“Arsa…. Apa kau sudah gila? Kenapa kau datang ke gedung ini?”
Bekerja sebagai kurir, Arsa selalu berusaha untuk menghindar jika harus ada barang yang harus dijemput atau diantar ke gedung perusahaan tempat gadis yang baru saja bertanya dengan nada tinggi di depannya ini.
“Fitri, maaf! Tapi ini darurat, Bos memintaku secara langsung untuk mengantarkan paket ke tempat ini. Kebetelian, hanya ada aku yang tersedia.” Balas Arsa. Mencoba menjelaskan.
Fitri karlia. Adalah kekasih Arsa. Untuk sedikit menghemat biaya, sudah dua tahun terakhir ini mereka memutuskan tinggal bersama.
Selesai jam istrirahat tadi, Fitri secara tidak sengaja melihat pemuda ini dilobi. Sebelumnya, dia tidak begitu yakin karena seharusnya, Arsa tahu bahwa dia sudah melarang pemuda itu untuk menunjukan wajahnya di tempat dia bekerja.
Namun, Fitri benar-benar terkejut, karena setelah dia keluar dari pintu lift, dia melihat Arsa berdiri disana, lantai yang sama denganya, dimana lantai itu adalah tempatnya bekerja.
“Sudah aku katakan padamu, bukan?! Bagaimana jika teman-temanku melihatmu disini? Apalagi dengan pakaian seperti ini, kamu bisa membuatku malu!” Ucap Fitri, sambil menatap pemuda itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.
mendengar itu, mata Arsa melebar. “Fitri, apa yang kamu katakan? Kenapa kamu harus malu? Lagipula, aku naik ke lantai ini menggunakan tangga darurat. Aku yakin tidak ada temanmu yang akan menyadari keberadaan—-“
“Fitri…. Apa ada masalah!”
Belum sempat Arsa menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba saja seseorang menyela pembicaraan mereka.
Sontak keduanya langsung menolehkan kepala, melihat seorang pria yang menggenakan jas berwarna biru gelap, dengan warna dasi yang lebih mencolok, berdiri tidak jauh dari posisi keduanya.
Dilihat dari pakaiannya saja, sudah bisa dipastikan bahwa pria ini bukanlah karyawan biasa. Arsa sempat melirik sebentar pada kekasihnya, terlihat melebarkan mata saat melihat kedatangan pria itu.
“Oh.. Tuan Gustav. Tidak! Tidak ada masalah!” Jawab Fitri cepat, lalu melirik pada Arsa seraya memberi tanda, seolah sedang menyuruh pemuda itu untuk pergi.
Tentu saja Arsa mengerti dan tidak ingin berdebat dengan Fitri tentang hal ini. Namun saat ia hendak melangkah pergi, pria itu sudah datang mendekat. Dia memperhatikan dengan seksama sebuah paket dengan logo yang cukup familiar baginya.
“Hei kau! Berikan paket itu padaku!” Pekik Gustav sambil menunjuk kearah paket.
“Maaf?” Ucap Arsa, seperti tidak mengerti apa yang sedang dikatakan pria itu padanya.
“Benda itu!” Tunjuk Gustav pada paket yang sedang di pegang oleh Arsa. “Berikan itu padaku.” Lanjutnya memerintah.
Arsa menunduk, melihat pada amplop yang cukup berat ditangannya, sebelum akhirnya kembali menatap pria tersebut.
“Maaf Tuan. Paket ini bukan untuk anda. Kami tidak boleh memberikan kiriman pada yang bukan pemiliknya.” Ucap Arsa dengan nada yang sangat sopan.
Fitri yang berdiri disana membelalakkan matanya. Berkata kemudian, “Arsa! Apa kamu benar-benar bodoh! Ini Tuan Gustav..” bentaknya, seolah dengan mengatakan nama itu, pemuda yang sama sekali tidak dia harapkan untuk berada disini tersebut, bisa langsung mengerti.
Arsa mengernyitkan keningnya, saat kembali melihat kearah Fitri, “Ya, kamu baru saja menyebut namanya, dan karena itu aku tahu jika paket ini bukan untuknya. Karena disini jelas tertulis nama seorang wanita.” Jawab Arsa saat itu juga.
“Jadi kalian sudah saling mengenal?” Tanya Gustav melihat keduanya saling menyebutkan nama.
