NovelToon NovelToon

Ketika Cinta Telah Bicara

Prolog

Maria dengan sabar menunggu antrian mbah Dukun yang tengah membacakan doa - doa pada sebotol air milik pasiennya. Terbilang setiap bulan dua kali, ia mengantarkan temannya yang bernama Safira untuk mengunjungi mbah D. Bukan tanpa sebab, Safira minta diantar ke tempat tersebut. Intinya semua orang memiliki masalah. Entah itu sakit keras yang tidak ada obatnya, di santet, di ganggu makhluk halus, ingin karirnya lancar, ingin kebal senjata, termasuk ingin mencari jodoh seperti yang dilakukan oleh sahabat Maria.

Mbah D sempat menatap sekilas ke arah Maria. Barangkali beliau merasa heran dengan gadis yang rajin datang berkunjung ke rumahnya itu, namun tidak pernah berniat untuk meminta bantuan dan hanya sekedar mengantarkan temannya. Padahal ditilik dari raut wajahnya, mbah D merasa ada sesuatu yang ingin disampaikan gadis itu. Sayangnya Maria malu untuk berkeluh kesah pada mbah D. Lha pasien beliau yang cantik dan tajir melintir saja banyak yang kesulitan mendapatkan jodoh. Bagaimana dengan Maria yang tidak tahu siapa ibunya dan ber- ayah seorang penjahat kambuhan, coba?

Setelah menatap Maria, mbah D segera melayani Safira. Maria merasa lega. Sudah hampir satu jam ia mendengarkan para pasien si mbah D berkeluh kesah. Dari curhatan mereka, ia merasa bersyukur. Ternyata di dunia ini, yang hidupnya hampa merana tidak hanya dirinya. Lagipula Maria tidak mau Mbah D membuka aibnya di depan para pasien lain. Biarlah rahasia tentang siapa dirinya tersimpan rapi di dalam hatinya yang paling dalam. Berdamai dengan nasib adalah jawaban paling mumpuni untuk semua cobaan hidup yang harus ia lalui saat ini.

"Lho, mbah. Ingkang dugi mriki kulo rumiyin kok kulo malah dipun langkahi, to," (Lho, mbah. Yang datang kesini saya duluan kok malah saya didahului) protes seorang ibu - ibu yang hendak mencarikan doa supaya anak gadisnya mendapatkan jodoh.

"Sabar! Bu. Aku tak ndisikke mbak'e iki. Soale mbak'e iki arep ana keperluan penting." (sabar, Bu. Aku mendahulukan mbaknya ini, karena mbaknya mau ada keperluan penting). Ucap mbah D sambil menatap Maria penuh empati.

Setelah mbah D selesai memberi doa pada sebotol air mineral milik kliennya, beliau menoleh ke arah Maria.

"Yo wes kono ndang mulih! Sing sabar yo, Nduk."

(Ya sudah sana buruan pulang! Yang sabar ya, Nduk) Ucap mbah D pada Maria.

Maria tidak paham dengan maksud ucapan si Mbah. Padahal ia bukan pasien. Seharusnya teman yang ia antarkanlah yang mendapat perlakuan istimewa bukan dirinya. Toh ia hanya datang untuk menemani saja.

Setelah mengantarkan Safira, Maria pun pulang ke rumah dengan mengendarai motor butut milik bapaknya.

Sampai di depan rumah, Maria dibuat heran ketika banyak sekali orang berada di halaman tempat tinggalnya.

"Kamu dari mana saja?" tanya bapak ketua RT pada Maria.

"Saya dari pergi diajak teman, Pak. Memangnya ada apa kok bapak - bapak berkumpul di rumah saya?" tanya Maria dengan wajah bingung. Kalau semisal ada acara arisan RT, mengapa bapaknya yang sableng itu tidak memberitahukannya. Minimal kalau bapaknya memberitahu, Maria bisa mempersiapkan minum dan camilan sebelum ia pergi bersama Safira.

"Sabar ya! Nak. Tadi ayahmu mengalami musibah. Beliau meninggal dunia."

Tbc

1. Bertemu Kembali

Maria menatap jenazah ayahnya yang terbujur kaku di ruang tamu. Menurut keterangan polisi yang datang bertakziah, ayahnya ketahuan mencopet dan menjadi bulan - bulanan massa.

Hati Maria terasa pilu saat mendengar penuturan si bapak polisi itu. refleks ia melihat wajah Anto Codet yang tampak lebam.

