NovelToon NovelToon

OBSESSION

Prolog

"Kenapa sih loe gak benar lakuinnya? Cepat benerin, Bego." Teriak seorang pria sambil menendang pria berkacamata yang tengah terduduk dihadapannya, makanan berserakan dihadapan pria itu.

"Dia kayaknya nantangin loe, lihat itu matanya!!" Ujar pria itu sambil menunjuk mata pria berkacamata yang memang sedang melihat kearah pria itu, membuat pria itu segera menarik kemeja yang tengah dipakai pria kacamata itu.

"Loe lihat apa?"

"Besok aku akan keluar dari tempat ini, aku takkan kembali lagi kemari." Ujar pria itu, tak gentar.

"Ohhh, itu alasan loe liatin gw, hah?" Ujar pria itu, kesal.

"Tentu saja, aku akan menyesal kalau pergi tanpa membuatmu terluka sedikitpun."

"Wahhh, berani sekali, hajar saja." Ujar pria lainnya, mengompori.

Pria itu mengepalkan tangannya, lalu mengangkatnya...

"Kak Sean, apa yang sedang kakak lakukan?" Ujar gadis itu, membuat beberapa pria itu menoleh kearahnya.

"Ahhh, shit, datang di saat yang gak tepat, ganggu aja." Keluh salah satu dari mereka, membuat pria bernama Sean itu menatapnya marah. "Ma-maafin gw, gw cuman asal ngomong."

Gadis itu menarik kepalan tangan Sean, lalu menjauhkan pria berkacamata itu dari jangkauan Sean. "Apa yang kakak pikirkan? Dia bisa terluka, memangnya dia salah apa?"

"Dia nantangin Sean, kalo tidak, dia takkan terlibat masalah." Ujar pria lainnya, membuat gadis itu menatap Sean.

Gadis itu berbalik menatap pria berkacamata yang tersungkur ke tanah itu, ia jongkok. "Kakak baik-baik aja?" Tanyanya, lembut.

"Menjauh dariku, j*l*ng, aku tak membutuhkan bantuanmu." Ujar pria itu sambil beranjak, dia bergegas pergi. Hampir saja Sean mengejar pria itu kembali, tapi gadis itu keburu menatapnya. "Ada yang ingin Kakak jelaskan?"

***

"Yun, masih marah?" Tanya Sean pada kekasihnya itu, Yuanita.

"Menurut Kakak?" Ujar Yuanita, kesal. Pria ini memang sesekali harus diberi pelajaran agar tak seenaknya pada orang lain, dan hanya Yuanita yang bisa melakukan itu padanya.

"Aku minta maaf, aku kan hanya memberinya pelajaran, dia bahkan kurang ajar padamu."

"Tapi tak begitu caranya, dia sekarang pindah, ini pasti karnamu." Ujar Yuanita, kesal.

"Terus, aku harus gimana? Masa aku harus susul dia kesana hanya untuk meminta maaf?"

"Terserah." Ujar Yuanita, tak peduli. Ia segera pergi dari hadapan pria itu, ia mencoba tak memedulikan pria itu karna kesal.

"Yun, Yuanita!! Tunggu dulu, dengarkan aku dulu." Ujar Sean, ia mendesah kesal. Ia segera menyusul Yuanita, menggamit tangannya dengan paksa. "Aku antar pulang, tapi dengarkan penjelasanku."

Yuanita menatap tajam Sean, menghela nafas. Bagaimanapun dia takkan bisa marah lama-lama pada pacarnya itu, dia sangat mencintai Sean, meskipun sikapnya kadang tak terkendali.

"Yuanita!!"

Yun menoleh, ia cukup kaget saat melihat ayahnya datang menjemputnya pulang sekolah sore itu.

"Kamu tuh gak bisa dibilangin ya, jangan dekat-dekat anak saya!!" Teriak ayah Yun itu, membuat Yun seketika melihat sekelilingnya. Semua orang tampak tertarik dengan pertengkaran itu, Sean hanya menunduk. "Kalo ada apa-apa sama Yun, kamu mau tanggungjawab?"

