NovelToon NovelToon

Cygnus

Pertemuan

Hembusan angin yang terasa asing, semakin dirasakan semakin terasa mengalir di seluruh tubuh.

selamat datang Ky. Selamat datang di Kanada.

Hatiku serasa mendengar sambutan yang sangat manis. Setelah berlarut-larut terjebak dalam suasana kantor yang memusingkan kepala akhirnya aku bebas. Yah, meski aku datang ke sini untuk berlibur tapi tetap saja tidak lepas dari pekerjaan. Selain berlibur aku juga menanggung proyek kantor. Meski begitu, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berlibur.

Aku harus bersenang-senang. Yosshh, nikmati liburan ini Ky. Kamu berhak untuk bersenang-senang.

Aku tidak datang berlibur sendirian. Mendapat kesempatan yang sangat langka ini aku harus bersenang-senang bersama temanku yang sangat berharga, bukan? Aku datang bersama temanku yang juga mendapat kesempatan berlibur seakan mendapat sebongkah berlian.

"Kemana kita harus pergi?" tanya temanku yang baru saja turun dari pesawat.

"Kita pergi ke hotel saja. Kita baru saja sampai, istirahat adalah pilihan yang paling tepat," jawabku sambil menarik koper menuju keluar bandara.

" Kamu membosankan sekali, kawan. Kita mendapat kesempatan yang sangat langka tapi kamu memilih beristirahat tanpa melakukan apa-apa?" protesnya dengan nada kesal.

"Jika kamu ingin pergi jalan-jalan, kamu harus pandai menyamar. Aku tidak mau hari pertama kita tiba di sini dirusak karena penggemarmu yang fanatik. Jika itu terjadi aku harus bermain kejar-kejaran sampai nafasku sesak, sangat tidak menyenangkan," jawabku setengah protes.

"Tenang saja. Aku sudah membawa perlengkapan untuk menutupi penampilanku," sambil nyengir, memakai kacamata dan topi dari dalam kopernya.

"Tidak perlu nyengir seperti itu, membuatku takut. Aku heran bagaimana bisa orang-orang menyukai senyumanmu yang sepeti Joker itu."

"Hahh, setidaknya mereka lebih menyukaiku yang seperti ini bukan orang nolep kayak kamu," katanya sambil menjulurkan lidah mengejekku.

"Ayo, kubawa kamu mengenal arti dari kebebasan yang sesungguhnya."

Tanganku ditarik dengan kencang sambil berlari meninggalkan bandara.

"Arti dari kebebasan sesungguhnya? Lucu sekali kamu yang bahkan tidak bisa bergerak sesuka hatimu dapat berkata sepeti itu," bantahku sambil berlari mengikuti langkahnya.

Auriestela, berarti bintang emas. Cocok sekali dengan temanku yang sedang menarik tanganku sambil berlari menyusuri jalan, dia memang seorang artis. Kami kenal cukup lama, dia temanku sejak SMA dan sekarang kami sudah bekerja. Kehidupannya sebagai artis memang tidak sepenuhnya menyenangkan, untuk mendapatkan kesempatan berlibur kali ini dia sampai merengek ke managernya dan harus menyelesaikan semua kontrak dengan maksimal.

Berbeda dengannya yang seorang artis. Aku adalah ilmuwan yang bekerja di sebuah kantor teknologi. Perjalananku ke Kanada tidak hanya berlibur tapi juga meninjau proyek di kantor cabang. Sejak kecil aku suka sekali belajar mengenai perbintangan, cita-cita ku menjadi seorang astronot. Selain belajar perbintangan aku juga mengikuti kisah-kisah mitologi Yunani. Aku tahu kebanyakan astronot adalah laki-laki, tapi keinginanku menjadi astronot semakin besar saat aku mengetahui hal tersebut. Aku ingin menjadi seorang astronot perempuan yang hebat.

***

"Ris, aku capek. Kita duduk di kursi taman dulu yuk," ajakku sambil terengah-engah. Tenaganya memang dahsyat, aku yang tidak kuat berlari lebih dari 50 M dapat ditariknya sampai lebih dari 200 M sambil menyeret koper.

