Di sebuah bandara terbesar di Indonesia, terlihat seorang wanita muslimah gaul memiliki paras cantik dan postur tubuh seperti model. Ia baru saja tiba dan berdiri di depan pintu keluar. Ia seperti sedang mencari seseorang, lalu ia melihat seorang lelaki sedang berdiri di depan mobil.
“Nona Amel, silakan masuk!” ucap Pak Fandi, sopir keluarganya–membukakan pintu mobil.
Amel menuruti perkataan Pak Fandi sembari tersenyum, sementara Pak Fandi menutup pintu dan memasukkan koper ke dalam mobil.
Perjalanan yang cukup jauh dari luar negeri tak membuat Amel kelelahan. Tapi sebaliknya matanya terus menatap ke luar jendela untuk melihat kota Jakarta yang sangat indah. Dulu hanya bisa melihatnya dari layar hp dan laptop. Kini ia bisa melihat dengan matanya sendiri dan rasanya tak ingin memejamkan mata. Takut akan melewatkan apa yang dilihatnya itu.
Sesampainya di rumah, Amel langsung di sambut oleh Bibi Sri, orang yang menjaga rumah itu.
“Selamat datang, Nona Amel.”
Amel tersenyum bahagia saat melihat rumah yang diberikan orangnya kepadanya.
“Mommy, thank you very much. I like it. Aku suka banget dengan hadiah mommy,” gumam Amel tak berhenti bersyukur memiliki seorang ibu yang sangat memahami dirinya.
“Nona mau minum apa?” tanya Bibi Sri yang sudah berdiri di samping Amel.
“Apa aja, Bi. Tapi tunggu, aku mau tau di mana kamar untukku?”
“Mari bibi tunjukkan.” Bibi Sri beranjak pergi yang diikuti Amel.
Di lantai dua, kamar paling sudut merupakan kamar yang sama besarnya dengan kamar utama. Bibi membuka pintu dan membiarkan Amel masuk.
“Wow... amazing. Mommy, is the best. Makin sayang sama Mommy.” Amel terkagum-kagum dengan kejutan demi kejutan yang diberikan ibunya.
“Sepertinya Nona sangat senang dengan hadiah yang disiapkan nyonya.” Bibi tersenyum.
“Iya, Bi. Ini sungguh luar biasa. Aku gak pernah berpikir mommy akan menyiapkan ini semua untukku.” Amel menatap Bibi sekilas, lalu kembali berjalan melihat-lihat seisi kamar.
“Nyonya sangat sayang pada Nona. Sudah semestinya nyonya menyiapkan semua ini untuk Nona,” sambung Bibi Sri.
“Iya, walaupun kadang ngeselin juga, tapi ini cukup bikin aku senang,” sahut Amel.
“Nona, sebaiknya istirahat! Bibi ke dapur dulu untuk membuatkan minuman.” Amel mengangguk kepala. Bibi mengakhiri ucapannya dan beranjak pergi.
Amel duduk di tepi ranjang, mengambil ponselnya, lalu menghubungi orangtuanya.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
“Mommy, thank you banget. Aku suka banget dengan hadiah yang Mommy kasih untuk aku. Ini benar-benar luar biasa,” ucap Amel tersenyum bahagia.
“Iya sama-sama. Kamu baik-baik disana ya. Ingat! Setelah kamu selesai kuliah, kembali kesini lagi. Mommy gak mau jauh-jauh dari putri bandel Mommy ini,” celetuknya menyeringai.
“Mommy, please! Stop deh! Jangan bilang aku bandel lagi.” Amel sangat kesal dan bibirnya seketika mengerucut.
“Iya deh. Tapi kamu harus ingat, sesuai dengan kesepakatan kita, batas maksimal kamu kuliah cuma 3,5 tahun. Kalau lebih dari itu, maka kamu harus kembali kesini dan menerusi bisnis Mommy.”
“Iya-iya Mommy cantikku. Aku ingat kok.”
“Bagus kalau kamu masih ingat. Sekarang kamu nikmati yang sudah Mommy kasih ke kamu, tapi ingat jangan bikin masalah di negeri orang, mommy gak bisa terus pulang pergi hanya untuk menyelesaikan masalah kamu,” tegasnya.
