Langit di atas kerajaan runtuh yang selalu berwarna kelabu, seolah-olah matahari enggan menatap lebih lama dari yang diharapkan. Bukan karena kabut tebal atau awan badai yang menggantung di angkasa, melainkan karena sesuatu yang tak kasat mata. Sebuah keheningan yang begitu pekat hingga bahkan cahaya pun enggan menembusnya.
Jalanan berbatu yang kini pecah dan tertutup debu pernah dipenuhi suara pedagang yang menawarkan barang dagangannya, derap langkah prajurit yang berpatroli, dan tawa anak-anak yang bermain di pusat kota. Namun, kini hanya sisa-sisa kebesaran yang tertinggal.
Reruntuhan istana masih terlihat berdiri di kejauhan, meski tak lagi megah seperti dahulu. Pilar-pilar marmernya telah retak, sebagian besar runtuh dan tertelan oleh akar-akar pohon liar yang mulai menguasai bangunan. Lorong-lorongnya kosong, dihiasi bayangan yang melata seiring pergerakan awan di langit. Dinding-dindingnya yang dulu dihiasi ukiran emas dan permata, kini hanya menyisakan guratan kasar, terkikis oleh waktu dan bekas terbakar.
Di luar istana, pemukiman yang dulunya ramai kini tak lebih dari rangka-rangka rumah yang hancur. Beberapa bangunan masih berdiri, meski dengan atap yang berlubang, pintu yang terhempas, dan jendela-jendela kaca yang berubah menjadi serpihan tajam berserakan di tanah. Jalan utama telah dipenuhi oleh akar-akar yang mencuat dari bawah tanah, seolah ingin menelan tempat ini sepenuhnya.
Sungai yang dulu mengalir jernih kini berubah menjadi kelam dan berbau besi, sisa-sisa darah dan abu peristiwa yang telah lama berlalu. Airnya bergerak lamban, terhalang oleh reruntuhan jembatan yang sebagian besar telah runtuh. Beberapa bangkai gerobak dan tulang-belulang mahluk yang tak bisa dikenali tergeletak di tepinya, setengah tenggelam dalam lumpur pekat.
Namun, bukan hanya kehancuran yang menyelimuti tempat ini. Ada sesuatu yang lain, sesuatu yang bersembunyi dibalik bayangan reruntuhan dan lorong-lorong gelap. Monster dan mahluk buas berkeliaran di antara puing-puing, menjadikan kerajaan ini sebagai sarang baru mereka. Terkadang, suara geraman samar terdengar dari kejauhan, atau mata-mata berkilat mengintai dari kegelapan.
Kerajaan ini tidaklah mati, tapi juga tidak benar-benar hidup. Ia hanya tersisa, terjebak di antara masa lalu dan kehampaan, menunggu sesuatu atau seseorang untuk mengubah takdirnya.
Jauh di dalam pelosok kerajaan yang hampir terlupakan, tersembunyi sebuah pemukiman kecil yang berdiri dengan rapuh. Dikelilingi oleh hutan lebat yang tumbuh dengan liar, pemukiman ini tampak seperti sisa-sisa kehidupan yang terselamatkan dari bencana yang menimpa tanah ini. Meskipun jauh dari pandangan orang luar, pemukiman ini tetap bertahan, dan perlahan mengembalikan peradaban.
Rumah-rumah di tempat ini dibangun dari kayu-kayu yang ditemukan di hutan sekitar. Tak ada rumah besar atau mewah, semua bangunan memiliki ukuran yang serupa, sederhana namun dapat digunakan untuk tempat orang-orang berteduh dan berusaha bertahan hidup. Di beberapa bagian pemukiman tanahnya telah terkikis oleh hujan deras, meninggalkan jurang-jurang kecil yang sulit untuk dilalui. Pemukiman ini terasa seperti sebuah dunia yang terpisah, seolah terasingkan dari apa yang terjadi di luar sana, meskipun kegelapan dan ancaman selalu mengintai dari kejauhan.