"Aku beli minuman dingin dulu di sana. Kamu duduk aja di sini jangan kemana-mana," ucapku sambil berjalan menuju toko seberang jalan.

"Oke. Jangan lama-lama. Ratu tidak kuat menahan panas yang membakar serta menahan rasa haus yang mencekik."

"Au ah bodo. Ratu-ratu, ratu dari Bonbin?"

"Aku menunggumu di sini, Sayang," teriaknya sambil melambaikan tangan.

Gila, Artis gila. Terlalu lama berteman sama dia bisa-bisa ikutan gila.

***

Aku berlari menuju tempat duduk taman saat kulihat Auris sudah tidak ada di tempat. Dia pergi kemana seakan tidak ada jejak yang ditinggalkan, hanya koper kami berdua yang tertinggal. Aku panik. Benar-benar panik.

Bagaimana jika Auris diculik? Apa dia hanya pergi ke toilet? Atau dia dikejar fans?

Pikiranku kalut. Aku mencoba menelfon, tapi tidak diangkat. Aku mengirim pesan, tidak dibalas. Aku berlari meninggalkan taman sambil membawa dua koper di tanganku mencari Auris. Aku berlari menyusuri jalan dengan perasaan cemas.

Setelah cukup jauh aku berlari, aku melihat banyak sekali orang yang bergerombol di sudut jalan. Perasaanku mengatakan bahwa di sana ada Auris. Aku berlari menuju kerumunan tersebut dan benar saja aku menemukan Auris di sana. Dia dikelilingi oleh para penggemar Auris yang meminta tanda tangan atau foto bersama. Aku kesulitan mencapai titik berdirinya Auris karena banyak sekali orang yang memiliki badan besar dan kuat. Aku berteriak memanggilnya tapi percuma, suaraku kalah dengan teriakan para penggemarnya. Auris bahkan tidak menyadari kehadiranku diantara para penggemarnya, menyedihkan sekali.

Aku mendesak kerumunan penggemar dengan sekuat tenaga dan aku berhasil berdiri tepat di depan Auris. Aku langsung menarik tangannya dan menyeretnya keluar dari kerumunan para penggemar yang sedang marah.

"Ky, aku seneng banget akhirnya kamu nemuin aku. Ky, maaf aku gak bisa menghindar dari para penggemar," kata Auris sambil memasang wajah melas.

"Kita bicarakan itu nanti. Sekarang, Kita harus berlari menjauhi para penggemarmu dulu."

"Bagaimana kalau kita mencar saja?"

"Bodo, gak bakal berguna. Mereka itu penggemar kamu, mereka pasti berlari mengikuti kamu dan nggak ada yang bakal ngikutin aku. Sama aja dong hasilnya kayak tadi."

Aku dan Auris berlari sekuat tenaga menghindari para penggemar. Alhasil, seperti yang aku bayangkan tadi. Kita bermain kejar-kejaran seperti tom and Jerry. Melelahkan sekali. ಥ‿ಥ

"Ris, aku nggak kuat. Kamu lari aja, aku jalan juga gak apa-apa. Mereka itu penggemarmu bahaya kalau sampe kamu ketangkep mereka lagi. Aku nggak tau lagi deh bakal kayak gimana. Aku capek, aku nggak kuat. Hah hah hah," ucapku sambil sedikit membungkuk mengatur nafas.

"Ky, kamu beneran gak apa-apa? Aduh gimana nih, aku tinggalin kamu kayak gini beneran gak apa-apa?" tanya Auris cemas.

"Beneran gak apa-apa, Ris. Kamu lari, cepetan. Aku baik-baik aja," ucapku meyakinkan Auris.

"Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku ya, Ky."

"Iya iya udah ah kamu cepetan lari, penggemarmu kayaknya atlit lomba lari semua deh, cepet banget larinya."

Auris berlari ninggalin aku yang terduduk lemas di trotoar jalan. Aku berusaha mengatur nafasku agar normal kembali.

"Benar-benar hari yang melelahkan. Hahh!" teriakku melepaskan beban hari ini.

