NovelToon NovelToon

Tangisan Istri Muda

Episode 1. Tamu Tak Diundang

DOK DOK DOK!

"BUKA PINTUNYA!" terdengar teriakan perempuan dari luar.

Ketukan keras di pintu mengagetkan Alice. Ia berdiri dengan ragu memandang ke pintu, merasa ada sesuatu yang tak beres. Ketukan itu tak berhenti, bahkan semakin keras dan mendesak.

"Siapa di sana?" tanya Alice, suaranya bergetar.

DOK DOK DOK!

"Cepat! Buka pintunya! Atau aku buka secara paksa!"

Suara ketukan itu semakin menggema hingga menggetarkan seluruh ruangan.

Alice membuka pintu perlahan, dan di hadapannya berdiri seorang perempuan berusia sekitar 36 tahun dengan wajah merah padam. Matanya tajam menusuk, penuh amarah yang menyala-nyala menatap Alice. Perempuan itu adalah Ranti, istri Arya. Alice tentu saja tidak tahu siapa perempuan ini, tapi perasaan takut segera menyelimutinya.

"Kamu Alice, kan?" suara Ranti penuh nada mengejek.

"I-iy—iya... Saya Alice. Ada apa ya mbak?" jawab Alice dengan suara kecil terbata.

"Dasar perempuan murahan!!" Ranti menerobos masuk tanpa diundang. Ia menatap Alice dari ujung kepala hingga kaki, seperti melihat seseorang yang sangat dibencinya. Matanya sangat tajam.

Alice kebingungan. "Apa salah saya mbak?"

"Jangan pura-pura polos! Kamu tahu Arya itu suami saya, kan? Kami sudah menikah bertahun-tahun lalu, bahkan punya anak! Dan kamu berani-beraninya menikah dengan dia? Perempuan tidak tahu diri! Ternyata benar yah, apa yang saya dengar. Kamu memang cantik, masih muda pula. Hmmm... Masih banyak di luar sana yang mau mengantri kehangatan kamu. Tapi sayang yah, kamu ini seorang pelakor."

Alice terhenyak berdiri terpaku. Kata-kata Ranti seperti petir di siang hari. Rasa tidak percaya membuatnya bergetar. Arya sudah menikah? Punya anak? Semua itu terdengar mustahil. Pria yang selama ini begitu baik padanya, bahkan selama ini Alice menjadikan sebagai pahlawan, ternyata menyembunyikan sesuatu yang besar. Arya adalah pria baik yang selama ini Alice kenal, dan sudah menikahinya. Bahkan kini Alice sedang hamil anaknya. Arya tidak pernah bilang, kalau dirinya sudah mempunyai istri, bahkan anak. Tentu saja hal ini menjadikannya syok. Tubuhnya bergetar hebat.

"Tidak mbak... Sa, Saya tidak tahu. Saya... Saya tidak tahu Arya sudah menikah," Alice mencoba menjelaskan, air matanya mulai mengalir.

"Omong kosong! Jangan bohongi saya hai anak kecil!" Ranti mendekat, suaranya semakin tinggi. Dadanya turun naik menahan emosi yang rasanya ingin meledak.

Alice mundur, tubuhnya semakin gemetar. "Saya benar-benar tidak tahu mbak... Saya tidak pernah ingin merusak rumah tangga siapa pun..."

Namun, Ranti tak mau mendengar. Ia melayangkan tamparan keras ke pipi Alice. Suara tamparan menggema di ruangan kecil itu. Lalu tangannya mendorong tubuh Alice hingga terjatuh ke lantai.

BUK!

"Kamu pikir saya percaya? Kamu pasti tahu, kan? Kamu pikir saya bodoh? Dasar perusak rumah tangga orang!" Ranti meluapkan amarahnya.

Alice hanya menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya lemah, hatinya hancur, dan rasa malu menyelimutinya. Ia tidak punya keberanian untuk melawan. Bagaimana mungkin seorang gadis berusia 17 tahun, yang baru saja di nikahi pria yang menurutnya baik, melawan perempuan dewasa yang penuh dendam.

Selama setahun perkenalannya dengan Arya, Alice mencintainya. Walau pun usia mereka berbeda belasan tahun, namun Alice tidak peduli. Kalau tidak ada Arya, bahkan Alice sudah menikah dengan pria pilihan orang tuanya, yang usianya pun jauh di atas Arya. Alice memilih Arya, bukan hanya ketampanan yang di milikinya. Namun kebaikan yang Arya tanamkan di hidup Alice, menjadikannya, Arya lah satu-satunya di dalam hidupnya.

