NovelToon NovelToon

Romantic Illusions

Prolog

*Kalian pernah merasakan jatuh cinta?

Sama. Gue juga.

Tapi, gimana kalo jatuh cintanya sama sahabat lo sendiri yang bahkan udah menghabiskan waktu selama lo hidup?

Bahkan dari lo lahir.

Gue pernah rasain itu. Yang pernah juga, sabar ya. Gue tau itu rasanya sakit banget. Dan susah Move On. Sama kayak gue*.

***

"Gue suka sama lo!" Bentak Ethan pada gadis yang sedari tadi tak pernah mengerti apa yang dikatakannya. Singkatnya, kodenya gak mempan.

Mata gadis itu membulat. Bibirnya kaku. Tidak menyangka sahabat karibnya satu-satunya ini akan berkata seperti itu. Sama, seperti orang-orang sebelumnya yang membuatnya muak.

Ethan menggertakkan giginya. "Lo kenapa sih nggak pernah ngerti apa yang gue rasain?! Lo gak tau seberapa sayang gue sama lo! Atau, jangan-jangan lo nggak pernah rasain rasa sayang ke gue?" Katanya dengan nada pahit.

Bibirnya yang terbuka sedikit itu kini mulai bergerak. "Than, bukan-"

"Apa?! Lo mau kasih ke gue alasan?!" Katanya curiga. "Hh, selama ini gue selalu bikin lo bahagia, selalu ada buat lo biar lo tau perasaan gue. Balas perasaan gue. Lo tau berapa tahun gue simpan ini sendirian? Lima belas tahun !!!"

Gadis itu tertegun. Lima belas? Itu adalah waktu seumur hidupnya. Jadi, selama ini, dia...?

Ethan berdecak. "Harusnya, dari awal gue nggak pernah cinta sama lo. Percuma gue gonta-ganti cewek, ternyata." Katanya lagi sambil mengusap rambutnya. Dari matanya, terdapat sinar yang memancarkan kekecewaan. "Gue butuh jarak," Lanjutnya berat.

Mulut gadis itu terbuka. Terkejut dengan apa yang dikatakan Ethan. Ia menarik lengan baju Ethan yang mulai berjalan menjauh.

"Than, Than! Gak gini caranya!" Ujar gadis itu panik.

"Terus, apa? Gue mesti ada didekat lo, gitu?" Tanyanya dengan nada sarkastik. Ia tertawa sinis. "Jangan bercanda. Lo egois, tau?!" Nyatanya sambil menunjuk dengan jari telunjuknya lurus ke mata gadis itu.

Ethan melenggang pergi. Tak perduli pada teriakan nyaring yang memanggil namanya berkali-kali. Walau biasanya panggilan itu selalu didatanginya. Namun, kini posisinya berbeda. Ethan berharap gadis itu takkan pernah menyebut namanya lagi dimana pun ia berada.

Di tempat itu, Sang Gadis masih berdiri mematung. Kakinya sangat gemetar mendengar ucapan Ethan barusan. Tangannya menutupi wajah. Berusaha menghentikan rasa gelisah dan perih itu.

Ia berharap semua kata-kata Ethan itu hanyalah sebuah prank. Tapi, kenyataan bahwa ekspresi cowok itu tak pernah dapat membohonginya.

Lo egois, tau?!

Gadis itu menggigit bibirnya. Ethan selalu menemaninya dimanapun ia. Selalu menenangkannya ketika gelisah. Lalu, sekarang bagaimana? Tak ada seorangpun disampingnya. Ia tidak bisa hidup sendiri. Ia tidak bisa membalas perasaan Ethan. Karena ia tak mencintai Ethan sebagai seorang lelaki. Namun, ia selalu mencintai Etah sebagai sahabat.

Air matanya tergernang dipelupuk mata. Menumpuk. Namun, tak kunjung menetes.

"Than, sorry gue egois." Gumamnya bergetar.

***

Di ujung koridor, seorang gadis memperhatikan mereka sejak awal. Ia tak tau harus bahagia atau bersedih mendengar pertengkaran antara dua sahabat kecil ini.

