Bagaimana di sambar petir, dada Jihan seakan di tusuk oleh ribuan jarum, hatinya seolah hancur berkeping keping, dadanya terasa sesak saat seorang wanita yang dia kenali datang ke rumahnya dan memberikan dirinya sebuah undangan yang tertulis nama kekasihnya dan dengan wanita lain.
" jadi ini akhir dari hubungan ku dan dia?" gumam Jihan lirih.
mata jihan berembun dan perlahan air matanya menetes membasahi pipinya. Jihan memejamkan matanya. Kenangan dia dan Javier terekam jelas di pikirannya.
mereka sudah berpacaran selama 6 tahun, dari kelas satu SMA sampai lulus kuliah. Jangan tanyakan sebanyak apa kenangan mereka. Yang jelas seluruh kota jakarta ini sudah mereka datangi berdua membuat jejak kenangan bersama.
Brak brak
" sayang buka"
Jihan menoleh pada jendela rumahnya. Dia dapat melihat Javier yang sedang mengendorkan kaca jendelanya.
Jihan menghapus air matanya lalu meletakkan surat undangan tersebut di atas nakas, setelah itu dia berjalan membuka jendela membiarkan Javier masuk.
begitu Javier berhasil masuk, cowok itu langsung memeluk tubuh Jihan dengan erat seolah takut jika Jihan akan pergi.
" aku nggak akan pernah ninggalin kamu" ujar Javier tulus.
" kita harus berpisah avi, keluarga mu tidak menyukai ku" ujar Jihan dengan suara bergetar menahan tangisannya yang siap meledak.
Javier menangkup wajah Jihan dengan kedua tangannya " dengar aku baby"
" biarkan mereka tidak menyukai mu, aku tetap memilih mu, aku akan pergi dari mereka, kita akan pergi berdua menjauh dari mereka"
Jihan menatap kedua mata Javier. ada kesedihan yang mendalam di sana. sama halnya dengan Jihan.
Jihan tahu, ini juga sulit bagi Javier. tapi jihan tidak mungkin mengambil Javier dari keluarganya. lagian, tidak semudah itu untuk kabur dari keluarga Zanetti. Mereka pasti tetap menemukan mereka berdua.
" kita tidak akan melakukan itu avi"
" kita akan melakukannya" tegas Javier penuh keyakinan, tidak ada keraguan sama sekali di sana.
tangan Jihan terangkat, dia mengusap lembut wajah Javier lalu Jihan tersenyum manis menutupi kesedihannya " kamu harus menikah dengan wanita pilihan keluarga mu"
Javier mengeleng, dia kembali memeluk Jihan " besok pagi, aku akan kesini lagi aku akan membawa mu pergi "
" tid_ mphhh "
Javier menutup mulut Jihan dengan ciuman nya. Javier melumat bibir Jihan dengan sangat rakus sehingga Jihan kesulitan.
Tangan Jihan meremas lengan Javier cukup kuat. selama mereka berpacaran ini adalah ciuman terkasar yang Javier berikan.
Jihan mengerti, Javier sedang kalut sekarang. pikirannya sedang tidak baik baik saja. Jihan sangat mengerti. tapi jihan kewalahan menghadapi Javier yang ganas seperti ini.
Tubuh Jihan di dorong ke tempat tidur. Javier mencium leher Jihan tanpa berniat melepaskan. Jihan juga tidak berniat menghentikan Javier. Ini untuk terakhir kalinya, biarkan menutupi kisah mereka dengan moments ini.
∆∆∆∆∆∆∆
Malam tiba, jihan memasukkan barang barang yang penting penting ke dalam tas ransel miliknya.
Yaa, Jihan akan pergi, tapi bukan bersama Javier. dia akan pergi sendiri, menjauh dari kota ini, membuat semua kenangan tentang Javier. Membiarkan Javier tetap bahagia bersama keluarganya.
Jihan tahu bagaimana hidup tanpa orang tua karena dia yatim piatu sejak SMP. dia tidak punya siapa siapa selain pamannya. Jadi Jihan tidak akan membuat Javier kehilangan keluarganya.
Jihan mengetik sebuah pesan untuk di kirimkan pada Javier.