“Ok Mommy, ok.”
“Ya sudah, kamu istirahat sana. Mommy mau balik kerja lagi. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Amel meletakkan ponsel di atas nakas, lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur king size yang empuk itu.
“Pusing mikirin ocehan mommy. Mending aku tidur,” gumam Amel memejamkan mata.
...****************...
Amel meminta kunci mobil pada Pak Fandi. Ia ingin berjalan menikmati suasana malam hari di kota Jakarta. Semula Pak Fandi menolak dan menawarkan dirinya untuk menyetir mobil. Tapi Amel memberi berbagai alasan, hingga akhirnya Pak Fandi menyetujuinya.
Amel sangat kegirangan. Ia langsung menyetir mobil sport dan mengitari kota Jakarta.
Dari arah yang sama, tiba-tiba melanju sebuah mobil sport lamborghini gray dengan kecepatan tinggi menyelip mobil Amel.
“Oh, kamu pikir aku gak bisa ngebut juga? Lihat aja! Aku pasti bakal ngalahin kamu,” gumam Amel merasa tertantang. Lalu menambah kecepatan dan berhasil menyelip mobil itu.
Kedua mobil sport itu malah kebut-kebutan, hingga lamborghini itu berhenti secara tiba-tiba di depan mobil Amel. Ia tersentak kaget dan menabaknya.
Brak...
“Auw.. Dasar itu orang gak tau peraturan. Main berhenti sembarang,” gerutu Amel kesal.
Pengemudi lamborghini marah dan langsung keluar dari mobilnya.
“Gila! Dia keluar.” Amelia tersentak kaget saat melihat sosok pria tampan berjalan ke arahnya.
“Woi... keluar!” Kiano mengetuk kasar kaca pintu mobil Amel.
Amel mengatur nafasnya, lalu turun dari mobil.
“Ada apa?” tanya Amel dengan nada cuek.
“Ada apa–ada apa? Noh lihat! Mobil gue lo yang tabrak dari belakang.” Amel dengan santai menuruti perkataannya.
“Astagfirullah, mobilku!” terkejut saat melihat kondisi mobilnya yang sudah penyok.
Amel menoleh dan menatap Kiano dengan murka. “Dasar lo ya! Ketuk pintu mobil gue dengan kasar ... terus lihat ini! Gegara mobil lo, mobil gue udah penyok kayak gini. Bayar!” cerocos Amel emosi.
Kiano kaget dan melihat mobil Amel.
“Hahaha...”
“Apa lo ketawa-ketawa.” Amel semakin emosi.
“Mobil murah kalah sama mobil mahal milik gue, hahaha...” Kiano kembali tertawa saat menyelanya.
“Memangnya kenapa dengan mobil gue? Masalah buat lo? Sini ganti rugi!” cerocos Amel dengan tatapan murka.
“Bodo amat,” ucap Kiano spontan, lalu beranjak pergi.
Amel menggepal tangan. Lalu melempari Kiano dengan sepatunya.
Bruk...
Sepatu Amel mendarat di kepala Kiano.
“Auw..” pekik Kiano megusap kepalanya.
“Hahaha... emang enak.” Amel tertawa terbahak-bahak menyaksikan kekalahan Kiano.
Kiano menoleh dan menatap Amel dengan emosi. Ia mengambil sepatu yang terjatuh, lalu membuangnya ke sembarang arah. Langkah kakinya berjalan menghampiri Amel, Amel lari dan hendak masuk ke dalam mobilnya, namun ia kalah cepat dengan Kiano yang saat ini sudah berdiri di depannya.
“Mau kabur kemana lo?” tanya Kiano menahan pintu mobil dengan tangannya.
“Mau lo apa?” tanya Amel dengan tatapan menantang.
“Lo cewek berhijab, tapi kelakuan lo kasar,” protes Kiano dengan nada sinis.
“Iya, gue kasar sama orang sombong kayak lo,” ketus Amel.