Maria menarik dan menghembuskan napasnya berusaha untuk mengusir rada sakit di dadanya. Ia tahu, jika sepanjang hidupnya, Anto Codet selalu berbuat tidak baik. Sejak masih muda, ayahnya gemar mencuri, mencopet, berjudi, mabuk, bahkan bermain di tempat hiburan malam. Maria adalah anak yang terlahir dari rahim salah satu penjaja apem yang digauli oleh ayahnya. Ia tahu karena setiap kali mabuk dan kalah berjudi, Anto Codet selalu melampiaskan kekesalannya padanya dengan menyebut Maria sebagai anak '*****'

Walaupun Maria merasa benci dengan sebutan itu, dan ucapan sang ayah menggoreskan luka di hatinya. Tapi ia selalu memaafkan dan mendoakan si ayah akan segera bertaubat serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Sayangnya doa Maria ternyata sia - sia, karena di penghujung hidupnya pun, ayahnya tetap berpredikat sebagai seorang preman kambuhan.

"Dik, Mar. Apakah jenazah bapaknya bisa kita makamkan sekarang?" bisik istri pak ketua RT yang diminta untuk berbicara pada gadis yang tengah galau menatap jenazah ayahnya.

Maria hanya mengangguk pasrah. Karena kebetulan tidak ada lagi kerabat yang ia tunggui kedatangannya. Mau menunggu ibunya pun, Maria tidak mengenal siapa wanita yang pernah mengandung dan melahirkannya. Di hatinya sudah mengikhlaskan wanita yang disebut ibu itu untuk memilih jalannya sendiri asalkan bahagia. Jika sang ibu tinggal bersamanya, mungkin Maria justru akan semakin nelangsa melihat wanita tersebut tersiksa dengan tabiat Anto Codet nama panggung ayahnya yang rajin wara - wiri di dunia hitam. Cukup Maria saja yang menanggung beban itu, meskipun ibunya pernah berkubang dalam lumpur sebagai seorang wanita penghibur, tapi ia tetaplah seorang ibu yang kebahagiaannya menjadi prioritas anak - anaknya.

"Iya, Bu RT. Sebaiknya acaranya dipercepat saja." Maria mengangguk setuju. Ia tidak mau lebih lama lagi merepotkan warga, karena mengingat siapa bapaknya. Ada yang membantunya mengurus jenazah sekaligus pemakaman saja sudah membuat hati Maria luar biasa lega.

"Terima kasih, Pak. Terima kasih, Bu. Mohon maafkan segala kesalahan Bapak saya semasa hidup. Semoga keikhlasan Anda semua melapangkan kubur Bapak saya." Hanya itu yang bisa Maria ucapkan ketika menyalami pelayat yang datang ke rumahnya.

*******

Pagi itu Yudha tiba di rumah orang tuanya. Tujuannya adalah mengantarkan kedua buah hatinya yang bernama Arina dan Arka untuk ia titipkan pada sang ibu. Ia merasa heran ketika melihat rumah Maria terpasang bendera hitam tanda ada orang yang meninggal dunia.

"Siapa yang meninggal dunia, Bu?" kepo Yudha sambil menyerahkan si bungsu ke dalam gendongan sang ibu. Semenjak istrinya meninggal, Yudha lebih mempercayakan anaknya untuk di asuh oleh neneknya. Maraknya pemberitaan tentang kurang bertanggungjawabnya jasa pengasuh, membuat Yudha tidak bisa mempercayakan bayinya pada orang lain yang tidak ia kenal.

"Tuh, bapaknya Maria," jawab sang ibu sambil menerima tubuh munggil Arka ke dalam gendongannya.

"Pak Anto? Kapan meninggalnya, Bu?"

"Tadi malam saat kamu barusan pulang dari sini. Oh ya Arina sudah makan belum, yuk! makan dulu sama Nenek." Bu Siti sengaja mengalihkan pembicaraan supaya tidak lagi membahas tentang pak Anto Codet. Pamali kan membicarakan orang yang sudah meninggal. Apalagi orang tersebut lebih sering berbuat keburukan daripada berbuat kebaikan.

Selesai sarapan, Yudha bergegas berangkat ke tempat kerja. Sebelum pergi ia tidak lupa memberi wejangan pada gadis kecilnya agar menjadi anak yang patuh pada sang nenek. Yudha membelai puncak kepala Arina dan teringat pada sosok gadis kecil tetangga sebelahnya yang kini sudah tidak berayah dan beribu.