Tidak banyak yang tinggal di tempat ini. Hanya mereka yang tidak memiliki tempat lain untuk pergi, Orang-orang yang lebih memilih untuk bertahan hidup dalam bayang-bayang sejarah yang hilang. mereka yang masih mengingat masa kejayaan kerajaan ini, namun telah memutuskan untuk melupakan kenangan-kenangan itu demi bertahan hidup.
Meski begitu, di sudut pemukiman banyak terdapat kebun kecil yang tumbuh subur. Walaupun kebanyakan tanahnya sudah banyak yang tertutup rumput karena sebagian besar petani yang dulu merawat kebun-kebun itu telah meninggal atau menghilang, tapi setidaknya itu bisa menjadi salah satu sumber kehidupan mereka. Beberapa penduduk coba bertahan hidup dengan berburu, tetapi kawasan pinggiran hutan yang dulunya dipenuhi hewan buruan kini lebih banyak dihuni oleh mahluk buas dan monster yang keluar dari kedalaman hutan. Setiap langkah mereka saat berada jauh dari pemukiman selalu diwarnai rasa takut, takut akan apa yang mengintai dari balik pepohonan dan semak belukar.
Di pusat pemukiman, terdapat pula sebuah bangunan yang tampak lebih kokoh dibandingkan dengan yang lain, sebuah rumah besar milik bangsawan terdahulu yang perlahan termakan oleh waktu. Rumah itu kini menjadi tempat berkumpul para penduduk, tempat dimana mereka mencari pelipur lara dan berbagi cerita untuk mengusir kesunyian. Namun sayangnya bangunan itu juga menyimpan kenangan pahit, kenangan tentang bagaimana orang-orang yang dulu berkuasa kini hanya menjadi bayangan yang terlupakan.
Cassius Valerius, seorang pemuda keturunan bangsawan. Meskipun darah bangsawan mengalir dalam tubuhnya, dia merasa lebih bebas dalam menjalani hidupnya di pemukiman ini daripada kehidupan di masa lalunya. Di tempat itu dia tinggal bersama beberapa orang yang dulunya juga merupakan seorang bangsawan. Sesekali ia sering menatap pada kehampaan sambil duduk di sela perburuannya, mengenang keluarganya yang telah tiada. Seperti halnya hampir semua orang di penjuru kerajaan, keluarga Cassius telah ikut hancur oleh serangan naga yang membakar seluruh penjuru negeri dua dekade lalu. Cassius sendiri selamat karena ia sedang berada di luar kerajaan Bersama seorang mentor untuk berlatih. Ia berlari kembali, hanya untuk menemukan puing-puing yang tersebar, kediamannya yang tak lagi bisa dikenali, dan jejak-jejak api yang menghanguskan hampir semua yang ada.
Hari-hari setelah serangan itu terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Kehilangan yang begitu mendalam, yang membuatnya merasa hampa. Ia tak hanya kehilangan keluarganya, tetapi juga bagian dari dirinya yang tak akan pernah bisa ia temukan lagi. Bagaimanapun ia dan penduduk yang masih tersisa harus tetap melanjutkan hidup.
Malam itu saat langit tidak diselimuti awan kelabu dan angin dingin berhembus dari hutan lebat yang mengelilingi desa, Cassius mulai memikirkan tentang apa yang ia temukan pagi ini saat berburu di hutan. Ia menemukan sebuah bunga berwarna putih yang hampir transparan dengan tangkai berwarna hitam dan daun menyerupai bulu merpati. Ia benar-benar tidak mempercayai apa yang ada dihadapannya saat itu, Cassius menemukan bunga Lemeria.
Ketika Cassius tengah larut dalam pikirannya, tiba-tiba ada yang memegang bahunya dari belakang. Sosok itu rupanya adalah Gimuere, mentor Cassius. Dia adalah pria tua berambut panjang, meski di usianya yang hampir kepala tujuh tubuhnya masih tegap dan tidak kalah kuat dari para pemuda.