“Ya, tentu saja! Dia—-“
“Kami hanya kenal di universitas. Dulu dia adalah juniorku.” Jawab Fitri cepat, memotong perkataan Arsa, terlihat senyum yang tampak di paksakan.
Melirik kearah Arsa, Fitri lalu berkata. “Arsa, bukankah tadi kamu bertanya padaku dimana ruangan nona Hils? Ruanganya ada dilantai dua, pergilah!”
Gustav yang melihat keanehan dari gelagat Fitri pun tersenyum miring. Tentu saja dia sudah mengerti apa yang terjadi, namun begitu. Dia tidak menunjukkannya.
Begitu juga dengan Arsa. Meski menyimpulkan hal itu dengan cara berbeda, namun saat ini hatinya sudah sedikit kesal, Arsa pun pergi begitu saja meninggalkan keduanya, naik keatas tentu saja dengan melewati tangga darurat.
“Tuan Gustav, kenapa anda ada disini?” Tanya Fitri, namun detik berikutnya dia sadar jika pertanyaannya itu, sudah diajukan pada orang yang salah.
“Ooo, maksudku, tentu saja anda boleh dimana saja, aku hanya—“
“Fitri, aku memang turun kelantai ini untuk menemuimu.” Sela Gustav.
“Menemuiku?” Ulang Fitri dengan heran.
Gustav mengangguk, lalu berkata. “Nanti malam aku harus menemui beberapa investor. Tapi, aku tidak begitu nyaman berada disekitar orang-orang tua membosankan itu. Jadi aku kesini untuk memintamu menemaniku, apa kamu punya waktu?”
***
Beberapa saat kemudian, Arsa sudah berada di depan sebuah pintu ruangan. Karena di kertas yang tertempel di paket yang ada ditangannya, tertulis bahwa ini adalah paket pribadi, jadi dia sendiri yang harus memastikan agar diterima langsung oleh si pemilik, tanpa boleh menitipkan amplop besar itu pada orang lain.
“Permisi!” Ucap Arsa. Begitu asisten yang ada di depan ruangan itu membukakan pintu, dan mempersilahkan untuk masuk.
“Oh… sialan..!”
Arsa tersentak, terkejut dengan suara seorang wanita yang langsung mengumpat marah-marah tanpa tahu kenapa. Namun dia tidak melihatnya berada disebelah mana.
“Ada apa dengan layar komputer sialan ini?” Hardi seorang wanita cantik, dengan rambut sebahu berwarna kemerahan.
“Kamu…! Siapa kamu!” Tanya wanita itu heran saat bangkit dari duduknya dan melihat kehadiran Arsa berada diruangannya.
Arsa sempat tertegun sejenak, sebelum akhirnya mengangkat sedikit benda yang dia bawa dan berkata. “Aku Arsa, kurir dari Ninja Express, apa anda nona Saly Hils?”
“Ya, itu aku!”
Arsa mengangguk dan mendekat, menjulurkan tangan seraya berkata, “ ini paket untukmu, nona Hils,”
Saly memperhatikan amplop besar yang ada di mejanya itu, lalu kembali menatap kearah Arsa yang masih berdiri mematung.
“Nona, tolong tanda tangani disini.” Ucap Arsa, sambil menyodorkan sebuah kertas tanda terima di atas amplop tersebut.
“Terimakasih!” Arsa mengambil kembali kertas itu. Setelah Saly memberikan tanda tangannya.
Saat Arsa berbalik dan berjalan menuju pintu, langkahnya terhenti karena mendengar suara Saly memanggilnya. “Hei, apa kamu bisa membantuku?”
Arsa membalikan tubuhnya dan bertanya, “Apa Nona ingin mengirim sesuatu?”
Saly dengan cepat menggelengkan kepalanya, menunjuk satu diantara tiga monitor diatas meja kerjanya.
“Satu monitorku mati! Memanggil teknisi akan sangat membutuhkan waktu, apa kamu mengerti sesuatu tentang jaringan?” Tanya Saly tetap menatap kearah Arsa.
Arsa sempat berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Bolehkah aku melihatnya terlebih dahulu?”
Saly mundur selangkah sambil menunjukan layar monitor dan berkata, “Ya, tentu saja, lihatlah.”