"Papa pergi dulu ya, Sayang." Yudha berpamitan sambil memeluk dan mencium pipi putri kecilnya.

"Iya, Papa."

"Kakak jangan mengganggu adik ya! Jangan merepotkan Nenek."

"Ashiyap..," jawab gadis kecil itu sambil memberi hormat kepada ayahnya. Setelah berbalas ucapan salam, Yudha pun berlalu.

Saat hendak masuk ke dalam mobil, ia melihat keributan di rumah Maria. Terlihat jelas jika gadis itu sedang ditarik paksa oleh dua orang pria bertubuh kekar.

Yudha menghela nafas berat. Sejak aksi ditembak oleh Maria belasan tahun yang lalu, ia sudah berjanji untuk tidak lagi berurusan dengan gadis itu. Namun ketika melihat Maria yang tampak kepayahan menyelamatkan diri, jiwa lelakinya langsung tersentil.

******

"Aku tidak mau pergi!" Maria masih bersikeras untuk tinggal di rumahnya.

"Kamu tidak bisa tinggal lagi disini karena ayahmu sudah menggadaikan sertifikat rumah ini untuk jaminan hutangnya."

"Tapi jika kalian mengusirku, lalu aku harus tinggal dimana?" jerit Maria tidak terima. Sungguh terlalu sekali para centeng itu. Seharusnya mereka memberi waktu bagi Maria untuk mempersiapkan kepindahan. Masa baru semalam ditinggal mati bapaknya, paginya ia sudah di usir dari rumahnya sendiri.

"Itu bukan urusan kami, yang jelas karena bapakmu sudah mati tanpa melunasi hutang - hutangnya pada bos kami. Maka kamu harus segera pergi dari tempat ini."

Tubuh Maria jatuh di tanah karena di dorong oleh dua orang sekaligus, kemudian dua orang tersebut mengeluarkan barang - barang dari dalam rumah Anto Codet. Maria hanya melihatnya dengan tatapan nanar, ketika barang - barang peninggalan almarhumah neneknya itu dilempar keluar oleh para ******** yang bekerja pada rentenir tempat bapaknya berhutang.

Maria masih belum beranjak dari duduknya ketika sebuah tangan kekar membantunya untuk berdiri. Bau harum maskulin yang menguar dari tubuh sang penolong membuatnya menoleh. Maria terkejut ketika melihat siapa yang sudah memapahnya.

Dia adalah lelaki yang selama belasan tahun ini tidak ingin lagi Maria temui. Alasannya karena ia merasa malu sudah menembak lelaki itu dan ditolak.

Seseorang yang menjadi alasannya untuk tetap bersemangat menghadapi kerasnya hidup, tapi juga seseorang yang membuatnya tersadar dari realita. Yudha adalah lelaki yang memiliki segala kriteria dambaan semua wanita, sedangkan Maria itu 'nothing'. Bukan siapa - siapa dan tidak memiliki kebanggaan apapun.

"Kamu tidak terluka, kan? Maaf aku sudah mendengar apa yang seharusnya tidak boleh kudengar," ucap Yudha sambil membantu Maria untuk berdiri.

Maria hanya mendengus sambil berusaha untuk tidak menangis. Mengapa Yudha berada di waktu yang salah, sih? Padahal sejak dulu Maria selalu menunjukkan sosok kuat di depan pria itu. Termasuk saat Maria ditolak olehnya, gadis itu masih bisa tertawa - tawa meskipun setelah masuk ke kamar ia menangis dan menyalahkan takdir.

Dongeng Cinderela itu sebuah pembodohan. Tidak ada yang namanya gadis miskin dinikahi oleh pangeran tampan. Termasuk anak seorang ******* dan penjahat kambuhan mendapatkan laki - laki terhormat.

"Aku tidak apa - apa." Setelah lama terdiam, Maria akhirnya menjawab pertanyaan Yudha.

"Lalu setelah ini kamu akan tinggal dimana?" tanya Yudha. Ada nada khawatir yang terselip dari pertanyaannya."

Maria mengangkat bahu. "Kemana saja dunia yang berkenan menerimaku," jawabnya tak acuh. Maria sudah kebal dengan yang namanya penolakan. Sejak lahir pun sang ibu sudah menolak kehadirannya, termasuk Yudha.

"Jadilah baby sitter untuk anakku, aku akan menanggung semua kebutuhanmu." Sebuah ide melintas di benak pria itu.