Emosi Kiano semakin terpancing, lalu ia berjalan mendekat membuat Amel mundur dan punggungnya menempel di mobil.
“Dengar ya! Kalau bukan lo ini seorang cewek, gue habis lo malam ini,” kecam Kiano dengan tatapan ingin membunuh.
“Lo cowok, tapi perangai lo kayak cewek. Udah salah gak mau tanggung jawab lagi,” balasnya dengan tatapan tajam.
Kiano sangat marah dan memukul mobil membuat Amel terkejut. Namun ia tetap berusaha tegar dan tak ingin kelihatan ketakutan di depan lelaki.
Kiano mengambil dompet untuk mengeluarkan sejumlah uang. “Ini duit yang lo butuh, kan?” Kiano melempar uang pada wajah Amel.
Merasa terhina, Amel mengutip semua uang itu.
“Dasar wanita matre yang gak bisa lihat uang,” gerutu Kiano tersenyum sinis.
Amel buru-buru bangun dan kembali berdiri di depan Kiano. “Ini ambil uang lo! Gue gak butuh.” Amel melempar semua uang pada wajah Kiano, lalu masuk ke dalam mobilnya.
“Sialan ni cewek,” gerutu Kiano kesal.
Beep! Beep!
Suara klakson mobil membuat Kiano kaget dan menepi. Kiano hanya melihat mobil Amel pergi meninggalkannya. Akhirnya ia masuk ke dalam mobil dan beranjak pergi.
Sebuah universitas ternama di Indonesia yang sudah sejak lama didambakan Amel kini berhasil dipijakkannya. Sebenarnya ia mampu menembus perguruan tinggi lainnya yang ternama di dunia, tapi hatinya terpikat dengan tanah kelahirannya itu sehingga sekuat apapun orangtuanya menyuruhnya ke tempat yang terbaik, tapi hatinya terus terpaut pada Indonesia. Bisa jadi karena sikap nasionalismenya yang tinggi, sehingga seberapa lama ia tinggal di luar negeri, tapi ia tetap akan kembali.
Kakinya melangkah menuju ke sebuah ruangan. Karena sifat Amel yang selalu on time dan konsisten, pagi ini ia menjadi mahasiswa yang datang lebih cepat dibandingkan dengan yang lain.
Melihat tidak ada penghuni, ia langsung mencari tempat duduk yang ada di pojok. Meletakkan tas di bawah, lalu mengambil buku dan membacanya.
Tak lama kemudian satu persatu mahasiswa datang memasuki ruangan dan memenuhi kursi yang kosong. Amel hanya melihat mereka sekilas lalu kembali fokus membaca.
Seorang wanita seksi, cantik dan centil datang menghampiri Amel. “Eh, pindah dong! Gue mau duduk disini.”
Amel tak menghiraukannya dan malah sibuk membaca.
Brak...
Farah menggebrak meja. Semua orang terkejut dan menatap Farah. Begitu juga dengan Amel. Ia menutup buku lalu menoleh dan menatap Farah dengan kesal.
“Gawat, ratu kampus kita sedang marah,” bisik seluruh mahasiswa. Mereka tau orangtua dari Farah termasuk salah satu donatur di kampus itu, sehingga Farah disebut dengan nama ratu kampus.
“Lo minggir sana!” tegas Farah.
“Udah datang telat main suruh orang minggir lagi. Gak ada akhlak,” gerutu Amel.
“Lo bilang apa?” Farah emosi saat mendengar ucapan Amel.
“Oh, ternyata kamu mendengarnya juga. Aku pikir kamu pekak,” jawab Amel dengan sinis.
“Berani lo ya. Lo belum tau siapa gue ya,” ucap Farah menggertakkan giginya saking kesal.
Tak ingin meladeninya, Amel malah kembali membuka buku dan membacanya dengan serius. Farah semakin emosi dengan sikap Amel, dia merampas buku Amel dan melemparnya ke sembarang arah.
“Cewek gak ada akhlak,” ketus Amel beranjak bangun.
“Berani lo ngatain gue?” Farah menarik tangan Amel. Amel melepas paksa tangannya hingga Farah kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
“Hahaha...” Semua orang terkekeh.