"Ada apa Cassius? Apa kau memikirkan tentang temuanmu tadi pagi lagi?"
"Master Gimuere!?" Cassius terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Uh.. aku hanya memikirkan beberapa kemungkinan tentang apa yang terjadi di wilayah kerajaan, master." Ucapnya sambil menatap kehampaan.
"Ya, kekhawatiranmu memang ada benarnya Cassius. Dengan ditemukannya bunga Lemeria, itu berarti kemungkinan besar garis keturunan raja masih belum terputus. Bisa jadi masih ada yang selamat, entah itu pangeran Gallarck ataupun putri Selephienne" Gimuere mengatakannya dengan penuh rasa ketidakpastian.
"Tapi master, jika kemungkinan itu memang benar, itu dapat menjelaskan banyak hal. Dan juga, aku punya banyak pertanyaan yang belum terjawab. Seperti, mengapa naga yang menjadi pelindung kerajaan ini, Galrath-The Holy Ashes sampai membakar seluruh negeri hingga hampir tak ada yang tersisa? "
Gimuere menghela napas dan berkata "Rasa penasaran itu juga menghantuiku selama ini. Tapi aku sudah terlalu tua untuk mencari tau, seorang pria tua dengan satu loomb dan teknik berpedang yang usang sepertiku hanya akan jadi santapan monster, heheh.. "
"Master, aku.. ingin pergi."
"Cassius, kau tahu benar kan konsekuensi dari kepergianmu itu? Tentang bahaya di luar sana dan juga kemampuanmu? Seingatku kau hanya punya satu loomb, dan itu juga hanya tipe common." ucap Gimuere sambil mengerutkan dahi.
Cassius menarik napas sebelum menjawab "Tentang loomb-ku, sebenarnya aku juga ingin membicarakan hal itu master. Aku merasa sepertinya loomb-ku mengalami peningkatan."
Gimuere menatapnya dengan serius "Apa maksudmu? Kau tidak sedang beralasan bukan? Coba jelaskan padaku detailnya."
"Baiklah, beberapa hari yang lalu saat aku sedang mencari ikan di sungai selatan, secara tidak sengaja tanpa kusadari aku masuk kedalam teritori beruang batu. Parahnya lagi, ternyata dia melihat keberadaanku saat aku lengah. ketika aku sadar dia sudah berada sekitar dua meter dibelakangku."
"Lalu apa yang kau lakukan pada situasi seperti itu? Kau tidak membuat gerakan tiba-tiba bukan?"
"Tentu tidak, aku hafal benar apa yang kau ajarkan. Aku diam dan menunggunya pergi untuk beberapa saat, tapi bukannya pergi dia malah menyerangku. Aku terpaksa melawannya, tapi di tengah perlawanan lenganku tergigit dan gigitannya semakin mematikan karena dia mengoyaknya dengan brutal. Secepat mungkin aku melakukan regenerasi pada seluruh tubuhku secara terus-menerus selama perlawanan."
"Lalu apa yang terjadi? bagaimana kau bisa melepaskan gigitannya ?"
Cassius lalu bicara dengan nada yang lebih menegangkan "Aku mengambil kesempatan saat dia berhenti menggoyangkan kepalanya sejenak lalu mengambil belati di pinggangku dan menusukkannya tepat ke leher beruang itu. Aku berhasil mengenai nadinya dan dia perlahan melemah karena kehabisan darah sebelum akhirnya mati."
"Dan bagaimana dengan lenganmu?"
"Lenganku terkoyak dan hampir putus, kehilangan beberapa jari dan hampir sekujur tubuhku berlumuran darah. Sebagian daging di bahuku juga terkoyak hingga tulangku terlihat. Tapi aku terus menggunakan regenerasi tanpa henti sambil berbaring di bawah pohon pinggir sungai, aku pun memejamkan mata menahan rasa sakitnya. Dan ketika aku sadar, tubuhku sudah kembali seperti semula tanpa luka sedikitpun."