"Hoy, kalau teriak tuh jangan di sini. Cempreng, kasihan telingaku. Dasar Mak lampir," teriak seseorang cowok dibelakangku.

" Ah kaget kaget kaget. Siapa si ngagetin orang aja," balasku teriak sambil menoleh kebelakang.

Seketika aku diam seribu bahasa. Seakan ada yang menghipnotis ku, mata, iya mata cowok itu. Aku seakan tidak percaya. Mataku dan mata cowok itu bertatapan, saling menatap lekat. Tubuhnya bagus, tinggi, mata tajam, rambut hitam pekat, terlihat seperti anak baik-baik. Pesona yang tidak dapat ditolak.

Ya Tuhan. Biarkan waktu berhenti sebentar saja. Ku mohon. Batinku

Sayangnya hal itu tidak terjadi.ಥ‿ಥ

"Kamu ada duit gak?" tanya cowok itu tanpa basa-basi.

Aku kaget mendengar pertanyaan aneh yang baru saja ku dengar. Seketika aku tersadar.

Waras gak sih ni orang? Atau jangan-jangan dia perampok? Copet? Begal? Apa-apaan nih, cogan begal? Malang sekali nasibmu. Eh bukan, malang sekali nasibku. Ketemu cogan yang gak bener. T_T

*

*

*

*

*

Hai teman-teman. Terima kasih sudah mampir ke sini. Jangan lupa buat like 👍, komen 🖊️ , dan juga pencet tombol love ❤️, kasih tip dan juga vote 😉 biar author lebih semangat buat lanjutin cerita. Kritik dan saran selalu ditampung biar author bisa berkembang lebih baik lagi 🥰. Aku tunggu jejak kalian di karyaku ini ☺️

La Gueule de Bois

Angin yang bertiup pelan seakan menjadi penanda betapa heningnya suasana saat ini. Aku melihat dengan seksama seakan menilai cowok yang ada di depanku. Dia tinggi, tampan, persis seperti Male Lead dikomik-komik yang sering ku baca, tipe yang selalu ada dikhayalanku. Matanya yang tajam, bibir tipis yang indah menambah karisma yang terpancar dari dirinya. Aku benar-benar menikmati keindahan yang ada di depanku saat ini. Suara gemericik air, hembusan angin, berisiknya ranting, seakan semua inderaku tak merasakan semua itu. Dunia benar-benar berhenti.

"Kamu ada duit gak?" tanya nya tanpa basa-basi.

Seketika khayalan-khayalan yang ada di pikiranku pecah bagaikan kaca yang dihantam batu.

Aku mundur perlahan-lahan mencari peluang untuk kabur.

Belum sempat aku melangkahkan kaki untuk berlari, tanganku sudah berada di genggamannya. Aku terbelalak kaget menerima perlakuan seperti itu oleh cowok asing.

Apa nih? Apa? Gila nih cowok, cabul sangat, main pegang-pegang tangan orang sembarangan. Cowok ini benar-benar begal yah? Iya pasti, pasti begal mesum yang nggak bakal ngelepasin mangsanya. Kenapa kejadian seperti ini harus terjadi di hari pertamaku sampai di sini? Ku menangis.. :(

"Mas tolong ya Mas, saya nggak ngerti kamu bicara apa. Tolong lepasin tangan saya," ucapku menggunakan bahasa lokal. Aku memberontak untuk lepas dari genggaman tangannya, tapi nihil.

"Mbak ada duit gak? Tolong mbak, saya habis kecopetan," ucapnya.

Lah kukira begal, taunya dia yang dicopet. Dia bisa bahasa lokal juga.

"Mas nggak usah bohong ya. Nggak mungkin mas nya kecopetan. Lepasin tangan saya. Saya harus kembali ke teman saya. Atau saya panggil polisi nih?"

"Jangan mbak. Saya nggak bohong. Gini aja deh mbak. Mbak kan pasti capek nih, saya bantuin bawa kopernya deh. Terus nanti mbaknya gantian nolongin saya, gimana?" tawarnya sambil menaikkan alisnya.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Kosong, tidak ada apa-apa. Hari sudah mulai sore, tempat ku berdiri saat ini adalah salah satu sudut tempat wisata. Orang-orang pasti sudah mulai berkemas untuk pulang.