Arsa mengangguk lalu melangkah memutari meja yang di penuhi oleh tumpukan berkas. Beberapa saat lamanya, dia memperhatikan layar monitor yang mati, sebelum akhirnya dia memeriksa sesuatu di belakang meja.
Arsa tersenyum saat langsung menemukan apa penyebab benda tipis itu tidak mau menyala, dia lalu kembali bangkit sambil menari kabel yang dia temukan.
“Nona Saly, sepertinya saat anda menaruh berkas-berkas ini disini, secara tidak sengaja anda telah membuat kabel ini terlepas.” Mengatakan itu, Arsa langsung memasang kembali.
Dirasa semua sudah selesai, Arsa kembali mundur sambil menatap pada tiga monitor yang ada diatas meja kerja wanita yang bernama Saly.
“Wow.. sudah menyala! Kau hebat.” Puji Saly kegirangan.
Tidak ada tanggapan apa pun dari Arsa. Saat ini dirinya sedang fokus menatap pda tiga layar yang ada di depanya dengan mata yang tidak berkedip sedikit pun.
Saly mengernyitkan keningnya, dia melihat bagaimana mata pemuda di depannya itu menatap tiga layar secara bergantian.
“Hei! Apa kamu mengerti sesuatu tentang saham?” Tanya Saly penasaran.
Tidak langsung menjawab apa yang di tanyakan oleh Saly, namun Arsa malah mendekatkan wajahnya pada salah satu layar monitor yang sedang menampilkan deretan grafik.
“Nona Saly, jika ini milikmu, maka jual sekarang! Ini akan mengalami Halting atau lebih para, dalam waktu dekat.” Ucap Arsa tiba-tiba sambil menujuk satu tabel yang ada dalam monitor.
“Apa?” Saly terkejut dengan apa yang dikatakan Arsa.
Arsa mengangguk, san kembali berkata. “Ini akan mengalami Halting atau bisa saja suspend, dana yang kamu miliki disana akan tertahan atau kemungkinan hilang!” Tegas Arsa dengan suara datar.
Tidak langsung percaya begitu saja, Saly bertumpu dengan satu tangan dimeja, lalu menyilangkan kakinya. Sedangkan satu tangan lainnya menunjuk layar pada tabel di layar yang sama.
Sambil tersenyum meremehkan dia bertanya. “Anak muda, apa kamu baru saja menyuruhku menjual saham yang sedang naik?”
“Arsa! Hmmmm… apa kau pikir, kau adalah Arhan Pratama, hah?” Pekik Saly memanggil nama Arsa saat melihat nametag yang menggantung di leher Arsa.
Tidak memperdulikan sikap Saly yang terlihat meremehkannya, Arsa mengangguk dan berkata, “Ya, itu memang namaku, tapi ini terlihat seperti bukan masalah, padahal masalahnya sangat besar. Aku hanya menyarankan, lepas semua lot yang kau miliki disana secepatnya.”
“Hahaha!” Saly tertawa, karena pemuda di depannya ini berani mengaku sebagai idolanya. “Lalu, Tuan Pratama kenapa itu jadi masalah?”
“Seperti yang aku bilang tadi, harganya naik, bukan? Tapi ini baik secara tidak wajar.” Jawab Arsa dengan jawaban yang tenang.
Mendengarnya, tawa Saly langsung menghilang begitu saja. Dengan cepat kembali menoleh pada tabel, memperhatikan pada candle stick yang terus meningkat dengan kecepatan yang tidak biasa.
“Benarkah?”
Napas Arsa sedikit terengah. Naik dan turun tangga di gedung. Naik turun tangga di gedung yang memiliki begiti banyak lantai, cukup menguras tenaganya.
Di tempat parkir, saat ingin kembali menarik sepedanya, ponsel disakunya bergetar
“Aku mungkin terlambat, karena harus lembur.” Ujar suara wanita dari balik telepon.
Arsa hanya bisa menggelengkan kepalanya, saat membaca pesan dari Fitri. Dia tidak menjawab pesan itu, karena saat itu hatinya masih sedikit kesal atas kejadian tadi.
Sementara itu, di lantas atas gedung itu, di dalam ruanganya. Saly menatap tabel dan grafik volatilitas di layar monitor.
Dia mencoba mempertimbangkan saran pemuda yang memintanya untuk menjual sahamnya beberapa waktu yang lalu. Melihat grafik itu terus naik, Saly menggelengkan kepalanya. “Sial… pemuda itu cukup tampan. Tapi sayang, dia mencoba menarik perhatianku, dengan bersikap sok tau!”
