Langit di atas Praha tampak kelabu saat Arka Fadhlan melangkah keluar dari Perpustakaan Nasional. Tangannya masih gemetar, bukan karena cuaca yang dingin, tetapi karena sesuatu yang baru saja ditemukannya. Di dalam tas kulitnya, tersimpan beberapa lembar fotokopi dari manuskrip yang hampir terlupakan oleh waktu, Manuskrip Vyonich.
Arka, seorang pakar kriptografi dari Indonesia, tidak pernah menyangka pencariannya akan membawanya sejauh ini. Selama bertahun-tahun, ia mendalami teks-teks kuno yang belum terpecahkan, tapi tak satu pun yang se-misterius Vyonich. Tulisan dalam manuskrip itu seperti tarian rumit dari simbol-simbol aneh, tidak menyerupai alfabet atau aksara mana pun yang dikenal manusia.
Ia melirik jam tangannya. 19:45. Jika ingin mengejar penerbangan ke London, ia harus segera pergi. Namun, langkahnya terhenti saat ponselnya bergetar.
Nomor tidak dikenal.
Arka mengernyit. Ia hampir mengabaikannya, tapi sesuatu dalam dirinya berkata untuk menjawab.
"Halo?"
Hening sejenak. Kemudian, suara seorang wanita berbicara dengan nada tegas, namun berbisik.
"Aku tahu kau telah menemukan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi. Jika kau ingin hidup, jangan naik pesawat itu."
Jantung Arka berdetak lebih cepat. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi hanya melihat kerumunan turis dan penduduk lokal yang sibuk dengan urusan mereka.
"Siapa ini?" tanyanya, berusaha tetap tenang.
"Aku bukan musuhmu, tapi mereka sedang mengawasi mu. Pergilah ke Katedral St. Vitus sekarang. Aku akan menemui mu di sana. Dan satu hal lagi, jangan percaya siapa pun."
Sambungan terputus.
Arka menggenggam ponselnya erat-erat. Semua ini terlalu aneh. Bagaimana seseorang bisa tahu tentang manuskrip itu? Apakah ini hanya kebetulan, atau ada sesuatu yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan?
Satu hal yang pasti, ia tidak bisa mengabaikan peringatan itu.
Katedral St. Vitus, 20:15
Katedral berdiri megah di bawah cahaya remang senja, bayangannya memanjang di atas halaman batu yang basah oleh hujan. Arka melangkah masuk, merasakan udara dingin dan aroma dupa yang khas.
Ia berjalan ke tengah gereja, matanya menyapu sekeliling, mencari tanda-tanda seseorang yang mungkin mengenalnya.
Lalu, ia melihatnya.
Seorang wanita dengan rambut cokelat gelap, mengenakan mantel hitam panjang, berdiri di dekat altar. Tatapannya tajam, penuh kewaspadaan. Saat Arka mendekat, wanita itu berbicara tanpa basa-basi.
"Kau Arka Fadhlan?"
Arka mengangguk. "Dan kau siapa?"
Wanita itu mengeluarkan sebuah amplop dari dalam mantelnya dan menyerahkannya kepadanya.
"Namaku Kiara. Aku seorang arkeolog, dan aku tahu apa yang kau cari."
Arka merobek amplop itu dengan cepat. Di dalamnya, ada foto lembaran lain dari Manuskrip Vyonich, tetapi berbeda dari yang ia temukan di perpustakaan. Simbol-simbolnya lebih jelas, dan ada pola yang tampak seperti koordinat.
"Dari mana kau mendapatkan ini?" tanyanya.
Kiara tersenyum tipis. "Manuskrip itu bukan sekadar teks kuno. Ia adalah peta, dan kita bukan satu-satunya yang mencarinya."
Sebelum Arka bisa merespons, suara langkah kaki bergema di dalam katedral.
Mereka tidak sendirian.
Arka merasakan bulu kuduknya meremang saat tiga pria berbadan tegap dengan jas hitam masuk ke dalam gereja. Mata mereka tertuju langsung padanya dan Kiara.
"Mereka sudah menemukan kita," bisik Kiara.