“Uhh... ngeselin” gerutu Farah menggepal tangannya.
“Farah, lo gak kenapa-kenapa, kan?” tanya Zira dan Yesi menghampirinya.
“Bantuin gue bangun!” Zira dan Yesi memegang kedua lengan Farah dan membantunya bangun.
Amel tersenyum mengejek, lalu beranjak pergi.
Seorang lelaki yang dijuluki raja kampus masuk ke dalam ruangan. Ia melihat buku di lantai, kemudian ia menunduk dan mengambilnya.
“Itu buku aku, tolong balikin!” pinta Amel menghampirinya.
Lelaki itu menoleh dan mereka tersentak kaget saat memandang satu sama lain.
“Elo...” ucap mereka kompak.
Melihat wajah Kiano, Farah langsung menghampirinya. “Sayang, cewek ini tadi dorong aku,” celoteh Farah melas sambil merangkul lengan Kiano.
Amel melihat mereka berdua dengan sinis. “Pasangan serasi, sama-sama gila,” gumam Amel tersenyum sinis.
“Lo ngomong apa? Coba diperjelas!” titah Kiano kesal.
“Kalian berdua pasang serasi, sama-sama gila,” ketus Amel meninggikan suaranya.
“Berani sekali cewek itu. Apa dia gak tau dia sedang berhadapan dengan siapa?” Semua orang berbisik-bisik melihat keberanian Amel.
Kiano mendengus kasar, lalu memasukkan buku itu ke dalam tasnya.
“Hei, balikin buku gue!” pinta Amel.
“Lo mau buku ini?” tanya Kiano menunjukkan buku yang sudah dimasukkan ke dalam tas.
“Jelas dong. Itu buku gue, sini balikin!”
“Ok, gue balikin, tapi sebelum itu lo berlutut di depan gue, lalu minta maaf sama gue,” ucap Kiano santai.
Amel kesal dengan ucapan lelaki yang ada di depannya itu, sangat sombong dan arogant.
“Bodo amat,” Amel cuek, lalu kembali ke kursinya.
“Sayang, lihat sendiri, kan. Dia itu wanita yang serem,” ucap Farah dengan nada manjanya.
“Lepasin gue!” Kiano melepas paksa tangan Farah, lalu beranjak pergi.
Dia melihat tidak ada kursi kosong selain yang ada di dekat Amel, tanpa sungkan ia langsung duduk.
Farah menghampiri mahasiswa yang duduk di dekat Kiano.
“Lo pindah sana!” Mendengar ucapan Farah, dia langsung beranjak pergi. Farah tersenyum dan duduk di kursi yang ada di dekat Kiano.
Amel melirik Kiano dengan sinis. Kiano terus menatap Amel dengan tatapan ingin memakan.
“Apa lo?”
“Cuih, wanita sangar,” ejek Kiano masih dendam dengan apa yang dilakukan Amel padanya ketika malam itu. Seumur-umur belum ada wanita yang berani bersikap kasar padanya, yang ada banyak wanita yang menyatakan cinta padanya dan menjadi bucinnya.
Amel tersenyum kecil dan mengalihkan pandangannya dari Kiano.
Dosen kini sudah masuk ke dalam ruangan. Perang dingin keduanya kini telah berakhir.
Proses pengenalan diawal mulai kuliah telah berakhir. Mereka semua saling mengenal satu sama lain. Sebagai mahasiswa baru, Amel terkesan cuek dan tidak peduli dengan situasi yang terjadi disana. Apalagi melihat mahasiswa disana terlalu memuja-muja Farah dan Kiano. Amel tidak suka dengan adanya perbedaan status sosial. Baginya semuanya sama saja. Hanya ketaqwaan yang membedakannya. Semua orang berhak sukses, hanya saja jalan yang mereka tempuh terkadang berbelit-belit.
Begitu kuliah selesai, Amel langsung beranjak bangun. Kaki Kiano dijulurkan kedepan, berharap Amel bisa jatuh. Bukan Amel namanya jika harus terjebak dalam trik murahan itu, batinnya. Amel menendang kaki Kiano lalu beranjak pergi.
