya menatap tajam ke arah pintu.
Seseorang masuk.
Sosok itu mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu gelap, dengan topeng kayu sederhana yang menutupi sebagian besar wajahnya. Matanya tajam, penuh kewaspadaan.
Lei Nan menahan napas.
‘Siapa dia?’ucap Lei Nan, meskipun dia sedang sakit indranya tidak mungkin tumpul bahkan dia tidak merasakan aura dari orang ini yang membuatnya semakin waspada.
Namun sebelum Lei Nan bisa bergerak lebih jauh, pria bertopeng itu mengangkat satu tangan dengan gerakan yang tenang, seolah memberi isyarat agar Lei Nan tidak gegabah.
"Jangan bergerak terlalu banyak," suara pria itu dalam dan tenang. "Lukamu belum sepenuhnya pulih."
Lei Nan tetap diam, matanya masih meneliti sosok asing itu.
Pria bertopeng itu menghela napas pelan, lalu tanpa ragu mengangkat tangannya ke wajah. Dengan gerakan perlahan, ia menarik topengnya ke bawah.
Lei Nan sedikit terkejut saat melihat wajah pria itu.
Ia bukanlah orang tua, tetapi juga bukan pria muda. Wajahnya memiliki garis-garis usia, menunjukkan bahwa ia setidaknya berusia empat puluhan. Matanya tajam, seperti seorang pria yang telah melihat banyak pertempuran. Namun, yang paling mencolok adalah bekas luka panjang di sisi kanan wajahnya, melewati matanya yang gelap.
"Aku Han Guang," pria itu akhirnya memperkenalkan diri. "Kau pasti punya banyak pertanyaan, tetapi sebaiknya kau duduk dengan tenang dulu."
Lei Nan masih diam, tetapi perlahan menurunkan ketegangannya. Meski begitu, ia tetap waspada.
"Di mana aku?" tanya Lei Nan akhirnya, suaranya masih agak serak.
"Di tempat yang aman," jawab Han Guang singkat. "Jauh dari bahaya yang hampir menelanmu tadi."
Lei Nan memicingkan mata. "Siapa yang membawaku ke sini?"
Han Guang tidak segera menjawab. Ia melangkah ke tungku di sudut ruangan, menuangkan teh dari poci tanah liat ke dalam sebuah cangkir kayu, lalu membawanya ke sisi kasur Lei Nan.
"Minumlah dulu," katanya, menyodorkan cangkir itu.
Lei Nan masih menatapnya dengan curiga, tetapi akhirnya menerima cangkir itu dan menyesap isinya. Cairan hangat itu mengalir di tenggorokannya, membawa sedikit kelegaan pada tubuhnya yang masih lemah.
Setelah beberapa saat hening, Han Guang akhirnya berbicara lagi.
"Kau hampir mati di dalam gua itu," katanya perlahan. "Jika saja seseorang tidak membawamu keluar tepat waktu, mungkin kau sudah menjadi mayat sekarang."
Lei Nan menggenggam cangkirnya lebih erat. "Seseorang?"
Han Guang mengangguk, tetapi ekspresinya sulit dibaca. "Sayangnya, aku tidak bisa memberitahumu siapa dia."
Lei Nan menatap Han Guang tajam. "Kenapa?"
Han Guang tersenyum kecil, tetapi senyumnya tidak menunjukkan kegembiraan. "Karena waktumu tidak banyak."
Lei Nan mengernyit. "Apa maksudmu?"
Han Guang menatapnya lama sebelum akhirnya menjawab. "Satu tahun dari sekarang, takdirmu sudah ditentukan."
Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin.
Lei Nan merasakan bulu kuduknya berdiri, tetapi ia tetap menatap Han Guang tanpa berkedip.
"Apa maksudmu dengan 'takdirku sudah ditentukan'?" tanyanya pelan, tetapi nada suaranya penuh tekanan.
Han Guang menatap Lei Nan sejenak, lalu menghela napas panjang.
"Aku tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang," katanya. "Tetapi aku bisa memberitahumu satu hal—kau harus menjadi lebih kuat sebelum satu tahun berlalu."
Lei Nan mengepalkan tangannya.
Han Guang melanjutkan, "Karena setelah waktu itu habis... tidak ada lagi kesempatan kedua."
Lei Nan masih diam, tetapi pikirannya mulai dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
Satu tahun? Apa yang akan terjadi setelah satu tahun?
Dan kenapa Han Guang, orang yang jelas-jelas bukan orang biasa, berada di sini untuk membimbingnya?
