Namaku Laury Manggesa Rahma, teman-teman biasa memanggilku Lury tapi tidak dengan sahabatku yang satu ini, Reska Adi Pangestu. Dia selalu memanggilku, Geges. Sebenarnya aku tidak menyukai itu, tapi biarlah jika itu yang membuatnya senang. Dan bahkan aku merasa spesial dengan nama itu, seakan dia tidak ingin memanggil ku dengan sebutan yang sama dengan yang lain.
Setiap hari aku selalu menunggunya dipinggir danau ini ditemani gitar tua peniggalan ayahku. Aku selalu bernyanyi diiringi oleh gitar ini, tak lupa juga selalu ku tuliskan isi hatiku tentang dirinya. Dipinggir danau ini adalah tempat yang menjadi pertemuan hingga kebersamaan kita untuk bertukar cerita. Aku selalu menulis cerita ku saat menghabiskan waktu bersamanya, dibuku diaryku yang tak seorang pun tau kecuali diriku.
Beberapa waktu lalu aku pernah berjalan menghabiskan waktu hingga malam bersamanya. Hanya sekedar melihat suasana malam Kota Jakarta dengan menggunakan motornya yang berwarna merah. Yang paling tidak ketinggalan adalah makan malam bersama, kita mampir ditenda pinggir jalan yang menjual ayam bakar dan pecel ayam. Disitulah saat-saat kita bercerita, lebih seringnya aku yang mendengarkan cerita darinya.
Pagi itu dikelas, seperti biasa aku duduk dibangku ku paling depan sambil melihat foto dihandphoneku. Foto-foto saat bersamanya. Aku tersenyum melihat kekonyolan wajahnya dalam foto itu. Dan tiba-tiba saja dia melangkahkan kaki dengan wajah yang lesu, entah karena masih mengantuk atau karena sedang ada masalah. Dia duduk terdiam menenggelamkan wajahnya kedalam kedua tangganya yang ditaruh diatas meja. Aku pun menghampirinya dan duduk disampingnya. Aku berniat untuk menghiburnya dan membuatnya tersenyum lagi tanpa harus memikirkan beban-beban dalam hatinya.
“hey .. kenapa sih ? ada masalah ?” Tanya ku sambil menepuk bahunya.
“ngga qo’. Ngantuk ajah gue.” Jawabnya.
“hemm ,, gue tau nih , pasti lo semalem abis nonton bola kan ? hayoo jujur lo sama gue.” Ucapku yang mengetahui kebiasaannya.
“hehe .. iya ..” sahutnya dengan senyuman dibibirnya.
“yaudah yuk kekantin sarapan dulu. Gue tau lo belum sarapan.” Ucapku.
Dia pun bangkit dari duduknya dan mengikuti langkahku keluar kelas. Kita berjalan bersama menuju kantin untuk memesan makanan yang bisa mengganjal kekosongan perut kita untuk dua jam pelajaran kedepan. Seperti biasa kita makan sambil bercerita-cerita, tapi kali ini aku hanya mendengarkan ceritanya tentang pertandingan bola tadi malam. Hufh, sejujurnya aku tidak mengerti apa yang diceritakannya, karna aku bukan penggemar bola. Tapi aku berusaha menjadi pendengar yang baik, setidaknya aku bisa kembali melihat keceriaan diwajahnya.
Bel tanda masuk berbunyi dan mengharuskan kita kembali kekelas untuk memulai pelajaran. Aku duduk di kursiku paling depan dan dia berada dua bangku dibelakangku dibaris kiri.
Setelah selesai jam pelajaran , aku dan dia berlanjut melangkahkan kaki menuju parkiran untuk mengambil motornya. Agenda kita hari ini adalah mencuci motornya yang sudah terlihat kusam. Sesampainya ditempat tujuan, aku dan dia duduk berhadapan. Sambil menunggu, seperti biasa kita habiskan waktu untuk mengobrol. Aku kembali mendengar ceritanya, tapi kali ini dengan cerita yang berbeda bukan lagi tentang hobi dan kesehariannya melainkan tentang isi hatinya.
“gue lagi punya misi nih buat dapetin seseorang.” Ucap Reska.
Itulah yang diucapnya langsung dihadapanku yang membuatku terkejut dan membuat jantungku berdetak lebih kencang, mataku tajam menatapnya.
“oh ya ? siapa ?” Tanyaku seakan-akan menutupi semua sakit dihatiku.