"Papa, jangan begini ah, Yun malu."

Pria itu menghela nafas kesal, ia pun menatap Sean yang sedari tadi diam, bingung harus apa. "Bisa kita bicara?"

***

"Kita akhiri saja..."

Yuanita itu terdiam, saat ucapan yang tak ingin ia dengar mengalun pelan dari pria yang selama beberapa bulan ini menghiasi harinya, Sean yang tengah menggandeng gadis lain didepannya itu menatap Yuanita.

"Gw udah punya cewek lain, jadi kita udahan aja sampai disini, gw udah bosan sama loe." Ujar Sean lagi, membuat setitik air mata jatuh dari gadis dihadapannya.

"Kenapa...? Kenapa begitu tiba-tiba?"

"Gw bosen sama loe, loe tak melihat gadis disamping gw, gw sama dia sekarang."

"Apa? Apa selama ini Kakak mempermainkan perasaan yang kumiliki untuk Kakak? Kakak bermain-main selama ini?" Ujar Yuanita, terisak pelan.

"Gw udah bilang, aku sudah bosan, hubungan kita gak menarik lagi. Loe terlalu naif, gw gak bisa lakuin apapun sama loe."

"Jadi selama ini Kakak..."

"Hei, loe gak denger? Gw pacar baru Sean, jadi pergi sana, sebelum gw hajar." Ujar gadis disamping Sean, ketus.

Yuanita menatap gadis yang berbicara tadi, tak kalah sinis. "Ok, aku pergi, aku akan pergi dari kehidupan Kakak, kehidupan kalian, jangan harap Kakak bisa melihatku lagi!!" Teriaknya, lalu ia berbalik pergi.

Yuanita menangis pelan, dia akhirnya memutuskan untuk benar-benar pergi dari kota itu. Orangtunya memutuskan untuk pindah, setelah semua yang mereka miliki disita bank. Awalnya dia mengajak pria itu bertemu untuk meminta pendapatnya karna orang tuanya mendesaknya pergi dari kota itu, tapi ia sama sekali tak berniat pergi demi pria itu. Tapi sekarang tak ada alasan lagi untuk bertahan disana, ia akan pergi dan melupakan segalanya.

Kak Sean, seperti keinginanmu, aku akan pergi dari sini, dari kehidupanmu, melupakanmu dan menjalani hidupku kembali. Kau takkan pernah bisa menemuiku lagi, meski kau berusaha menemukanku. Haha, Yun bodoh, tak mungkin pria egois itu akan mencarimu, kau berharap apa sih? Masih berharap padanya? Lupakan dia, cari pria yang lebih baik darinya. Ya, aku pasti bisa, aku harus bisa.

Cold Princess

"Yun, hayooo, loe lagi ngapain?" Tanya seorang gadis kepada gadis yang tengah memegang ponselnya itu, membuat gadis itu sedikit terperanjat kaget. "Nungguin telpon dari siapa tuh? Senior lagi?"

Gadis itu berdecak, kesal. "Rima, berhenti nyebarin nomer hape gw ke senior ah, gw kan jadinya perlu ganti nomer lagi." Ujarnya, sebal.

"Kenapa? Kan lumayan daripada jomblo terus, iya kan? Kayak Kimberly dong udah jadian sama Kak Jack, kamu mah dideketin sama senior malah gak mau." Ujar gadis lainnya, Luni.

"Kimberly mah cantik, pantes Kak Jack mau." Ujar gadis itu, Yuanita.

"Bilang aja loe gak mau move on dari mantan loe dulu, iya kan?" Ujar Rima, membuat Yuanita mendelik.

"Loe trauma ya, Yun?" Ujar Luni, membuat Yuanita segera menjitaknya.