Ranti melangkah maju lagi, kali ini menggenggam dan menarik rambut Alice dengan kasar dan menyeretnya hingga ke pintu. "Dengar, kalau kamu berani lagi dekat-dekat dengan Arya, saya pastikan hidup kamu akan hancur! Paham?!"

Alice hanya mengangguk sambil menangis tersedu-sedu. Bibirnya bergetar, mencoba berkata, tapi tak ada suara yang keluar. Dalam hatinya ia merasa bodoh karena pernah percaya pada Arya. Semua perhatian dan janji manis Arya kini terasa seperti racun.

"Aku tidak bermaksud menjadi duri dalam rumah tangga Mbak.. Aku benar-benar tidak tahu kalau Mas Arya sudah punya istri. hiks hiks hiks... "

"Hei bocah! Sekarang kau sudah tahu kan? Ha? Sudah tahu kan? Kalau Arya sudah ada istri? Bahkan sudah punya 2 orang anak. Apa kau masih ngga ngerti juga? Hah? Kalau kau ngga mau ngerti, aku pasti kan hidupmu mati di tanganku, perempuan hina!"

"Iya mbak... Huhuhu.. Ampun mbak, ampun... "

Tidak ada sedikitpun rasa iba di hati Ranti mendengar tangisan Alice. Bahkan ia menarik rambutnya lebih kuat lagi, membenturkan kepalanya ke dinding. "Ampun katamu? Kau sudah merusak ketenangan rumah tangga saya! Jadi kau harus rasakan ini!" Geram Ranti sambil membenturkan kepala Alice ke lantai berulang kali. Rasa tidak puas di benaknya ingin melukai Alice, dan kalau bisa, ia ingin Alice mati sekarang juga.

"Ampun mbak... Ampun... Jangan sakiti aku Mbak. Aku sedang hamil!" Seru Alice menangis merasakan sakit dan pening mulai merayapi kepalanya.

Pengakuan Alice bagaikan sesuatu yang berat menghantam jiwa Ranti. Pikirannya kosong sesaat. Rasanya ia ingin jatuh saat itu juga. Dadanya terasa sesak. Kepalanya seolah melayang sesaat. Kepedihan hati dan air mata yang sudah tidak dapat di halangi lagi menetes begitu saja. "Jadi? Jadi kau sekarang sedang hamil anak Arya? Hamil anak suamiku?" Suara Ranti begitu lantang. Menjadikan tubuh Alice semakin gemetar. Ia merasa takut luar biasa.

Terlebih Ranti kembali melayangkan tangannya ke wajah Alice, dan menarik pundaknya menghentakkan tubuh kecil Alice hingga jatuh terlentang. "Kamu hamil? kamu hamil? kamu beneran hamil? Kamu tidak akan bisa punya anak dari suamiku. Anak ini harus mati! Harus mati!"

"Jangan mbak! Jangaaaan! Arrrgh... "

Alice memejamkan matanya. Ia berteriak melepaskan rasa takutnya. Karena yang di lihatnya saat ini, wajah Ranti bagaikan monster yang menakutkan. Ia seolah melihat mata Ranti merah dan siap menelannya.

Alice benar-benar tidak sanggup lagi merasakan sakitnya pukulan tangan Ranti yang begitu kuat. Ditambah lagi sakit hatinya dengan kebohongan Arya yang baru saja ia tahu.

Dan saat ini Ranti melepaskan kecewanya terhadap Arya yang sudah menikahi gadis bocah Alice. Melepaskan rasa sakit hatinya. Ia siap meluncurkan tangannya yang mengepal ke tubuh Alice sambil berteriak sejadi-jadinya sambil meninjukan tangannya ke perut Alice.

"Aaaaargh... Perempuan siaaal!"

Saat ini Alice benar-benar merasa takut luar biasa. Di pejamkan matanya kuat-kuat dengan tubuh yang pasrah.

Episode 2. Rencana Ranti

Suara Ranti begitu lantang menggema di seluruh ruangan.

"Dasar pelakooor! Beraninya kau merusak rumah tanggaku! Aarrrrrgh....!"