Arka mencengkeram amplop itu lebih erat. Ia tidak tahu siapa orang-orang ini, tapi nalurinya mengatakan bahwa mereka bukanlah pihak yang bisa diajak bicara.
"Ikuti aku," ujar Kiara, menarik tangan Arka.
Mereka berlari ke bagian samping katedral, menuju pintu kecil yang mengarah ke lorong bawah tanah. Kiara mendorong pintu itu dengan cepat dan menguncinya dari dalam, tepat saat suara langkah kaki semakin dekat.
"Kau yakin ini bukan jebakan?" tanya Arka, napasnya memburu.
Kiara menatapnya serius. "Jika aku ingin menjebak mu, aku tidak akan repot-repot menyelamatkanmu."
Arka terdiam. Ia tidak punya pilihan lain selain mempercayainya, setidaknya untuk saat ini.
Di balik pintu, terdengar suara benturan keras. Para pengejar mereka tidak akan menyerah begitu saja.
"Kita harus pergi dari sini, sekarang," kata Kiara.
Tanpa menunggu jawaban, ia mulai berlari menyusuri lorong gelap. Arka mengikutinya, menyadari bahwa ini baru awal dari teka-teki besar yang harus mereka pecahkan.
Di tangannya, lembaran Manuskrip Vyonich bergetar pelan. Seolah memberi isyarat bahwa rahasia yang tersembunyi di dalamnya akan segera terungkap.
...****************...
Lorong bawah tanah yang mereka masuki sempit dan lembap, diterangi hanya oleh cahaya kuning redup dari lampu-lampu tua yang tergantung di dinding batu. Langkah kaki mereka beradu dengan lantai yang kasar, bergema dalam keheningan. Arka mencoba mengatur napasnya yang memburu, sementara Kiara berlari di depannya, matanya tajam mencari jalan keluar.
Di belakang mereka, suara benturan keras menggema. Para pengejar mereka pasti telah menemukan pintu masuk lorong ini.
"Berapa jauh lagi?" bisik Arka.
"Tidak jauh, ada pintu keluar di dekat ruang penyimpanan tua. Jika kita bisa keluar sebelum mereka menyusul, kita punya kesempatan melarikan diri."
Arka menatap lembaran Manuskrip Vyonich di tangannya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata Kiara sebelumnya. Manuskrip ini adalah peta. Tapi peta menuju apa?
Langkah mereka tiba di persimpangan. Kiara mengambil jalan ke kiri, tapi tiba-tiba terdengar suara letusan. Suara peluru memantul di dinding batu, hanya beberapa inci dari kepala Arka.
"Cepat!" Kiara menarik tangannya dan mereka berdua berlari lebih cepat.
Di ujung lorong, terlihat sebuah pintu tua dari kayu yang sudah lapuk. Kiara mendorongnya keras-keras, dan dengan berderit pintu itu terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan gelap yang dipenuhi rak-rak tua dan peti kayu berdebu.
Mereka masuk, menutup pintu di belakang mereka, dan bersembunyi di balik salah satu peti. Napas Arka masih memburu, dan ia bisa merasakan detak jantungnya berdentum keras.
Kiara meletakkan jari di bibirnya, memberi isyarat untuk tetap diam.
Suara langkah kaki mendekat. Pintu lorong dibuka dengan paksa, dan seseorang masuk. Arka bisa melihat sepatu kulit hitam mengilap di bawah celah rak.
Hening.
Arka menahan napas, berharap mereka tidak ditemukan.
Namun, tiba-tiba suara seseorang berbicara dengan bahasa yang tidak dikenalnya.
"Zyren vosh'kal. Deyra vyonich."
Arka mencengkeram lembaran manuskrip lebih erat. Kata "Vyonich" disebutkan mereka memang mencari manuskrip itu!
Lalu, sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Manuskrip di tangan Arka tiba-tiba terasa panas, seperti ada aliran energi yang mengalir melalui kertas tua itu. Huruf-huruf yang semula tampak acak mulai bersinar samar, membentuk pola yang hampir seperti peta bintang.
Arka menatap Kiara, matanya membelalak.