Saly yakin saham itu akan terus meningkat, sebelum mencapi ambang batas tertinggi pada hari itu. Tergoda dengan keuntungan besar, alih-alih menjual, gadis itu berniat menambah lot yang dia miliki disana.
“Kau bisa mengajariku, jika kau memang benar-benar sudah sehebat tuan Arhan, anak muda!” Gumam Saly.
*
Malam itu, Fitri tidak pulang. Arsa sudah mencoba menghibunginya berkali-kali, namun sampai dia terbangun pagi ini, tidak ada balasan sama sekali.
“Apa dia masih marah padaku?” Gumam Arsa.
Memikirkan itu, kembali membuatnya kesal. Dia dan fitri berasal dari kalangan biasa. Biaya hidup di kota Dreams, membuat pasangan kekasih itu terbentur pada sebuah pilihan.
Arsa sendiri harus merelakan kuliahnya tertunda, untuk membantu biaya kuliah Fitri yang memang kebetulan berusia dua tahun diatasnya.
Sekarang, setelah lulus terlebih dahulu. Fitri sudah mendapatkan pekerjaan, namun. Untuk kembali berkuliah, ternyata juga tidak semudah yang mereka atau Arsa rencanakan sebelumnya.
Bahkan kadang Arsa merasa Fitri tidak lagi peduli dengan hal itu. Arsa mengerjakan beberapa pekerjaan paruh waktu. Kurir sepeda salah satunya. Namun, saat pagi menjelang siang, pemuda itu memiliki pekerjaan lainnya. Dan disinilah dia berada saat ini. Di salah satu hotel bintang lima dikota Dreams.
Arsa merasa beruntung. Pasalnya, sangat sulit untuk masuk dan bekerja paruh waktu dihotel sebesar ini. Salah satu temannya di kampus memberi informasi ini, Arsa langsung mencoba kemudian berakhir dengan diterima dan mulai bekerja sejak seminggu lalu.
Di ruang ganti, Arsa melihat beberapa rekannya disana terdengar sedikit heboh, seolah sesuatu yang besar telah terjadi.
“Ah sial! Bagaimana ini bisa terjadi?” Umpat salah satu pria di sudut ruangan tersebut.
“Ya! Ini sangat mengerikan. Aku bahkan menginvestasikan seluruh uang tabunganku disana.” Sahut yang lainnya.
Dari tempatnya berada saat ini, Arsa mendengar beberapa orang yang lainnya juga mengeluhkan hal yang sama.
Pagi ini, harga saham sebuah perusahaan tambang yang go publik, dibuka dengan nilai sangat rendah dan langsung hancur bahkan sesi pertama di tutup pada hari ini.
“Seperti yang aku pikirkan. Seseorang, sedang bermain di dalam perusahaan tersebut.”gumam Arsa.
Pada zaman sekarang, hampir semua orang berharap bisa menjadi kaya dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu, banyak orang ingin mencoba keberuntungannya di dunia investasi.
Akan tetapi, segala sesuatu tidak bisa diraih hanya karena seseorang menginginkan hal tersebut. Butuh banyak hal lain untuk mendapatkannya.
Arsa hanya bisa tersenyum kecut dan mengegelengkan kepala, sebelum akhirnya keluar dari tempat itu untuk memulai kerja.
Baru saja Arsa keluar dari ruangan, seseorang sudah berjalan dengan sebuah troli mendekat padanya.
“Arsa! Pergilah kelantai atas, kamar presidential suite. Antarkan sarapan ini untuk tamu disana.” Perintah seorang pria paruh baya.
“Baik, Tuan Hank.” Jawab Arsa, menganguk dan mendorong langsung troli.
Sementara itu di dalam sebuah kamar, Fitri terbangun di dalam dekapan seorang pria. Wajahnya tidak bisa untuk berhenti tersenyum, mengingat apa yang telah mereka lewati tadi malam.
‘Gustav, sekarang kau menjadi milikku.” Ucap Fitri dalam hati.
Saat ini, Fitri merasa telah memenangkan sesuatu. Sejak pertama kali masuk dan bekerja. Gustav Eduardu langsung mengambil alih dunianya.
Setiap hari, dia berupaya untuk menarik perhatian pria yang dikenal sebagai broker saham sangat handal ini.