"Mana ada, gw cuman males pacaran, mending fokus kuliah, sekarang kita udah mau semester akhir, tau." Ujar Yuanita, sebal.

"Yakin?"

"Iyalah, ngapain juga pacaran, cuman buang-buang waktu? Lagian bukannya kalian juga jomblo ya, ngapain sih nyuruh-nyuruh gw buat pacaran?" Ujar Yuanita, sewot.

"Gak papa sih, kami cuman heran, loe kan gak pernah tertarik sama cowok manapun." Ujar Rima, membuat Yuanita mendesah kesal.

Tiba-tiba terdengar suara deruman motor, tidak hanya satu, beberapa motor tiba-tiba parkir dihadapan Yuanita yang memang sedang berjalan ke parkiran. Yuanita dan kedua temannya itu hampir saja mundur, kaget karena keberadaan motor itu.

"Ya! Kalo jalan liat-liat dong. Kalo kita ketabrak, gimana?" Ujar Yuanita, kesal.

Pria itu membuka helmnya, membuat Rima dan Luni yang berada disamping Yuanita menahan nafas mendadak, pria itu menatap Yuanita. "Ada masalah?"

Yuanita ingin bicara kembali, tapi ia merasa semua perhatian tertuju pada mereka. "Dasar berandalan gak jelas, nyebelin." Ujarnya sambil bergegas pergi, membuat keduanya temannya bingung.

"Ah, maafkan kami." Ujar Rima dan Luni, mereka segera menyusul Yuanita yang sedang dalam mood tak baik.

"Yun, kok malah marah-marah sih? Depan cogan pula, kan sayang kalo dia ilfil sama loe." Ujar Rima, sedikit kesal.

"Bodo amat, dikira parkiran punya sendiri apa ya, nyebelin banget." Ujar Yuanita, kesal.

"Sebenarnya yang salah itu kita lho, kita sembarangan jalan di parkiran." Ujar Luni, membuat Rima menatapnya sebal. Pasalnya dari tadi Yuanita marah-marah, bisa-bisa Luni jadi korban mood Yuanita yang emang sudah jelek sejak pagi.

Yuanita terdiam, memang benar sih, mereka yang salah. Tapi bodo amat, Yuanita kembali melangkahkan kakinya. Dia terlanjur benci, benci pada orang-orang yang membawa motor, apalagi senior yang ada dihadapannya itu, yang katanya adalah anggota genk motor yang sedang merajalela di kota ini.

...****************...

"Namanya Yuanita, julukannya cold princess. Dia emang galak, ada yang bilang dia masih belum move on dari mantannya, jadinya dia galak pada semua pria yang mencoba mendekatinya."

"Huh? Apa?" Tanya seorang pria dihadapannya yang termenung sedari tadi, membuat pria itu tersenyum lebar.

"Loe mikirin cewek yang tadi di parkiran, kan?" Ujar pria itu, membuat pria lainnya tersenyum.

"Cuman teringat masa lalu kok, kayaknya gw pernah kenal sama seseorang kayak dia. Lagian gw gak tertarik sama dia, masa gw tertarik sama cewek judes kayak dia?"

"Yakin? Dia cakep, lho."

"Dia mana mau, kan dia udah punya Wendy."

"Heh, Wendy sahabat gw, ngapain gw pacarin dia?" Ujar pria itu, tak terima.

"Temen rasa pacar tepatnya, haha!!" Ujar yang lainnya, membuat pria itu melemparkan bantal kearahnya yang ditangkap dengan mudah oleh lawan bicaranya itu. "Bener, kan?"

"Si*l*n!! Berisik banget sih loe!!" ujar pria itu, sebal. "Kayak bukan bucin orang aja loe!!"

"Ya, emang bener kan? Gw gak salah dong, lagian loe sama Wendy nempel gitu kemana-mana."

"Hm, sekarang nggak tuh." Ujar pria itu, setengah meledek.

"Bentar juga muncul tuh anak." Ujar yang lainnya, membuat pria yang tengah jadi bahan godaan itu berdecak kesal.