“itu anak sebelah ..” Jawabnya dengan santai disertai senyuman.
“anak sebelah ?”
Aku berfikir, dan mengingat-ingat siapa gadis yang pernah didekatinya saat disekolah. Aku pun teringat saat dia duduk dan bercanda dengan kiky, teman satu angkatanku yang berbeda kelas dengan kita. Namanya Risky Putri Kamilah teman-teman biasa menyapanya “Kiky” tapi Reska menyapanya “putri”. Seakan itu menjadi panggilan spesialnya untuk kiky.
Dia pun melanjutkan ceritanya tentang Kiky, gadis pujaan hatinya. Dia menjelaskan kenapa dia menyukai gadis itu. Dia bilang panggilan “putri” itu adalah panggilan sayang darinya untuk gadis itu. Yaa, benar saja dugaanku tentang panggilan itu. Panggilan “putri” itu , panggilan yang menandakan bahwa gadis itu adalah sang putri dihatinya. Dan semua penjelasannya membuat hatiku semakin sakit, namun meskipun begitu aku tetap tersenyum dihadapannya, seolah aku merasa bahagia atas kebahagiaannya.
Ketika dia sedang mengambil motor yang telah selesai dibersihkan, aku sempatkan meneteskan air mata untuk sekedar sedikit melepas rasa sakit dalam hatiku. Dadaku, nafasku rasanya masih sesak seperti terhimpit, begitu terasa, sangat terasa. Langsung saja kuhapus air mata itu dengan tanganku sebelum ia datang dan mengetahui bahwa aku menangis.
Aku pun berdiri dan menghampirinya yang telah berada diatas motornya, aku duduk terdiam dibelakangnya. Motor itu mulai melaju, aku tau tujuannya. Danau, yaa danau tempat dimana kita bersama berbagi cerita, canda, tawa dan melepas semua beban-beban kita.
Kini aku dan dia duduk di tepi danau, untuk melepas lelah dan menikamati kesejukan udara di pinggir danau itu. Aku tak membawa gitar yang biasa ku gunakan untuk mengiringi ku bernyanyi. Namu tiba-tiba ia bernyanyi dengan suara merdunya.
“(sammy_dia) tak perlu ku bermimpi yang indah .. karna ada dia dihidupku .. ku ingin dia yang sempurna .. untuk diriku yang biasa .. ku ingin hatinya , ku ingin cintanya .. ku ingin semua yang ada pada dirinya ..” Begitulah nyanyiannya, aku pun ikut bernyanyi dan mengiringi dengan gitarku.
“hahaha ga usah ngegalau gitu kali.” Ucapku.
“siapa juga yang galau.” Sahutnya.
“eh tapi lo mau kan bantuin gue ? pokonya lo harus bantuin gue nyiapin kejutan buat dia. Besok itu hari ulang tahunnya dia. Gue mau bikin kejutan buat dia dan gue juga mau nyatain perasaan gue ke dia. Lo bantu gue ya ..” pinta Reska.
Hatiku terasa tergores, tertusuk bahkan hingga tercabik-cabik dan jika diibaratkan seperti gelas, mungkin hatiku telah pecah berkeping-keping. Perih rasanya seperti luka yang diberi tetesan air cuka. Ingin rasanya aku menangis saat itu juga, namun aku menghargainya dan tak ingin merusak ataupun menghapus
bahagianya. Aku kuatkan hatiku untuk berkata “ya” menyetujui permintaannya, dan aku berusaha menarik bibirku agar tersenyum dihadapannya walaupun ku menahan sakit dalam hatiku.
“mmh .. yaudah kalo gitu sekarang lo temenin gue cariin kado buat dia. Kira-kira cewe itu sukanya dikasih apa ?” tanya Reska.
“mhh ,, kasih apa yaa ?? mungkin boneka atau lebih romantis lagi .. mhh ,, lo kasih kalung. Nama kalian kan sama tuh dari huruf R .” Jelas ku.
“iya juga yaa ,, emang deh sahabat gue yang satu ini tuh paling-paling pinter dan paling bisa menciptakan suasana romantis.” Ucap Reska sambil menyubit kedua pipiku.
.
.
.
Bersambung . . .