Berbahagialah avi_ Jihan
Ingatlah satu hal, pilihan orang tua adalah pilihan terbaik. Mungkin benar yang ibumu katakan. Jika kita menikah kita tidak akan pernah bahagia karena aku anak yatim piatu_ Jihan
Tetap jalani hidupmu dengan baik, jaga kesehatan mu dan belajarlah untuk mencintai istri mu kelak_ Jihan.
air mata jihan terus keluar selama dia menulis pesan itu. apa lagi saat menulis pesan terakhir, bahkan tangannya bergetar hebat.
" gw bisa, gw pasti bisa", gumamnya lalu meletakkan ponselnya di atas nakas setelah itu dia pergi meninggalkan rumahnya.
Javier baru saja selesai mandi. dia memakai bajunya lalu mengambil ponselnya hendak menelpon Jihan seperti biasanya, setiap malam mereka pasti akan telponan sebelum tidur.
Namun, begitu dia membuka ponsel ternyata sudah ada notif dari Jihan. Javier membuka notif tersebut. wajah cerahnya lansung redup.
" nggak" seru Javier lalu menelpon Jihan berharap Jihan menjawab panggilannya.
Javier cemas, dia gelisah. ini yang paling dia takutkan, yaitu kehilangan Jihan, satu satunya wanita yang dia cintai. Nggak! dia nggak boleh kehilangan gadisnya.
Javier berlari keluar kamarnya, dia berlari menuruni tangga mengabaikan panggilan ibunya. Fokus Javier sekarang adalah menemui Jihan.
Javier mengemudi dengan gelisah. Mobilnya melaju cepat secepat jantungnya berdetak. Tangannya meremas kuat setir mobil hingga urat urat tangannya muncul. Matanya memerah menahan emosinya.
" kamu nggak boleh pergi Jihan" gumam Javier lirih.
Mobil Javier berhenti di depan rumah Jihan. Javier berjalan dengan langkah lebar menuju pintu utama. dia mengetuk pintu dengan buru buru berharap Jihan membuka pintu.
" sayang, ini aku" ujar Javier.
Tidak ada sahutan atau pun respon lainnya. pintu tetap tertutup rapat, rumah sunyi tanpa penghuni.
Javier tidak punya pilihan lain selain mendobrak pintu tersebut hingga rusak.
Brugh
Brugh
Brugh
tiga kali dobrakan barulah pintu terbuka. Bahu Javier terasa sakit, Namun ia abaikan. Rasa sakit di bahunya tidak sebesar rasa takutnya akan kehilangan Jihan.
" sayang" panggil Javier
Javier berjalan ke kamar Jihan lalu membuka pintu tersebut. Hal pertama yang dia periksa adalah lemari, dia ingin memastikan apa lemarinya masih ada pakaian Jihan.
Ada, namun sudah berkurang. Hanya tersisa pakaian yang jarang di pakai. Javier semakin gusar. dia melihat meja rias yang ternyata sudah kosong.
" tidak" seru Javier lirih seraya menggeleng menolak percaya akan fakta yang dia temukan.
Javier mengambil ponselnya lagi, dia ingin menghubungi Jihan kembali, siapa tahu panggilan nya di jawab.
Drettt
Javier menatap pada nakas yang terletak di samping tempat tidur. Di sana terdapat ponsel Jihan yang sedang bergetar karena terdapat panggilan masuk darinya.
" dia tidak membawa ponsel?"
Javier terduduk lemas di lantai kamar Jihan. Punggungnya bersandar pada meja rias yang ada di belakangnya. Javier menyugarkan rambutnya frustasi.
air bening keluar dari kedua matanya, dia tidak mampu lagi menahan tangisannya. Ini hal yang paling menyakitkan yang pernah terjadi di dalam hidupnya.
Dadanya terasa sesak membayangkan kenangan indah mereka. bahkan tadi pagi mereka baru saja melakukan itu. tapi sekarang? Jihan pergi meninggalkannya.
" kenapa kamu pergi? kamu tidak mencintai ku lagi?"
" kita sudah berjanji untuk selalu bersama Jihan, kenapa sekarang kamu pergi "
bahu Javier bergetar, kepalanya tertunduk, air matanya terus keluar bersamaan dengan kenangan kenangan terus terputar di otaknya.
∆∆∆∆∆
sama halnya dengan Javier. Saat ini Jihan juga sedang menangis tanpa suara, hanya sit matanya saja yang keluar.
Saat ini, Jihan sedang berada di dalam pesawat yang sedang melakukan penerbangan Jakarta - Malaysia.
dia sangat berterimakasih pada paman nya telah membantunya. Tanpa bantuan paman nya sekarang dia tidak akan berada disini. Yaa, paman nya mengurus semuanya tentang penerbangannya. Mulai dari tiket dan juga paspor, lengkap dengan penginapan Jihan di sana.
