Adira, gadis tomboy berkulit putih, dengan rambut pendek berwarna coklat terang dan memiliki lesung dipipi kanannya. Sejak kecil ia hanya tinggal dengan ayahnya didesa kecil yang jauh dari ibukota. Ia bertekad pergi merantau ke setelah lulus kuliah, meskipun kehidupannya didesa sangatlah berkecukupan. Demi mencari seseorang yang dirindukan sejak kecil, ia pergi ke tempat yang belum pernah datanginya dan meninggalkan ayahnya sendirian.
Ayah Adira, bernama Barnes, membujuk anaknya untuk tetap tinggal didesa membantunya mengelola ladang padi dan perkebunan yang sudah luas pemasarannya. Namun tekad Adira sudah bulat, ia mengemasi barang-barang dan berkas-berkas yang dibutuhkan kedalam ransel.
"Nak, sebaiknya kamu pikirkan lagi untuk merantau ke kota." kata Barnes berdiri di gawang pintu kamar melihat putrinya sibuk berkemas.
"Ayah tidak perlu khawatir, aku kan bisa bela diri jadi tidak ada yang berani macam-macam denganku." ucap Adira memasang kuda-kuda sambil meninju udara didepannya.
Adira lalu memeluk pria yang membesarkannya, mengerti apa yang tengah dirasakan, tapi ia juga tidak bisa menahan rasa rindu selama bertahun-tahun pada wanita yang melahirkannya. Meskipun sejak kecil ia tau kehadirannya tak diharapkan oleh ibunya yang menginginkan anak laki-laki.
"Jika terjadi sesuatu, langsung hubungi ayah ya? Hanya kamu satu-satunya harta yang paling berharga dan ayah tak mau kehilanganmu." ucap Barnes melepas pelukannya dibalas anggukan dari Adira.
"Sekarang istirahatlah, besok pagi kamu harus berangkat ya kan?" lanjut Barnes mengecup kening anaknya dan meninggalkan Adira menuju ke kamarnya.
Sebelum tidur, Adira mengecek alamat yang harus didatanginya esok dari laptop, dan menyalinnya ke dalam handphone.
***
Pagi hari, Adira yang memakai hoodie berwarna putih, celana jeans panjang juga topi hitam berinisial huruf A, dan sling bag berisi dompet, handphone, casan juga earphone. Diantar Barnes ke terminal dengan Ringgo, mobil tua berwarna merah kesayangannya. Sesampainya disana Adira menggendong tas ransel dan turun dari mobil, diikuti ayahnya menuju bis dengan arah tujuan ke ibukota.
"Jika sudah sampai langsung kabari Ayah ya?" pinta Barnes pada putrinya yang sedang memasukkan ransel kedalam bagasi bus.
"Siap Ayah!" balas Adira memberi hormat, menatap sepasang mata yang mulai berkaca-kaca, kemudian dipeluknya erat untuk terakhir kalinya sebelum bis berangkat.
"Jika kamu bertemu dengannya, jangan memarahinya dan dengarkan penjelasannya dengan baik-baik. Maafkan Ayah yang egois ini ya nak?" kata Barnes menitikkan air mata dan melepas pelukannya, karena suara kondektur meminta para penumpang segera menaiki bus yang akan berangkat.
"Aku berangkat dulu Ayah." pamit Adira menghapus air mata ayahnya dan mencium punggung tangan yang sudah membesarkannya.
Maafkan ayah nak... jika bukan karena keegoisanku dan obsesi ibumu, mungkin kau akan hidup bahagia tanpa penderitaan, batin Barnes melihat Adira masuk ke dalam bus yang mulai bergerak keluar terminal. Ia pun melangkahkan kakinya menuju parkiran dan bergegas pulang.
Didalam bus, kondektur mengecek tiket dan menghitung jumlah penumpang yang tidak terlalu banyak, lalu kembali duduk didekat sopir bus. Adira yang merasa barisannya kosong memilih duduk dekat dengan jendela, berharap melihat pemandangan sepanjang perjalanan.
"Maaf mas, boleh saya duduk disini?" tanya seorang gadis yang tampak lugu dari arah bangku belakang.
Adira hanya mengangguk tanda setuju. Ia mengeluarkan earphone dan memutar musik dari ponselnya.
"Musik apa yang kamu suka?" tanya gadis tersebut duduk merapat disebelah Adira yang terkejut karena satu headsetnya diambil secara tiba-tiba.