Al Ghazali as Reska

Rasa sakit itu sedikit terobati atas sikapnya. Namun tetap rasa sakit ku belum sembuh sempurna. Akhirnya kita putuskan sore ini untuk mencari kalung berliontin R. Kulihat wajahnya begitu bahagia, senyumnya terus terpancar, aku bersamanya mengitari pasar untuk sampai di toko kalung. Aku seperti tak ingin ada untuknya pada hari ini, karna senyumku dihadapannya adalah palsu.
Aku seperti menginginkan hari ini tak ada, supaya aku tak merasakan sakit ini. Saat tiba ditoko perhiasan , dicarinya kalung itu. dan ternyata dengan mudah ia mendapatkannya, dan ia melingkarkan kalung itu dileher ku untuk sekedar mencoba. Betapa bahagianya aku jika kalung itu memang benar untukku. Dia tersenyum senang tanpa mengetahui perasaanku.
Setelah selesai dengan apa yang dicarinya, dia mengantar ku pulang. Sesampainya di gerbang rumahku, aku tak berkata apapun padanya. Sekedar untuk pamit pun, tidak. Aku lebih memilih untuk langsung berlari meninggalkannya.
Ku buka pintu kamarku yang tak terkunci dan langsung terbaring memeluk boneka beruang berwarna pink berukuran besar pemberian darinya saat ulang tahunku. Akupun menangis dalam pelukku. Air mataku tumpah tak terkira, sesak didadaku masih saja terasa. Aku memeluk boneka itu erat, masih saja aku menangis hingga aku tertidur dengan sendirinya.
Malamnya aku menemukannya tepat dipinggir kasurku, sedang duduk membangunkanku. Aku masih
terbaring dengan seragam sekolahku sambil memeluk boneka pemberiannya. Entah bagaimana dia bisa berada dikamarku, mungkin Bibi Ronah yang menyuruhnya masuk dan membangunkanku. Dia terus menepuk pelan lenganku sambil berkata “ges , bangun ges .. udah malem .. geges bangun ayo makan.”
Sempat sedikit tersadar mendengar ucapannya hingga aku berusaha membuka mataku perlahan.
“gegeess banguun .. “ Ucapnya sambil memainkan boneka kecil yang menutupi wajahnya.
“iih apa si ..” Sahutku sambil melempar boneka berukuran besar kepadanya.
Akupun duduk bersandar sambil menatapnya.
“ih kenapa coba ? kenapa tuh matanya ?” Tanyanya.
Akupun teringat kalau tadi aku menangis, akupun langsung turun dari kasur tanpa menjawab tanyanya. Aku berlari ke kamar mandi untuk mandi dan mengganti pakaianku.
“mandi .. mandi .. abis itu kita makan.” Teriaknya dari dalam kamarku.
Aku tak memperdulikan ucapannya, rasanya hatiku kesal dan tak ingin bersamanya untuk malam ini. Tapi mau bagaimana, dia sudah berada dikamarku dan menunggu- ku. Aku berusaha mengendalikan rasa kesalku. Dengan menggunakan baju mandi, ku langkahkan kakiku keluar kamar mandi untuk mengambil pakaian dilemari. Kutemui dia sedang berbaring dikasur sambil bermain game di handphone- nya. Aku kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Aku hanya menggunakan celana jeans dan kaos polos yang akan aku lapisi dengan jaket merah yang sama dengan yang dikenakan Reska. Ya, kami memang membelinya bersama dan mengingin- kan model yang sama.
Setelah selesai aku hanya duduk dipinggir kasur sambil mengumpatkan tanganku di saku jaket, aku tak menyapanya atau berbicara padanya. Akhirnya kita keluar dengan berjalan kaki dipinggir trotoar, tak begitu jauh dari rumahku. Aku masih tetap diam dengan meng- gantungkan tanganku disaku jaket dan dia masih asik dengan game di handphone-nya.
Tak lama dia menyudahi permainannya dan mulai mengeluarkan suara untuk bertanya padaku. Sudah ku tebak dia masih akan bertanya tentang mataku yang terlihat seperti habis menangis.
“kenapa sih ?” Tanyanya.
“kita mau makan apa ?” Tanyaku.
"hey.. Gue kan nanya. Lo kenapa ? Lo nangis kenapa ?" Tanyanya lagi.
"gue ngga akan jawab. Gue sama sekali ngga mau ngebahas ini." Jelasku.
"okey. Tapi nanti kalo udah tenang, cerita ya." pintanya.