" maafin aku avi" gumam Jihan lirih.
Dia merasa bersalah pada Javier, tapi dia akan lebih bersalah lagi jika mengikuti kata Javier untuk kabur berdua.
Mungkin ini akan menyakitkan bagi Javier, dan dirinya. Tapi lebih menyakitkan jika Javier meninggalkan keluarganya hanya demi dirinya.
Jika suatu saat mereka berantem dan Javier menyesal telah meninggalkan keluarga itu pasti lebih menyakitkan lagi bagi Jihan.
∆∆∆∆∆∆
Hari ini, Setelah 3 hari kepergian Jihan. Akhirnya Javier melakukan acara pernikahan dengan Tasya, wanita pilihan orang tuanya.
Javier mengucapkan ijab kabul dengan wajah datar tanpa ekspresi. Bahkan saat orang orang berteriak sah dia tetap tidak bereaksi.
Sama halnya dengan Tasya, dia juga tidak memperlihatkan wajah bahagia sama sekali. Wajah mereka terlihat jelas tidak menginginkan pernikahan ini.
Bahkan di foto pernikahan mereka hanya orang tua mereka saja yang tersenyum senang, sedangkan mereka hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi.
begitu secara selesai, mereka Lansung memasuki kamar hotel yang sudah di siapkan. Tidak ada percakapan di antara mereka. mereka masing masing sibuk sendiri.
" Lo tidur di sofa" ujar Tasya setelah mereka mengantikan baju.
" gw nggak tidur di sini" jawab Javier dingin.
" bagus" ujar Tasya.
Ponsel Tasya berdering, Tasya segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan tersebut.
" iyaa baby, acarnya baru saja selesai" ujar Tasya pada orang yang di seberang sana.
Javier bisa menebak, jika orang itu pasti kekasihnya Tasya. Mereka berdua sama sama korban keegoisan orang tua sehingga mereka harus mengorbankan cinta dan masa depan mereka.
Padahal mereka baru saja lulus, tapi sudah di paksakan untuk menikah. Dengan orang tidak di cintai lagi.
" aku janji, pernikahan ini hanya sementara sampai warisan oma jatuh ke tangan ku" ujar Tasya.
Javier tersenyum sinis. Rupanya karena warisan makanya dari awal Tasya tidak menolak perjodohan ini. Padahal jika Jihan menolak dirinya tidak akan berada disini sekarang.
Javier mengambil jaket dan kunci mobilnya. dia akan pulang ke apartemen nya malam ini juga. pesetan dengan malam pertama dan juga sarapan bersama kedua keluarga besok. Javier tidak akan hadir.
Tasya hanya melirik kepergian Javier sekilas, lalu dia kembali fokus pada obrolannya dengan kekasihnya. lagian dia yakin, bahkan sangat yakin jika Javier tidak mempermasalahkan dirinya yang memiliki kekasih. Karena dari awal Javier sudah menolak dengan keras pernikahan ini.
Javier melakukan motornya dengan kecepatan tinggi membela keramaian jalanan pada malam hari. tujuan Javier saat ini adalah bar, dia akan mengisi malamnya dengan minum minum sepuasnya.
" hey bro" sapa seorang pria menyambut kedatangan Javier.
" udah gw duga, Lo pasti datang" ujar pria satu lagi sambil memberikan segelas Vodka untuk Javier.
Javier duduk di sofa kosong yang ada di sana. dia mengambil Vodka yang di berikan oleh temannya dan meminumnya hingga habis.
" bagaimana? apa Jihan ada jejak?" tanya Javier.
"Seperti yang gw katakan, di bandara tidak ada nama Jihan terdaftar. Cctv tidak di izinkan untuk di akses bahkan gw udah nawarin uang yang banyak tapi tetap saja akses cctv tidak di izinkan" ujar vino
" gimana sama keluarga Jihan?" tanya Javier.
" gw udah tanyain sama sepupunya Jihan, dia bilang dia nggak tahu apa apa. tapi memang malam itu ayahnya sempat menerima telpon dari Jihan yang meminta bantuan, tapi sepupu dia itu gak tahu bantuan apa " jelas vino.
yaa, sudah 3 hari selama Jihan pergi, dan Javier masih tetap mencari jejak Jihan meskipun Jihan tidak meninggalkan jejak sama sekali.