Ia senang mendengar bahwa kedua orang itu tak bersama. Tapi, ia juga tak suka dengan adanya pertengkaran. Apalagi pertengkaran itu berujung perpisahan dan telah terjalin seumur hidup mereka.

Gadis itu menghela napas dan melangkah pergi. Hal ini sama sekali tak membuatnya bahagia karena Ethan tersakiti walau telah berpisah dengan saingan ketatnya.

_________________________________

Hay guys! Namaku AshunVe. Ya... Sebenarnya nama pena aja sih. Makasih udah baca cerita ini. Penasaran? Lanjut, yuk!

PART 1: MEREKA TAK MENGERTI

Gadis itu berjalan sendiri. Tatapannya kosong.Dia yakin, tak ada orang yang memperdulikannya. Mungkin, karena gadis itu tak pernah menyapa mereka atau berbicara dan tersenyum pada orang selain Ethan.

Pemarah, dingin. Siapa yang mau menyapa? Daripada disemprot dengan air cabai, lebih baik jangan.

Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka. Ada kucing yang memasuki ruangan itu diam-diam.

Alisnya mengeryit. Entah ada angin apa, langkahnya mengayun kedalam ruangan tersebut. Mencari kucing yang tadi dilihatnya.

"Ckckckck, nisss~~ cing, meaw." Gadis itu mencoba memancingnya sambil celingak-celinguk dan berjongkok. Mencari keberadaan hewan itu.

Namun, pergerakannya terhenti saat mendengar ketukan high heels yang nyaring dari belakang punggungnya. Kalau begini, sudah pasti...,

"Khansa? Kamu ngapain disini? Dihukum lagi?" Tuduh Bu Irene pada gadis yang mendongak menatapnya kosong.

Khansa berdiri. "Suuzon," Cibirnya balik.

Alis guru itu bertautan. "Jadi, kamu ngapain kesini?" Tanyanya sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Nyari ini," Ucapnya sambil mengangkat seekor kucing belang berwarna abu-putih.

"Kamu melihara kucing disekolahan?" Tuduhnya lagi. "Awas ya, ibu laporin ke kepala sekolah!" Ancamnya.

Khansa memutar bolamatanya bosan. "Kucingnya tadi masuk. Gue mau keluarin. Tapi, kalau mau ngelaporin itu ke kepala sekolah juga boleh. Gue nggak masalah. Palingan juga dikeluarin." Jelas gadis itu dengan nada dingin sambil mengelus kepala si Kucing lembut. Membuatnya nyaman di dekapan Khansa.

Irene tertegun. Guru Konseling yang biasanya menghadapi Khansa itu agak curiga. Nada bicara Khansa memang dingin. Tapi, tidak pernah sedingin ini. Pasti ada sesuatu.

"Kamu ada masalah? Sama keluarga, ya?" Tebak Irene.

Khansa menatapnya datar. "Sotoy,"

Jawaban singkat yang menyebalkan itu membuat skill kegalakan Irene jadi terpacu cepat. Niatnya sih, pengen ngebantuin anak ini keluar dari masalahnya. Tahu-tahu malah di giniin. Menyebalkan.

Irene menjewer telinga Khansa kasar. Membuat gadis itu mengaduh tanpa niat. "Aw," pekiknya datar.

"Kamu itu ya, susah banget dibilangin. Ibu cuma mau bantuin kamu. Apa susahnya sih cuma ngomong dan curhat gitu?" Kata Irene meredam kekesalannya. "Pokoknya, kamu nggak boleh keluar sebelum cerita. Walaupun masih ada pelajaran." Paksa Irene.

"Penculikan," Ucap Khansa mengerling tajam. Namun, Irene tak perduli. Yang dilakukan Khansa hanya memancing kekesalannya. Dan itu benar-benar efektif membuat Irene meletup-letup menahannya.

"Iya, iya. Terserah kamu," Kata Irene pasrah. Menghadapi kata-kata dingin Khansa memang takkan ada habisnya kalau tak ada yang mengalah. Entah bagaimana Ethan dan Khansa bisa berteman sekian lama. Padahal, keduanya terkenal egois.