“Aww,, sialan itu cewek,” gumam Kiano menahan rasa sakit.
“Sayang, kita kemana?” tanya Farah sambil memasukkan buku ke dalam tasnya.
“Gue ada janjian dengan pacar gue,” jawab Kiano dingin dan beranjak bangun.
“Kiano, gue ini pacar lo. Yang lain gak pantas,” ucap Farah ikut bangun.
“Dengar ya! Gue terima lo jadi pacar gue karena hubungan keluarga kita. Tapi lo jangan lupa kalau gue ini gak bisa mencintai seorang wanita saja. Lo seharusnya ngerti itu,” tegas Kiano mengakhiri ucapannya, lalu beranjak pergi tanpa mempedulikan suasana hati Farah yang sudah kesal setengah mati.
Yesi dan Zira menghampiri Farah. “Farah, lo gak apa-apa, kan?” tanya mereka khawatir.
“Gak, gue gak apa-apa kok,” jawab Farah berusaha tegar.
“Lo gak mau lakuin sesuatu gitu sama Kiano?” ucap Zira.
“Iya bener. Masa iya lo mau lihat pacar lo itu bermesraan dengan cewek lain,” sambung Yesi.
“Bukan itu, tapi gue pusing mikirin biar dia gak lirik cewek lain,” keluh Farah melas.
“Gini aja, mending kalian berdua tunangan dulu. Nah, dengan itu semua orang jadi tau status kalian berdua. Gue yakin gak akan ada satupun yang berani deketin Kiano lagi,” jelas Zira memberi solusi.
“Iya bener, aku setuju,” sahut Yesi tersenyum.
Farah tergeming dan mulai memikirkan ide jenius Zira.
“Kalian bener. Gue harus bilang ke nyokap bokap gue biar gue bisa tunangan sama Kiano,” ucap Farah tersenyum licik.
Masih di perkarangan kampus, Kiano langsung disambut oleh salah satu mahasiswi berpenampilan culun dan memakai kacamata tebal.
“Kiano!” panggil Wanita cupu itu. Kiano berhenti dan menoleh. Wanita cupu itu langsung menyerahkan surat cinta pada Kiano.
Semua orang berkumpul dan mengerumuni mereka. Amel yang tak sengaja melihat malah penasaran, dia langsung mengikuti orang-orang.
Dari jauh Farah melihat Kiano sedang bersama dengan wanita cupu itu, ia langsung menghampiri dan ingin melabrak mereka.
“Hei! Punya otak gak sih? Dia ini pacar gue. Siapapun gak boleh dekat sama dia,” ketus Farah menatap tajam Wanita cupu itu.
“Maaf!” lirih Wanita cupu itu menundukkan kepalanya.
Farah masih belum menerima kata maaf, matanya mengedar keseluruh arah. Dia mengambil minuman dari salah satu tangan orang-orang disana, lalu menyirami wanita cupu itu dengan air.
Semua orang ikut tertawa menyaksikan adegan itu. Amel sangat murka dan ia tak bisa melihat adanya adegan bully di depannya itu. Dia langsung pergi menghampiri mereka.
Amel merampas botol minuman di tangan Farah dan menyiraminya dengan sisa air bekas disirami wanita cupu itu.
“Hei apa-apa ini?” pekik Farah kesal menatap Amel.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Amel menatap wanita cupu itu.
“Gak. Aku gak apa-apa kok,” jawab Wanita cupu menggeleng kepalanya.
“Sayang, lihat apa yang dilakukan wanita gila itu!” keluh Farah merengek. Kiano tak merespon dan hanya melihat sampai mana kejadian itu akan berlangsung.
Amel menatap Farah dengan murka. “Eh, cewek gak ada akhlak! Lo jangan berani-berani menindas orang di depan gue lagi. Karena gue pasti akan membalasnya,” kecam Amel.
“Apa urusannya sama lo? Dia yang salah nyatain cinta sama pacar gue,” ucap Farah meninggikan suaranya.