" Ya udah deh. Awas ya kalau macem-macem."

"Tenang aja Mbak, saya orang baik kok. Hehehe."

"Justru dengan kamu bilang kayak gitu buat aku semakin sulit untuk percaya sama kamu."

"Saya juga nggak nyuruh Mbak buat percaya sama saya," ucapnya enteng.

Koper yang ada di tanganku sudah berpindah tempat. Dia berjalan di samping ku sambil menyeret koper yang ku bawa tadi. Dia tidak membawa apa-apa, tas pun dia tidak bawa. Penampilannya kasual seperti orang yang menjalankan aktifitas ringan harian.

"Mbak sudah pernah ke sini belum?" tanya nya memecah keheningan perjalanan.

"Jangan panggil saya Mbak. Saya bukan Mbak kamu," ucapku ketus.

"Saya harus panggil apa dong? Kakak? Bibi? Omoni? Omma? Adek? Nuna? Onni? Ajuma? Agassi? Nona? Sister?"

"Ah udah, udah. Panggil aja aku Kyra," ujarku cepat.

"Kyra. Panggil aja aku Felix," ucapnya memperkenalkan diri.

"Oh. Saya nggak tanya nama kamu."

"Ketus amat Ky. Aku kan cuma ngasih tahu aja biar kamu nggak panggil aku Oppa? Aboji? Samchon? Appa? Ajossi?," ujarnya.

Ni anak k-popers pasti. Cogan k-popers, nggak cocok. Dia cocoknya jadi idol bukan fans. T_T

"Saya baru pertama kali ke sini. Apakah kamu menawarkan jasa tour guide?" ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Nggak. Saya sudah bolak-balik ke sini. Kalau kamu mau saya menjadi tour guide, kamu harus bayar 50 dolar untuk sekali jalan," ucapnya membanggakan diri.

"Kamu mencoba menipu saya? Saya nggak akan mau jadi customer kamu meskipun kamu kasih diskon sekalipun," ucapku jengkel sambil memalingkan muka.

Tanpa ada aba-aba, tanpa ada pertanda, aku merasa tangannya menyentuh rambutku.

Apakah dia mau mengelus kepalaku? Aduh gimana nih, aku kan tadi habis lari-lari pasti rambutku berantakan. Batinku cemas.

"Mikir aneh-aneh ya? Ada daun di rambutmu," ucap Felix dengan santai.

"A..Apaan sih? Ng..Nggak ahahaha," ucapku gelagapan. Dalam hati aku merasa malu banget. ಥ‿ಥ

"Udah mau petang nih. Tempatmu masih jauh nggak? Kita makan dulu yuk?" ucap Felix.

"Emang kamu ada duit?" tanyaku gamblang.

"Nggak, tapi kamu kan ada," jawabnya enteng.

"Ayo ku tunjukin tempat makan yang enak di sekitar sini," ajak Felix sambil melangkah meninggalkanku yang masih bengong.

***

Aku berdiri di depan sebuah restoran yang cukup bagus. La Gueule de Bois, tulisan itu tepat berada di pintu masuk. Tidak lain, tidak bukan, nama restoran yang sudah dimasuki Felix bersama koperku.

Aku melangkah masuk dan mataku melihat restoran tersebut ke segala arah. Tepat di meja pojok belakang aku melihat Felix duduk dengan santai sambil tersenyum ke arahku. Suasana yang sangat nyaman. Restoran ini memiliki konsep interior yang memberikan suasana damai untuk para pengunjung.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Felix tepat saat aku hendak duduk di kursi yang ada di depannya.

"Gaya mu seakan mau mentraktirku," ucapku setengah mengejek.

"Aku sarankan kamu pesan ini saja," ucapnya bersemangat, perkataan ku tadi benar-benar tidak diambil hati olehnya.