"Kau melihat ini?" bisiknya.
Kiara mengangguk, jelas sama terkejutnya.
Di luar, suara langkah kaki semakin menjauh. Para pengejar mereka tampaknya tidak menemukan mereka dan beralih ke tempat lain.
Saat semuanya hening kembali, Arka dan Kiara saling berpandangan. Mereka baru saja menyaksikan sesuatu yang tak dapat dijelaskan.
"Manuskrip ini lebih dari sekadar kode," bisik Arka. "Ini… sesuatu yang hidup."
Kiara menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
"Dan itu berarti," katanya pelan, "kita bukan satu-satunya yang menginginkannya."
Suasana di ruangan itu terasa lebih dingin, seolah ada sesuatu yang mengintai mereka dari balik bayangan.
Di tangan Arka, lembaran Manuskrip Vyonich masih bersinar redup, seakan memberi isyarat bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.
Udara dingin menyelinap melalui celah-celah batu di ruang bawah tanah yang gelap itu. Arka masih memandangi lembaran Manuskrip Vyonich di tangannya, simbol-simbolnya terus bersinar samar seperti bintang jauh di langit malam. Kiara duduk di sampingnya, matanya tajam menatap teks kuno yang kini jelas menyimpan lebih dari sekadar misteri biasa.
"Aku belum pernah melihat naskah bereaksi seperti ini," gumam Kiara, suaranya dipenuhi rasa kagum dan kewaspadaan.
Arka menelan ludah. Selama bertahun-tahun ia berkutat dengan sandi dan teks kuno, tetapi belum pernah menemukan sesuatu yang berubah secara fisik di hadapannya. Ini bukan sekadar tulisan, ini sesuatu yang… hidup.
"Kita harus keluar dari sini dulu," ujar Kiara, berdiri dan mengintip dari celah pintu.
Suara langkah kaki yang tadi memenuhi lorong telah menghilang, tetapi itu bukan berarti mereka aman.
Arka mengangguk. "Kalau mereka mengejarku hanya karena beberapa lembar fotokopi, bayangkan apa yang akan terjadi jika kita menemukan seluruh manuskripnya."
Kiara menatapnya serius. "Justru itu. Kita harus menemukannya sebelum mereka."
Tanpa membuang waktu, mereka keluar dari ruangan dan menyusuri lorong gelap dengan hati-hati. Kiara tampak yakin dengan arah yang diambilnya.
"Bagaimana kau tahu jalan ini?" tanya Arka.
"Aku pernah ke sini sebelumnya, beberapa tahun lalu," jawab Kiara singkat. "Ada tangga keluar di ujung lorong ini."
Mereka berlari melewati dinding-dinding batu yang mulai ditumbuhi lumut, hingga akhirnya sampai di sebuah pintu logam tua. Kiara merogoh saku mantelnya, mengeluarkan kunci kecil dan memasukkannya ke lubang kunci.
Klik.
Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan lorong sempit yang mengarah ke jalanan kota Praha.
"Ayo!" Kiara menarik Arka keluar.
Begitu mereka menginjakkan kaki di luar, udara malam menerpa wajah mereka. Kota masih ramai, orang-orang berjalan di trotoar dengan tenang, seakan dunia mereka tidak sedang dihantui oleh misteri yang baru saja mereka hadapi.
Arka menarik napas dalam. Mereka sudah lolos… untuk sementara.
...----------------...
HOTEL ASTORIA, PRAHA
Mereka tiba di kamar hotel Arka, sebuah ruangan kecil di lantai tiga dengan jendela yang menghadap ke jalan berbatu khas kota tua. Arka mengunci pintu dengan hati-hati, sementara Kiara langsung duduk di meja dan membuka laptopnya.
"Kita perlu tahu apa yang sebenarnya kita hadapi," katanya sambil menyalakan program pemindai simbol.
Arka mengeluarkan lembaran manuskrip dan meletakkannya di bawah lampu. Sinar keemasan yang sebelumnya muncul kini meredup, tetapi pola samar masih terlihat di permukaannya.