Amel melirik Kiano sekilas. “Terus kenapa? Itu hak orang. Lagian gak ada yang ngelarang seorang wanita menyukai pacar orang, bahkan untuk mencintai suami orang aja dibolehkan.” Semua orang tersentak kaget saat mendengar ucapan Amel. Mata Kiano membelalak saat mendengar ada orang yang berani beragumen seperti itu.
“Lo ngedukung pelakor. Atau jangan-jangan lo yang pelakor,” ketus Farah tersenyum mengejek.
“Pelakor lebih mahal daripada pebinor. Agama gue menghalalkan pelakor dan mengharamkan pebinor. Jadi kenapa lo yang sewot?” balas Amel tak ingin kalah dengan Farah.
“Berani lo ya!” Farah semakin jengkel.
“Iya gue berani."
Amel jalan mendekat Kiano dan menatapnya dengan serius.
“Lo ngapain deket-deket sama pacar gue?” protes Farah.
“Kiano, maukah lo jadi pacar gue?” ucapan Amel kembali membuat heboh seluruh kampus. Kiano terkejut dan tersenyum kecil.
“Berani juga cewek ini menantang Farah. Sepertinya seru ni.”
“Hei, apa yang lo lakuin!” pekik Farah menarik lengan Amel.
“Kenapa? Lo gak terima kalau gue nembak pacar lo? Atau lo takut dia lebih milih gue dan tinggalin lo?” ketus Amel.
“Hahaha... lo jangan mimpi! Kiano gak mungkin suka wanita bar-bar kayak lo, yang sangar dan penampilan kuno kayak gini. Lo itu bukan seleranya,” ejak Farah menatap sinis. Amel memakai baju muslimah gaul kekinian, tapi di mata Farah, pakai tertutup tetaplah kuno.
“Kita buktikan,” Amel sangat terpancing dengan sikap Farah yang ingin menjatuhkan dirinya.
Amel kembali menatap Kiano. “Gimana, Kiano? Apa lo mau jadi pacar gue?” tanya Amel kembali. Dia berharap Kiano menerima dan jika Kiano menolaknya masih ada jawaban yang akan dilontarkannya.
“Enggak,” jawab Kiano spontan.
“Hahaha... kasihan sekali cewek itu ditolak mentah-mentah,” ejek semua orang terkekeh.
“Hahaha... Kasihan. Makanya udah gue bilang, lo itu gak ada apa-apanya dibandingkan gue,” ucap Farah terkekeh dan sombong.
“Asem kali. Tapi tenang aja. Aku gak bisa kalian kalahkan.”
Amel kesal dengan mereka yang mengejeknya, tapi dia berusaha santai.
“Ya udah bodo amat,” Amel memalingkan wajahnya dan kini menatap wanita cupu itu.
“Ayo kita pergi,”
“Lo mau kemana? Gue belum selesai sama lo,” ucap Kiano menghentikan langkah Amel.
“Ada apa lagi?” Amel menoleh dan menatap Kiano.
“Gue belum nyelesaiin omongan gue, ngapain lo kabur,” ucap Kiano santai.
“Apa lagi? Gue gak serius sama lo. Itu hanya sekedar emosi gue aja,” jelas Amel jujur.
“Tapi gue anggap serius dan gue mau jadi pacar lo,” balas Kiano spontan membuat semua orang tercengan.
“Sayang!” pekik Farah kesal.
Amel semakin menjadi-jadi karena ia bisa mengalahkan wanita sombong itu.
“Lo lihat, kan? Dia tidak menyukai wanita sombong seperti lo ini,” balas Amel mengejek Farah.
“Sayang, cepat putusin dia! Lo hanya boleh sama gue, gak boleh sama dia,” rengek Farah memohon sambil merangkul lengan Kiano.
“Sorry! Gue gak bisa.” Kiano melepas paksa tangan Farah.
Amel tersenyum bahagia atas kemenangannya. Dia kembali menghampiri wanita cupu itu.
“Maaf ya atas ketidak sopanan aku ingin ikut campur masalahmu,” ucap Amel lembut.
“Gak apa-apa. Makasih ya,” ucap Wanita cupu itu tersenyum bahagia.