Irene yang kini duduk santai di kursinya membuat Khansa sedikit bingung. Apa yang akan dia lakukan setelah ini? Bercerita? Khansa tidak yakin Irene dapat membantunya. Apalagi, Khansa tidak biasa bercerita panjang-panjang. Jangankan bercerita, Berbicara saja sepadat-padatnya.

"Masalah sama Ethan." Jelas Khansa.

Irene mngeryit. Tak biasanya sepasang bad ini bertengkar. "Kenapa memang sama Ethan?"

"Dia suka gue,"

"Terus?" Irene memandang Khansa tak mengerti. Bukannya mereka ini pacaran, ya? Memang dengar-dengar dari siswa yang lain, sih. Tapi, mereka memang cocok, kok. Sama-sama dingin dan suka melanggar peraturan.

Khansa membalas tatapan Irene dengan pedih. "Kita ini sahabat. Tapi, dia suka gue. ******!" Marahnya. Namun, Irene tau ucapan itu bukan untuknya. Melainkan pada Ethan.

Mata Irene membulat. Eh, tunggu. Jadi, maksudnya perkiraannya salah, begitu?

Mana mungkin. Terlihat sekali dari tatapan mereka bahwa mereka sangat bahagia berada disamping satu sama lain. Tapi, tidak jadian? Bohong. Irene tidak percaya. Mana ada orang dingin yang bisa cair pada orang yang tidak dicintainya?

"Jadi, kalian nggak pacaran?" Pasti Irene.

Khansa menggeleng. "Sahabat," Katanya. Tapi, terselip nada kekecewaan disana.

Irene mengangguk mengerti. Sepertinya, tak ada kebohongan dari tatapan mata Khansa. Mereka benar-benar bertengkar. Tapi,

ETHAN MENCINTAI KHANSA?! Dan Khansa mengakui Ethan sebagai sahabat. Sedangkan Ethan mencintai Khansa. Jadi, ini semacam 'cinta tak terbalas' begitu? Dan pelakunya adalah sahabat sendiri yang mungkin sudah Khansa akui sebagai figur seorang kakak. Bukan seorang lelaki yang patut dicintai.

Oh, Irene sudah tau situasinya.

"Kamu nggak ada sedikitpun perasaan sama dia?" Tanya Irene.

Khansa menggeleng lemah. "Dia itu, orang yang gue percaya. Yang bisa gue andalin. Meskipun Playboy, Dia itu sahabat setia gue dari kecil. Kemana gue pergi, disitu ada dia. Waktu gue sedih, dia datang walau sejauh apapun jaraknya. Tapi, dengan kata 'cinta' yang bisa ngerubah pandangan dan status itu, Ethan juga ikut berubah. Dia benci gue yang egois." Jelasnya.

Irene menyandarkan punggungnya disandaran kursi. Hm, jika begini sulit sekali cara menyelesaikannya. Selain mereka itu sahabat kecil, Irene juga belum pernah berpengalaman.

Ironis. Umur 37 masih ngejomblo.

"Hm, kamu nggak bisa jalani dulu? Rasain dulu gimana rasanya pacaran."

"Nggak. Rasa pacar dan sahabat itu beda." Balas Khansa mantap.

Irene diam. Berfikir, apa solusi yang paling tepat untuk gadis ini?

Ah, kalau dipikir lagi, lucu juga ya. Guru honor yang ditugaskan untuk mendidik anak-anak nakal malah jadi tuntunan cinta bagi mereka. Padahal gurunya sendiri tidak berpengalaman.

Irene kembali meluruskan punggungnya. Mendapat sebuah ide. Nah, ini dia yang namanya guru kreatif. Bisa mengenai dua burung dengan satu batu alias membuat gadis ini bahagia sekaligus berubah.

Ia berdeham. "Beberapa minggu setelah ujian nanti ada acara yang namanya promnait. Kalau di sekolah ini, itu acara yang dibuat untuk memberi kenangan terakhir pada Kakak-kakak kelas tiga yang akan jadi alumni." Awalnya.

Khansa mengeryit. "Hubungannya?" Tanya Khansa to the point.