"Hmm.. jadi sekarang loomb milikmu juga bisa menumbuhkan anggota tubuh yang hilang ya? Itu cukup mengejutkan, setauku hanya sihir seperti high heal saja yang bisa melakukannya. Itu juga memerlukan waktu dan energi yang sangat banyak dalam prosesnya, benar-benar mengejutkan." Ucap Gimuere sambil mengangguk terkesan.
"Tapi Cassius, yang akan kau hadapi di perjalananmu nanti bukan hanya sekedar beruang batu, melainkan monster yang lebih berbahaya lagi. Hanya jika kau punya tekad yang kuat saja yang bisa membuatmu bertahan di luar sana. Kemampuan menumbuhkan anggota tubuh saja tidak akan cukup." Tegasnya.
Cassius menatap mata Gimuere dengan mata penuh tekad "Master, selama ini aku seperti hidup dalam bayang-bayang setelah kejadian itu. Munculnya bunga Lemeria itu memeberikanku tujuan baru dalam hidup, aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini meski harus berhadapan dengan bahaya sekalipun."
Gimuere menghela napas panjang "Cassius, jika yang kau katakan itu memang benar maka baiklah. Kau berhak menentukan jalan hidupmu, kau sedikit mengingatkanku pada orang tuamu. Mereka tidak pernah gentar meski berhadapan dengan kematian tepat didepannya, dan kau adalah putra dari seorang kesatria. Sudah sepantasnya kau memilih jalan sebagai seorang kesatria, kurasa kini saatnya kau menjalani takdirmu."
"Terimakasih master, karena sudah memaklumiku" Cassius menundukkan kepalanya.
Setelah Cassius meyakinkan Gimuere, mereka berbincang sambil mengenang tentang keluarga Cassius, yaitu keluarga bangsawan Valerius. Mengenang tentang betapa terhormatnya keluarga itu dimata keluarga lain, bahkan keluarga kerajaan juga mengakui kehebatan dan keberaniannya. Ditengah perbincangan tiba-tiba Gimuere melempar pertanyaan pada Cassius.
"Jadi, kapan kau akan berangkat Cassius?"
Tanpa ragu Cassius menjawab "Mungkin besok."
"Apa..? besok..? secepat itu? apa kau tidak butuh persiapan?" Ucap Gimuere dengan terkejut.
Cassius menjawab dengan nada yang sedikit canggung "Sebenarnya, aku sudah bersiap dari kemarin. Ehem.. aku, berencana tetap pergi meskipun master melarangku."
"Kau!!.. hah.. aku benar-benar tidak mengerti dengan pola pikirmu. Tapi baiklah, setidaknya kau jujur. Malam ini ayo makan sepuasnya dan persiapkan diri dengan baik, belum tentu kau bisa makan dengan puas di luar sana." Ucapnya dengan menepuk-nepuk bahu Cassius.
Cassius tersenyum "Baik master, dan juga terimakasih karena telah mengajariku banyak hal dan menjagaku selama ini."
"Hahaha.. yah.. setidaknya itulah yang bisa kulakukan untukmu, juga tugas terakhirku sebagai kepala pengawal keluarga Duke Valerius." Gimuere mengucapkannya sambil tersenyum.
Malam berlalu dengan cepat, Cassius yang sudah membulatkan tekad pun berbaring di tempat tidurnya sambil menetap langit-langit ditemani cahaya remang dari bulan yang menembus jendelanya. Di sela waktu sebelum tidurnya ia bebicara pada dirinya sendiri dan merencanakan apa yang akan dilakukannya dalam perjalanan.