Alice meringkuk di sudut kamar dengan tubuh gemetar. Matanya basah oleh air mata, tetapi ia tidak berani menatap sosok yang berdiri di depannya dengan penuh amarah. Ranti, istri pertama Arya, menatapnya dengan penuh kebencian. Tatapan tajamnya seakan bisa menembus kulit Alice dan membakar jiwanya.

"Kau pikir bisa merebut Arya dariku begitu saja?" suara Ranti penuh amarah. Ia melangkah mendekat dengan langkah yang berat, membuat Alice semakin mengecil di sudut ruangan.

Alice menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis. Ia tahu, melawan atau membantah hanya akan memperburuk keadaan. Sudah berkali-kali Ranti menyiksanya, baik dengan kata-kata maupun fisik. Alice hanya bisa pasrah.

Tanpa peringatan, Ranti meraih tangan Alice dan mencengkeramnya erat. "Jawab aku! Kau pikir bisa hidup tenang setelah merebut suamiku, dengan kehamilanmu?"

Alice menggeleng dengan lemah, tetapi Ranti tidak peduli. Tamparan keras mendarat di pipi Alice, membuatnya terhuyung ke samping. Nyeri menjalar di wajahnya, tetapi lebih dari itu, rasa takut semakin mencekiknya. Ia menangis terisak dan tertahan.

"Dasar perempuan murahan! Kau hanya anak kecil yang tidak tahu diri!" Ranti meluapkan amarahnya. Ia menarik rambut Alice dengan kasar, membuat Alice berteriak pelan.

"Sudah Mbak... Sudah... sakit Mbak... Huhuhu...!"

Alice mencoba melepaskan diri, tetapi tenaganya jauh lebih lemah dibandingkan Ranti. Ia hanya bisa menahan sakit dan berharap Ranti segera puas dengan penyiksaannya. Namun, harapan itu pupus ketika Ranti mendorongnya hingga jatuh kembali ke lantai. Sikap arogan Ranti semakin menjadi.

"Lihat dirimu sekarang! Apa kau masih berpikir bisa menjadi istri Arya? Aku tidak akan berhenti membuatmu hancur. Atau mau aku hancurkan wajahmu saja yah? Supaya Arya tidak suka lagi sama kamu?" Ranti tertawa sinis penuh ejekan.

Alice menahan isak tangisnya, tetapi tubuhnya bergetar ketakutan. Ranti melangkah lebih dekat dan mengangkat tangannya, siap untuk melayangkan pukulan lagi. Kali ini, ia mengincar perut Alice. "Ini kan bayi Arya? Bayi ini harus mati!"

Namun, sebelum tangannya mengenai perut Alice, sebuah tangan kuat menahan pergelangannya di udara.

Ranti terkejut dan menoleh dengan tajam. Tatapannya bertemu dengan seorang pria tampan yang berdiri di dekatnya. Pria itu memegang tangannya dengan erat, mencegahnya melanjutkan tindakannya.

"Siapa kamu?" Ranti bertanya dengan suara penuh kecurigaan.

Pria itu menatapnya dengan tajam. "Namaku Galang, tetangga Alice. Aku mendengar suara ribut-ribut dari rumah ini, dan memutuskan untuk melihat apa yang terjadi."

Ranti mendengus. Ia menilai pria ini masih muda dan tampan. Dalam benaknya yang penuh dengan siasat licik, ia langsung memikirkan cara untuk memanipulasinya. Jika ia bisa memanfaatkan pemuda ini, maka ia bisa membuat Alice semakin menderita.

Dengan cepat, Ranti menarik tangannya dan memasang senyum palsu. "Oh, jadi kau tetangga Alice? Seharusnya kau tahu, dia bukan wanita baik-baik. Dia merebut suamiku."

Pria itu tetap diam, tidak menunjukkan reaksi apapun.

Ranti melanjutkan dengan suara lebih lembut, berpura-pura menjadi korban. "Aku hanya ingin memberinya pelajaran agar dia tidak terus-terusan menghancurkan rumah tangga orang lain. Kau pasti bisa mengerti, kan?"

Namun, pria itu tidak tertipu oleh sandiwara Ranti. Matanya tetap tajam menatap wanita itu, lalu ia berkata, "Kekerasan bukan cara menyelesaikan masalah. Aku tidak akan diam saja jika kau terus menyakiti Alice."