"Hubungannya, nanti disana kamu harus lakuin sesuatu yang sesuai dengan prosedur yang ibu buat. Oke?" Ajunya.

"Jangan yang aneh-aneh," Syarat Khansa.

Irene mengangkat dua jempolnya sambil mengerling genit. "Sip,"

Khansa masih memandangnya aneh. Guru yang selama ini sering tidak dia hargai dan ia ejek ingin membantunya? Kenapa? Apa tidak ada rasa debdan disana? "Kenapa ngebantu?"

Irene berdecak. "Kamu itukan murid ibu. Udah kewajiban guru untuk mendidik anak-anaknya ke jalan yang baik." Katanya. "Selain cuma untuk mengisi waktu kosong, Ibu juga ga suka ada pertengkaran. Lebih baik mati aja deh," Candanya sambil mengibaskan tangan.

Entah kenapa, ada rasa hangat disudut hatinya. Tidak ada orang yang benar-benar ingin membantunya. Tidak ada selain Ethan. Tapi, Ethan adalah musuhnya saat ini.

Khansa mengangguk patuh. Yah, terserahlah selama hubungan mereka bisa baik kembali. Ia juga berharap Ethan dapat memakluminya. Karena, sebuah hati tak pernah dapat dipaksa untuk mencintai.

"Makasih," Gumam Khansa kecil. Ada sedikit senyuman yang terpampang disana.

Wanita berperawakan ramping dengan rambut sebahu itu melongo ketika Khansa keluar. Apa dia tidak salah lihat? Khansa tidak pernah tersenyum walau sekecil apapun. Dan kali ini ia tersenyum dalam kegelapan matanya yang mengerikan itu?

Tanpa sadar, Irene ikut tersenyum. Tetap saja gadis itu terlihat cantik.

***

Ethan masih ada disekolah. Untuk yang keberapakalinya ia menjadikan samsak tinju diclub karate sebagai pelampiasannya. Yang jelas, ia tidak bisa menahan segala amarah yang bersarang di otaknya.

Apakah Khansa tidak tau seberapa cintanya ia? Ethan sudah mengorbankan segalanya. Tapi, kenapa Khansa tidak bisa melihat ketulusannya? Apa usahanya selama ini kurang?

Atau, waktunya tidak tepat?

Tidak. Ethan sudah menunggu sekian lama. Dan setiap detik selalu terlewatkan. Ia kira, ia sudah memberikan banyak peluang dan saat itu adalah waktu yang tepat dimana mood Khansa sedang baik dan tidak bermasalah dengan hal apapun.

Lalu, kenapa ia ditolak? Alasan apa lagi? Walau dipikir ribuan kalipun, tidak ada celah bagi Khansa untuk menolaknya. Ia sempurna. Ia tulus, kaya, setia, tampan dan pintar. Jadi, apa alasannya?

Ethan kembali melayangkan tinjunya dengan ganas. Ia sungguh benci situasi dimana ia ingin memiliki namun dengan segala cara tetap tidak bisa ia gunakan. Sebuah ketidakpastian, kekhawatiran, kekecewaan dan kesedihan.

Ini kali pertama ia bertengkar dengan Khansa. Ini lali pertama ia membuat Khansa sedih. Ini kali pertama ada kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya untuk Khansa.

Ah, ia lemah. Dan Khansa adalah kelemahannya yang nomor satu. Ia tidak pernah memikirkan dirinya sebelum Khansa. Apapun akan ia berikan demi membuat gadis itu bahagia.

Tinjunya menggantung. Wajahnya menegang.

Lalu, jika menjadi kekasihnya tak dapat membuat Khansa bahagia?

Ethan menggertakkan giginya geram. Kemudian, meninju samsak tersebut semakin ganas dan berteriak kencang. Seakan meneriakkan rasa sakitnya yang tak dapat diungkapkan saking perihnya. Berharap ada orang yang menanggung rasa yang sama sepertinya.

Dari kejauhan, gadis itu menahan air matanya. Memang ia baru saja mencintai cowok gila ini. Cowok yang jatuh cinta pada sahabat semasa kecilnya sendiri. Namun, hatinya tak kuasa menahan teriakan itu. Ikut merasakan hal yang sama ; tidak bisa memiliki.