Sekarang, setelah berhasil menyingkirkan banyak saingan karyawan wanita lainnya di perusahaan sekuritas tempat dia bekerja, akhinya tadi malam pemuda itu menyatakan cinta pada dirinya.
Fitri masih ingin berlama-lama dalam posisi ini. Akan tetapi, dia mendengar suara bel kamar berbunyi, tanda ada orang yang memanggil dari luar pintu.
Dengan berat hati, Fitri menyingkirkan tangan Gustav lalu berdiri. Dengan hanya menggunakan celana dalamnya saja, wanita itu menyambar pakaian tidur yang disediakan hotel, lalu berjalan menuju pintu kamar.
“Permisi, Room Service.”
Fitri mematung di tempat, begitu pun pemuda yang menggunakan pakaian seragam hotel yang membawa troli makanan di depannya. Setelah beberapa detik, Arsa baru menemukan suaranya.
“Fitri?.. kau, kenapa—“
Arsa langsung menghentikan kalimatnya, dia langsung berjalan memutari troli. Mata Fitri melebar karema dia tau apa yang akan dilakukan pemuda tersebut.
“Fitri, menyingkir!” Seru Arsa, pada wanita yang mencoba menutup pintu kamar, namun dia sudah terlebih dahulu menahannya.
“Tidak… Arsa, pergilah! Kita akan membahas ini nanti!” Jawab Fitri sambil berusaha keras untuk kembali menutup pintu tersebut.
“Sial! Fitri aku bilang menyingkirlah.” Pekik Arsa seraya mengerahkan tenaga mendorong pintu.
Fitri menggelengkan kepala dan kembali berkata. “Tidak, aku tidak akan! Arsa pergilah, aku tidak ingin kau mengacaukan semuanya!”
Mendengar itu, Arsa tersentak. Namun tanganya masih menahan pintu agar Fitri tidak menutup pintu itu.
“Aku? Mengacau? Mengacaukan apa?” Tanya Arsa dengan ekspresi bingung.
“Sial!” Umpat Fitri, sambil terus berusah menutup pintu itu, “Arsa, kau sudah tau maksudku, jadi pergilah!”
Fitri benar-benar tidak ingin pemuda itu masuk, dan mengacaukan segalanya. Dia tidak peduli lagi dengan Arsa, namun tentu tidak dengan Gustav ang sedang tertidur.
Dia baru saja berhasil mendapatkan pria idamannya, dan tentu saja tidak ingin kehilangan bahkan beluk sehari berlalu. Gustav begitu berharga dimatanya, yang akan banyak merubah kehidupannya.
“Fitri… apa ada masalah?” Tiba-tiba suara seorang laki-laki membuat Fitri langsung terperanjat dan secara tak sengaja melepas pintu.
“Brak!”
Saat pintu itu terbuka, Arsa langsung melihat seorang pria berdiri di dalam sana, hanya menggunakan celana pendek saja pun bertelanjang dada.
“Jadi..!”
Arsa tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. Begitu menyadari siapa pria tersebut, sehari yang lalu. Dia melihay pria ini dan sekarang dia kembali melihatnya lagi.
Namun di dalam sebuah kamar hotek bersama seorang wanita, dan itu adalah Fitri, kekasihnya. Saat itu juga, mata Gustav sempat melebar karena sama terkejut. Namun di detik berikutnya, pria itu tersenyum sebelum akhirnya datang mendekat.
Arsa bahkan bisa melihay senyum yang begitu meremehkan kearahnya. Senyum mengejek dari seorang pria yang berhasil mencuri sesuatu yang berharga darinya.
”Sayang! I-ini.. bi-bisa aku jelaskan.” Ucap Fitri terbata.
Mendengar ini, Gustav hanya menggelengkan kelalnya. Namun dia masih tersenyum. Dia menarik fitri ke dalam dekapannya dan berkata. “Tidak perlu.”
Mata Arsa melebar, karena saat itu juga Gustav menempelkan bibirnya pada Fitri. Dan tidak hanya sampai disitu saja, di saat yang bersamaan tangan pria itu terlihat bergerak dan meremas bokong wanita itu, sebelum akhirnya merapatkan tubuh wanita itu padanya.
“Hei, apa kau ingin menonton kami? Lakukan tugasmu! Bawa masuk makanan itu.” Ucap Gustav dengan tangan kiri memegang satu diantara dia bukit kembar wanita itu.