Alice yang masih terduduk di lantai menatap pria itu dengan penuh harapan. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang berani menentang Ranti demi dirinya.

Ranti menyipitkan matanya. Ia tahu, pria ini bukan orang yang mudah dipermainkan. Namun, ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia akan mencari cara lain untuk membalas Alice. Jika kekerasan fisik tidak bisa dilakukan, maka ia akan menggunakan cara yang lebih licik: fitnah.

Ranti tersenyum tipis, lalu berbalik. "Baiklah, aku tidak akan menyentuhnya lagi," katanya sambil melangkah menuju pintu. "Tapi aku akan memastikan dia mendapatkan balasan yang pantas."

Setelah mengatakan itu, Ranti pergi, meninggalkan Alice yang masih ketakutan dan pria itu yang tetap waspada.

Alice menatap pria tersebut dengan mata penuh rasa terima kasih. "Terima kasih..." suaranya bergetar.

Pria itu tersenyum kecil. "Kau tidak sendirian. Jika wanita itu mencoba sesuatu lagi, aku akan ada di sini untuk membantumu."

Namun, baik Alice maupun pria itu tidak menyadari bahwa Ranti sudah menyusun rencana jahat lain. Ia tidak akan membiarkan Alice hidup dengan tenang, dan kali ini, ia akan memastikan Alice hancur dengan cara yang lebih kejam.

Ranti berdiri di luar rumah Alice, menunggu pria yang menolong Alice keluar. Matanya tajam mengawasi pintu, dan ketika pria itu akhirnya melangkah keluar, Ranti segera menarik tangannya.

"Ikut aku," bisiknya tajam.

Galang menatapnya heran. "Ada apa?"

"Aku ingin bicara empat mata denganmu."

Galang awalnya ragu, tetapi melihat ekspresi serius Ranti, ia akhirnya setuju. Mereka berjalan menuju sebuah kantin yang sepi, tempat yang sempurna untuk berbicara tanpa gangguan.

"Aku ingin menawarkan kerja sama," kata Ranti dengan nada licik.

"Kerja sama?" Galang menyipitkan mata.

Ranti mengangguk. "Aku ingin Alice hancur. Kau bisa membantuku."

Galang menggeleng. "Aku tidak ingin terlibat dalam masalah seperti ini. Kekerasan bukan solusi."

Ranti tersenyum kecil. Ia mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya dan menyodorkannya ke Galang. "Di dalamnya ada segepok uang. Ini hanya uang muka. Jika kau setuju, akan ada bonus lebih banyak lagi."

Galang menatap amplop itu ragu. Ia tidak ingin terlibat, tetapi uang dalam jumlah besar itu begitu menggoda. Setelah beberapa saat berpikir, ia akhirnya mengangguk.

Ranti tersenyum puas. "Bagus. Sekarang, kau harus mulai mempercayai bahwa Alice bukan orang baik. Dia perusak rumah tanggaku. Pelakor yang tidak tahu malu. Kau harus membantuku menjatuhkannya."

Galang menghela napas, tetapi akhirnya menyimpan amplop itu di sakunya. "Baiklah, aku akan membantu."

Ranti tersenyum licik. Rencana barunya baru saja dimulai.

Ranti membisikkan sesuatu ke telinga Galang. Beberapa saat, Galang mengangguk tanda mengerti.

Ranti tersenyum picik. "Kalau kau berhasil, aku akan menambahkan bonus untukmu. Kau tidak perlu khawatir. Aku butuh WA kamu," ucap Ranti dengan suara rendah.

Galang membuka ponselnya, memberikan nomor kontak untuk di salin ke ponsel Ranti.

"Ingat Galang, aku tidak ingin Alice hidup bahagia di atas penderitaan orang. Aku akan terus menghubungimu untuk mendapatkan info yang pasti. Nanti sore kita mulai rencana ini. good luck. Dan tunggu aba-aba dariku...!" titah Ranti.

Galang mengangguk tersenyum. Walau sebenarnya hatinya menolak, tapi uang yang di berikan Ranti, dan yang Ranti janjikan bonus besar bila berhasil, tentu saja Galang tidak bisa menolak. Bagaimana tidak, Galang seorang pria yang sulit mencari kerjaan. Dan sekarang malah rezeki datang sendiri. "Aku benar-benar beruntung hari ini," gumamnya.