Maria membelalakkan bola matanya. "Hey, kamu nggak takut mempercayakan anakmu padaku? Nanti kalau anak mu rewel kemudian aku bunuh, gimana?"

Jawaban yang di ucapkan wanita itu membuat Yudha tersadar, kesalahannya di masa lalu telah membuat Maria tidak lagi sama seperti yang dulu.

Tbc

2. Babang Tampan

Maria masih merasa bimbang dengan tawaran yang baru saja diucapkan oleh Yudha. Itu karena selama lima belas tahun terakhir ini keduanya tidak pernah akur. Jadi ketika lelaki yang di masa lalu menjadi poros dunianya itu tiba - tiba menawarkan diri untuk menjadikannya babysitter serta memberinya tempat berteduh. Jelas saja Maria jadi merasa heran.

Yudha masih menunggu jawaban Maria. Pasti wanita itu merasa bingung dengan tawarannya barusan.

Lupakan tentang kebencian yang pernah Yudha miliki dan permusuhan mereka di masa lalu. Saat ini ia menawari tempat untuk berteduh bagi Maria karena murni demi kemanusiaan. Bukankah Sila kedua Pancasila sudah menjelaskan? Apalagi keduanya bertetangga dan wanita itu sedang mengalami musibah.

Maria menundukkan kepalanya. "Yudha kesambet apa ya, kok baik banget ke aku?" batinnya mulai bertanya - tanya. Terakhir kali ia berinteraksi dengan Yudha adalah saat menembak lelaki itu ketika acara kelulusan SMP. Saat itu teman segank Maria yang mayoritas biang onar sekolah menantang dirinya. Bukan tanpa sebab mereka mengompori Maria melakukan challenge. Karena semua anggota geng tahu jika Maria sangat menyukai lelaki itu. Kemudian di acara perpisahan sekolah itu mereka ingin membuat Maria berani mengatakan cinta pada Yudha. Namun bukannya diterima dan menjadi kisah masa puber yang manis, melainkan sebuah penolakan di sertai kata - kata penghinaan.

Saat itu Yudha benar - benar marah terhadap Maria. Tingkah laku gadis itu benar - benar membuatnya muak. Bagi seorang Yudha, Maria itu rese dan merepotkan. Bisa - bisanya gadis itu menembaknya karena menerima tantangan geng anak bodoh di sekolah mereka. Yudha memang sempat mendengar anggota geng perusuh itu merencanakan konspirasi. Apalagi tidak hanya sekali dua kali Yudha menjadi korban keisengan Maria. Yang terparah dan membuat Yudha marah pada gadis itu adalah ketika Maria bermain tebak gambar.

Karena mereka bertetangga, Maria jadi tahu benar jika Yudha adalah penyuka cd bergambar tokoh superhero. Dan entah setan dari mana ketika Maria dan geng resenya itu tiba - tiba membuat kesepakatan untuk membuktikan apakah benar Yudha memakai cd lucu. Alhasil ketika pelajaran olah raga berlangsung, Maria dengan tanpa tedeng aling - aling memelorotkan bagian belakang celana kolor yang dipakai oleh Yudha.

Yudha merasa sangat malu, berbeda dengan Maria yang merasa kesenangan karena ia bisa memenangkan taruhan. Sejak hari itu Yudha jadi semakin waspada dengan keusilan apa lagi yang akan dilakukan oleh Maria. Dan hari itu sehari sebelum acara pelepasan siswa kelas IX SMP. Yudha mendengar geng rese menantang Maria untuk menembaknya.

Benar saja. Seusai acara pentas seni, geng rese membawanya ke tengah lapangan basket karena Maria akan menembaknya. Wajah Maria terlihat serius, namun dengan kejam Yudha menolaknya. "Aku tidak sudi punya pacar rese. Anak penjahat kambuhan pula. Kamu nggak ada kelebihan sama sekali bisanya cuma mengacau!" sindirnya kala itu.

Yudha sempat melihat Maria terhenyak ketika mendengar jawabannya. Semenjak hari itu, Maria berusaha menghindarinya. Yudha pun memilih sekolah berasrama. Selama 15 tahun mereka berusaha saling menghindari. Tapi kejadian hari ini, membuat Yudha tidak bisa menutup matanya lagi.