Padahal, dia belum melakukan tindakan yang membuat cowok itu tau perasaannya. Tapi, ia langsung tau dari suara yang sedang menggelegar seperti petir itu.

Bahwa cinta yang sudah bersemi sejak ratusan musim berganti, takkan dapat diobati dengan mudahnya. Bahkan emas atau dunia sekalipun yang diberi, tetap takkan membuatnya senang.

Dan gadis ini percaya akan satu hal; cinta yang tulus dapat menyembuhkan segalanya

PART 2: SEPERTI KAMU

"*Ethan," Panggil gadis kecil berumuran 5 tahun itu.

Anak laki-laki berumur 7 tahun yang bernama Ethan hanya menanggapinya dengan gumaman. Ia sedang membaca sebuah buku.

Jujur saja, Ethan tidak suka pada gadis itu. Tapi, orangtuanya yang selalu datang berkunjung sejak ia bayi malah membuatnya tidak memiliki teman hingga terpaksa bermain dengan gadis kecil yang umurnya tidak terlalu jauh dengannya ini.

Khansa itu cengeng apalagi mukanya datar, dingin. Dibentak sedikit sudah menangis. Ethan tidak suka itu. Ia mau nemiliki teman yang keren. Bukannya tukang nangis.

Khansa menarik lengan baju Ethan. Membuat anak itu menoleh. Lagi-lagi ia menemukan wajah dingin itu.

"Apa?" Tanya Ethan datar.

"Mau main keluar?" Tawar Khansa.

Ethan  memutar bolamatanya jengah. Lalu menghela napas. "Nggak ah, males."

Khansa hanya menggumam kecil sambil melirik ke jendela. Dibawah sana, ada banyak anak seumuran mereka yang sedang bermain. Sungguh, Khansa sangat ingin bermain dengan yang lainnya. Tapi, kalau Ethan tidak mau, Khansa juga tidak mau.

Sementara itu, Ethan terfokus pada buku yang dipegangnya. Astronomi. Ia suka buku yang mempelajari tentang luar angkasa. Dirumah Khansa, banyak sekali buku yang berkenaan dengan itu. Makanya, terkadang jika ia malas melayani Khansa, ia hanya perlu mengalihkan perhatiannya untuk buku yang ia pilih.

Selain karena buku yang ada padanya menarik, Ethan juga tidak suka bermain dengan Khansa. Khansa 'kan perempuan. Pasti diajak main masak-masakan. Ia tidak mau.

"Baca buku apa?" Khansa mengintip dari belakang bahu Ethan. Dan menemukan potret seseorang yang memakai baju terbuat dari besi berwarna putih. Kepalanya di tutupi oleh sebuah kaca bulat. "Astronot?" Tanyanya.

Ethan mengeryit. "Kamu tau?"

Khansa menyengir. "Tau. Kalo mau keluar angkasa harus belajar ini dulu, kan? Kalo nggak salah, ada yang namanya NASA, kan? Mereka khusus belajar  tentang astronomi." Jelas Khansa.

Mulut Ethan agak terbuka. Ia ingin mendengar lebih. "Terus?"

Khansa mengetuk-ngetuk dagunya. Terlihat berfikir. "Terus? Terus...," Ia tersenyum penuh arti. "Mau tau lebih banyak?"

Ethan terdiam sejenak. Dan sedetik kemudian, ia berubah pikiran. "Palingan kamu cuma tau sedikit. Bisa aku cari tau sendiri." Kata Ethan tak peduli.

Khansa menatapnya tajam. "Yakin? Aku selalu diajarin Kak Reza tentang bintang, bulan, meteor, planet dan yang lain, tuh. Aku juga punya teropongnya. Besar lagi,"

"Mana?"

Khansa menarik tangannya dan pergi ke teras kamarnya. Disana ada teropong yang cukup besar seukuran gading gajah. Ethan berdecak kagum. Pertama kalinya melihat benda seperti ini.

Ethan mengintip di lubang kecil teropong itu. Namun, tidak terlihat apapun. "Kok nggak nampak?"