"Lihat ini," Arka menunjuk salah satu bagian. "Simbol ini mirip dengan huruf-huruf dari bahasa Proto-Elamite, tapi lebih kompleks."
Kiara mengerutkan kening. "Proto-Elamite? Itu bahasa kuno dari Persia yang belum sepenuhnya terpecahkan, kan?"
Arka mengangguk. "Betul. Jika benar ini memiliki keterkaitan, mungkin kita bisa menemukan pola yang bisa diterjemahkan."
Kiara mulai mengetik di laptopnya, membandingkan pola simbol dengan berbagai bahasa kuno. Sementara itu, Arka mengambil buku catatannya dan mulai mencoret-coret kemungkinan terjemahan.
Beberapa menit berlalu. Lalu sejam.
Kemudian, sesuatu terjadi.
"Arka, lihat ini!" suara Kiara terdengar bersemangat.
Arka beranjak dari tempat duduknya dan melihat layar laptop.
Di sana, program menunjukkan kecocokan sebagian dari simbol dalam manuskrip dengan koordinat geografis.
"Ini… sebuah lokasi?" Arka menyipitkan mata, membaca angka-angka yang muncul di layar.
Kiara mengangguk. "Dan ini bukan lokasi sembarangan. Ini mengarah ke…"
Ia mengetikkan koordinat tersebut ke Google Maps.
Sebentar kemudian, layar menampilkan sebuah gambar:
Map Ilustrasi.
Gunung Nemrut, Turki.
Arka menahan napas. Gunung Nemrut dikenal sebagai situs arkeologi yang penuh dengan patung-patung raksasa dan makam kuno. Namun, tak ada catatan tentang adanya hubungan dengan Manuskrip Vyonich.
"Apa yang mungkin tersembunyi di sana?" bisik Arka.
Kiara menatapnya serius. "Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya."
...----------------...
BANDARA VÁCLAV HAVEL, PRAHA
Mereka tiba di bandara sekitar pukul 3 pagi. Arka tidak membawa banyak barang, hanya tas ransel berisi dokumen-dokumen dan laptopnya. Kiara juga hanya membawa satu tas kecil, seolah sudah terbiasa bepergian dalam keadaan darurat.
Saat mereka berjalan menuju pintu keberangkatan, Arka merasakan sesuatu yang mengganggunya. Nalurinya berkata mereka sedang diawasi.
Ia berpaling ke belakang.
Seorang pria berjas hitam berdiri di dekat kios penukaran uang. Wajahnya tak asing—Arka yakin pria itu adalah salah satu dari mereka yang mengejarnya di katedral.
"Kiara…" Arka berbisik.
Kiara menoleh, dan ekspresinya langsung berubah tegang saat melihat pria itu.
"Jangan panik," katanya. "Kita harus tetap berjalan."
Mereka terus melangkah dengan tenang, menuju bagian imigrasi. Tapi Arka bisa merasakan pria itu mulai bergerak, mengikuti mereka dari kejauhan.
Saat mereka melewati pemeriksaan keamanan, Arka melihat pria itu berbicara dengan seorang petugas bandara. Detak jantungnya meningkat.
"Dia sedang melaporkan kita," bisiknya pada Kiara.
Kiara menggertakkan giginya. "Kita harus mempercepat langkah."
Mereka berjalan lebih cepat, hampir berlari menuju gerbang keberangkatan. Tetapi ketika mereka tiba, suara panggilan terdengar dari pengeras suara.
"Perhatian kepada penumpang Arka Fadhlan dan Kiara Langley, harap menuju ke meja informasi secepatnya."
Arka dan Kiara saling berpandangan.
"Mereka berusaha menghentikan kita," ujar Kiara. "Kita harus mencari cara lain untuk keluar dari sini."
Arka mengangguk. "Ikut aku."
Alih-alih menuju meja informasi, mereka berbelok ke arah lain, melewati area toko bebas bea dan restoran. Arka ingat pernah membaca tentang jalan alternatif ke gerbang keberangkatan lain.
Mereka menyelinap ke lorong kecil di dekat toilet, lalu menemukan sebuah tangga darurat yang menuju ke area transit. Kiara membuka peta bandara di ponselnya.