"Buku sejarah kerajaan Lemeria mengatakan kalau bunga Lemeria hanya tumbuh di dalam wilayah kerajaan saja. Bunga itu tidak akan pernah layu walapun sudah dipetik dalam waktu yang lama karena berhubungan langsung dengan loomb milik raja atau pewaris tahta. Dan juga bunga itu akan punah jika sudah tidak ada lagi keturunan langsung dari raja karena tidak ada yang mewarisi loomb-nya. Selain dari itu tidak ada catatan lebih jauh lagi."
"Yang lebih menarik perhatianku lagi adalah tentang loomb. Ternyata loomb bisa naik tingkat, tapi caranya masih tidak jelas. Punyaku sendiri naik tingkat saat penggunaannya mencapai batas ambang tertentu, mungkin saja itu adalah salah satu caranya. Selain itu, di buku juga tertulis kalau seseorang bisa memiliki sampai 4 loomb. Tapi sejauh ini hanya para raja yang bisa sampai pada tahap itu. Loomb milik raja diwariskan secara turun-temurun sebagai lambang pewarisan tahta, dan yang tau caranya hanya keluarga kerajaan. Hidup sebagai keluarga kerajaan benar-benar dilimpahi keberuntungan ya.. "
"Sedangkan loomb-ku hanya termasuk kategori common, dan aku juga cuma punya satu. Tapi tidak perlu berkecil hati, bisa saja peningkatannya tidak hanya sekali, tapi bisa lebih kuat lagi. Lagipula pengetahuan tentang loomb pada buku ini masih terlalu terbatas, kurasa jika aku ingin tahu lebih banyak aku harus mencaritahunya sendiri. Di dunia yang sebenarnya sangat luas ini, aku tidak akan berhenti hanya karena hal kecil. Aku harus jadi lebih kuat!"
Cassius pun terlelap dalam pikirannya, sepertinya bagi Cassius pengetahuan tentang loomb juga merupakan sebuah tujuan baru dalam perjalanannya. Berbagai pertanyaan mulai muncul dalam benaknya, tentang benarkah seseorang hanya bisa memiliki empat loomb? apa yang akan terjadi jika seseorang memiliki lebih? apakah orang seperti itu ada di dunia ini? apakah loomb bisa didapatkan? jika bisa, maka bagaimana caranya?. Sejenak pertanyaan-pertanyaan semacam itu berputar dikepalanya. Benih-benih ambisinya akan kekuatan perlahan mulai mendekatinya. Namun bisa atau tidaknya dia mengendalikan ambisi, itu tergantung pada dirinya sendiri.
Keesokan harinya saat kabut tipis masih menyelimuti pemukiman, menyembunyikan bayangan pepohonan hutan yang menjulang tinggi di kejauhan. Udara pagi yang masih terasa dingin, membawa aroma tanah lembab dan embun yang masih menggantung pada dedaunan. Cassius membuka matanya perlahan, ia mengangkat lengannya, menatap pergelangan tangan bagian dalam.
Tanda keemasan berbentuk satu garis vertikal memanjang, bersilang dengan satu garis lengkung yang menyatu dengan kulitnya berkilau samar di bawah cahaya remang. Loomb itu terasa hangat, seolah mengingatkannya pada keberadaan kekuatan yang terus mengalir di dalam dirinya. Bagi orang biasa, tanda ini tidak akan terlihat. Hanya pemiliknya sajalah yang dapat melihatnya.
Cassius menarik napas dalam, menenangkan pikirannya. Suara langkah-langkah ringan terdengar dari kejauhan, pertanda bahwa beberapa penduduk di pemukiman sudah mulai beraktivitas. Para pemburu mempersiapkan senjata mereka, sementara beberapa perempuan mulai menyalakan api untuk memasak.
Ia merapikan pakaiannya, menarik mantelnya lebih erat untuk menahan udara pagi yang dingin. Persediaanya tidak banyak, hanya cukup untuk beberapa hari saja. Tapi persediaan bukanlah masalah besar bagi Cassius yang sudah cukup berpengalaman dalam bertahan hidup.