Maria besikap cuek sambil mengibaskan celananya dari serpihan debu yang menempel. Kemudian ia menatap dan tersenyum miring ke arah Yudha. "Jangan pernah memasukkan anak penjahat ke rumahmu, Bro! Nanti malah jadi kacau dan bisa berabe."

Yudha hanya bisa terpaku. Maria masih ingat dengan julukan yang ia berikan limabelas tahun yang lalu.

*******

Mario sedang melakukan sidak untuk audit pasti pas disebuah SPBU. Setelah mengamati kinerja para operator, kini gilirannya mengecek toilet.

Aktivitasnya terhenti sesaat ketika tatapannya menangkap sosok seorang cleaning service yang baru saja merapikan peralatan kebersihannya.

Ketika pandangan mata mereka bersirobok dengan si cleaning service, Mario tertegun. Ada kerinduan yang tiba - tiba hadir menguasai hatinya saat mendapati wajah wanita itu sangat mirip dengan seseorang yang sangat ia sayangi, namun kini telah pergi untuk selama - lamanya.

Si petugas tersebut hanya tersenyum sambil mengangguk hormat, sebelum kemudian berlalu meninggalkan Mario yang masih tertegun menatap punggung si gadis yang terlihat rapuh itu.

Ucapan mendiang sang ibu kembali teringang - ngiang di benaknya. "Kamu mempunyai adik perempuan, carilah dia untuk membantu menebus dosa - dosa ibu di masa lalu."

Dan hari ini Mario seolah tersadar, ucapan sang ibu benar adanya. Wanita itu teramat sangat mirip dengan ibunya. "Mungkinkah kamu adalah adik perempuan yang sedang aku cari?" gumam Mario pada dirinya sendiri.

******

Maria segera menuju ke ruangan Safira. Temannya itu pasti sedang membutuhkan bantuannya untuk merasa tenang. Semenjak Safira patah hati, Maria jadi tidak tega membiarkan sahabatnya itu galau seorang diri. Bisa gawat jika kondisi ini berlangsung terus menerus, mengingat pekerjaan Safira yang berkaitan dengan keuangan perusahaan. Apalagi omset harian di SPBU tempat mereka bekerja bisa mencapai setengah milyar dalam sehari. Bayangkan saja jika Safira bekerja sambil melamun? Alamat surat pemutusan hubungan kerja menanti di depan mata. Kalau Safira kehilangan pekerjaan? siapa lagi teman yang bisa ia jadikan tempat bergantung?

Itulah mengapa setelah Maria menyelesaikan pekerjaannya, ia akan dengan suka rela menemani dan membantu Safira menyortir uang setoran yang berupa pecahan kumal uang duaribuan.

Maria berjalan menuju ke ruangan Safira dengan langkah antusias. Mungkin informasi darinya akan berguna untuk membantu sahabatnya itu agar segera move on.

"Saf, tadi di toilet aku melihat cowok cakep!" curhat Maria dengan heboh.

"Mana ada?" ucap Safira bernada sangsi. Maria mencebik. Temannya itu benar - benar sudah dibutakan oleh Rico sampai cuek bebek jika bergosip tentang lelaki. Bahkan Maria harus rela mengantarkan Safira ke rumah mbah D di malam hari juga demi Rico. Apa sih kelebihan Rico si juru bongkar tangki? Sudah wajahnya jelek, ia juga suka menunda - nunda mencatat laporan bongkaran. pria itu jika suka mabuk dan judi pula. Tapi herannya Safira yang sudah dicampakkan oleh Rico masih saja mengemis - ngemis cinta dan berharap bisa balikan dengan pria itu. Saking bucinnya, Safira sampai meminta tolong pada mbah D pula. Ya ampun... Seandainya tadi malam mbah D tidak buru - buru melayani Safira, ia ingin mengatakan pada mbah D untuk sekalian membunuh si Rico saja. Sayangnya bukan Rico yang mati, tapi bapaknya lah yang tewas terbunuh. Mungkin ini adalah bukti nyata kita tidak boleh mendoakan hal - hal yang buruk kepada orang yang kita benci. Karena ujung - ujungnya malah doanya mental ke diri kita sendiri.

"Eh beneran Saf, coba deh kamu ke toilet! Siapa tahu babang tamvan masih di sana!"

Tak berapa lama kemudian seseorang mengetuk pintu ruangan Safira. Setelah itu pintu tersebut terbuka dan menampilkan sosok babang tamvan yang telah membuat Maria terpesona.

"Itu si babang tamvannya, Saf!" bisik Maria.

Tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!