“Sama-sama. Siapa namamu?”
“Kiara.”
“Aku Amel.”
“Yuk, aku antar kamu pulang!”
“Makasih. Tapi sopir aku udah datang,” tolak Kiara lembut.
“Oh ya, kamu mau jadi temanku?” tanya Kiara penuh harap.
“Tentu. Mana ponselmu biar aku masukin kontakku.” Kiara menyerahkan ponselnya, dengan segera Amel mengambil dan memasukkan nomor ponselnya.
“Makasih ya. Aku pamit dulu.”
“Sama-sama. Hati-hati di jalan.” Kiara menganggukkan kepala dan beranjak pergi.
Kiano menghampiri Amel. “Yuk ikut gue!” ucap Kiano tak mendengar persetujuan Amel, justru langsung menarik lengannya.
“Hei, lepasin! Gue mau lo bawa kemana?” cerocos Amel.
“Sebagai pacar gue, lo harus temani gue makan siang,” jawab Kiano santai.
“Kiano gue ikut!” Farah mengejar mereka.
Demi membuat Farah jengkel, Amel tak menolak ajakan Kiano.
Sampai di depan parkiran mobil, Kiano membukakan pintu mobil untuk Amel, dengan senyuman palsu yang ia buat demi memperlihatkan pada Farah, dia langsung masuk dan duduk dengan nyaman di dalam mobil Kiano.
Kiano paham dengan gelagat Amel, malahan dia tambah senang dan langsung masuk ke dalam mobilnya.
“Gak bisa dibiarin, gue harus mengejar mereka.” Farah masuk ke dalam mobilnya lalu menjalankan mobilnya mengikuti mereka.
Kiano tersenyum bahagia saat melihat mobil Farah berada di belakang mobilnya.
“Kenapa lo cengar-cengir gitu?” tanya Amel penasaran.
“Coba lo lihat ke belakang! Siapa yang ikutin kita?”
Amel menoleh ke belakang. “Memangnya siapa?” tanya Amel kembali menatap Kiano.
“Haish.. dodol-dodol. Itu mobil Farah.”
“Oh,” jawab Amel singkat.
“Ayo kita putus!” imbuh Amel serius.
“Gak–gue gak mau,” jawab Kiano spontan.
Amel memiringkan duduknya dan menatap Kiano dengan serius. “Dengar ya! Ucapan gue tadi itu gak serius, gue Cuma bikin jengkel Farah. Itu doang. Lagian ngapain memegang status palsu kayak gini.”
“Karena lo udah mulai duluan, maka gue gak akan berhenti ditengah jalan. Hubungan ini tetap akan berlanjut,” ucap Kiano serius.
“Udah deh, lo gak usah ngerjain gue dengan cara kayak gini. Gue mau kita putus,” tegas Amel.
“Lo cerewet banget sih! Gue butuh lo untuk melawan Farah,” sahut Kiano jujur.
“Masa bodoh. Gue gak mau ikut masalah kalian berdua,” balas Amel menggeleng-geleng kepalanya.
“Sebenarnya gue juga gak mau lo ikut masalah gue, tapi lo sendiri yang menawarkan diri lo. Jadi mau gak mau lo harus selesaikan semua ini sampai tuntas,” sambung Kiano kembali.
“Gak gue gak mau,” tolak Amel menggeleng kepalanya.
“Terserah mau lo mau atau gak. Yang pasti semua orang tau lo itu pacar gue,” jawab Kiano santai.
“Masa bodoh.”
“Ingat lo harus memerankan peran yang bagus di depan Farah. Oh ya satu lagi, lo jangan usik kehidupan pribadi gue,” ucap Kiano egois.
“Gak mau. Jangankan usik kehidupan pribadi lo, untuk jadi pacar pura-pura lo aja gue ogah banget,” ketus Amel.
“Terserah lo, ngapain juga lo nembak gue di depan anak-anak,” sahut Kiano santai.
“Lo!” Amel kesal dan hendak memukul wajah Kiano, tapi ia hentikan dan tak ingin berurusan lebih panjang lagi dengan lelaki di sampingnya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!