Di tengah pikirannya yang bercampur aduk, Lei Nan akhirnya menghela napas dalam.
"Apa yang harus kulakukan?" tanyanya akhirnya.
Han Guang tersenyum tipis, lalu bangkit berdiri.
"Kita mulai dari awal," katanya. "Dan untuk sekarang kau beristirahatlah."
Lei Nan tidak menjawab, tetapi dalam hatinya, ia tahu satu hal pasti.
Satu tahun dari sekarang, sesuatu yang besar akan terjadi.
Dan ia harus siap menghadapinya.
Lei Nan menghela napas panjang, matanya masih menatap pria di depannya. Han Guang, pria dengan bekas luka panjang di wajahnya, telah memberikan pernyataan yang mengusik pikirannya—takdirnya akan ditentukan dalam satu tahun. Namun, sebelum ia bisa mengajukan lebih banyak pertanyaan, Han Guang tampak memutuskan untuk memberi sedikit kejelasan.
"Kau pasti penasaran," kata Han Guang sambil kembali duduk di bangku kayu dekat tungku. Api kecil di dalamnya berkedip-kedip, menerangi wajahnya yang terlihat serius. "Di mana kau sekarang, kenapa kau ada di sini, dan yang terpenting... apa yang menantimu ke depan."
Lei Nan mengangguk pelan. Ia menunggu, tidak ingin menyela.
Han Guang menatapnya sejenak, lalu mulai berbicara.
"Tempat ini bukanlah dunia yang kau kenal." Ia mengambil ranting kecil, mengaduk bara dalam tungku. "Ini adalah Dimensi Hutan Langit, sebuah dunia yang berbeda dari dunia asalmu. Di sini, hukum alam jauh lebih keras, dan hanya yang kuat yang bisa bertahan."
Lei Nan menyipitkan mata. "Dimensi lain?"
Han Guang mengangguk. "Tempat ini diciptakan oleh seorang ahli kuno yang kekuatannya melampaui batas yang bisa kau bayangkan. Awalnya, dimensi ini dibuat sebagai tempat pelatihan, tetapi seiring berjalannya waktu, ia berkembang menjadi dunia yang mandiri."
Lei Nan merasa pikirannya berputar.
Han Guang melanjutkan, "Kau pasti berpikir ini hanya tempat biasa. Tapi percayalah, bahkan seekor serangga di sini memiliki tingkat kultivasi yang lebih tinggi daripada kebanyakan manusia di duniamu."
Lei Nan terdiam.
"Kau berada di ranah Inti Emas, bukan?" Han Guang bertanya dengan nada ringan, tetapi di telinga Lei Nan, pertanyaan itu terdengar seperti pukulan keras.
"Ya," jawab Lei Nan akhirnya. "Aku baru mencapai Inti Emas Awal."
Han Guang tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan dalam tawanya. "Kalau begitu, kau pasti akan terkejut mengetahui bahwa di sini, bahkan hewan biasa banyak yang sudah mencapai tingkat itu."
Lei Nan menegang.
Di dunianya, seorang kultivator Inti Emas dianggap sebagai eksistensi yang luar biasa. Bahkan di Aula Informasi, salah satu organisasi terbesar yang memiliki lebih dari seratus ribu anggota, hanya ada puluhan orang yang telah mencapai ranah itu. Namun di sini…
"Apakah kau sedang bercanda?" tanya Lei Nan, mencoba memastikan.
Han Guang menggeleng. "Aku tidak punya alasan untuk bercanda dalam situasi seperti ini. Percayalah, jika kau menganggap dirimu kuat hanya karena mencapai Inti Emas, maka kau akan mati sebelum sempat melihat apa yang menantimu satu tahun dari sekarang."
Kata-kata itu membuat bulu kuduk Lei Nan berdiri.
Ia mengepalkan tangannya.
Dunia ini… berbeda. Terlalu berbeda.
"Kau ingin tahu kenapa kau ada di sini?" Han Guang bertanya lagi.
Lei Nan mengangguk.
Han Guang terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Karena kau memiliki sesuatu yang tidak seharusnya kau miliki."
Lei Nan menahan napas.
"Aku tidak bisa memberitahumu apa itu sekarang," lanjut Han Guang. "Tapi satu hal yang pasti—kau sedang diawasi. Dan jika kau tidak cukup kuat dalam satu tahun ke depan, kau akan mati."
Dingin menyelimuti dada Lei Nan.