"Kupikir laki-laki sepertimu tidak suka lagu melow." ujar gadis yang ikut mendengarkan musik.
Adira yang kesal, menarik salah satu earphonenya yang dirampas. Memakainya kembali dan mengalihkan pandangannya ke jendela.
"Mas, pakai parfum apa? Baunya enak?" tanya gadis itu lagi, membuat Adira merasa tak nyaman.
"Bisakah kamu diam?" tanya Adira yang menggunakan suara yang dibuatnya lebih berat, dan hanya menggunakan suara asli pada orang yang dikenalnya saja.
Adira yang terobsesi dengan menjadi anak laki-laki dan menjadi kebiasaan sejak kecil. Berharap bisa bertemu dan diterima ibu kandungnya.
Gadis tersebut tertarik pada Adira, yang dilihatnya sebagai laki-laki imut dan manis. Tidak kehabisan akal untuk lebih mengenalnya, ia pura-pura tertidur dan menyandarkan kepalanya di pundak Adira. Menghirup aroma parfum sambil tertawa senang didalam benaknya.
Dasar... gadis ini menganggu saja, kupikir dia lugu dan ternyata malah se-agresif ini, batin Adira mendorong kepala gadis tersebut dengan tangan agar menjauhinya.
Meskipun kepala gadis tersebut kembali tegak bersandar di kursinya, ia menjatuhkan lagi dikepalanya dipundak Adira, memeluk lengannya seolah bantal guling dan bergumam tak jelas.
Ingin rasanya Adira menghajarnya hingga habis, namun ia urungkan karena yang dihadapannya seorang wanita. Beberapa kali ia coba melepaskan tangannya, semakin kuat pula pelukan gadis tersebut.
Hahaha.. kau tidak akan bisa menghindar lagi. Aku akan menikmati kesenangan ini selama perjalanan, batin gadis tersebut dibalik tidurnya.
Adira pun menyerah, mencoba mengabaikan gadis yang melekat tak mau lepas seperti lintah. Tak lama Adira pun terlelap, karena semalam ia belum tidur tak sabar menunggu pagi yang tak kunjung-kunjung datang.
Kondektur yang berjalan ke bagian belakang untuk mengambil sesuatu, dan langkahnya terhenti melihat sepasang muda-mudi yang tengah tertidur.
"Dasar... anak-anak jaman sekarang, ingin terlihat mesra meskipun sedang tertidur ditempat umum." ucap kondektur tersebut menggelengkan kepala dan melangkahkan lagi kakinya.
-----
Terimakasih untuk para pembaca yang sudah mampir, tolong komen, kritik atau sarannya ya? Karena author masih dalam tahap belajar, jadi maklum ya jika banyak kekurangan dalam penulisannya. 😀
Teriakan kencang si kondektur memberitahukan pada para penumpang untuk bersiap-siap, membuat Adira terbangun dan melihat jam tangannya menunjukkan pukul 11.30 selama 4 jam ia tertidur dengan lelap. Dilihatnya gadis disampingnya masih tertidur, ia menarik lengannya dan bersiap untuk turun karena bus mulai memasuki terminal kota, memastikan lagi alamat yang menjadi tujuan utamanya.
"Apa kita sudah sampai." ucap gadis tersebut bangun karena suara keramaian di terminal.
Adira tak peduli, ia pun berdiri melewati gadis yang belum sadar sepenuhnya dan berjalan menuju pintu bus. Melihat sekilas gadis yang masih belum sadar sepenuhnya dengan sinis dan berharap tidak akan pernah bertemu lagi kedepannya.
Setelah Bus berhenti, para penumpang bergegas turun begitu juga dengan Adira yang menuju bagasi mengambil ranselnya. Matanya memandang ke segala arah dan melangkahkan kaki menuju sekumpulan tukang ojek.
"Bang, tolong antarkan saya ke alamat ini ya?" pinta Adira menunjukkan alamat di HP pada tukang ojek didepannya.
Tukang ojek mengerti dan mengangguk, memperhatikan calon penumpangnya dengan heran sambil memberikan helm.
"Mas, pendatang baru ya?" tebak tukang ojek dengan yakin, paham betul dengan orang-orang baru yang menginjakkan kaki di terminal.
"Iya bang." balas adira memakai helm dan menaiki motor.