. 𝗥𝗮𝗻𝘁𝗶 𝗦𝘂𝗿𝘆𝗮𝗻𝘁𝗶

Episode 3. Maafkan Aku

Sore itu, Galang duduk di rumahnya, menunggu pesan dari Ranti. Ia tahu bahwa rencana mereka akan segera dimulai, tetapi tetap merasa cemas. Apakah ini benar? Apakah ia harus melakukannya? Namun, saat ponselnya bergetar dan muncul pesan dari Ranti, keraguannya perlahan menghilang.

"Aksi dimulai. Ingat! Kerja yang bagus dan tuntas, untuk mendapatkan bonus yang lebih besar!" titah Ranti.

Galang mengetik balasan. "Baik, laksanakan!"

Tanpa berpikir panjang, Galang segera bergegas menuju rumah Alice. Sesampainya di sana, ia langsung menerobos masuk tanpa di persilahkan.

Alice terkejut melihatnya. "Galang? Kenapa kau tiba-tiba masuk begitu saja?"

Galang tersenyum, mencoba bersikap santai. "Aku hanya ingin ngobrol. Bolehkah?"

Alice masih ragu, tetapi akhirnya mengangguk. Mereka pun duduk dan mulai berbincang ringan. Namun, tak lama kemudian, ponsel Galang bergetar lagi. Kali ini pesan dari Ranti.

"Arya sudah di halaman rumah Alice. Saatnya bertindak."

Seketika, Galang bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Alice. Alice merasa ada yang aneh dengan tatapannya.

"Galang, ada apa?"

Tanpa menjawab, Galang langsung menarik Alice ke dalam pelukannya. Alice terkejut dan mencoba mendorongnya, tetapi Galang lebih kuat. Ia kemudian mencium Alice secara paksa.

"Aku mencintaimu, Alice," bisiknya di telinga Alice.

Alice berusaha berontak. "Lepaskan aku, Galang! Apa yang kau lakukan?"

Galang tersenyum kembali menciumi wajah Alice. Kini mereka posisi berpelukan di sofa. "Aku akan melakukannya bersama kamu. Kamu yang aku cintai"

"Kamu gila Galang... Aku sudah punya suami!"

"Tapi itu cuma suami orang kan? Bukan Suami pribadimu."

Namun, tepat pada saat itu, pintu rumah terbuka lebar. Arya berdiri di ambang pintu dengan mata membelalak, menyaksikan pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dada Arya naik turun menahan emosi. "Apa yang sedang terjadi di sini?"

Alice dengan panik mendorong Galang menjauh, tetapi semuanya sudah terlambat. Rencana Ranti berhasil. Arya melihat persis apa yang ingin Ranti tunjukkan padanya.

"Mas Arya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan!" Alice berusaha menjelaskan.

Namun, wajah Arya sudah dipenuhi kemarahan. "Aku tidak percaya kau, Alice! Aku sudah mempercayaimu, tetapi kau… kau menghancurkannya! Aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.. Jadi kau sudah tidak bisa ingkar lagi...!"

Alice menatap Arya dengan putus asa. "Mas, dengarkan aku dulu. Aku sendiri baru ken... "

Arya langsung memotong ucapan Alice. "Sudah! Sudah! Tidak perlu kau berdalih apa pun untuk menutupi kesalahanmu! Kau sudah melakukan yang tidak pantas di rumahku! Sebaiknya kau pergi dari sini! Aku jijik!"

Alice berdiri terpaku di ruang tamu, air mata mengalir di pipinya. Arya menatapnya dengan tatapan penuh kemarahan dan kekecewaan. Hatinya hancur melihat reaksi Arya yang begitu kasar terhadapnya, padahal ia tidak bersalah. Ini hanya salah paham, pikir Alice. Ia tidak tahu mengapa Galang tiba-tiba bertindak seperti itu padanya.

"Keluar dari rumah ini sekarang juga, Alice! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!" suara Arya menggelegar, menusuk hati Alice hingga ke dalam.

"Arya, tolong dengarkan aku... Aku tidak melakukan apa-apa! Aku tidak tahu kenapa Galang berbuat seperti itu! Percayalah padaku!" Alice memohon dengan suara bergetar.

Namun Arya tidak mau mendengar. Emosi telah menguasainya. Matanya beralih pada Galang yang masih berdiri di sana dengan ekspresi penuh kepuasan.