Aku tetap tak berkata jujur padanya, sampai akhirnya kita berhenti di salah satu gerobak dipinggir jalan, yaitu gerobak ketoprak. Yaa .. malam ini kita makan ketoprak di pinggir jalan yang tak jauh dari perumahanku. Disitu aku masih tetap terdiam, menikmati makan malam ku meski tak senikmat malam-malam yang lalu.
Tiba-tiba saja langit menggelap, mendung dan terdengar suara gemuruh, kilat juga mulai menyambar. Dia mengajakku pulang. Dengan berlari pelan, aku dan dia menutupi kepala dengan jaket miliknya karena rintik hujan mulai turun. Sementara hujan semakin deras, kita memutuskan untuk meneduh dibawah pohon dengan tetap melindungi kepala dengan jaket. Aku memeluk tubuhku yang terasa dingin, Reska tetap memegangi jaket untuk menutupi kepala.
“ges .. lepas jaket lo deh..” ucapnya yang membuatku menatapnya, dan dia pun menatapku.
Aku merasa kalau dirinya juga merasa dingin dan aku menurutinya. Dia menaruh jaketnya di punggungnya dan mengambil jaketku untuk dipakaikan dikepalaku.
“lo tunggu sini ya .. gue tinggal sebentar. Inget ! tunggu! Jangan ngilang.” Ucapnya padaku dan langsung berlari ketengah jalan.
Aku melihanya, dia berlari menghampiri perempuan di seberang jalan yang juga sedang berteduh sambil memegang kantong plastik hitam. Saat berjalan untuk mengantar perempuan itu, Reska sempat melihat ke arahku dan aku hanya membalasnya dengan tatapanku. Aku mengenal perempuan itu, dialah pujaan hati
Reska yang belum sempat saja Reska mengungkap- kannya.
Seolah hujan dimalam ini mewakili perasaanku. Sambil menatap kepergiaannya, perlahan ku langkahkan kaki. Jaket yang kupegang terlepas dan jatuh kejalan. Diriku basah dengan air hujan. Sambil tersenyum sinis aku meneteskan air mata. Air mata yang tak terlihat karna menyatu dengan hujan. Sama seperti sakit yang aku rasa, karna hatiku yang terluka dan tak pernah terlihat olehnya.
Sangat sangat sakit terasa, aku tersungkur sambil menutupi wajahku sampai puas ku menangis dan kuputuskan untuk menginggalkan jaketku dijalan itu. Aku berjalan kembali kerumah, kembali memasuki kamar kecilku, kembali terbaring di tempat tidurku sambil memeluk boneka terbesarku, tanpa mengganti pakaianku yang basah karena hujan.
Flashback off
Saat ini aku masih duduk ditepi danau sambil memainkan gitarku dan bernyanyi.
“lihat aku disini , Kau lukai hati dan perasaan ini , tapi entah mengapa aku bisa memberikan maaf padamu .. Mungkin karena , Cinta .. Kepadamu tulus dari dasar hatiku, Mungkin karena , Aku.. Berharap kau dapat mengerti cintaku .. Lihat aku di sini , bertahan walau kau sering menyakiti , hingga air mataku Tak dapat menetes dan habis terurai .. Meski kau terus sakiti aku cinta ini akan selalu memaafkan .. dan aku percaya nanti engkau mengerti bila cintaku takkan mati ..” Laury sing. (song : rama_Bertahan)
Lagu itu seperti menggambarkan diriku, aku tak kuasa menahan air mataku hingga ia pun menetes membasahi pipi ku. Hanya dia yang kini ada dalam fikiranku, sedang apa ? dimana dan bersama dengan siapa ?. Mengapa ia berubah dan tak lagi temaniku disini , ada rasa cemburu dalam hatiku. Kenapa aku yang telah lama mengenalnya kini tersingkirkan oleh orang lain yang baru dikenalnya.
Hari sudah larut, aku putuskan untuk menutup hari ini dengan mimpi indah dalam tidurku. Ku langkahkan kaki ku menuju rumah dengan membawa gitar tua yang setia menemaniku.
.
.
.
Bersambung . . .
Amanda Rawles as Laury / Geges
Dear Diary,
Aku tau , aku bukanlah yang sempurna untukmu ..
Aku tau , aku bukanlah yang pantas memilikimu ..
Aku tau , aku bukanlah yang spesial dalam hidupmu ..
Dan aku tau , aku bukanlah orang yang kau cinta ..
Tapi mengertilah dan lihatlah aku disini ..
Yang bertahan untukmu ..
Yang selalu menantimu , berharap kau kembali ..