" mungkin dia cuma keluar kota" ujar Tunis " ke kota saudaranya yang lain gitu, kekurangan pihak ayahnya "
Javier mengeleng. Dia menuangkan kembali Vodka ke dalam gelasnya lalu meminumnya.
" dia tidak memiliki keluarga lain selain Danendra" ujar Javier " ayahnya anak tunggal"
Danendra adalah marga keluar paman nya Jihan, adik dari ibunya. Sedangkan jihan tidak menyandang nama tersebut karena dia menyandang marga ayahnya, yaitu Bagaskara.
Hari ini, Javier dan Tasya pindah ke rumah yang sudah di siapkan oleh orang tua Javier. Rumah ini lumayan besar dan memiliki 2 lantai dan juga halaman yang luas.
Di sini sudah di pekerjaan 2 art untuk mengurus rumah mereka. Tasya wanita karir, bukan wanita yang mengurus rumah tangga, apa lagi rumah tangga dengan orang yang tidak dia cintai.
" ini kamar gw" ujar Javier membuka pintu kamar utama.
" oke" jawab Tasya yang tidak mempermasalahkan hal tersebut. Lagian ini rumah milik orang tua Javier, jadi Javier bebas memilih kamar mandi saja.
Javier memasukan 2 kopernya ke dalam kamar. Dia meletakkan koper tersebut di samping tempat tidur, lalu dia duduk di tepi ranjang menatap seluruh kamar yang luas ini.
Javier menghela nafas lelah. Jiwanya sangat tersiksa, dia sangat merindukan Jihan. Pikirannya terus memikirkan Jihan, hatinya terus menyebutkan nama Jihan Bagaskara.
Sungguh, dia sangat merindukan gadis itu, merindukan pelukan nya, wajahnya, aroma tubuhnya, suaranya dan tawanya. Dia benar benar merindukannya.
" kamu dimana Jihan, aku sangat merindukanmu" ujar Javier lirih.
Javier bangkit dari duduknya. dia meninggalkan kamarnya tanpa merapikan bajunya terlebih dahulu. dia keluar rumah lalu pergi dengan menggunakan mobilnya.
∆∆∆∆∆∆
Javier membuka pintu sebuah rumah minimalis berlantai 1. Ini adalah rumah Jihan, dia sudah memperbaiki pintunya dan juga mengantikan kuncinya agar mudah keluar masuk.
Javier masuk, dia menatap sekeliling rumah ini. setiap sudut rumah ini ada kenangan dirinya dan Jihan. dia seolah masih dapat melihat Jihan disini.
Javier berjalan ke dapur, biasanya ada Jihan di sana yang sedang masak atau cuci piring. lalu dia datang dan memeluk Jihan dari belakang. Mereka sering menghabiskan waktu di dapur karena Jihan hobi memasak.
" huh!" Javier menghela nafas " dapur ini sudah berdebu Jihan, kamu kapan pulang, buat kita membersihkannya bersama"
Javier menatap meja yang biasa di gunakan oleh jihan untuk mempersiapkan bahan bahan untuk membuat kue. Javier sering menganggu Jihan yang terkadang terlalu fokus pada adonannya.
Mereka beberapa kali memainkan perang tepung hingga dapur berantakan dan berwarna putih karena tepung. lalu setelah itu mereka akan membersihkannya berdua.
" aku sungguh merindukanmu sayang" ujar Javier lirih dan tanpa terasa air matanya menetes keluar.
Javier berjalan ke kamar. kamar yang dulunya di jadikan kamar ternyaman bagi Javier. Karena disini dia bisa tidur dengan nyenyak sambil berpelukan dengan Jihan. Tidak jarang mereka menghabiskan malam dengan bercinta lalu tertidur dan bangun pada waktu siang.
Javier menatap meja rias yang kini sudah kosong. dulu di sana terdapat banyak alat makeup milik Jihan dan di kursi itu biasanya ada jihan yang sedang merapikan rambutnya atau memakai makeup dan juga memakai cream untuk merawat wajahnya dan juga tubuhnya.
Sekarang itu semua tinggal kenangan.
∆∆∆∆∆∆
5 tahun berlalu
Sudah 5 tahun semenjak kepergian Jihan dan juga pernikahan Javier dan Tasya. Sampai sekarang mereka belum bercerita dan Jihan juga belum kembali.