"Kenapa mau panas-panasan naik ojeg mas?" tanya tukang ojek membuat Adira mengernyitkan dahi.
"Apa saya tidak boleh naik ojek ya bang?" tanya balik Adira heran dengan pria berkulit hitam yang sudah berkepala tiga.
"Dilihat dari tampilannya yang bersih, mas pasti orang kaya." ujar tukang ojek menyalakan motor bututnya dan melaju pelan.
"Saya bukan orang kaya bang, saya hanya orang desa yang mengadu nasib dikota. Lagi pula orang kaya ataupun orang miskin, derajatnya sama di mata Tuhan."
"Iya sih mas ... kalo boleh tau rahasianya kulit biar putih gimana ya?" tanya tukang ojek dengan polosnya, membuat adira tersenyum.
"Gak tau bang, saya sudah seperti ini dari lahir," ujar Adira merasa nyaman ngobrol dengan tukang ojek yang terlihat apa adanya.
"Berarti harus nyari istri yang putih ya, biar anaknya gak item seperti bapaknya?"
"Memangnya istrinya yang sekarang kenapa bang?"
Terlihat dari spion tukang ojek nyengir kuda menampilkan gigi yang sedikit menguning.
"Saya belum punya istri mas, kalo ada kenalan yang siap nikah dan hidup apa adanya bisa hubungi saya ya mas? Sudah lama teman-teman dipangkalan mengejek saya dengan panggilan 'bujang lapuk'. "
"Yang sabar bang! Jodoh udah ada yang ngatur. Siapa tau dibalik penantian lama abang, bisa dapat istri yang terbaik."
"Makasih mas, saya jadi tambah semangat!" ucap tukang ojek tersebut menambahkan kecepatan motornya.
Adira hanya tersenyum kecut mendengarnya, merenungi masalah sulit yang dihadapi setiap orang dan beberapa hanya membutuhkan dukungan dari orang lain meskipun cuma sekedar kata-kata.
Sekitar dua puluh menit perjalanan Adira sampai dirumah kost yang sudah dipesan jauh-jauh hari, karena pemiliknya adalah sahabat lama ayahnya.
Setelah membayar tukang ojek dan memberi sedikit tips, membuat penerimanya tersenyum senang dan berlalu pergi. Adira berjalan melewati pagar memasuki rumah yang cukup luas. Ia pun mengetuk pintu beberapa kali tapi tak ada jawaban.
Sepertinya tidak ada orang, apa sebaiknya aku telpon om Farhan ya? batin Adira mengambil ponselnya.
Ia mencoba menelpon beberapa kali tapi tidak tersambung, dari gerbang masuk seorang perempuan mencoba membukanya dan terkejut melihat orang asing didepan rumah kostnya.
"Maaf mas, cari siapa ya?" tanya perempuan tersebut.
"Benar kan, ini rumah kost Om Farhan?" tanya balik Adira dengan suara normal.
"Benar, tapi Om Farhan lagi keluar kota kemarin orang tuanya sakit keras." jawab perempuan tersebut melihat lagi sosok didepannya dari atas sampai kaki.
"Ada perlu apa ya mas?" tanyanya lagi dengan wajah curiga.
"Saya, sudah pesan kamar disini beberapa hari yang lalu. Terus saya telfon Om Farhan tapi tidak tersambung." jelas Adira
"Maaf mas, disini khusus perempuan dan saya tidak bisa membiarkan orang lain masuk tanpa ada konfirmasi dari Om Farhan." kata perempuan tersebut waspada melewati Adira bergegas masuk kedalam rumah dan menutup pintunya kembali.
Adira hanya menghela nafas dengan kasar, meninggalkan rumah tersebut menuju alamat selanjutnya. Kini ia memesan ojek online, untuk mengantarkan ke rumah lamanya dan berharap ibunya masih tinggal disana.
Tak butuh waktu lama, Adira sampai di sebuah rumah yang tampak sepi tapi masih terawat. Tukang ojol menerima helm dan uang dari tangan Adira.
"Makasih mas, jangan lupa bintang limanya ya?" ucap tukang ojek tersenyum sambil menyalakan motornya kemudian pergi.
Adira hanya tersenyum, memberikan bintang lima di aplikasi ojol yang baru ia pakai, dirinya berjalan menuju rumah yang terlihat masih asri.