Karna aku takkan melupakan mu ..
Salam rinduku untukmu , , ,
Malam ku telah berlalu, kini ku buka lembar baru bersama mentari yang menyambutku. Ku lupakan kesedihanku dihari lalu. Bagi ku itu cukup melelahkan, hidup dalam kesedihan.
Hmmm .. sudahlah , hari ini ku langkahkan kembali kakiku menuju sekolah dan berharap takkan ada lagi hal-hal yang membuatku menjadi galau. Semoga pagi ini ada kejutan yang membuatku bahagia.
Sesampainya di sekolah, seperti biasa setelah ku menaruh tas dikelas, ku langkahkan kaki menuju kantin sekolah. Aku pesan setumpuk roti berisikan keju dan segelas susu putih. Aku juga pernah memesan menu ini saat aku sarapan bersama dia. Tapi saat ini aku sendiri, aku tak tau dia sudah sarapan atau belum. Tanpa kusengaja aku melihatnya diseberang sana, sedang duduk berdua bersama dengan kiky. Begitu mesra canda tawa mereka sambil menikmati makanan yang mereka pesan. Bel pun berbunyi , aku pun bergegas untuk menuju kelas.
Saat tiba dikelas aku terkejut dengan seorang yang duduk disamping kursi ku dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya dan melambaikan tangan kearahku. Dia berusaha menyapaku dengan tingkah konyolnya. pagi ini aku tak begitu berminat untuk bercanda dengannya.
"kenapa si lo diem ajah ? .. bt banget , ceria lah.. biasanya juga rame." ucapnya.
"tumben-tumbenan lo nyamperin gue." sindirku.
"ceritanya lagi ngambek, gara-gara gue jarang main sama lo , gituuh .." ledeknya.
"ntar pulang sekolah temenin gue ke gramedia, byee .." ucapku dan langsung meninggalkannya.
Aku sengaja meninggalkannya, entah karena apa tapi itulah yang harus ku lakukan. hanya ingin menenangkan hatiku agar aku tak salah bersikap dihadapannya. aku memutuskan untuk duduk dibangku halaman belakang sekolah, dibawah pohon yang rindang, sejuk semilir angin yang menari juga suara-suara merdu ranting dan daun-daun yang beradu.
Ku buka buku diary ku yang sejak tadi berada dalam pelukku. ingin rasanya aku menuliskan sesuatu dalam suasana tenang ini. mencurahkan semua isi hati, senang ataupun sedih. tapi saat ini aku merasa tenang berada dibawah pohon ini. "Tuhan, terima kasih atas nikmat-Mu ini."
andai mulutku tak membisu ..andai hatiku berani tuk mengaku ..
andai mataku berisyarat padamu ..andai wajah ini melukis cintaku ..
bahwa kamu, yang membuatku gembira ..
bahwa kamu, yang membuat canda dan melukis tawa ..
bahwa kamu, yang menjadi ksatria ..
bahwa kamu, yang slalu ku harap dalam tiap hari -hariku ..
dengan mu , aku merasakan bahagia dan merasa hidup penuh dengan warna ..
kembali lah .. melukis cerita bersamaku dalam setiap hari-hariku ..
- Laury Manggesa Rahma -
(created puisi by : NurulUswatunKhasanah - 6/11/14)
“jadi nama lo Laury Manggesa Rahma ?”
Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dibelakangku. Aku terkejut sambil menoleh kebelakang dan bertata- pan dengannya.
“hai .. gw Arfan Khairy.”
Dia memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Sungguh, aku tak ingin membalasnya sama sekali. Aku masih kesal dengan kelancangannya membaca diary ku.
“gue ga peduli siapa lo, gue ga suka ada orang yang ngeliat diary gue.” Ucapku yang langsung meninggalkannya.
Tiba saat pulang sekolah , aku berdiri menantinya digerbang sekolah. melipat tangan ku didepan dada, sambil memperhatikan sekelilingku. Yaa, aku menanti dia. Aku berharap dia memenuhi permintaanku untuk menemaniku membeli buku-buku di gramedia.
Syukurlah, si merah datang bersama pemiliknya, membuat hatiku berdegub kencang. namun membuatku merasa perih dan kecewa. Dia membawa seorang wanita di belakangnya, aku tau wanita itu sangat special baginya.
Ketika Reska memberhentikan motornya, Risky mulai merenggangkan pelukannya dan mengangkat tubuhnya yang menempel pada tubuh Reska.