Tanpa pikir panjang, Arya maju ke depan dan meninju wajah Galang dengan keras. Galang terdorong ke belakang dan tersungkur ke lantai. Ia mengusap sudut bibirnya yang berdarah, lalu menatap Arya sambil menyeringai.

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kau sadari sejak awal, Arya," ujar Galang dengan nada meremehkan. "Alice itu perempuan murahan. Kau terlalu bodoh jika masih percaya padanya."

Kata-kata itu membuat darah Arya mendidih. Ia hampir saja menyerang Galang lagi, tetapi Galang dengan santai melangkah keluar rumah, meninggalkan mereka dalam ketegangan yang membara.

Arya kembali menoleh ke arah Alice yang masih menangis tersedu-sedu. Wajahnya yang biasanya penuh kelembutan kini hanya menunjukkan kemarahan dan kekecewaan.

"Aku tidak mau dengar alasan apa pun, Alice! Kau telah mengkhianati kepercayaanku. Aku tidak peduli lagi! Keluar dari rumah ini sekarang juga!"

Alice terisak dan berlutut di depan Arya, memohon agar suaminya mau mendengarkan penjelasannya. "Arya, aku mohon... Aku sedang mengandung anakmu... Aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu..."

Sejenak Arya terdiam. Kata-kata Alice mengguncang hatinya, tetapi kemarahannya terlalu besar untuk diredam. Ia menggertakkan giginya dan menatap Alice dengan tatapan dingin.

"Aku tidak peduli. Keluar dari rumah ini sekarang juga sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran! Dan sekarang aku tidak percaya, kalau anak yang ada di dalam kandungan mu adalah anakku!"

"Mas! Aku sumpah! Ini anak kita Mas Arya!"

"Sudah! Jangan banyak bicara lagi? Angkat kaki dari rumahku!"

Hati Alice semakin hancur mendengar kata-kata itu. Dengan langkah gemetar, ia berjalan ke kamarnya dan mulai mengemas pakaiannya ke dalam koper. Tangannya bergetar saat melipat pakaian, air matanya terus mengalir tanpa henti.

Saat Alice ingin keluar, ia membalikkan badan ke belakang, menoleh ke Arya. Mungkin ini lebih baik untukku berpisah sama kamu. Karena aku tidak mau di madu. Asal kamu tahu saja Mas... Mbak Ranti tadi siang datang kesini menyakitiku. Menganiaya aku... Apa kamu tidak lihat wajahku banyak memar, juga tubuhku..Tapi yah sudahlah. Aku memang lebih tenang sendiri. Dari pada aku menjadi duri di dalam rumah tanggamu. Kalau dari awal aku tahu, kamu sudah punya istri dan anak, aku tidak akan mau Mas... Dan pernikahan kita, tidak akan terjadi. Dan kehamilan mu tidak akan ada. Aku salah memilih kamu. Kamu pembohong!"

Kini ucapan Alice membuat jantungnya berdegup. Ranti? Ranti kesini? Tahu darimana dia, kalau aku sudah menikahi Alice?" batinnya. Namun Arya tidak menjawab. Ia diam. Dalam diam Arya, ingin rasanya hati Arya menggagalkan kepergian Alice. Namun rasa gengsi menghalanginya.

Alice mendorong koper di tangannya, hujan mulai turun dengan deras. Ia menatap Arya sekali lagi, berharap ada sedikit belas kasihan di mata pria yang pernah mencintainya. Namun, yang ia lihat hanyalah tatapan dingin yang mengusirnya dari kehidupan pria itu.

Dengan berat hati, Alice melangkah keluar rumah, membiarkan air hujan membasahi tubuhnya. Langkahnya tertatih, hatinya penuh luka. Ia tidak tahu ke mana harus pergi, tetapi yang ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah hari ini. Alice berjalan pelan di tepi jalan trotoar. air matanya tersiram air hujan yang semakin deras.

"Ternyata aku salah memilih Mas Arya sebagai pendamping hidupku. Dia sudah punya istri, bahkan anak. Kalau Mas Arya tidak mencintai Ranti, bagaimana mungkin mereka bisa punya anak?" gumamnya sambil duduk di kursi panjang tepi jalan. "Mas Arya hanya mempermainkan hidupku saja," gumamnya menyimpan kepedihan hatinya.

. 𝗔𝗹𝗶𝗰𝗲 𝗘𝗻𝗶𝗹𝗶𝗮

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!