"Terserah kamu saja. Kamu yang paling tau tempat ini. Kalau tidak enak, awas saja."

"Baiklah. Mari kita pesan," ucap Felix senang.

Felix memanggil pelayan dengan memberikan kode tangan, pelayanpun langsung datang menghampiri meja kami.

Aku melihat setiap sudut dari restoran tersebut. Suasana yang baru untukku.

"Kamu nggak ada teman di sini?" tanya ku basa-basi ke Felix.

"Kenapa? Kamu mau jadi temanku?" tanya Felix polos.

"Heh, aku nggak minat jadi temanmu," jawabku ketus.

"Oh. Maunya apa dong? Doi? Pacar? Kekasih? Istri?"

"Apaan sih. Candaanmu benar-benar garing," ucapku.

"Aku tau kamu orang baik, Ky," ucap Felix sambil menatap mataku.

Aku tersentak mendapat tatapan Felix yang tiba-tiba. Sekali lagi, mataku dan mata Felix saling menatap. Aku tidak bisa mengalihkan pandangan ke arah lain. Suasana hening hadir diantara kami sampai pelayan datang mengantarkan makanan ke meja kami. Pandanganku langsung berpindah haluan, makanan yang dipesan Felix terlihat sangat enak. Pelayan meninggalkan meja kami dengan senyuman berharap kami puas dengan makanan yang disajikannya.

Perutku keroncongan, aku tidak tahan lagi. Seharian belum makan apapun setelah turun dari pesawat, ditambah harus berlari menghindari para penggemar Auris. Aku langsung menyantap makanan yang ada di depanku. Aku makan dengan lahap dan Felix makan dengan tenang.

Memikirkan kejadian yang terjadi seharian ini membuatku tersadar aka keberadaan Auris. Bagaimana keadaan dia sekarang.

Setelah makan aku menelfon Auris. Suara panggilan terhubung mengisi keheningan diantara aku dan Felix. Felix melihatku dengan diam, dia tahu bahwa aku sekarang sedang cemas.

"Halo Ky,Ky kamu dimana?" suara Auris penuh dengan kecemasan.

"Aku sedang makan. Aku nggak apa-apa kok Ris. Aku bentar lagi sampai di penginapan. Kamu nggak apa-apa kan Ris?" tanya ku.

"Aku nggak apa-apa kok, Ky. Kamu cepetan pulang ya. Kita ngobrol lagi nanti saat kamu sudah sampai penginapan," ucap Auris sedikit tenang.

"Iya Ris," ucapku mengakhiri telefon antara aku dan Auris.

Felix sudah berdiri seakan menungguku mengakhiri telfon, dia sudah memegang koperku dan bersiap untuk pergi meninggalkan restoran. Aku berdiri dan membayar makanan yang sudah kami santap tak bersisa.

Aku dan Felix pergi meninggalkan restoran tersebut. Saat aku sudah berada di luar, aku seakan tidak mau pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak apapun. Ini adalah restoran pertama yang aku kunjungi di Kanada, terlebih lagi aku mengunjunginya bersama orang yang pertama kali aku temui.

Aku mengeluarkan kamera yang ada didalam koper.

"Tolong dong fotoin aku," ucapku memohon pada Felix.

Felix seakan enggan untuk menuruti permintaanku tapi dia tetap menerima kamera tersebut dan bersiap memotret. Aku berdiri disamping pintu restoran dan berpose keren sambil tersenyum manis.

Cekrek.

Aku berjalan menghampiri Felix dan kulihat ternyata hasil jepretannya lumayan bagus. Aku cukup puas tapi belum sepenuhnya puas. Aku mengambil kamera yang dipengang Felix dan merubah posisi kamera untuk ber-selfie. Aku mendekatkan diri pada Felix dan tersenyum mengarah ke kamera, begitupun dengan Felix, tidak ada penolakan.

Cekrek.

Alhasil aku punya dua jepretan di depan restoran. Cukup untuk kenangan pertama di Kanada. Aku merasa puas.

"Udah?" tanya Felix.

"Udah. Hehehe," jawabku sambil mengangguk dan tersenyum puas.