Dengan langkah mantap, Cassius mulai melangkah keluar dari pemukiman. Jalan setapak yang membentang ke arah utara diselimuti embun, rerumputan pun membasahi ujung sepatunya. Udara dingin menggigit, tetapi Cassius tetap melangkah dengan tenang. Dia hanya sesekali menyesuaikan posisi pedang yang ada di pinggangnya.
Penduduk di pemukiman itu tidak ada yang mengantar kepergiannya. Mereka yang mengenalnya hanya sekedar mengangguk jika bertemu pandang, tapi tak ada kata perpisahan yang terucap. Cassius pun juga tidak mengharapkannya. Karena bagi mereka, meninggalkan pemukiman itu sama saja dengan berjalan menuju kematian. Hal ini disebabkan oleh letak pemukiman yang berada diantara hutan besar yang luas dan jurang yang memisahkannya dari wilayah kerajaan.
Sejak insiden dengan beruang batu di sungai selatan, Cassius sudah memantapkan hatinya untuk pergi. Bukan untuk mencari tempat yang lebih aman, tapi untuk menggali lebih dalam semua rahasia yang kini mengusik pikirannya. Selain itu dia juga tidak mau jika harus menghabiskan sisa hidupnya di pemukiman itu dan tidak melakukan apapun. Cassius melihat peningkatan loomb-nya dan kemunculan bunga Lemeria itu sebagai kesempatan kedua untuk bangkit dan memilih jalan hidupnya.
Hutan Pilgrum, sebuah hutan besar yang sangat luas bahkan hampir menyamai luas dari sebuah kerajaan kini terbentang di hadapannya. Sebuah wilayah yang ditakuti oleh banyak orang, bahkan juga termasuk para prajurit. Hutan ini ditakuti karena kelebatan pepohonannya yang menyimpan banyak sekali bahaya, terutama dari para mahluk yang tinggal didalamnya. Namun bukannya merasa was-was, Cassius justru merasa ini menantang baginya. Jika saat di pemukiman ia hanya bisa berburu untuk bertahan hidup, maka di hutan ini ia akan mencari sesuatu yang membuatnya lebih hidup.
Setelah beberapa jam berjalan memasuki area hutan dengan pepohonan yang menjulang tinggi, Cassius akhirnya berhenti di tepian sebuah sungai kecil. Ia berjongkok, meraup air yang dingin untuk membasuh wajahnya dan sekedar minum melepaskan dahaga. Dari seberang sungai tiba-tiba ia melihat semak-semak yang bergerak mencurigakan. Instingnya yang lumayan terasah menggerakkan tangannya menuju gagang pedang yang ada di pinggangnya.
Ia menahan napas dan menunggu. Dengan cepat kawanan besar serigala dengan bulu kehitaman keluar dari semak-semak dan melesat ke arah Cassius, mata mereka berkilat seakan sudah menentukan mangsanya. Cassius sama sekali tidak bergerak dan hanya memperhatikan pergerakan kawanan serigala itu. Kali ini dia memilih untuk tidak menghindar atau lari, justru inilah yang ia cari dan tunggu-tunggu.
"Mari kita lihat lagi seberapa jauh regenerasi ini bisa bekerja, meskipun harus melalui rasa sakit!" gumamnya seraya menarik pedangnya perlahan.
Tanpa ragu Cassius berlari menerjang ke arah kawanan serigala itu, mengaktifkan loomb-nya seiring dengan ayunan pedangnya yang pertama. Pedangnya menebas udara, membelah daging dan tulang serigala pertama yang cukup ceroboh untuk menyerangnya lebih dulu. Darah memancar, menghangatkan kulit Cassius saat ia berputar menghindari cakar yang terayun dari samping.