"Ga, loe mau ikut kan, ntar malem?"

Akhirnya ada yang mengalihkan pembicaraan, siapa lagi kalo bukan Joshua, sang ketua, entah kenapa Josh -panggilan pria itu- gak suka mereka membicarakan Wendy, cewek yang selalu menempel kemanapun Dega pergi, cowok tampan itu.

"Ikutlah, Josh, dia kan jagonya jalanan." Ujar Yuta yang tengah duduk disamping Dega, membuat Dega mendelik. "Ya, kan?"

"Hmmm, gw juga lagi bosen sih." Ujar Dega, pelan.

"Yeaaahhh, asyik dong nanti malam." Ujar Yuta, bersorak.

"Asik ngapain loe? Nggak ngebucin?"

"Ya!!" Teriak Yuta, sebal.

Dega hanya tertawa dibuatnya, Yuta cemberut kesal.

***

Yun tengah berdecak kesal, ia benar-benar sebal hari ini. Kesialan terus menghampirinya, belum lagi tugas yang mengharuskannya duduk berjam-jam di perpustakaan. Yun menghela nafas, ya, ini resiko yang harus ia hadapi karna jurusan Psikologi yang diambilnya. Yun pun berjalan menuju parkiran untuk mengambil sepedanya, tatkala dua sahabatnya memanggil.

"Yun, Yun, tunggu!!" Teriak Luni sambil menghalangi sepeda Yun, membuat Yun kaget.

"Ada apa?" tanya Yun, ia melihat Rima ikut menyusul Luni dengan nafas terengah.

"Hmm, Rim, loe yang bilang deh." Ujar Luni, agak ragu. Rima yang masih terengah berusaha mengatur nafasnya, membuat Yun menatapnya.

"Oii, gw banyak kerjaan ini." Ujar Yun, heran. Ada apa dengan dua sahabatnya ini? Kalau bukan hal penting, pasti mereka gak bakalan seperti itu.

"Kan tadi loe bilang kita disuruh nyari pacar, tapi kita gak mau loe sendirian kalo kita punya pacar." Ujar Rima, membuat Yun menatapnya penasaran.

"Terus?"

"Ayo ikut kencan buta!!"

Blind Date

"Hai, kalian semua udah lama nunggu?" Tanya Rima, saat mereka telah berada dihadapan para cowok yang berpenampilan keren.

"Gak papa kok, kita baru aja sampai." Jawab salah satu dari tiga pria itu, membuat Yun memasang wajah datarnya saat pria itu tersenyum kearahnya.

"Senyum dong, Yun!" Bisik Luni sambil mencubit gadis itu, Yun hanya memasang senyum sekilas.

"Duduklah, kalian pasti capek." Ujar pria lainnya, Luni dan Rima pun menarik Yun duduk.

"Hm, kalian mau apa?"

"Oh, kenalan dulu dong!!" Sela yng lain, membuat pria yang terlihat tak sabaran itu tersenyum manis.

"Aku Kent, dia kembaranku, Yohan." Ujar pria tadi, Yun tersenyum mengiyakan.

"Gw Jeremy, tolong diingat ya..." Ujar pria yang duduk dihadapan Yun, tersenyum.

"Oh, aku Rima, ini Yun dan Luni. Senang bertemu kalian, apalagi Yun nih yang dandannya lama." Ujar Rima, Yun menatapnya tak terima.

"Oh ya? Seexcited itu? Katanya kau susah didekati-"

"Hm, kalian mau makan apa?" Potong Yohan, membuat Kent sadar dirinya salah bicara.

"Apa saja, terserah kalian." Ujar Luni, ramah.

"Mbak, kemarilah..."