“ges. Gue anter dia dulu ya. Habis itu gue jemput lu disini, jangan kemana-mana.” Ucapnya.
“kalian ada keperluan ya ..?” Tanya Risky.
“iya aku mau anter dia ke gramedia.” Jawab Reska.
“ngga qo , ky. Kalian lanjut ajah. Daaa ..”
Aku langsung meninggalkan mereka namun langkahku terhenti saat sebuah motor berukuran besar menghadangku.
“gue anter yaa.. sebagai permintaan maaf gue.” Jelasnya.
Tanpa berfikir panjang, aku mengiyakan dan duduk dibelakangnya.
“bro .. gue duluan ya.” Ucapnya.
Entah apa yang difikirkan Reska saat ini, tapi aku tak peduli. Aku tidak ingin larut pada rasa sakit dihatiku.
“Tuhan , ajari aku bagaimana harus melepas tanpa harus merasa sakit. Ajari aku ikhlas menerima persahabatan ini.” Bisiknya dalam hati.
“hey.. rumah lo dimana ?” Ucapnya yang memecah lamunanku.
“ikutin jalan ini ajah, perempatan belok kiri.” Jelasku.
Aku sampai di gerbang depan rumahku. Aku turun dan dia melepas helm yang menutup kepalanya.
“makasih ya..” Ucapnya.
Membuatku terkejut dengan ucapannya. Seharusnya aku yang mengucapkannya. Apa maksud dari ucapannya itu.
“mmh.. maaf .. makasih ?” Tanyaku.
“iya , makasih.” Sahutnya.
“harusnya kan gue yang bilang begitu.” Tegasku.
“yaa .. gue juga makasih sama lo, karna lo terima tawaran gue, gue jadi bisa tau rumah lo.” Jelasnya.
“sebenernya mau lo tuh apa sih?” Tanyaku penasaran.
“maksudnya ..?”
“yaa mau lo tuh apa ? pertama, lo nguntit gue dan baca diary gue. Kedua, lo pengen tau rumah gue. Lo ada maksud, tujuan atau niatan apa sama gue sampe segitunya… ?” Jelas dan tanyaku.
Dia membalasku dengan senyuman sambil memainkan helmnya.
“seiring berjalannya waktu, lo akan tau jawabannya.” Jawabnya dan langsung mengenakan helm.
“gue pamit. Lain waktu, gue pasti bakal mampir kerumah lo. Bye …”
Ucapnya, meninggalkanku. Aku benar-benar tak tahu jalan fikirannya. Antara senang, takut, khawatir, cemas, semua bercampur jadi satu. Aku senang, karena kehadirannya dapat mengalihkan rasa sedih yang aku rasa.
Kembali pada rumahku. Rumah yang melindungiku dari panasnya matahari dan dinginnya angin malam, juga derasnya rintikan air hujan. Langsung ku langkahkan kakiku menuju kamar dan menghempas tubuhku diatas kasur. Tanpa sadar aku terlelap , tidur dengan nyenyak.
Seperti biasa, aku menemukannya saat ku terbangun. Duduk dengan tenang, bersandar sambil bermain handphone tepat disampingku.
“udah ?” Tanyaku.
“hmm .. ?? udah qo.” Jawabnya, tetap fokus pada layar handphone.
“lo kenal sama arfan ?” Tanyanya.
“arfan siapa ?” Tanyaku yang masih memeluk guling sambil menatapnya.
“lho .. qo arfan siapa. Yang tadi nganter lo pulang lah.” Jelasnya.
“oh, namanya arfan.” Sahutku.
Membuat Reska mematikan handphonenya dan menatapku.
“ges, jangan bercanda. Jangan bilang lo ga kenal dia , terus lo mau mau ajah naek motor sama orang yang ga lo kenal.” Ucap Reska.
“ih apa sii ..” sahutku sambil melempar guling kepadanya dan beranjak ke kamar mandi.
“dia kan anak sekolah kita, res.” Lanjutku turun dari kasur dan mengambil handuk.
“yaa tapi kan lo ga pernah deket sama cowo selain gue, ges. Kalo lo kenapa-kenapa gimana ?” sambungnya.
“yaa .. mau gimana lagi, orang yang selama ini jagain gue kan udah jagain yang lain.” Ucapku dan langsung menutup pintu kamar mandi.
.
.
.
Bersambung . . .
Angga Yunanda as Arfan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!