Seekor serigala lain lalu melompat ke arahnya, rahangnya menganga siap mencabik leher Cassius. Ia menunduk, lalu menghunuskan pedangnya ke perut binatang itu, merobek organ dalamnya sebelum melemparkannya ke tanah. Tapi kawanan serigala itu tak menunjukkan tanda-tanda ketakutan, mereka justru semakin agresif.
Cakar tajam salah satu dari mereka akhirnya mengenai lengan Cassius, merobek kain dari pakaian beserta dengan kulitnya hingga darah mengucur deras. Namun Cassius hanya melirik sekilas pada lukanya, membiarkan regenerasinya bekerja sementara ia terus mengayunkan pedang membantai satu demi satu serigala yang menyerangnya. Senyumannya pun semakin melebar.
"Cepat sekali!" Ucap Cassius saat memperhatikan bagaimana luka di lengannya yang cukup dalam menutup dalam hitungan satu sampai dua menit. Ia semakin bersemangat.
Kawanan serigala yang tersisa mulai menyadari bahwa mangsa mereka kali ini bukanlah manusia biasa. Beberapa dari mereka mulai mundur dengan perlahan, tetapi Cassius sama sekali tak berniat membiarkan mereka pergi begitu saja.
"Kalian datang dengan nyali besar" katanya sambil melangkah maju. "Jadi jangan kabur begitu saja sebelum semuanya selesai!"
Dengan kecepatan yang luar biasa Cassius melesat ke arah serigala yang mencoba mundur. Ia menebaskan pedangnya dengan presisi, memotong leher dari salah satu serigala yang berusaha melarikan diri. Binatang itu jatuh ke tanah, tubuhnya berkedut sebelum akhirnya benar-benar diam.
Beberapa serigala lain mencoba mengitari Cassius, berharap bisa menemukan celah untuk menyerangnya. Salah satunya melesat dari samping, cakarnya terjulur ke arah perut Cassius. Namun dengan gerakan gesit, ia menghindar dan membalas dengan tusukan lurus ke arah dada serigala itu. Ia merasakan ujung pedangnya menembus tulang, darah panas mengalir ke tangannya.
Tampak serigala terakhir berdiri di kejauhan. Bulunya berdiri tegak, giginya menggeram, namun dia tidak menyerang. Cassius menyipitkan matanya menilai serigala itu.
"Kau yang paling pintar diantara mereka ya?" katanya sambil mengangkat pedang perlahan.
Serigala itu mundur beberapa langkah, menimbang pilihan untuk lari atau menyerang. Tetapi sebelum binatang itu bisa mengambil keputusan, Cassius sudah lebih dulu bertindak. Ia melesat dengan cepat kedepan, pedangnya berayun cepat. Serigala itu melompat ke samping mencoba menghindar, namun Cassius sudah mengantisipasi gerakannya. Dengan satu ayunan terakhir, ia menebas perut binatang itu hingga membuatnya mengeluarkan erangan rendah sebelum akhirnya mati.
Cassius dengan napas yang terengah-engah melihat ke sekelilingnya, tanah disekitarnya kini dipenuhi darah dan mayat serigala yang terkapar. Ia memeriksa tubuhnya, memastikan tidak ada luka serius. Tetapi seperti yang sudah ia duga, tubuhnya telah sepenuhnya pulih tanpa bekas luka sedikitpun.
"Menarik.. " gumamnya sebelum menyarungkan kembali pedangnya.
"Sepertinya aku perlu coba melawan sesuatu yang lebih kuat lagi.. jika ingin mengetahui batasan loomb-ku. "
Cassius menarik napas dalam-dalam "dengan mengalami kenaikan, perbedaannya sudah seperti ini. Dulu untuk sembuh dari luka dalam butuh berjam-jam. Dan juga, aku ingat saat terjatuh dari atas tebing juga butuh waktu setidaknya seminggu untuk benar-benar sembuh dari patah tulang di hampir sekujur tubuh. Mungkin waktu itu aku sudah mati kalau tidak punya loomb ini."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!