"Jangan lupa diedit, aku harus terlihat keren," ucap Felix sambil menyeret koperku.

"Nggak bakal aku edit," ujarku mengikuti langkah Felix.

Aku dan Felix meneruskan perjalan.

Hari yang cukup melelahkan tapi memberikan kenangan yang cukup menyenangkan.

*

*

*

*

*

Hai teman-teman. Terima kasih sudah mampir ke sini. Jangan lupa buat like 👍, komen 🖊️ , dan juga pencet tombol love ❤️, kasih tip dan juga vote 😉 biar author lebih semangat buat lanjutin cerita. Kritik dan saran selalu ditampung biar author bisa berkembang lebih baik lagi 🥰. Aku tunggu jejak kalian di karyaku ini ☺️

Sirius dan Proxima Centauri

Angin malam yang berhembus menggerakkan ranting pohon hingga saling bertautan. Jalanan yang ramai dengan banyaknya orang berlalu lalang. Cahaya yang berasal dari rumah-rumah dan toko-toko di pinggir jalan mengalahkan cahaya bintang yang bertaburan di langit. Indahnya langit yang dihiasi banyaknya bintang dan awan tipis. Suasana malam hari yang menyenangkan untuk para turis, dapat merasakan hiruk pikuk aktivitas malam hari dengan pemandangan yang berbeda. Setiap tempat memiliki kesan tersendiri, memiliki suasana yang berbeda, dan juga memiliki kenangan untuk setiap orang.

Aku masih berjalan menyusuri jalan bersama Felix menuju penginapan. Ya, aku memilih berjalan dari pada menaiki kendaraan umum. Aku ingin merasakan suasana malam hari secara langsung, berbaur dengan orang lokal dan juga para pendatang. Meski seharian ini aku lelah tapi aku tetep memilih berjalan, agar hemat. Penginapan ku tidak terlalu jauh dari restoran tempatku makan malam tadi.

Aku berhenti sejenak memandang langit. Aku berhenti di samping jembatan yang akanku lalui. Setelah melewati jembatan itu aku akan sampai di penginapanku. Memandangi langit ketika malam hari merupakan salah satu kegiatan yang aku sukai. Aku cukup berdiam diri, mendongakkan kepala menghadap langit, menatap lekat-lekat bintang yang ada. Senyum tipis muncul setiap kali aku melakukan hal tersebut.

"Kamu suka dengan langit?" tanya Felix, dia berdiri di sebelahku. Dia juga memandang langit seperti yang aku lakukan.

"Aku suka bintang," jawabku.

"Ky, kenapa kamu mau menolongku?" tanya Felix.

"Hmm?" aku tidak menoleh sedikitpun kearah Felix.

"Kita baru saja bertemu. Aku tidak kenal kamu dan kamu juga tidak mengenalku. Tapi kamu mau menolongku, kamu tidak curiga padaku?" tanya Felix dengan nada rendah.

"Apakah menurutmu bintang yang paling terang itu bintang yang paling dekat dengan bumi?" tanyaku ke Felix.

"Sirius, bintang yang terlihat paling terang itu bernama Sirius. Bintang itu berjarak 8,6 tahun cahaya. Tapi dia terlihat paling terang, sedangkan bintang paling dekat dengan bumi adalah Proxima Centauri, bintang Proxima Centauri berjarak 4,2 tahun cahaya, tapi dia tidak menjadi bintang paling terang," ujar ku sambil menunjuk langit.

Felix masih saja diam mendengarkan ucapan ku.

"Yang paling dekat, belum tentu menjadi yang paling terang. Orang yang ada di dekatmu belum tentu menjadi lentera bagimu. Dulu aku sering ditolong oleh orang yang tidak begitu dekat denganku, aku tidak tahu dia melakukan hal tersebut atas dasar apa, mungkin atas dasar rasa kasihan yang dimiliknya, aku tak peduli. Pertolongan yang dia lakukan membantuku menemukan jalan kehidupan, membuatku ingin seperti dirinya. Menolong semua orang, tidak peduli dia dekat denganku atau tidak selama dia membutuhkan. Pertolongan sekecil apapun tetaplah seperti mutiara bagi orang yang membutuhkan," ujar ku sambil tersenyum ke arah Felix. Felix masih saja diam.