Yun memasang wajah tak bersahabat, karna jujur saja, dia terpaksa melakukan ini. Kalau saja Rima dan Luni tak mengancamnya, mana mau dia ikutan beginian. Pelajar saja tidak melakukan hal seperti ini, masa mahasiswa sepertinya melakukan hal memalukan seperti ini? Seperti mereka sudah menyerah untuk mencari pasangan, itu pemikiran Yun tentang blind date yang sebenarnya tak Yun perhatikan kelanjutannya. Dia hanya diam, bicara hanya ketika ditanya.

Yun mulai bosan dengan acara kekanakan ini, dia mau pulang. Tidur adalah hal yang sangat diinginkannya saat ini, tapi Rima dan Luni masih betah mengobrol dengan seniornya itu. Yun mengambil ponselnya, sudah tengah malam, dia bisa tidur diluar kalau tak segera pulang.

"Hmm, permisi, apa kalian masih lama mengobrolnya?" Ujar Yun, semua mata menatapnya.

"Ada apa, Yun?" Tanya Luni, kaget.

"Aku harus pulang, sudah tengah malam." Jawab Yun, hati-hati.

Luni menatap jam tangannya, ia kaget. "Yaampun, kita sampai lupa waktu."

"Iya, seru juga ya ngobrol sama kalian." Ujar Kent, membuat Yun menatapnya datar. "Apa perlu kami antar, kami bawa motor." Ujarnya, lagi.

"Ah, nanti ngerepotin." Ujar Rima, keliatan sekali dia senang mendengar penawaran itu.

"Ayo keluar, kami antar, gak baik cewek pulang sendiri." Ujar Jeremy, Yohan juga mengangguk.

"Baiklah kalau begitu, kita gak bisa nolak." Luni cengengesan, sedangkan Yun membeku tak percaya.

Apa mereka udah gila?

***

Yun menghela nafas berkali-kali, kala ia harus bersama Kent yang ternyata berisik melebihi teman-temannya. Yun baru kali ini bertemu dengan pria bawel, bahkan mungkin melebihi seorang gadis. Sepanjang perjalanan Kent terus bertanya tanpa jeda, Yun hanya menjawab seadanya. Meskipun kesannya canggung, tapi Kent sepertinya tak memedulikan itu. Sosoknya yang humble membuat Yun merasa tak enak dengan kecanggungan yang ia ciptakan sendiri, tapi ya mau gimana, orang baru ketemu.

"Eh, ada apa tuh? Balapan liar, ya?"

Celetukan Kent membuat Yun sadar masih berada di motor bersama pria itu, tatapan Yun mengarah kearah banyak orang yang berkumpul disana.

"Seru nih, nonton ahh..."

Seketika Kent lupa pada Yun, membuat Yun terpaksa mengikutinya karna Yun juga tak bisa menolak.

"Kent, emang boleh ya nonton? Gak bekalan ketangkap polisi?" Tanya Yun, khawatir.

"Gak bakalan, kan mereka juga udah survey tempatnya kali." Ujar Kent sambil memarkirkan mobilnya, Yun terpaksa turun.

"Tapi perasaanku gak enak, pulang aja." Ujar Yun, membuat Kent mendesah.

"Gak papa, cuman perasaan kamu doang, ayo!!" Ajak Kent sambil menarik tangan Yun dengan lembut, Yun terpaksa menurut. "Wah, itu kan genk DS, mereka balapan disini rupanya." Ujar Kent, kagum.

"DS? Genk motor kampus?" Tanya Yun, kaget.

"Iya, kamu tau?" Tanya Kent, tapi fokusnya kini ke mereka. Yun menatap sekelilingnya, ia menemukan seorang pria yang tak sengaja ia bentak tadi pagi. Pria itu berdiri disamping motornya dengan helm yang akan dipakainya, sepertinya ia yang akan balapan kali ini. Entah kenapa Yun penasaran juga dengan balapan ini, karna dulu ia juga sering menontonnya bersama Sean.

Ah, jadi inget Kak Sean, kan?

"Ayo Dega, kalahin mereka!!" Teriak Kent, penuh semangat, begitupun yang lain.