Han Guang bangkit, berjalan ke rak kayu di sudut ruangan. Ia menarik sebuah kitab tua dengan sampul yang sudah mulai mengelupas dan membawanya ke tempat Lei Nan duduk.
"Ambil ini," katanya sambil menyerahkan kitab itu.
Lei Nan menerimanya dengan kedua tangan. Tulisan di sampulnya sudah memudar, tetapi ia masih bisa membaca namanya—
"Tinju Sembilan Petir."
"Teknik ini adalah satu-satunya kesempatanmu," kata Han Guang dengan nada serius. "Jika kau tidak bisa menguasainya dengan sempurna dalam satu tahun, maka lupakan saja rencana untuk bertahan hidup."
Lei Nan membuka kitab itu perlahan. Halaman pertamanya berisi diagram posisi tangan dan aliran energi yang harus diikuti. Ia menelusuri tulisan kuno yang terukir di dalamnya.
"Aku harus menguasainya sampai sempurna?" Lei Nan bertanya.
Han Guang mengangguk. "Benar. Tidak ada jalan pintas. Tidak ada kemudahan. Jika kau ingin bertahan, kau harus berlatih lebih keras daripada siapapun yang pernah kau kenal."
Lei Nan menggigit bibirnya.
Ia tahu teknik tingkat tinggi tidak mudah untuk dikuasai. Bahkan dalam dunia asalnya, seorang kultivator bisa menghabiskan puluhan tahun hanya untuk menyempurnakan satu jurus.
Satu tahun...
Itu waktu yang terlalu singkat.
Han Guang seakan bisa membaca pikirannya. "Aku hanya akan menjadi pengamat. Keberhasilan atau kegagalanmu bergantung padamu sendiri."
Lei Nan menatapnya.
"Selama kau berada di sini, kau bisa melakukan apapun," lanjut Han Guang. "Tapi ingat satu hal—jika kau mati di dimensi ini, kau benar-benar mati. Tidak akan ada yang bisa membawamu kembali."
Lei Nan mengangguk pelan.
Pikirannya masih berkecamuk.
Satu tahun...
Dimensi ini...
Teknik ini...
Dan orang-orang yang mengawasinya...
Terlalu banyak pertanyaan, tetapi hanya ada satu jawaban yang pasti—ia tidak punya pilihan selain bertahan dan menjadi lebih kuat.
Ia mengepalkan tangannya, menatap kitab di pangkuannya.
"Terima kasih tuan, untuk kebaikanmu," ucap Lei Nan mengkatupkan tanganya ke arah Han Guang.
"Hahaha, itu semua sudah takdir nak, " ucap Han Guang tersenyum kecil.
Tak lama kemudian Han Guang berdiri dan pergi dari ruangan itu meninggalkan Lei Nan yang sendirian di ruangan itu.
Perlahan Lei Nan mulai membuka kitab tinju sembilan guntur, diterangkan di sana jika teknik ini sangat berbahaya dan memiliki persyaratan yang sulit salah satunya pengguna harus sudah berada di tingkat inti emas, karena qi yang di gunakan nya sangat banyak.
"Hmmm, teknik ini hanya memiliki gerakan dasar, tapi setiap energi harus di salurkan dengan benar jika tidak tangan penggunanya akan meledak, " batin Lei Nan membaca peringatan pada kitab itu.
Lei Nan segera membalik kitab itu, teknik ini memiliki sembilan gerakan, tinju petir bumi tingkat pertama dari teknik ini yang bisa menguncang bumi dengan radius 1000 km jika teknik ini bisa di capai dengan sempurna.
"Sungguh teknik yang mengerikan, dan jika tingkat pertama sudah semengerikan ini bagaimana selanjutnya, " batin Lei Nan.
Perlahan dia mencoba bangkit dari tidurnya dan segera bersikap Lotus, karena dirinya tidak memiliki waktu banyak dia harus segera pulih jika tidak, tidak ada yang tahu apa yang menantinya kedepanya.
Perlahan energi masuk kedalam tubuhnya namun energi ini begitu murni sampai-sampai Lei Nan bisa membandingkan kualitas energi disini dengan di dunianya yang bagaikan langit dan bumi.
"Sungguh energi yang murni, aku bisa memperkirakan aku selama satu tahun di sini mungkin bisa mencapai puncak ranah inti emas, " ucap Lei Nan senang.
Namun selama masa meditasinya dirinya di kejutkan dengan suara yang sudah sangat lama dirinya tidak dengar.
"Nak cepatlah masuk kedalam cicin...... "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!