"Kalau kita bisa melewati bagian transit ini, kita bisa langsung ke pintu keberangkatan 47 tanpa melewati pemeriksaan ulang."
Arka menarik napas dalam. Mereka tidak punya banyak pilihan.
Dengan cepat, mereka menyelinap ke tangga dan berlari menaiki anak tangga satu per satu. Saat mereka mencapai lantai atas, mereka bisa melihat gerbang keberangkatan yang lebih sepi di kejauhan.
Tapi saat mereka hampir sampai.
"Berhenti!"
Suara itu datang dari belakang mereka.
Arka menoleh dan melihat dua pria berjas hitam berlari ke arah mereka.
Mereka tidak punya waktu.
"Ayo, lari!" Kiara menarik tangan Arka, dan mereka berdua bergegas menuju pesawat yang sudah bersiap untuk lepas landas.
Di belakang mereka, para pengejar semakin dekat.
Arka tahu, jika mereka tertangkap sekarang, rahasia Manuskrip Vyonich mungkin akan hilang selamanya.
Dan ia tidak akan membiarkan itu terjadi.
Arka dan Kiara melangkah keluar dari bandara di Istanbul dengan napas masih memburu. Mereka berhasil lolos dari Praha dengan cara yang nyaris mustahil menyelinap ke dalam pesawat beberapa menit sebelum lepas landas, berbaur dengan penumpang lain, dan menghindari pengejaran hingga pesawat mengudara.
Namun, mereka tahu ini bukan akhir dari pelarian. Ini baru permulaan.
"Kita harus segera menuju Nemrut," ujar Kiara sambil menarik kopernya.
Arka mengangguk, masih menggenggam lembaran fotokopi Manuskrip Vyonich dalam genggamannya. Koordinat yang mereka temukan jelas mengarah ke sana. Tetapi pertanyaannya, apa yang sebenarnya tersembunyi di gunung itu?
PERJALANAN KE GUNUNG NEMRUT
Setelah menyewa mobil di bandara, mereka segera melaju menuju Gunung Nemrut. Perjalanan dari Istanbul ke Nemrut membutuhkan waktu hampir 12 jam melalui jalan darat. Sepanjang perjalanan, Arka tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang akan mereka temukan.
Kiara, yang menyetir mobil, sesekali meliriknya. "Apa kau masih merasakan sesuatu dari manuskrip itu?"
Arka menggeleng. "Tidak seperti di Praha. Cahaya di simbol-simbolnya menghilang sejak kita sampai di Turki."
Kiara menggigit bibirnya. "Mungkin cahaya itu bereaksi terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya. Atau mungkin… manuskrip ini memberi petunjuk hanya pada waktu tertentu."
Arka menatap teks kuno itu lagi. Huruf-huruf aneh itu tetap diam, tidak menunjukkan tanda-tanda keajaiban seperti sebelumnya. Tetapi ada sesuatu yang mengganggunya.
Di bagian bawah manuskrip, ada barisan simbol yang berbeda dari yang lain. Seolah-olah itu adalah sandi tambahan yang tersembunyi dalam lapisan teks utama.
"Aku rasa ada sesuatu yang belum kita pecahkan," gumamnya.
Kiara menoleh sebentar sebelum kembali fokus ke jalan. "Apa maksudmu?"
Arka menarik napas dalam. "Ada pola dalam teks ini. Aku belum yakin apa artinya, tapi… rasanya seperti petunjuk tambahan. Sesuatu yang hanya bisa dibuka di tempat yang tepat."
Kiara mengangguk. "Kalau begitu, kita akan segera mengetahuinya."
TIBA DI GUNUNG NEMRUT
Matahari sudah mulai tenggelam ketika mereka tiba di kaki Gunung Nemrut. Gunung itu terkenal dengan reruntuhan makam raja kuno dan patung-patung raksasa yang menghadap ke matahari terbit dan terbenam. Tempat ini adalah salah satu situs arkeologi paling misterius di dunia dan kini, mereka berdiri di tengah misterinya.