"Permisiiii.... permisiii..." teriak Adira sambil mengetuk pagar besi yang berwarna hitam
"Iyaaa.... sebentarrr..." teriak wanita berumur lima puluh tahunan keluar dari pintu depan.
"Maaf Bu, apa benar ini rumah Ibu Amira Audrey?" tanya Adira pada wanita tua tersebut setelah mendekat.
"Betul mas, tapi Nyonya sudah lama tidak tinggal disini lagi. Terakhir datang juga enam bulan yang lalu." jawab wanita tua tersebut.
"Boleh minta alamatnya yang sekarang?" tanya Adira lagi, merasa kecewa namun hatinya terus berharap.
"Maaf mas, saya tidak tau. Saya hanya bertugas menjaga dan membersihkan rumah ini saja." jawab polos wanita tua yang terus memperhatikan Adira.
"Ya sudah Bu, jika Ibu Amira datang lagi tolong hubungi nomor ini ya? Katakan pada beliau saudara jauhnya mencarinya." pesan Adira mengeluarkan buku kecil dan pulpen dari sling bag menuliskan no HP nya.
Disobeknya kertas tersebut dari buku kecil, dan memberikannya pada wanita tua dihadapannya.
"Katakan saja, Adira anaknya pak Barnes mencarinya." lanjut Adira lalu pamit pergi dengan berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan, Adira mencari penjual makanan karena perutnya mulai terasa perih. Ia menuju taman yang dilewati saat naik ojek tadi. Banyak penjual makanan yang berjejer, dan kakinya berhenti didepan penjual soto. Setelah memesan satu porsi soto juga teh tawar hangat, Adira duduk di bangku taman yang tak jauh dari para penjual.
Hufttt... terkadang kenyataan tak selamanya seperti apa yang diharapkan, paling tidak aku sudah mencoba dengan pencarian pertamaku, batin Adira kesal.
Sore hari...
Di trotoar seorang gadis cantik dengan rambut panjang yang bergelombang menggunakan mini dress berwarna putih berjalan menuju mobil yg terparkir dibahu jalan. Tiba-tiba berteriak saat tasnya ditarik paksa oleh seorang laki-laki bertampang preman. " jambrettt.... jambrettt...."
Adira yg tak jauh dari lokasi, melihat si preman berlari ke arahnya. Ia menjulurkan kakinya saat si preman berada di depannya. Alhasil, si preman jatuh tertelungkup dan meringis kesakitan berusaha bangun agar tak dikejar banyak orang. Dengan cepat Adira merebut tas yg dipegang si preman, tapi mendapat perlawanan bahkan pukulan dari si preman. Adira dengan mudah mengelak, menendang bagian perut preman hingga terjengkang mundur kebelakang.
"Sial!!! Awas kau ya? Jika bertemu lagi kau takkan selamat!!!" ancam si preman merelakan hasil jambret, lalu pergi sebelum dikeroyok banyak orang.
"Kau tidak apa-apa?" tanya seorang gadis cantik dibelakang Adira.
"Ini benarkan tasmu?" tanya Adira balik menyerahkan tas selempang berwarna merah tua pada gadis didepannya
"Maaf nona, ini tasnya?" kata Adira mengejutkan gadis yang sedang melamun.
"Ah iya, benar itu tas milikku." ucap gadis tersebut terbata-bata menerima tasnya kembali dari tangan Adira.
Adira melanjutkan perjalanan menuju hotel karena terpaksa tak bisa mendapatkan kamar kost sesuai prediksinya. Tanpa ia sadari, gadis yang ditolongnya masih mematung memperhatikannya dari belakang dan tersenyum kecil.
***
Keesokan hari, Adira keluar hotel untuk mencari kostn yang murah. Dengan info dari forum jual beli properti, ia menemukan beberapa yang harus disurvei. Selesai melihat semua tempat kost, Adira duduk di dekat penjual bubur setelah memesan 1 porsi untuknya. Ia mengutak-atik Hp nya bingung memutuskan tempat mana yg akan dia sewa.
"Hai." sapa seorang gadis berdiri didepannya, membuat Adira mendongak ke atas.
"Boleh aku duduk disebelah mu?" tanya gadis tersebut kemudian langsung duduk karena tak mendapat respon dari Adira yg kembali menatap hp nya.
"Kenalkan namaku Winola."ucap gadis tersebut mengulurkan tangan kanannya
" Adira." kata Adira sambil menyambut jabat tangan dari gadis yang ia tolong kemarin dan langsung menarik tangannya.