"Kamu kenal cowok itu?" Bisik Yun, tak percaya.

"Tentu saja, dia adalah tangan kanan ketua genk DS." Ujar Kent, membuat Yun terdiam.

"Duh!!" Pekik Yun, saat ia terdorong kedepan hingga ia jatuh. Posisinya yang berada di barisan depan membuatnya terjatuh tepat di hadapan para pembalap yang tengah bersiap itu, membuat semua perhatian mereka tersorot padanya.

"Wah, siapa nih?" Ujar salah seorang pembalap yang tengah berada di motornya, membuat Yun menatapnya. Gadis itu berdiri sambil melihat semua orang yang tak menyangka dirinya akan jatuh, Yun merasa malu.

"Yun, kamu baik-baik aja?" Tanya Kent, tapi seseorang menghalangi Kent untuk meraihnya.

"Yun, nama loe Yun?" Tanya pria itu sambil berjalan mendekati Yun, penuh minat.

Yun refleks mundur, ia takut, tapi berusaha menyembunyikannya. Gadis itu memasang wajah datarnya, saat pria itu meraih dagunya.

"Ayo teruskan balapannya, Jay." Ujar seseorang yang Yun kenal, gadis itu menatap Dega yang masih berada di motornya.

"Manis banget, gw suka sama loe."

Ucapan Dega bagai angin lalu untuk Jay, pria berlesung pipi yang tak terlihat berbahaya itu, tapi Yun merasakan bahaya mengintainya hanya dengan bertatapan dengan pria tinggi itu.

"Jay, lepasin dia!! Ayo cepat, atau loe terpaksa di diskualifikasi." Ujar Joshua sambil menarik Yun menjauh dari Jay, pria itu menatap tajam Joshua.

"Kayaknya loe kenal cewek ini, ya?" Ujar Jay, membuat Yun menunduk.

Joshua menatap Dega, Jay mengikuti arah tatapannya. "Ah, gw ngerti. Apa cewek ini udah jadi milik seseorang?" Tanya Jay, Yun kaget.

"A-aku... Tidak-"

"Ya, dia milik Dega, jadi loe menjauh sana!!" Ujar Joshua, Yun menatap Dega yang sama kagetnya, tapi pria itu segera menetralkan raut wajahnya.

"Milik anak itu? Well, menarik." Ujar Jay, tersenyum. "Ga, gimana kalau kita ubah taruhannya?" Tanyanya, Joshua bingung.

"Maksud loe?"

"Gw gak mau motor loe itu, gw tinggal beli motor kayak gitu. Gimana kalau taruhannya si manis ini saja?" Usul Jay, Yun melotot kearahnya.

"Hei! Dia-"

Kent langsung diam, saat Jay menatapnya tajam.

"Nggak, dia bukan barang." Ujar Dega, datar. "Dia punya perasaan, gw gak mau."

"Wah, kayaknya emang benar ya dia milik loe. Sejak kapan loe peduli sama perasaan orang lain?" Tanya Jay, Yun menatap Dega yang menatapnya tajam. "Ayolah, loe gak akan kehilangannya, karna gw pengen kencan sama dia malam ini doang."

"Nggak, Jay. Kalau loe gak mau, yaudah, gw gak rugi." Ujar Dega, mengendikkan bahunya.

Jay terdiam, lalu menatap Joshua yang menarik Yun menjauh dari Jay. Tapi Jay malah menarik Yun, membuat Yun menjerit kaget.

"Hei! Dega kan, udah nolak?" Ujar Joshua, dingin. "Lepasin!!"

"Gw gak percaya dia milik Dega, gw bakal seneng-seneng sama dia malam ini."

"Nggak, Jay, sekali nggak tetap nggak."

"Dia bukan milik Dega, makanya Dega pergi." Ujar Jay, membuat Joshua menatapnya tajam.

Bugh!!

"Jangan sentuh dia, br*ngs*k!!"

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!