"Iya iyalah. Ini kan siang. Kalau mau liat bintang, ya malam." Jelas Khansa.

Bibir  Ethan membulat. "Kalau gitu aku nginap aja malam ini." Putusnya.

"Boleh. Tapi ada syaratnya," Kata Khansa.

"Apaan?"

"Jadi teman aku*,"

"Nggak,"

***

Mata Ethan masih memandang keluar jendela. Biasanya mereka berdua menghabiskan waktu berdua di kamar. Mau itu dikamar Khansa ataupun di kamar Ethan. Mereka bisa melakukan apa saja. Membaca buku astronomi atau main game. Apapun.

Kali ini, Khansa tidak bersamanya. Mereka terpisah. Padahal, sebelumnya mereka selalu terlihat berdua. Seperti sepasang kembar yang tak ingin berpisah dimanapun. Dimana ada Ethan, disitu Khansa.

Cowok itu menghela napasnya. Berat rasanya berpisah dengan Khansa. Sepi. Hatinya pun terasa kosong. Yang dipikirannya hanya ada Khansa. Namun, entahlah. Rasanya seperti khawatir. Takut, bagaimana kalau Khansa menjauh darinya?

Ethan, kan, hanya perlu sedikit waktu untuk  berpikir. Bagaimana kalau ada yang mendekati Khansa?

Argh, bagaimana ini? Ia sangat takut.

Kakinya melangkah mendekati kasur. Sialan, dikamar ini penuh dengan kenangan bersama Khansa. Mau melihat ke atas ataupun ke bawah tetap saja ada kenangan yang mereka buat.

Andai saja ia tidak bersahabat dengan Khansa sejak kecil, mungkin saat ini mereka tidak akan seperti ini. Mereka bisa saja pacaran, kan?

Hmm, apa dia minta maaf saja? Rasanya tidak enak jika terus-terusan saling diam seperti ini.

Mungkin, besok saja.

***

Mata Ethan terus menyapu sakitarnya. Mencari sosok Khansa yang ingin ia temui. Ia ingin minta maaf. Tidak seharusnya ia bersikap seperti itu. Dan tentu saja Khansa terkejut. Syok dengan sikapnya yang begitu tiba-tiba.

Pada akhirnya, Ethan memutuskan untuk mengalah. Ia tidak akan memaksa Khansa menyukainya. Karena Ethan yakin, perlahan-lahan rasa itu pasti akan tumbuh dihati Khansa.

"Tunggu!" Seseorang berteriak dan menarik lengan bajunya. Membuat Ethan menoleh kebelakang. Mendapati seorang gadis bertubuh mungil yang sedang menatapnya serius.

"Apa?" Tanya Ethan acuh tak acuh sambil menarik lengannya sendiri. Melepaskan tarikan tangan dari gadis itu.

Si Gadis terlihat ragu-ragu. Namun, akhirnya gadis itu mengeluarkan suaranya. "Ehm, nama aku Lyra. Dari kelas yang sama dari kelas Khansa." Jelasnya singkat.

Dahi Ethan menyatu. "Terus? Ada hubungannya sama Khansa?"

Lyra menggaruk tengkuk lehernya. "Nggak, sih..." Gumamnya.

"Kalau gitu gue pergi." Ethan kembali melangkahkan kakinya. Baginya informasi selain tentang Khansa itu tidak penting.

Lyra membuka mulutnya tak percaya. "Eh, tunggu dulu!!" Ia kembali menarik lengan Ethan. Membuat cowok itu berdecak.

"Apalagi?" Tanyanya dengan nada kesal.

Gadis itu menunduk melihat ekspresi wajah Ethan. Sepertinya, mood Ethan sedang buruk. Eh, tapi kapan mood Ethan jadi baik? Kan cuma sama Khansa moodboster-nya. Kalau Khansa tidak ada, Ethan bisa berubah jadi harimau.

Apapun yang terjadi, Lyra tidak bisa mundur lagi. Sudah terlanjur berhadapan dengan orangnya, bagaimana ia bisa kabur?