Arka menggigil sedikit saat angin dingin berembus melewati mereka. Suasana di sini begitu sunyi, hanya ada suara angin dan langkah kaki mereka di atas tanah berbatu.
Kiara menarik jaketnya lebih rapat. "Kita harus mencari tempat yang sesuai dengan koordinat di manuskrip."
Mereka mendaki sedikit lebih tinggi, melewati kepala patung-patung raksasa yang tersebar di tanah. Mata Arka terus mengamati sekeliling, mencari sesuatu yang mungkin cocok dengan simbol di manuskrip.
Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang aneh.
Lembaran manuskrip di tangannya mulai terasa hangat.
"Kiara…" bisiknya.
Kiara menoleh dan melihat simbol-simbol di manuskrip itu mulai bersinar lagi sama seperti di Praha.
Tetapi kali ini, cahayanya lebih kuat.
Dan sesuatu mulai muncul dari balik teks kuno itu.
Pola-pola yang sebelumnya tersembunyi mulai membentuk gambar samar sebuah peta yang lebih rinci.
Arka menelan ludah. "Manuskrip ini… menunjukkan sesuatu."
Kiara menyipitkan mata, mencoba memahami peta yang muncul. Lalu, ia mengarahkan pandangannya ke sekeliling.
"Aku tahu tempat ini."
TEROWONGAN TERSEMBUNYI
Kiara berjalan cepat ke bagian timur gunung, di mana terdapat bebatuan besar yang tampak seperti reruntuhan. Arka mengikutinya, masih membawa manuskrip yang terus bersinar redup.
Mereka berhenti di depan sebuah dinding batu besar yang penuh dengan ukiran kuno. Kiara menyentuhnya, mencoba mencari celah.
"Di suatu tempat di sini harus ada pintu," katanya sambil menyusuri ukiran itu dengan jemarinya.
Arka menatap manuskripnya lagi, mencoba memahami petunjuknya. Ia memperhatikan simbol yang bersinar lebih terang daripada yang lain seperti sebuah titik dalam peta.
Lalu, ia menyadari sesuatu.
Di bagian tengah ukiran di dinding, ada pola yang sama dengan simbol dalam manuskripnya.
Tanpa ragu, ia menyentuhnya.
KLIK.
Tiba-tiba, seluruh dinding bergeser sedikit. Udara dingin berhembus dari celah yang baru terbuka.
Kiara menoleh ke Arka dengan mata membelalak. "Kau berhasil."
Arka tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap lorong gelap yang kini terbuka di hadapan mereka.
Terowongan kuno.
Sebuah jalur yang mungkin telah tersembunyi selama ribuan tahun.
Dan mereka baru saja menemukannya.
BAYANGAN DI KEDALAMAN
Dengan senter di tangan, mereka melangkah masuk ke dalam terowongan. Udara di dalam terasa lebih dingin, dan bau tanah serta batu basah memenuhi hidung mereka.
Lorong ini sempit dan panjang, dengan dinding yang dipenuhi ukiran kuno. Kiara menyoroti salah satunya dengan senter dan terkesiap.
"Arka, lihat ini."
Arka mendekat dan melihat ukiran itu lebih jelas.
Itu bukan hanya sekadar simbol.
Itu adalah peta langit.
Konstelasi bintang yang tidak dikenalnya terukir di dinding, seolah-olah seseorang dari zaman kuno telah mencatat posisi bintang-bintang yang bahkan tidak ada dalam catatan astronomi modern.
"Ini… mustahil," gumam Kiara.
Arka menelan ludah. Jika ini benar, maka artinya peradaban yang menciptakan ukiran ini memiliki pengetahuan tentang astronomi yang jauh lebih maju daripada yang diperkirakan oleh sejarah konvensional.
Tetapi sebelum mereka bisa merenungkan lebih lanjut.
Suara langkah kaki terdengar di belakang mereka.
Arka dan Kiara langsung menoleh.
Dari bayangan lorong yang gelap, sosok-sosok mulai muncul.
Mereka bukan sekadar pengejar biasa.
Mereka adalah penjaga rahasia ini.
Dan mereka baru saja menemukan Arka dan Kiara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!