" Ini buburnya mas." ucap tukang bubur memberikan semangkok bubur komplit pada Adira.
Adira pun melahap buburnya tanpa mempedulikan gadis disebelahnya. Meskipun Winola sejak tadi tersenyum manis, melihat orang didepannya telah menyelamatkan tas berharganya kemarin.
"Apa kamu tidak capek tersenyum terus sedari tadi." tanya Adira yang merasa risih melupakan masalahnya untuk sejenak.
"Aku cuma mau mengucapkan banyak terimakasih, karena kemarin aku tak sempat mengucapkannya setelah kau menolongku." jawab Winola, memberi tau alasannya ia menemui Adira
"Lalu... " ketus Adira
"A-aku ingin mengajakmu makan sebagai tanda terimakasih." ucap Winola yang gugup menyadari kata-kata yang terlontar dari mulutnya.
"Kamu sudah lihat kan, aku sedang apa?" lanjut Adira menghabiskan sisa buburnya yang tinggal beberapa sendok.
"Mungkin ada yang bisa aku bantu, sebagai tanda terimakasih. Aku sudah cukup lama disini jadi tau keadaan dikota besar." ucap Winola yang yakin Adira adalah orang baru di ibukota.
"Baiklah, jika kau bisa, tolong bantu aku mencari kost atau kontrakan dengan harga murah dan dekat dengan akses jalan raya." kata Adira setelah memikirkan sejenak keinginannya, bangkit dari duduknya untuk membayar bubur.
"Terimakasih..." seru Winola refleks memeluk Adira dari belakang.
"Beruntung punya pacar cantik ya mas?" ucap tukang bubur yang tersenyum saat memberikan kembalian, membuat Winola melepas pelukannya.
Adira hanya tersenyum sinis tak mau menanggapi lebih lanjut. Akhirnya, mereka berdua berkeliling dengan mobil Winola mencari tempat tinggal dengan harga sewa murah, dan tidak terlalu ramai. Setelah beberapa tempat rekomendasi sudah dikunjungi semua, Adira masih merasa kurang cocok karena harga sewa yang terlalu mahal.
Akhirnya Winola mengarahkan mobilnya menuju sebuah bangunan apartemen. Sesampainya disana, Winola keluar dari mobil diikuti Adira yang masih bingung.
"Kita mau kemana?" tanya Adira yang masih bingung.
"Ikuti saja." jawab Winola datar, merasa kesal karena bantuannya tak membuahkan hasil.
Mereka menaiki lift menuju lantai 3, dan menuju sebuah kamar. Winola menekan tombol pasworde pintu pun terbuka, lalu menyuruh Adira masuk.
Apa benar dia wanita baik-baik? Tiba-tiba mendekatiku dan ingin membantu. Untuk apa aku dibawa ke sebuah apartemen? Apa aku akan dijual atau diambil organ dalamnya. Biasanya sindikat penculikan terlihat seperti orang baik-baik, pikir Adira.
"Kenapa cuma berdiri saja dipintu, masuk dan duduklah disofa!!! Akan ku buatkan minuman yang cocok untukmu." perintah Winola menatap kesal Adira yang masih mematung di pintu masuk.
Terlihat Winola yang begitu berbeda, Adira tak bisa kabur begitu saja. Ia berpura-pura mengikuti kehendak gadis yang baru dikenalnya, tetapi masih dengan penuh kewaspadaan.
Adira menaruh ransel dan mengintip Winola di dapur dari tempat duduknya. Dilihatnya sedang memegang pisau besar yang sedang diasah.
Astaga, benarkah kecurigaanku. Dia adalah penculik atau pembunuh, dan aku akan menjadi korbannya? Bagaimana ini????? Ayahh... inikah kejahatan di kota besar yang ayah maksud? teriak Adira dalam hati mencari-cari kamera yang tersembunyi.
Keringat dingin mengucur di dahi Adira, meski dirinya bisa bela diri, bukan berarti dengan mudah melawan komplotan penjahat.
------
Hallo guys, terimakasih ya sudah sabar membaca sampai episode ini. Harap maklum ya jika banyak yang salah atau kurang sinkron, dikarenakan gugup dengan tulisan pertama. Jadi, jangan sungkan untuk like, kritik dan komentarnya. 😁😁😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!