Suara Gustav membuat Arsa tersentak dari lamunannya yang tiba-tiba saja menjadi kosong. Sambil merapatkan giginya, dan tak lagi menatap fitri yang nampakk bergairah saat Gustav memainkan gunung kembarnya.
Dengan menahan amarah dan rasa malu yang sangat luar biasa, Arsa mendorong troli itu masuk.
“Ini untukmu!” Gustav melemparkan beberapa uang kertas pecahan seratus dollar pada Arsa. Mata Fitri melebar saat melihat uang yang cukup banyak jatuh berserakan di lantai.
Dengan tatapan menghina, Gustav berkata. “Ambil itu, dan pergi dari sini.”
Arsa sempat terdiam sejenak, sebelum akhirnya dia mulai membungkuk dan mengambil uang yang berserakan di lantai.
“Hahaha! Fitri, lihat! Apa pemuda menyedihkan ini yang menjadi pacarmu? Aku tidak percaya, wanita cantik seperti dirimu bisa berakhir dengan orang seperti ini.” Ejek Gustav dengan tawa yang terbahak, namun dia justru membalikkan tubuh Fitri menjadi posisi menungging.
Dengan santainya, Gustav menyibakkan pakaian tidur Fitri, meremas bokong wanita itu yang mana membuat Fitri mendesah.
Namun melihat Arsa yang memunguti uang itu dan mengikuti apa yang dikatakan Gustav, membuat Fitri kesal dan juga malu dalam desahannya.
‘Sial! Arsa kau benar-benar memalukan! Aku benar-benar menyesal pernah mengenal orang menyedihkan sepertimu.’ Umpat Fitri dalam hati.
“Aaaachhhh…!”
Akan tetapi, begitu semua uang itu sudah berada di tanganya, Arsa tersenyum pada Gustav tanpa sedikit pun menatap kearah Fitri yang sedang dalam posisi menungging.
“Satu lembar ini, aku anggap tips karena mengantar makanam ini.” Ucap Arsa tiba-tiba, seraya mencabut satu lembar uang dan menunjukannya pada Gustav.
“Sisanya, dua ribu tiga ratus dollar ini, untuk harga wanita ini, jadi silahkan nikmati hari kalian.” Setelah itu, Arsa menoleh pada Fitri yang terdiam mematung, terlihat seolah mencerna apa yang terjadi.
Arsa menepuk bahu wanita itu pelan dua kali. “Fitri, layani Tuan ini dengan baik. Lakukan seperti apa yang diinginkanya, oke?”
Dua orang itu masih terdiam dalam pikirannya masing-masing, meski saat ini Arsa sudah berlalu dan pergi dari kamar Presidential itu.
“Brengsek itu, baru saja menjualku!” Gumam Fitri, setelah mengerti apa yang dikatakan oleh Arsa.
“Bajingan… sial..!” Teriakan Gustav meledak, yang seketika membuat fitri terperanjat saat mendengarnya.
“Siapa bajingan itu? Aku akan menghancurkannya! Aaaaaarrgh.” Raung Gustav tidak terima jika niatnya untuk merendahkan Arsa ternyata tidak berhasil.
Arsa tersenyum kecut saat mendengar Gustav berteriak-teriak di dalam sana. Dia berjalan melewati koridor hotel, sambil membuka kancing baju seragamnya.
“Ah, sepertinya aku akan dipecat, tepat satu minggu setelah bekerja.” Gumam Arsa.
Kejadian itu saja sudah cukup buruk, akan tetapi saat ini. Tanpa Fitri dan Gustav sadari, Hold Investment, perusahaan sekuritas besar di kota Dreams tempat mereka bekerja, pagi ini terlihat begitu mencekam.
Anjloknya harga saham sebuah perusahaan hari itu, membuat semua broker yang bekerja disana, seperti terserang sebuah wabah penyakit yang mengerikan dan menular.
Tidak heboh seperti sehari sebelumnya, sekarang wajah para broker tersebut terlihat pucat pasi, darah mereka seperti habis layaknya zombie. Itu karena, hampir semua dari mereka menanamkan saham yang dipercayakan para investor, pada perusahaan yang baru saja hancur tersebut.