Meskipun mereka belum bercerai, tapi mereka tidak pernah tidur bersama. tapi mereka sudah cukup sering berinteraksi karena sering bertemu.
Javier sebenarnya sangat ingin bercerai, namun Tasya melarangnya. Dia bilang bersabarlah sampai Omanya Tasya meninggal dan warisannya resmi menjadi milik Tasya.
entah kapan wanita tua itu akan meninggal. Padahal sudah sering keluar masuk rumah sakit, tapi umurnya masih saja panjang.
kedengarannya memang kejam, tapi memang itu yang di inginkan Tasya karena dia dan Omanya memang tidak akur dan mungkin tidak pernah akur.
Saat ini Javier sedang berada di bandara, dia baru saja mendarat di Jakarta setelah satu Minggu menjalankan perjalanan bisnis di London.
Brakk
Seorang anak kecil yang sedang berlari tidak sengaja menabrak Javier sehingga gadis kecil itu terjatuh.
" aww" seru gadis itu meringis kesakitan karena pantatnya mendarat di lantai.
" hey, gadis kecil, apa kamu terluka?" tanya Javier setelah membantu gadis yang berusia sekitar 4 tahun itu.
" hey!" seru Javier melambaikan tangan di depan wajah gadis kecil tersebut karena gadis itu nampak melamun menatapnya.
" it's oke, uncle" jawab gadis itu dengan suara khas anak kecil.
Javier tersenyum " lain kali hati hati" ujar Javier lembut.
" oke, uncle " jawab gadis tersebut " thanks you "
Javier menganggu, dia merasa gemas melihat gadis itu berbicara menggunakan bahasa inggris, padahal usianya masih kecil.
" siapa namamu?" tanya Javier berjongkok di depan gadis itu.
Javier bukan tipe orang yang suka anak kecil, tapi entah kenapa pada gadis ini dia merasa tertarik dan ingin dekat. seolah ada sesuatu yang menariknya agar dekat.
" nama ku, jeinnaira Tavisha"
" Naira, sayang" panggil seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Javier. pria itu berjalan menghampiri Naira dengan wajah khawatir.
Javier Lansung berdiri saat pria itu menghampiri Mereka dan Lansung mengendong Naira.
" maaf, putri saya pasti membuat anda terganggu" ujar pria itu meminta maaf pada Javier " saya permisi" ujar pria itu lagi lalu segera pergi dari sana dengan buru buru seolah sedang menghindari sesuatu membuat Javier binggung.
Javier tidak ingin ambil pulang, dia segera melanjutkan jalannya untuk keluar dari bandara.
" Daddy, yang tadi itu uncle Javier kan? " ujar Naira pada papanya.
" bukan, sayang " jawab Irfan.
" tapi dia mirip dengan uncle Javier yang ada di ponsel mommy"
" lupa kejadian tadi oke? Jangan katakan apapun pada mommy. Jika tidak kita harus kembali ke Malaysia lagi " ujar Irfan.
Naira mengangguk patuh" oke Daddy "
" good girl" ujar Irfan memuji Naira sambil tersenyum manis.
∆∆∆∆∆∆
Sepanjang perjalanan, Javier terus teringat dengan wajah Naira. dia tidak bisa menghilangkan wajah gadis kecil itu dari ingatannya. padahal pertemuan mereka sangat singkat.
" ada apa dengan ku?" gumam Javier lirih.
Jeinnaira Tavisha, nama yang sangat indah menurut Javier. Javier jadi teringat dengan Jihan yang sampai sekarang tidak ada kabarnya.
dulu mereka pernah membahas masalah keluarga kecil mereka kelak, dan Javier mengatakan jika dia ingin memiliki anak gadis agar bisa menjadi temannya.
" aku ingin memiliki anak perempuan, lalu baru anak laki laki" ujar Javier kala itu
" jika kita memiliki anak nanti, aku akan memberinya nama dengan huruf J di awal " ujar jihan.
" nama apa yang cocok untuk anak kita nanti?"
" jika perempuan aku akan memberinya nama jeinnaira Zanetti dan jika cowok aku akan memberi nya nama jeno Zanetti "
Andai mereka benar benar memiliki anak dan memiliki keluarga kecil bahagia. pasti saat ini Javier menjadi satu satunya pria yang paling beruntung di Dunia ini.
Namun sayangnya itu hanyalah agan agan nya saja. Semua itu kini menjadi begitu mustahil untuk di wujudkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!