"Yahh, kalau soal curiga atau tidak. Aku tau kamu anak baik-baik. Kalau memang kamu berani," ucapku sedikit terlihat berfikir

"Aku pemegang sabuk hitam," tambahku berbohong.

Felix menatapku lekat. Dia terlihat sedikit curiga dengan kalimat yang baru saja ku ucapkan. Aku menoleh kearah Felix sambil menarik sudut bibirku.

Aku melangkah menuju penginapan, Felix mengikuti langkahku dari belakang.

"Mau ku ambilkan bintang?" tanya Felix sambil setengah berteriak.

Tanpa menoleh kearahnya aku menjawab, "Jangan konyol."

"Aku serius," ucap Felix.

Aku masih saja berjalan, seakan mengacuhkan ucapan Felix.

"Coba saja kalau bisa. Aku tidak menerima bintang yang ada di atas pohon natal," ucapku.

Felix tidak berkata apa-apa lagi, hanya senyuman tipis terukir di wajahnya.

***

Aku menelfon Auris ketika sampai di depan penginapan. Auris langsung keluar menemui diriku. Dari penampilannya terlihat bahwa dia buru-buru keluar. Dalam sekejap aku sudah berada di pelukannya.

"Aku khawatir banget sama kamu, Ky," ucap Auris dengan terisak.

Aku membalas pelukannya dan mengelus punggungnya.

Auris melepas pelukannya padaku dan menoleh ke arah Felix. Felix diam saja seperti anak polos yang tidak tau apa-apa.

"Oh ya Ris, kenalin ini Felix. Tadi aku ketemu dia di jalan, dia yang nemenin aku tadi," ucapku kepada Auris.

Felix diam saja. Tersenyum pun tidak.

"Ky, kamu tadi kebentur ya? Dia kan orang asing. Kalau kamu diapa-apain gimana?" ujar Auris khawatir.

"Nggak. Buktinya aku baik-baik aja nih. Sehat wal Afiat," ucapku.

"Kamu masuk dulu ya Ris. Aku mau bicara dulu sama Felix," aku menyerahkan koperku ke Auris.

Auris mengangguk patuh.

Setelah aku melihat Auris masuk ke dalam penginapan, aku memulai pembicaraanku dengan Felix.

"Aku sudah sampai di penginapan. Terima kasih untuk seharian ini. Tadi kamu mau minta tolong apa Lix?" tanyaku ke Felix.

"Iya Ris, sama-sama. Aku cuma mau minta tolong pinjamin aku handphone aku mau nelfon temen ku," ucap Felix.

"Cuman pinjam handphone? Kenapa nggak dari tadi, ngapain sampai nganterin aku ke penginapan," ucapku sambil memberikan handphone ku ke Felix.

Felix hanya tersenyum dan mulai menelfon temannya. Aku hanya diam di sampingnya selama Felix nelfon.

Felix mengembalikan handphone ku tak lama setelah dia mematikan telfonnya.

"Kamu masuk aja, Ky. Aku masih harus nunggu temenku," ucap Felix santai.

"Mau masuk?" tanyaku spontan. Felix kaget.

"A..a.. kalau nggak mau juga nggak apa-apa. So..soalnya di luar kan dingin. Mending nunggu di dalam," ucapku.

"Sekali lagi kamu menolongku," ucap Felix sambil tersenyum.

Aku melangkah masuk ke penginapan diikuti Felix.

"Kamu harus lebih waspada, jangan memasukkan sembarang orang ke tempatmu," ucap Felix.

Aku mengangkat tanganku dan memberikan kode "Oke" tanpa menoleh ke Felix.

***

Auris duduk di depan Felix yang sedang meminum coklat panas dengan santai. Aku duduk di samping Auris dengan suasana canggung diantara kami bertiga. Auris menatap Felix lekat-lekat, dari ujung rambut hingga ujung kaki, tatapan Auris benar-benar terlihat mengintimidasi. Felix yang menjadi objek justru tenang-tenang saja seakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Kamu siapa?" tanya Auris pada Felix.