Akan tetapi, di antara banyaknya para broker yang mirip zombie. Ada satu orang yang terlihat tidak sama, dia adalah Saly Hils satu-satunya orang yang tidak ikut merasakan serangan wabah itu.
Meski hatinya senang, namun gadis cantik itu sama sekali tidak ingin menunjukkannya.
“Hufft… beruntung sekali aku mengikuti saran pemuda itu!” Ucap Saly dan itu sudah berkali-kali dia ulangi di dalam hati.
Namun kelegaan Saly itu harus terhenti, karena tiba-tiba saja. Tiga orang berjas rapi baru saja masuk ke dalam ruangannya begitu saja.
“Kalian—“
Belum sempat Saly menyelesaikak kata-katanya, seorang pria yang berjalan paling depan, berhenti tepat di depan meja kerjanya.
“Nina Hils, kami dari otoritas jasa keuangan. Departemen kami mencurigai anda terlibat dalam transaksi saham ilegal, tolong bekerja sama, dan ikutlah dengan kami.” Ucap pria berbadam tegap itu.
**
Sehari berlalu sejak kejadiaan yang menghebohkan kota Dreams.
Arsa tahu siapa Gustav. Pria itu adalah broker terkenal sekaligus putra dari pemilik salah satu pemilik saham perusahaan sekuritas, dan juga cukup berpengaruh dikota Dreams ini.
Di pecat karena apa yang sudah dia lakukan pada Gustav, itu sudah dia duga dari hari kemarin. Bahkan Arsa tidak terkejut ketika bosnya di Ninja Express juga menelpon, lalu memaki-maki sebelum akhirnya juga memecatnya.
“Sial! Semua ini hanya karena uang…!” Umpat Arsa, sambil mengemasi semua barang-.barang miliknya, di apartemen tempat dimana dia dan Fitri tinggal.
**
Satu bulan telah berlalu sejak rentetan kejadian yang menimpa Arsa. Akhirnya Arsa memutuskan untuk terus melanjutkan kuliahnya, dan kembali tinggal di asrama universitas.
“Hei Arsa! Aku melihat Fitri keluar dari sebuah butik mewah, tapi dengan seorang pria.!” Ucap seorang pemuda dengan senyum mengejek.
Arsa yang saat itu sedang duduk membaca buku di perpustakaan kampus, hanya bisa mendengus dan tidak terlihat tertarik untuk meladeni pemuda yang mengatakan tentang Fitri padanya.
“Si bodoh ini, tidak menyadari bahwa sejak awal fitri hanya memanfaatkanya. Bagaimana mungkin, wanita seperti itu berkahir dengan orang seperti ini.” Ejek pemuda itu kembali.
Hal seperti ini sudah berulang kali di dengar Arsa. Hari dimana dia dan Fitri yang merupakan salah satu primadona di kampus ini terlihat berjalan dan bergandengan tangan dengannya, membuah heboh hampir seisi universitas.
Tidak ada yang bisa mempercayai bahwa seorang mahasiswa miskin seperti dirinya, bisa mendapatkan hati seorang senior yang terkenal sangat cantik dan di grandumi semua orang.
Beberapa orang berpikir itu hanyalah cara fitri untuk menghindari beberapa oranf yang terus mengejarnya, agar bisa fokus belajar dan kuliah.
Namun beberapa orang juga berpikir bahwa fitri sengaja memanfaatkan kepolosan Arsa, hanya untuk menjadi pembantunya. Karena setelah beberapa hari berlalu, semua orang melihat Arsa lebih seperti pesuruh yang mematuhi perintah fitri, alih-alih terlihat seperti seorang kekasih.
Dua orang teman diasrama sudah memperingatkan Arsa. Namun Arsa saat itu baru pertama kali mengenal wanita, tidak memperdulikan apapun yang dikatakak oleh orang lain.
Saat itu baginya. Fitri yang mau menerima pemuda miskin seperti dirinya, merupakan sebuah keberuntungan diantara semua kesulitan hidup yang dia alami.
“Hais….! Jika saja nilai saham perusahaan ayahku naik lebih cepat, aku rasa bukan hal sulit untuk mendapatkan wanita itu.” Ucap salah satu dari dua pemuda yang sudah sejak beberapa hari setelah dia memutuskan untuk kembali kesini lalu mengaganggunya.
“Ini…!” Kening Arsa tiba-tiba berkerut, saat tiba-tiba satu lembar uang pecahan dua puluh dolar sudah berada diatas buku yang sedang dia baca.