"Ehmmm... Itu, sebenarnya..." Aduh, Lyra gugup sekali. Tinggal bilang saja, kok susah. "Aku tau kita belum kenalan lama. Tapi, kak, aku udah perhatiin Kakak sejak aku sekolah disini. Aku sih, nggak-..."

"Intinya?" Tanya Ethan penuh penekanan. Gara-gara cewek ini, waktunya mencari Khansa terbuang sia-sia. Menyebalkan.

Lyra terlihat semakin gugup. "Sebenarnya..., Aku...." Lyra menutup matanya sambil menghela napas. "Aku suka sama Kakak." Lanjutnya.

Ethan berdecak. Ia kira apa. Ternyata sesuatu yang tidak penting. Dan tentunya, ia tidak terkejut. Bukan cuma Lyra yang pernah menembaknya. Gadis lain juga banyak. Tapi, orang lain tidak pernah menjadi yang Ethan suka. Hanya Khansa yang ada dihatinya dan selalu begitu. Meski ia gonta-ganti pacar. Itupun dalam jangka waktu seminggu yang paling lama.

Bagi Ethan, mereka semua hanyalah boneka yang bisa ia mainkan. Para gadis yang menembaknya itu, bukankah memalukan? Kalau mereka punya harga diri, harusnya mereka tidak menembak cowok, dong? Apa mereka punya malu?

Ethan menunjukkan senyum sarkastik-nya. "Gue nggak--"

Baru saja ia ingin mengeluarkan suara untuk mempermalukan gadis itu, ucapannya menggantung. Ia melihat Khansa yang sedang berbicara dengan seorang cowok berperawakan tinggi. Ethan kenal anak itu. Dia, Dika. Sekelas dengannya. Terkenal ganteng dan pintar juga.

Ethan menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya. Semudah itu Khansa melupakannya? Tidak disangka.

"Kak?" Panggilan Lyra membuyarkan lamunannya. Ia kembali menatap Lyra.

Sebuah Smirk Devil terpampang jelas di bibir Ethan. Ah, kalau Khansa begitu, Ethan lebih bisa lagi.

Mata gelap itu menatapnya. Namun, tak sedikitpun Lyra mengalihkan perhatiannya dari mata itu. Mau dilihat dari manapun, Ethan selalu berhasil menarik perhatian dan detak jantungnya.

"Mau jadi pelampiasan gue?"

Mata Lyra melebar. Apa? Barusan apa yang Ethan katakan?

"Iya, gue mau." Jawab Lyra tanpa berpikir dua kali. Ia menatap mata Ethan lurus.

Ethan terdiam sesaat. Awalnya, ia hanya bercanda. Tapi, apa benar Lyra mau menjadi pelampiasannya?

Senyumnya mengembang. Ah, bodo amat.

"Oke. Mulai hari ini kita resmi pacaran." Kata Ethan sambil melenggang dan melambaikan tangan.

Lyra memegang dadanya sambil tersenyum miris. Tidak masalah. Ethan sudah memberinya kesempatan. Setidaknya, Lyra bisa menemani Ethan melewati masa sakitnya.

Ethan tidak sendiri, ada Lyra dengan perasaan tulusnya disini.

Tidak masalah jadi pelampiasan. Lyra bahagia dapat menjadi apapun yang penting ada disamping Ethan. Walaupun posisi ini menjadi posisi yang paling menyakitkan dan itu tandanya Ethan tak memiliki sedikitpun perasaan padanya.

Katakanlah dia bodoh. Tapi, cinta yang dipahami Lyra sebenarnya bukan rasa ingin untuk memiliki. Namun, ingin melihat orang yang dia cintai bahagia. Walau Ethan bahagia dengan Khansa suatu saat nanti, tidak masalah.

Karena, Lyra tidak pernah berharap menjadi milik Ethan. Cukup menjadi bagian dari ceritanya saja itu sudah cukup.

Agar suatu saat nanti, bila Ethan sudah punya anak, namanya tersampaikan pada mereka. Itu akan membuat Lyra bangga dengan dirinya sendiri. Meski hanya Ethan. Ia mencintai Ethan dan akan selalu begitu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!