"Felix," jawab Felix santai.

"Kamu kenal Kyra di mana?" Auris mulai menginterogasi Felix.

"Di jalan," jawab Felix sambil meminum coklat panas nya.

Aku hanya bisa menghembuskan nafas sambil meminum coklat panas ku.

"Kamu siapa?" tanya Felix polos.

"Kamu seperti jelly," ucapku lirih. Auris melotot kearahku.

Auris kaget mendengar pertanyaan Felix.

"Kamu nggak tau aku?! Kamu benar- benar tidak tahu aku?! Tak pernah ku bayangkan seorang ratu tidak dikenal oleh rakyatnya," ucap Auris sinis.

"Kamu artis yang terkenal itu? Artis yang sudah sampai tingkat internasional. Penggemarmu begitu banyak, bahkan untuk liburan saja tidak akan lepas dari para penggemar. Akibatnya kamu harus berusaha keras untuk melepaskan diri dari para penggemar, tak hanya kamu tapi temanmu juga. Benar-benar menyusahkan," ujar Felix dingin.

Auris kaget mendengar perkataan Felix. Ucapan Felix memang tidak sepenuhnya salah hanya saja perkataannya pasti tidak dapat diterima Auris. Aku menahan Auris agar tidak meledak. Sementara Felix masih saja sibuk dengan coklat panasnya.

Tak lama setelah itu, seorang cowok masuk ke penginapan dan terlihat sedang mencari seseorang. Cowok tersebut berjalan menuju meja kami bertiga dan berdiri di samping Felix dengan raut kesal. Aku mendongak melihat cowok tersebut, tak hanya aku, Auris dan Felix juga. Felix tersenyum dan berdiri.

"Loh, kamu?" ucap Auris sedikit bingung.

"Kita ketemu lagi, gadis cantik," ucap cowok itu dengan tersenyum ke Auris.

Auris dan cowok itu sepertinya saling kenal. Aku dan Felix saling memandang bingung.

Aku siapa? Aku dimana? T_T

"Ris?" aku memegang tangan Auris. Auris menoleh ke arahku.

"Bro, yuk pulang," ucap Felix kepada cowok itu.

Aku semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Tunggu, tunggu. Kalian harus kasih aku penjelasan," ucapku menahan Felix yang hendak melangkah pergi.

"Ky, dia Raymond, biasa dipanggil Ray. Dia temanku yang aku telfon tadi," ucap Felix.

Aku mengangguk mengerti. Aku menoleh ke Auris.

"Dia nolongin aku dari kejaran para penggemar," ucap Auris.

Aku mengangguk pelan.

"Kamu pasti seharian ini sudah dibikin susah sama ni anak. Aku minta maaf karena sudah merepotkan mu," ucap cowok itu kepada ku.

"Santai aja. Terima kasih sudah membantu Auris tadi," ucapku.

"Kalau begitu aku pamit dulu. Masih ada hal yang harus aku urus dengan Felix. Permisi," pamit Ray pada ku dan Auris.

"Aku pergi dulu, Ky. Sampai jumpa," ucap Felix.

Ray menyeret Felix keluar penginapan. Aku dan Auris hanya diam melihat kedua cowok itu melangkah pergi.

Dalam hati aku tersenyum geli dengan semua yang terjadi hari ini. Aku yakin liburan kali ini akan menjadi liburan yang mengesankan. Terlalu mengesankan sampai hal-hal yang tidak pernah kubayangkan terjadi berurutan menemani liburan ku di Kanada.

*

*

*

*

*

Hai teman-teman. Terima kasih sudah mampir ke sini. Jangan lupa buat like 👍, komen 🖊️ , dan juga pencet tombol love ❤️, kasih tip dan juga vote 😉 biar author lebih semangat buat lanjutin cerita. Kritik dan saran selalu ditampung biar author bisa berkembang lebih baik lagi 🥰. Aku tunggu jejak kalian di karyaku ini ☺️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!