Meski enggan. Akhirnya Arsa mendongakkan kepalanya, berkata kemudian. “Boy, untuk apa ini?”
“Bukankah kau memerlukan uang? Anak-anak yang lain mengatakan jika kau melakukan apa saja untuk beberapa dolar.” Kata boy pria muda yang selalu sok kaya.
Arsa tidak menyukai tatapan boy. Akan tetapi dia memang pernah menawarkan jasa pada beberapa temannya yang membutuhkan bantuannya, tentu dengan imbalan beberapa dolar saja.
“Tidak! Aku tidak melakukan hal itu lagi.” Jawab Arsa, sambil mendorong uang itu menjauh.
Arsa tidak akan menolak jika itu adalah orang lain. Akan tetapi, ada beberapa orang di kampus ini yang begitu memandang rendah dirinya. Hanya karena Arsa menerima uang sebagai balas jasa atas batuan yang diberikan.
“Sial! Apa itu kurang? Aku akan menambahnya.” Desak Boy kembali seraya mengeluarkan dua puluh dolar dari kantung bajunya.
Kening Arsa kembali berkerut, dia merasa ada seseuatu yang aneh saat ini. Pemuda yang bernama Boy ini sama sekali belum mengatakan bantuan apa yang dibutuhkannya, namun sudah menawarkan uang dengan jumlah yang tak biasa.
“Boy, ini bukan soal berapa uang uang ingin kau berikan. Tapi aku memang tidak melakukan hal itu lagi, lagi pula kau juga tidak mengatakan apa yang harus aku lakukan.” Jawab Arsa dengan tegas, kembali menolak uang Boy.
Mendengar apa yang dikatakan Arsa, dua pemuda yang ada di depannya itu saling bertatapan. Hal ini membuat Arsa semakin curiga, namun kecurigaanya tidak perlu menunggu lama, karena saat itu juga Boy mengatakan keinginannya.
“Aku akan menjadikan uang ini lima puluh dolar jika kamu membersihkan sepatu dengan baju yang kau kenakan itu, sekarang!” Ucap Boy, dengan senyum mengejek.
Mendadak senyum Boy yang baru saja terkembang itu pun menghilang. Karena saat ini, dia melihat seorang wanita cantik baru saja masuk ke perpustakaan, dan kini sedang berjalan kearah mereka.
Hal itu, tentu saja membuat Arsa yang melihatnya. Menautkan alis karena heran. Dia lalu menegaskan. “Boy, aku tid—-“
“Akhirnya aku menemukanmu!” Sebuah suara yang sangat lembut menghentikan ucapan Arsa.
Arsa sempat tertegun beberapa saat, mendengar suara seorang wanita yang saat ini tepat berdiri belakangnya. Apalagi, saat ini kedua orang pria di depannya sedang menatap kearah sumber suara.
Penasaran, perlahan Arsa membalikan tubuh dan menolehkan kepala kearah belakang. Namun, begitu melihat siapa yang baru saja berbicara padanya itu, matanya langsung melebar.
“Kamu…!” Seru Arsa tertahan, saat menyadari siapa wanita tersebut.
“Ya! Ini aku! Dan baguslah, kamu masih mengingatku.” Balas wanita itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Saly Hils.
Mengabaikan kedua pemuda tadi, Arsa menelan ludah dan kembali bertanya. “Apa yang kamu lakukak disini nona…”
“Saly…. Saly Hils!”
Mendengar naman itu disebut, sekarang tidak hanya dua orang pemuda tadi saja yang melihat mereka. Namun, hampir semua orang yang berada di dalam perpustakaan tersebut membalikan hadap.
“Ya, Nona Hils. Maaf apa yang kamu lakukan disini?” Tanya Arsa sekali lagi.
Mendengar itu, Saly terlihat sedikit tidak senang. “Kamu masih bertanya? Tentu saja aku datang untuk menemuimu!”
Arsa memundurkan sedikit kepalanya, karena saat itu suara Saly meningi, seolah mendorong saat dirinya memekik.
“Menemuiku?” Ulang Arsa kebingungan.
Saly menganggukan kepalanya, ambil melipat kedua tangah di depan dada dia menjawab, “Ya! Aku datang untuk membalas semuanya, setelah apa yang telah kamu lakukan waktu itu.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!